• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Pada Jenis Android yang Berbeda

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

4.5. Pengujian Pada Jenis Android yang Berbeda

Untuk mengetahui aplikasi yang telah dirancang dapat berjalan dengan baik pada Android, maka penulis melakukan pengujian aplikasi terhadap Android dengan versi yang berbeda. Hasil pengujian ini diperlihatkan pada Tabel 4.18

No Nama Perangkat dan Versi Android (API Level) Tampilan Keterangan

1 Android Virtual Device, Eclair 2.1 (7) Berhasil 2 Samsung Galaxy Mini 2, Gingerbread 2.3.7 (10) Berhasil 3 Sony Xperia C230, Jelly Bean 4.2.2 (17) Berhasil 4 Samsung Galaxy Tab 3, Jelly Bean 4.3 (18) Berhasil

5 Xiamo Redmi, KitKat, 4.4 (19)

Berhasil

Tabel 4.18 Pengujian pada jenis Android yang berbeda

Dari tabel 4.18 diatas dapat dilihat bahwa aplikasi pendeteksi daging sapi dan babi yang telah dirancang dapat berjalan dengan baik pada versi Android yang berbeda. Dari tabel terlihat Aplikasi berjalan pada Android versi Eclair, Gingerbread, Jelly Bean dan juga KitKat

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari pembahasan pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Aplikasi pendeteksi daging sapi dan babi pada Smartphone Android dapat diciptakan dengan menggabung pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan multi layer perceptron.

2. Pelatihan jaringan syaraf tiruan untuk aplikasi pendeteksi daging sapi dan babi ini menggunakan arsitektur jaringan yang optimal dengan Learning Rate 0,2, Momentum 0,7, Maximum Erorr 0,01, dan jumlah Hidden Layer 6.

3. Untuk pengujian data yang tidak dilatih akurasi yang diperoleh 73,34%. 4. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengenalan yaitu

jenis kamera yang digunakan, posisi dan jarak kamera terhadap objek, dan kurang maksimalnya hasil dari cropping.

5. Jaringan syaraf tiruan yang telah dilatih pada PC (Personal Computer) berhasil diimplementasikan pada aplikasi pendeteksi daging sapi dan babi pada Smartphone Android.

6. Aplikasi dapat berjalan dengan baik pada Android versi Eclair, Ginggerbread, Jelly Bean dan KitKat.

5.2.Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penulisan Tugas Akhir ini ialah sebagai berikut:

1. Untuk selanjutnya data citra daging sapi dan babi yang akan digunakan dapat diperbanyak untuk mendapatkan variasi jenis pola yang lebih banyak pada saat pelatihan.

2. Untuk selanjutnya data citra daging sapi dan babi yang akan digunakan untuk pelatihan menggunakan citra dengan warna penuh (Read Green Blue 3 layer) untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.

3. Untuk selanjutnya dapat ditambahkan aplikasi pengolahan citra yang dapat langsung digunakan tanpa harus adanya tambahan aplikasi pengolahan citra lainnya sebagai pendukung pendeteksian secara online pada Smartphone Android.

4. Untuk selanjutnya aplikasi yang akan dirancang pada Smartphone Android adalah aplikasi yang menggunakan database online sehingga aplikasi yang dirancang dapat lebih optimal tanpa terkendala oleh spesifikasi Smartphone yang kurang memadai.

BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi

2.1.1. Daging Sapi

Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah, penggunaan daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai contoh has luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat sebagai bahan pembuatan steak sehingga bagian sapi ini sangat banyak diperdagangkan.

Gambar 2.1 Potongan Daging Sapi

Akan tetapi seperti di Indonesia dan di berbagai negara Asia lainnya daging ini banyak digunakan untuk makanan berbumbu dan bersantan seperti sup konro dan rendang [4].Selain itu ada beberapa bagian daging sapi lain seperti lidah, hati, hidung, jeroan dan buntut hanya digunakan di berbagai negara tertentu sebagai bahan dasar makanan [4].

2.1.2. Daging Babi

Daging babi adalah daging yang diproduksi dari babi untuk disembelih. Dalam beberapa kepercayaan agama samawi, babi tidak boleh untuk disentuh (najis) dan dianggap haram untuk dimakan. Contohnya adalah seperti yang tertulis dalam kitab suci agama Islam Al-Qur’an [5].Babi sendiri sebenarnya telah diternak dan dikonsumsi selama ribuan tahun oleh orang Eropa dan orang Asia kebanyakan. Babi adalah makanan yang umum di nusantara sebelum masuknya agama Islam dari Timur Tengah.

Gambar 2.2 Potongan Daging Babi

Beberapa suku bangsa di Indonesia yang masih menjalankan tradisi aslinya selain suku Tionghoa-Indonesia masih mengonsumsi babi sebagai makanan keseharian, seperti suku Bali, Toraja, Papua, Batak, masyarakat Manado, dan lain- lain. Dalam masyarakat Jawa, babi disebut celeng dan juga merupakan hewan ternak yang umum sebelum menyebarnya agama Islam yang mengharamkan babi di Nusantara [5].

2.1.3. Perbedaan Daging Sapi dan Daging Babi

Ada beberapa perbedaan mendasar antara daging sapi dan babi. Secara kasat mata ada lima aspek yang terlihat berbeda antara daging sapi dan babi yaitu warna, serat daging, tipe lemak, aroma dan tekstur [6].

1. Warna

Terlihat daging babi memiliki warna yang lebih pucat dari daging sapi. Warna daging babi mendekati warna daging ayam yang berwarna Namun perbedaan ini tak dapat dijadikan peganggan utama, karena warna pada daging babi oplosan biasanya dikamuflase dengan pelumuran darah sapi. Meski demikian, kamuflase ini dapat dihilangkan dengan perendaman dengan air selama beberapa jam. Selain itu, ada bagian tertentu dari daging babi yang warnanya mirip sekali dengan daging sapi sehingga sangat sulit membedakannya.

2. Segi Serat

Dari segi serat perbedaan terlihat dengan jelas antara kedua daging ini. Pada sapi, serat-serat daging tampak padat dan garis-garis seratnya terlihat jelas. Sedangkan pada daging babi, serat-seratnya terlihat samar dan sangat renggang. Perbedaan ini semakin jelas ketika kedua daging direnggangkan secara bersaman.

3. Penampakan lemak

Perbedaan terdapat pada tingkat keelastisannya. Daging babi memiliki tekstur lemak yang lebih elastis sementara lemak sapi lebih kaku dan berbentuk. Selain itu lemak pada babi sangat basah dan sulit dilepas dari dagingnya sementara lemak daging agak kering dan tampak berserat. Namun kita harus hati-hati pula bahwa pada bagian tertentu seperti ginjal, penampakkan lemak babi hampir mirip dengan lemak sapi.

4. Tekstur

Daging sapi memiliki tekstur yang lebih kaku dan padat, dibandingkan dengan daging babi yang lembek dan mudah diregangkan. Melalui perbedaan ini sebenarnya ketika kita memegangnya pun sudah terasa perbedaan yang nyata antara keduanya. Sangat terasa oleh kita, daging babi sangat kenyal dan mudah direkahkan. Sementara daging sapi terasa solid dan keras sehingga cukup sulit untuk diregangkan.

5. Aroma

Terdapat sedikit perbedaan antara keduanya. Daging babi memiliki aroma khas tersendiri, sementara aroma daging sapi adalah anyir seperti yang telah kita ketahui. Sayangnya kemampuan membedakan melalui aromanya ini membutuhkan latihan yang berulang-ulang karena memang perbedaannya tidak terlalu signifikan. Jadi agak sedikit susah bagi kita yang belum pernah sama sekali mencium bau daging babi.

2.2. Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang dilakukan untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan berbagai teknik. Pengolahan citra merupakan bagian penting yang mendasari berbagai aplikasi nyata, seperti pengenalan pola, penginderaan jarak jauh melalui pesawat udara atau satelit dan machine vision [7]. Pada pengenalan pola, pengolahan citra antara lain berperan dalam memisahkan objek dari latar belakang dan mengklasifikasikannya secara otomatis. Selanjutnya, objek akan diproses oleh pengklasifikasian pola.

Di dalam aplikasinya, citra seringkali mengalami degredasi, seperti misalnya mengandung cacat atau derau, warna yang terlalu kontras, kabur, kurang tajam dan

sebagainya. Agar citra tersebut dapat secara tepat diinterpretasikan, maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra yang kualitasnya menjadi lebih baik.

Operasi-operasi pengolahan citra yang dapat diterapkan pada citra apabila :

1. Perbaikan atau modifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra.

2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan dan diukur. 2.2.1. Akusisi Citra dan Sampling

Citra digital merupakan suatu citra kontinyu yang diubah kedalam bentuk disktrit, baik koordinat maupun intensitas cahayanya. Dengan kata lain, citra digital dibuat dengan cara mencuplik suatu citra kontinyu dengan jarak seragam. Suatu titik terkecil pada citra sering disebut pixel. Citra ini mengandung persamaan- persamaan matematis dari bentuk-bentuk dasar yang membentuk citra tersebut. Setelah citra diakuisisi selanjutnya proses sampling, dimana suatu citra f(x,y) disampling dan menjadi N x M array maka setiap elemen dari array merupakan kuantitas diskrit dari citra yang disampling [1].

2.2.2. Pengolahan Awal Citra (Image Preprocessing)

Pengolahan awal perlu dilakukan untuk menyesuaikan hal-hal yang dibutuhkan dalam proses-proses selanjutnya, tahapan ini menyangkut tentang operasi yang dilakukan pada citra digital. Operasi pengolahan citra banyak jenisnya. Namun penulis memperkirakan untuk menggunakan beberapa operasi citra berikut dalam aplikasi yang dibuat :

3. Mengubah citra RGB menjadi Grayscale 4. Perubahan Contras

2.3. Sistem Pengenalan Pola

Sistem pengenalan pola adalah proses identifikasi suatu objek dalam citra dengan tujuan untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pola atau objek komplek melalui pengetahuan sifat-sifat atau ciri-ciri objek tersebut, sehingga kelompok atau kategori pola berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut dapat ditentukan. Dengan kata lain, pengenalan pola membedakan suatu objek dengan objek lain.

Secara umum struktur dari sistem pengenalan pola ditunjukkan pada Gambar 2.3. Sistem terdiri atas sensor (misalnya kamera), suatu algoritma atau mekanisme pencarian fitur dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan (bergantung pada pendekatan yang dilakukan) [1]. Sebagai tambahan, biasanya beberapa data yang sudah diklasifikasikan diasumsikan telah tersedia untuk melatih sistem.

Gambar 2.3 Struktur Sistem Pengenalan Pola

• Sensor berfungsi untuk menangkap objek dari dunia nyata dan selanjutnya diubah menjadi sinyal digital (sinyal yang terdiri atas sekumpulan bilangan) melalui proses digitalisasi.

Preprocessing berfungsi mempersiapkan citra atau sinyal agar dapat menghasilkan ciri yang lebih baik pada tahap berikutnya. Pada tahap ini sinyal informasi ditonjolkan dan sinyal penganggu (derau) diminimalisir.

• Pencarian dan seleksi fitur berfungsi menemukan karakteristik pembeda yang mewakili sifat utama sinyal dan sekaligus mengurangi dimensi sinyal menjadi sekumpulan bilangan yang lebih sedikit tetapi representatif

• Algoritma klasifikasi berfungsi untuk mengelompokkan fitur ke dalam kelas yang sesuai

• Algoritma deskripsi berfungsi memberikan deskripsi pada sinyal.

2.4. Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan (JST) diketahui sebagai suatu sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf manusia (biologi). Jaringan syaraf tiruan terbentuk sebagai generalisasi model matematika jaringan syaraf manusia didasarkan pada asumsi berikut [8] :

1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut neuron

2. Sinyal mengalir diantara neuron/sel syaraf melalui penghubung.

3. Setiap penghubung memiliki bobot yang independen. Bobot ini akan digunakan untuk menggandakan sinyal yang dikirim melaluinya.

4. Setiap neuron/sel syaraf akan menerapkan fungsi aktivasi terhadap sinyal hasil penjumlahan bobot yang masuk untuk menentukan sinyal

Model syaraf pada jaringan syaraf tiruan akan mempengaruhi kemampuan dalam proses hingga hasilnya. Kemampuan yang dimiliki jaringan syaraf tiruan dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau parameter dari beberapa contoh input yang akan dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang diperolehnya.

Jaringan syaraf tiruan memiliki suatu bentuk arsitektur terdistribusi paralel dengan sejumlah besar node dan hubungan antara node tersebut. Tiap titik hubungan dari suatu node ke node lain memiliki nilai yang nantinya dihubungkan dengan bobot dimana hasilnya merupakan nilai yang juga akan dihubungkan dengan nilai aktivasi node tersebut.

Jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh 3 hal :

1. Pola hubungan antara neuron (disebut arsitektur jaringan).

2. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training/learning/algoritma).

3. Fungsi aktivasi

Neuron merupakan hasil pemodelan dari sel syaraf manusia (biologi) yang sebenarnya. Gambar 2.4 merupakan bentuk dasar dari struktur unit jaringan syaraf tiruan.

Gambar 2.4 Bentuk Dasar Jaringan Syaraf Tiruan

Pada Gambar 2.4 sisi sebelah kiri merupakan masukan menuju ke unit pengolahan dimana masing-masing masukan datang dari unit berbeda X(n). Setiap sambungan dari masukan ke unit pengolah memiliki kekuatan hubungan bervariasi yang sering disebut dengan “bobot” yang disimbolkan dengan W(n). Unit pengolahan akan membentuk penjumlahan dari tiap masukan-masukan dengan bobot yang dimilikinya dan menggunakan fungsi ambang yang disebut sebagai fungsi aktivasi untuk menghitung hasil keluaranya. Hasil perhitungan akan dikirim melalui sambungan unit pengolahan menuju keluaran seperti tampak pada sisi sebelah kanan gambar.

Pada masing-masing sambungan antar unit pengolah dan masukan berperan sebagai penghubung. Nilai-nilai numerik dilewatkan sepanjang sambungan ini dari masukan ke unit pengolah dan ke unit pengolah lainnya. Ketika unit pengolah melakukan perhitungan, nilai-nilai ini diberi bobot berdasarkan kekuatan

tahap pelatihan sehingga pada akhir pelatihan dihasilkan jaringan dengan bobot yang mantap.

Sebagian besar jaringan syaraf tiruan mengalami penyesuaian bobot pada saat proses pelatihan. Pelatihan pada jaringan dapat berupa pelatihan terbimbing (supervised) dan pelatihan tak terbimbing (unsupervised). Pada pelatihan terbimbing dibutuhkan pasangan masukan dan sasaran untuk tiap pola yang dilatih, sehingga jaringan akan menyesuaikan pola masukan yang dilatih terhadap sasarannya. Sedangkan pelatihan tak terbimbing, penyesuaian bobot sebagai tanggapan terhadap masukan, tak perlu disertai sasaran. Dalam pelatihan tak terbimbing, jaringan mengklasifikasikan pola-pola yang ada berdasarkan kategori kesamaan pola-pola masukan [8].

Jaringan syaraf tiruan dirancang dengan menggunakan suatu standar peraturan dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama. Banyak model yang dapat digunakan sebagai jaringan syaraf tiruan, dimana model sebuah jaringan akan menentukan keberhasilan sasaran yang dicapai karena tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan model arsitektur yang sama.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada beberapa model jaringan fungsi aktivasi menjadi sangat penting karena menentukan nilai keluaran dari suatu algoritma. Beberapa fungsi yang digunakan dalam jaringan syaraf tiruan diantaranya adalah :

1. Fungsi threshold (dengan batas ambang)

( ) = <≥ ...(2.1) Untuk beberapa kasus, fungsi threshold yang dibuat tidak berharga 0 atau 1, tapi berharga -1 atau 1 (sering disebut threshold bipolar). Maka persamaan fungsi menjadi :

( ) = < ...(2.2) 2. Fungsi Sigmoid

( ) = ...(2.3) Fungsi Sigmoid sering dipakai karena nilai fungsinya yang terletak antara 0 dan 1 dan dapat diturunkan dengan persamaan berikut :

( ) = ( )( − ( ))...(2.4) 3. Fungsi Identitas

( ) = ...(2.5) Fungsi Identitas sering dipakai apabila kita menginginkan keluaran jaringan berupa sembarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1]).

Pada penelitian ini metode jaringan syaraf tiruan yang digunakan adalah Multi Layer Perceptron. Multi Layer Perceptron adalah jaringan syaraf tiruan feed- forward yang terdiri dari sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot penghubung. Neuron-neuron tersebut disusun dalam lapisan-lapisan yang terdiri

luar, kemudian melewatkannya ke lapisan tersembunyi pertama, yang akan diteruskan sehingga akhirnya mencapai lapisan output. Tidak ada batasan banyaknya hidden layer dan jumlah neuron pada setiap layernya. Setiap neuron pada input layer terhubung dengan setiap neuron pada hidden layer. Demikian juga, setiap neuron pada hidden layer terhubung ke setiap neuron pada output layer [9].

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini sering kita temukan permasalahan keaslian daging sapi seperti adanya pemalsuan daging sapi menggunakan daging babi (oplosan/campuran). Kondisi ini tentu saja sangat merugikan bagi konsumen di pasar-pasar tradisional, khususnya bagi konsumen yang beragama Islam, karena memakan daging babi bagi umat muslim adalah salah satu yang diharamkan Allah SWT dalam Al-Qur’an. (Q.S Al Baqarah 2:173, Q.S Al Maida 5:3, Q.S Al An’am 6:145, Q.S An Nahl 16:115)

Dengan meningkatnya kebutuhan daging sapi serta harga daging sapi yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan daging babi sering dimanfaatkan oleh penjual daging di pasar untuk melakukan pencampuran daging sapi dengan daging babi. Ketidak tahuan konsumen tentang cara membedakan daging sapi dengan daging babi menjadikan konsumen mendapatkan daging yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Sekarang ini perkembangan teknologi bidang komputer berkembang begitu pesat dan teknologi bidang komputer dituntut bisa membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaan lebih tepat dan lebih cepat. Salah satu perkembangan perangkat lunak ialah pengolahan citra digital. Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan komputer [1]. Pengolahan citra digital juga dapat dikembangkan dengan menambahkan unsur

Pengolahan Citra dan Klasifikasi K-Nearest Neighbour Untuk Membangun Aplikasi Pembeda Daging Sapi dan Babi (Elvia Budianita, dkk, 2015) [2], Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Sebagai Sistem Pengenalan Citra Daging Babi dan Citra Daging Sapi (Ahmad Farid Hartono dan Dwijanto Zaenal Abidin, 2012) [3].

Teknologi pengolahan citra digital ini juga dapat diaplikasikan pada smartphone. Smartphone memiliki kemampuan tingkat tinggi dengan fungsi yang menyerupai komputer dan memiliki kelebihan yang dapat dibawa kemana saja. Dengan konsep yang ringan namun memiliki fungsi yang menyerupai komputer perkembangan smartphone saat ini sangatlah pesat, sehingga sekarang ini penggunaan smartphone sudah sangat sering dijumpai di masyarakat, khususnya Indonesia.

Pada penelitian ini teknologi pengolahan citra digital yang ditambah dengan unsur kecerdasan buatan yang diaplikasikan pada smartphone dikembangkan untuk dapat dimanfaatkan membantu identifikasi daging sapi dan daging babi.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana memanfaatkan pengolahan citra digital untuk dapat membedakan daging sapi dan daging babi.

2. Bagaimana menciptakan aplikasi sistem pembeda daging sapi dan daging babi untuk diaplikasikan pada smartphone.

3. Bagaimana mengembangkan aplikasi yang sudah ada untuk dikembangkan pada smartphone.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang aplikasi yang dapat mendeteksi daging sapi dan daging babi pada Smartphone Android.

1.4. Batasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini maka dibuat batasan masalah sebagai berikut :

1. Hanya membahas pembuatan aplikasi pembeda daging sapi dan daging babi.

2. Tidak membahas proses pendeteksian daging sapi maupun babi. 3. Sistem operasi yang digunakan oleh smartphone adalah android. 4. Daging yang akan diuji adalah daging mentah.

5. Objek yang dikenali berupa garis serat pada permukaan citra daging. 6. Pendeteksian dilakukan terpisah antara daging sapi dan daging babi. 7. Hanya mengambil citra daging saja.

1.5. Metodologi Penelitian

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metodologi penelitian diantaranya :

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan buku dan jurnal yang berhubungan dengan Pengolahan Citra Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan

2. Analisis Sistem

Pada tahap ini ditentukan kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi sistem. 3. Perancangan Sistem

Dilakukan perancangan perangkat lunak dengan membuat algoritma pencitraan untuk tahap preprocessing, proses pelatihan menggunakan jaringan syaraf tiruan, proses identifikasi.

4. Pengujian Sistem

Pada tahap ini dilakukan pengujian aplikasi terhadap algoritma pencitraannya lalu pengujian aplikasinya terhadap beberapa sampel daging yang jumlahnya telah disepakati dan menganalisa hasil pengujian, hingga hasil yang sesuai atau tidak menyimpang terlalu jauh dari definisi kebutuhan.

5. Penyusunan Tugas Akhir

Pada tahap ini dilakukan penulisan naskah, dimana didalamnya menjelaskan teori yang dipergunakan serta penyusunan laporan penelitian yang telah dilakukan.

1.6. Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Bab ini membahas sekilas mengenai beberapa teori pengolahan citra, pengenalan pola, dan jaringan syaraf tiruan.

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Bab ini membahas tentang proses akusisi citra, proses perancangan dan pembuatan aplikasi pengenal daging sapi dan daging babi menggunakan jaringan syaraf tiruan.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

Bab ini membahas tentang pengujian dan analisa aplikasi yang dibuat dari hasil simulasi pengujian sampel.

Dokumen terkait