BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah
4.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas ( Unconfined
Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara nilai kuat tekan bebas tanah (qu) pada tanah asli dan tanah remoulded (buatan) serta nilai kuat tekan bebas tanah (qu) pada tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisasi semen dan limbah karbit denganwaktu pemeraman selama 14 hari.Selanjutnya dari hasil nilai qu diperoleh nilai kohesi (cu) yaitu sebesar ½ qu.
Hasil pengujian kuat tekan bebas yang dilakukan pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 4.6.Pada Gambar 4.10 ditunjukkan perbandingan nilai kuat tekan tanah (qu) antara tanah asli dengan tanah remoulded dan pada Gambar 4.11 ditunjukkan nilai kuat tekan tanah (qu) yang diperoleh di setiap variasi campuran.
14 16 18 20 22 24 26 0 2 4 6 8 10 12 14 K adar A ir Op tim u m ( % )
2% PC + % Limbah Kalsium Karbida
Tabel 4.6 Data Hasil Uji Kuat Tekan Bebas 2% PC dengan Berbagai Variasi Penambahan CCR Sampel qu cu Tanah Asli 1,432 0,716 Tanah Remoulded 0,678 0,339 2% CCR 1,492 0,746 2% PC 1,638 0,819 2% PC + 2% CCR 1,701 0,8505 2% PC + 3% CCR 1,835 0,9175 2% PC + 4% CCR 1,904 0,952 2% PC + 5% CCR 2,035 1,0175 2% PC + 6% CCR 2,234 1,117 2% PC + 7% CCR 2,366 1,183 2% PC + 8% CCR 2,497 1,2485 2% PC + 9% CCR 2,557 1,2785 2% PC + 10% CCR 2,410 1,205 2% PC + 11% CCR 2,366 1,183
Dari hasil pengujian diperoleh nilai kadar limbah karbit sebesar 9% sebagai kadar limbah karbit maksimal. Pada Tabel 4.7 menampilkan perbandingan antara kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded.
Tabel 4.7 Perbandingan Antara Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded
Strain TA TR 0,5 0,469 0,234 1 0,700 0,373 2 0,877 0,463 3 1,051 0,548 4 1,221 0,678 5 1,432 0,492 6 1,063 0,354 7 0,701 0,219
Gambar 4.10 Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli dan tanah remoulded
Nilai kuat tekan tanah pada tanah asli adalah sebesar 1,432 kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh sebesar 0,492 kg/cm². Terjadi penurunan yang cukup besar seperti terlihat pada Gambar 4.10. Penurunan ini diakibatkan oleh perlakuan berupa kerusakan struktur tanah yang diterima oleh tanah buatan (remoulded). Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah tersebut disebut kesensitifan (sensitivity). Nilai sensitifitas inilah yang akan menentukan klasifikasi tanah menurut senstifitasnya.
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 0 1 2 3 4 5 6 7 qu ( kg/ cm 2) Strain Undisturbed Remoulded
Gambar 4.11 Grafik kuat tekan 2%PC dengan berbagai variasi penambahan CCR
Berdasarkan Gambar 4.11 tersebut didapat nilai kuat tekan tanah asli (qu) sebesar 1,432 kg/cm². Kemudian dengan adanya penambahan limbah karbit nilai kuat tekan semakin meningkat tetapi hanya sampai variasi campuran 2% PC + 9% CCR, pada variasi campuran tersebutlah nilai kuat tekan tanah yang paling maksimum yaitu sebesar 2,557 kg/cm². Terjadinya kenaikan kuat tekan tanah ini dikarenakan adanya absorbsi air oleh semen dan reaksi pertukaran ion dan membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat.Adanya reaksi pozolan membuat partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik. Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (AL2O3) yang membentuk kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Dimana abu ampas tebu yang mengandung unsur kimia seperti Al2O3, Fe2O3, CaO dan MgO akan diserap oleh permukaan butiran lempung yang memiliki kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion
0 1 2 3 4 5 0 2 4 6 8 10 12 TA + 2%PC + % CCR Tanah Asli (TA) Tanah Remoulded (TR) TA + 2% CCR
hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung yang dapat mengakibatkan kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.
Selanjutnya terjadi penurunan nilai kuat tekan pada penambahan limbah karbit 10% - 11%.Tetapi nilai qupada variasi ini masih lebih tinggi dari nilai qu tanah asli.Dengan demikian semakin banyak penambahan semen dan limbah karbit dengan waktu pemeraman yang panjang justru semakin memperkecil nilai qutanah. Hal ini dikarenakan penambahan kadar limbah karbit pada tanah memperkecil lekatan antara butiran tanah dan air, sehingga tanah menjadi mudah pecah ketika diberi tekanan vertikal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Tabel 5.1 Kesimpulan Penelitian
KESIMPULAN
Jenis Tanah USCS CL
AASHTO A-7-6
Water Content Tanah Asli 17,89%
Limbah Karbit 8,27%
Specific Gravity Tanah Asli 2,65
Limbah Karbit 2,391 Atterberg Limits Tanah Asli LL 45,49 % PL 15,19 % IP 30,30 % Limbah Karbit LL NON PLASTIS PL IP 2%PC + 11%CCR LL 36,47 % PL 18,14 % IP 18,33 % Compaction Test
Tanah Asli Wopt 21,24 %
ɤdmaks 1,317 (gr/cm3) 2%PC + 9%CCR
(max)
Wopt 19,32 %
ɤdmaks 1,497 (gr/cm3)
Kuat Tekan Tanah (qu)
Tanah Asli 1,43 kg/cm²
Tanah Remoulded 0,69 kg/cm². 2%PC + 9%CCR
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator semen dan limbah karbit terhadap tanah lempung, penulis memberikan saran bahwa:
1. Perlu dilakukan percobaan lanjutan dengan penambahan variasi dari limbah karbit dan semen.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lama pemeraman yang berbeda sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai antar variasi untuk setiap bahan pencampur.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai nilai ekonomis penggunaan limbah karbit sebagai bahan stabilisator (stabilizing agents) pada tanah lempung jika dikombinasikan dengan bahan pencampur semen.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap proses stabilisasi ini dengan pengujian berbeda, misalnya Triaxial Test, dll.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum
2.1 1. Tanah
Tanah dapat didefenisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan (R.F.Craig, 1989).Di antara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori (void space)yang bersisi air dan/atau udara. Tanah memiliki media pengangkut berupa gaya gravitasi, angin, air, dan gletsyer. Pada saat berpindah tempat , ukuran dan bentuk partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran.
Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angin, pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan. Tanah yang terjadi akibat penghancuran tersebut mempunyai komposisi yang sama dengan batuan asalnya. Proses pelapukan kimiawi sedikit berbeda. Proses kimiawi menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan asalnya. Proses ini akan banyak berhubungan dengan proses-proses kimia yang menyebabkan butir pada batuan yang tadinya menyatu menjadi terlepas-lepas. Salah
satunya sumbernya adalah cairan kimia yang berasal dari tumpukan sampah atau kotoran hewan bisa memicu proses pelapukan.
Segumpal tanah terdiri atas dua atau tiga bagian.Dalam tanah yang kering, hanya ada dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori udara. Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. Dalam keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat (butiran), pori pori udara, dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tiga Fase Elemen Tanah Dalam hal ini:
V = Isi (Volume) (cm3)
Va = Isi udara (Volume of air) (cm3)
Vw = Isi air (Volume of water) (cm3)
Vs = Isi butir-butir padat (Volume of solid) (cm3)
W = Berat (Weight) (gr)
Wa = Berat udara (Weight of air) (gr)
Ww = Berat air (Weight of water) (gr)
Ws = Berat butir-butir padat (Weight of solid) (gr)
Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:
V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va (2.1) Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh tanah (W) dapat dinyatakan dengan:
W = Ws + Ww (2.2)
2.1.2. Sifat-Sifat Fisik Tanah
2.1.2.1. Kadar Air (Water Content)
Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.
W(%) = Ww
Ws x 100 (2.3)
Dimana:
Ww = Berat air (gr) Ws = Berat butiran (gr)
2.1.2.2. Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori (e) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs), biasanya dinyatakan dalam desimal.
e = Vv Vs (2.4) Dimana: e = angka pori Vv = volume rongga (cm3) Vs = volume butiran (cm3) 2.1.2.3 Porositas (Porocity)
Porositas (n) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume total (V). Nilai n dapat dinyatakan dalam persen atau desimal.
n = Vv V (2.5) Dimana: n = porositas Vv = volume rongga (cm3) V = volume total (cm3)
2.1.2.4. Berat Volume Basah (Unit Weight)
Berat volume lembab atau basah (γb) merupakan perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara(W) dengan volume tanah (V).
γb = W
V (2.6)
Dimana:
γb = Berat volume basah (gr/cm3) W = berat butiran tanah (gr) V = volume total tanah (cm3) dengan
W = Ww + Ws + Wv ( Wv = berat udara = 0 ).
Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.
2.1.2.5. Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)
Berat volume kering (γd) merupakan perbandingan antara berat butiran (Ws) dengan volume total (V) tanah.
γd = Ws
V (2.7)
Dimana:
γd = berat volume kering (gr/cm3) Ws = berat butiran tanah (gr) V = volume total tanah (cm3)
2.1.2.6. Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (γs) merupakan perbandingan antara berat butiran tanah (Ws) dengan volume butiran tanah padat (Vs).
γs = Ws
Vs (2.8)
Dimana:
γs = berat volume padat (gr/cm3) Ws = berat butiran tanah (gr)
Vs = volume total padat (cm3)
2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume butiran padat
(γs) dengan berat volume air (γw) pada temperature 4º.Nilai suatu berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).
Gs = γs
γw
(2.9) Dimana:
Gs = berat jenis
γs = berat volume padat (gr/cm3) γw = berat volume air (gr/cm3)
Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002) 2.1.2.8. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (S) merupakan perbandingan volume air (Vw) dengan volume total rongga pori tanah (Vv), biasanya dinyatakan dalam persen.
S(%) = Vw
Vv x100 (2.10)
Dimana:
S = derajat kejenuhan
Vw = volume air (cm3)
Vv = volume total rongga pori tanah (cm3)
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 – 2,68
Lanau tak organic 2,62 – 2,68
Lempung organic 2, 58 – 2,65
Lempung tak organic 2,68 – 2,75
Humus 1,37
Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S=1. Derajat kejenuhan dan kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.3. Uji Klasifikasi Tanah
Ada beberapa pengujian yang dapat kita lakukan untuk mengklasifikasikan tanah.Diantaranya adalah uji batas-batas atterberg, analisa ukuran butir, dan analisis hidrometer.
2.1.3.1. Batas-Batas Atterberg
Batas-batas Atterberg digunakan untukmengklasifikasikan jenis tanahuntuk mengetahuiengineering propertiesdanengineeringbehaviortanahberbutirhalus.Pada tanahberbutir halushalyang palingpenting adalahsifatplastisitasnya.Plastisitas disebabkanolehadanyapartikelminerallempungdalam tanahyangdapatdidefinisikan sebagaikemampuantanahdalammenyesuaikanperubahanbentuk padavolumeyang
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 – 0,25
Tanah lembab 0,26 – 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 – 0,75
Tanah basah 0,76 – 0,99
konstan tanpa adanya retak ataupunremuk.
Plastisitas suatu tanah bergantung padakadar airsehingga tanahmemungkinkan menjadi berbentukcair, plastis, semi padat atau padat. Konsistensi suatu tanah bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempungnya.
Atterberg (1911) memberikan carauntuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Batas-batastersebut adalah batas cair, batasplastis dan batas susut. Batas- batas Atterberg dapatdigambarkan seperti dalamGambar 2.2 .
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg 1. Batas cair (Liquid Limit)
Batascair(liquidlimit) merupakankadarairtanahpadabatasantarakeadaan cairdankeadaanplastisyaknibatasatasdaridaerahplastis. Batascairditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisisampeltanah yang telah dibelah olehgroovingtooldandilakukandenganpemukulansampeldenganjumlahdua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan
agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilaikadarairpada25kalipukulan.Batascairmemilikibatasnilaiantara0–
1000,akantetapikebanyakantanahmemilikinilaibatascairkurangdari100 (Holtz danKovacs, 1981).
Alat pengujian untuk batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:
2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batasplastis(plasticlimit)merupakankadarairtanah padakedudukanantara daerahplastisdansemipadat,yaitupersentasekadarairdi
manatanahdengandiametersilinder3,2 mmmulaimengalamiretak-retakketika digulung.
3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (shrinkage limit) merupakan kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam berikut:
SL = �(m1−m2)
m2 −(v1−v2)γw
m2 �x 100 % (2.11)
Dimana:
m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
m2 = berat tanah kering oven (gr)
v1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3)
v2 = volume tanah kering oven (cm3)
4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas(plasticityindex) adalahselisih batas cairdan batas plastis.Adapunrumusandalammenghitung besarannilaiindeksplastisitasadalah sesuai dengan persamaan2.12 , sepertiyangditunjukkan pada rumusan dibawah.
PI=LL -PL (2.12)
Dimana:
PI = indeks plastisitas LL = batas cair
PL = batas plastis
Indeksplastisitasmerupakanintervalkadarair dimanatanahmasih bersifat plastis. Karenaitu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanahtersebut.Jikatanahmempunyaiintervalkadarairdaerahplastisyang kecil, maka keadaaninidisebutdengantanahkurus,kebalikannya jikatanah mempunyai interval kadar air daerah plastisyang besar disebuttanahgemuk.
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002) 2.1.3.2. Gradasi Ukuran Butir
Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya. Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama pada macam tanah.
Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial Size Distribution Cueve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut tanah yang uniform (Uniformly Graded). Apabila kurva membentang pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa saringan (Sieve Analysis).
PI Tingkat Plastisitas Jenis Tanah Kohesi
0 Non – Plastis Pasir Non – Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung Berlanau Kohesif
Gambar 2.4 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)
2.1.3.3. Analisa Hidrometer
Analisa hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan) butir-butir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, partikel-partikel tanah akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada bentuk, ukuran, dan beratnya (Das, 1998). Analisa hidrometer juga digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang butirannya lebih kecil dari ayakan No.200.Analisa hidrometer tidak secara langsung digunakan dalam system klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984). Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa hidrometer (Hydrometer Analysis)
Gambar 2.5 Alat Hidrometer Jenis ASTM 152H (Das, 1998)
2.1.4. Sistem Klasifikasi Tanah
2.1.4.1. Klarifikasi Berdasarkan Tekstur / Ukuran Butir Tanah
Seperti diketahui bahwa di alam ini tanah terdiri dari susunan butir-butir antara lain: pasir, lumpur, dan lempung yang persentasenya berlainan. Klasifikasi tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat (U.S. Departement of Agriculture) dan deskripsi batas-batas susunan butir tanah di bawah system U.S.D.A. Kemudian dikembangkan lebih lanjut dan digunakan untuk pekerjaan jalan raya yang lebih dikenal dengan klasifikasi tanah berdasarkan persentase susunan butir tanah oleh U.S. Public Roads Administration. Diagram klasifikasi tekstur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.6 Diagram Klasifikasi Tekstur
Gambar 2.6 Diagram Klasifikasi Tekstur
2.1.4.2. Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil Classification System)
Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang paling banyak dipakai secara meluas adalah sistem klasifikasi kesatuan tanah.Percobaan laboratorium yang dipakai adalah analisis ukuran butir dan batas-batas Atterberg.Semua tanah diberi dua huruf penunjuk berdasarkan hasil-hasil percobaan ini.
Ada dua golongan besar tanah-tanah yang berbutir kasar, < 50% melalui ayakan No.200 dan tanah-tanah berbutir halus > 50% melalui ayakan No.200.Sistem ini pada awalnya dikembangkan untuk pembangunan lapangan terbang, diuraikan oleh Casagrande (1948). Ia telah dipakai sejak tahun 1942 , tetapi diubah sedikit
pada tahun 1952 agar dapat terpakai pada konstruksi bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya. Simbol-simbol yang digunakan untuk mengklasifikasikan tanah dengan sistem unified ini adalah sebagai berikut:
Huruf pertama: Huruf kedua:
G = kerikil (Gravel) W = bergradasi baik (Well graded)
S = pasir (Sand) P = bergradasi buruk (Poor graded)
W & P dari lengkung gradasi M = kelanauan (Muddy)
C = kelempungan (Clayey)
dari diagram plaastisitas
M = lanau (Mud) L = batas cair rendah (Low LL)
C = lempung (Clay) H = bataas cair tinggi (High LL)
Gambar 2.7 Klasifikasi Tanah Sistem Unified
2.1.4.3 Klasifikasi Sistem AASHTO (AASHTO Classification System)
Klasifikasi tanah sistem ini dikembangkan pada tahun 1929 oleh Public Road Administration Classification System.Dalam sistem klasifikasi AASHTO ini, tanah diklasifikasikan dalam 7 kelompok besar yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah-tanah
yang diklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah-tanah berbutir kasar dimana 35% atau kurang butir-butir tersebut melalui ayakan No.200. Sedangkan tanah-tanah yang diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7 adalah tanah dimana butir-butirnya 35% atau lebih melalui ayakan No.200. Pada umumnya tanah ini adalah lumpur dan lempung.
Gambar 2.8 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
2.1.5. Sifat-Sifat Mekanis Tanah
2.1.5.1. Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan (compaction) merupakan proses naiknya kerapatan tanah dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara: tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pada dasarnya pemadatan merupakan usaha mempertinggi kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis
untuk menghasilkan pemampatan partikel.Energi pemadatan di lapangan dapat diperoleh dari mesin gilas, alat-alat pemadatan getaran dan dari benda-benda berat yang dijatuhkan.Di dalam laboratorium digunakan alat-alat pemadatan tanah untuk percobaan. Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).
Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk menentukan kadar air optimum (Optimum Moisture Content = O.M.C) dan berat isi kering maksimum (Maximum Dry Density= γd). Percobaan-percobaan tersebut ialah percobaan pemadatan standar (Standart Compaction Test) dan percobaan pemadatan modifikasi (Modified Compaction Test). Pada tanah yang mengalami pengujian pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan kadar air. Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume kering ditentukan kepadatan maksimum dan kadar air optimum.
Gambar 2.9 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah
Pengujian uji tekan bebas ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan asli maupun buatan (remoulded). Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan pada saat regangan axialnya mencapai 20%.Bilamaksudpengujianadalah untuk menentukanparameterkuatgeser tanah,pengujian ini hanya cocok untuk jenis
tanah lempung jenuh, dimana
padapembebanancepat,airtidaksempatmengalirkeluardaribendauji.
Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:
Gambar 2.10 Skema Uji Tekan Bebas
Teganganaksialyangditerapkandiatasbendaujiberangsur-angsurditambah sampaibendaujimengalamikeruntuhan.Padasaatkeruntuhannya,karenaσ3=0,maka:
τf = σ1
2 = qu
2 = cu (2.13)
Dimana:
σ1 = tegangan utama (kg/cm2) qu = kuat tekan bebas tanah (kg/cm2)
cu = kohesi (kg/cm2)
Gambar 2.11 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test (UCT).
Gambar 2.11 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu Di Atas Sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 2008)
Tabel 2.4 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung
Konsistensi qu (kN/m2)
Lempung keras > 400
Lempung sangat kaku 200 – 400
Lempung kaku 100 – 200
Lempung sedang 50 – 100
Lempung lunak 25 – 50
Lempung sangat lunak < 25
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
Dalam praktek untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada kondisi keruntuhan, beberapa hal harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs, 1981):
1. Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan benda uji bertambah.
2. Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain. Dengan kata lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen.
3. Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Hal ini berarti bahwa penentuan kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah lempung. 4. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah
mencapai keruntuhan. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tekanan kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.
2.1.5.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb
Teorikeruntuhanberfungsiuntuk mengujihubunganantarategangan normaldantegangan gesertanah,dimanakeruntuhan(failure)adalah ketidakmampuanelementanahuntukmenahanbeban
akibatpembebanan.Keruntuhanjugadapat
didefenisikansebagaikeadaandimanatanahtidakdapat menahanreganganyangbesardan ataupenurunankeadaanreganganyangsangat cepat.
Padasekitartahun1776, Coulombmemperkenalkanhubunganlinearyang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.
τf = c + tan∅ (2.14)
Dimana:
c = kohesi (kg/cm2)
Ø = sudut geser internal ( º)
Gambar 2.12 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan TeganganGeser
2.2. Bahan-Bahan Penelitian
2.2.1. Tanah Lempung
2.1.2.1 Defenisi Lempung
Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral sangat halus lain. Dari segi material (bukan ukurannya), yang disebut tanah lempung (mineral
lempung) adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air” (Grim, 1953).
Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS).Di beberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Sifat-sifat yang dimiliki lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm 2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat
2.1.2.2. Lempung dan Mineral Penyusunnya
Mineral lempung merupakansenyawasilikat yangkompleksyang terdiri darialuminium,magnesium danbesi.Duaunitdasardariminerallempungadalah silika tetrahedradan aluminium oktahedra. Setiap unittetrahedra terdiri dari empatatom oksigenyangmengelilingisatuatom silikondanunitoktahedraterdiri darienamgugusionhidroksil(OH)yangmengelilingiatomaluminium(Das, 2008).
Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron dan aluminium octahedron.Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara
masing-masing lembaran.
Unit-unitsilikatetrahedraberkombinasimembentuklembaransilika(silicasheet) dan unit-unit oktahedraberkombinasi membentuk lembaran oktahedra (gibbsite sheet). Bilalembaransilikaituditumpukdiataslembaranoktahedra,atom-atomoksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 2.13StrukturAtomMineral Lempung (a )silicatetrahedra; (b)silica sheet ; ( c )aluminium oktahedra ; (d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )lembaran silika –
Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite, dan illite group) dan mineral-mineral lain dengan ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group)
1. Kaolinite
Kaolinite adalahhasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonatpadatemperatursedang. Dimanakaolinitemurniumumnya berwarnaputih,putihkelabu,kekuning-kuningan ataukecoklat-coklatan. Mineralkaoliniteberwujudseperti lempengan-lempengantipisdengan diameter1000Åsampai20000Ådanketebalandari100Åsampai1000 Å denganluasanspesifikperunit massa±15m2/gr. Silikatetrahedramerupakanbagiandasar daristrukturkaoliniteyangdigabungdengansatu lembaranaluminaoktahedran(gibbsite) danmembentuksatuunitdasar dengantebalsekitar 7,2Å (1Å=10-10m)sepertiyang terlihatpada Gambar2.14a.Hubunganantarunit dasarditentukanolehikatanhidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan lembaran oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan