• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pengujian Toksisitas Kultur Limfosit in vitro Pada Pepes Iradiasi Pengujian teknik kultur sel imfosit yang digunakan dalam penelitian ini

A. EKSTRAKSI SAMPEL

1. Model Pengujian Toksisitas Kultur Limfosit in vitro Pada Pepes Iradiasi Pengujian teknik kultur sel imfosit yang digunakan dalam penelitian ini

termasuk dalam metode in vitro. Metode in vitro memerlukan kondisi lingkungan pertumbuhan yang sama seperti keadaaan di dalam tubuh (in vivo) agar proses biologis yang terjadi di dalam kultur sel berlangsung mendekati keadaan sebenarnya di dalam tubuh. Kondisi lingkungan yang perlu dikontrol, yaitu temperatur, pH, asupan nutrisi yang diberi, tekanan osmotik, ataupun fase gas yang sesuai (Davis, 1994). Keuntungan dari metode in vitro adalah keadaan lingkungan pertumbuhan yang cenderung lebih stabil karena dapat diamati dan diatur secara langsung, selain itu karakteristik dari sel yang ingin ditumbuhkan juga dapat diatur (Harrison, 1997).

Ekstrak yang akan diujikan dalam metode ini mengalami perlakuan sterilisasi dingin dengan menggunakan membran steril 0.20 μm di dalam laminar flow.

Penggunaan membran steril dianggap cukup dalam proses sterilisasi karena mikroorganisme yang dapat mengontaminasi ekstrak tidak dapat melalui pori-pori membran. Sampel pepes yang digunakan dalam pengujian ini adalah sampel pepes B, sampel pepes C, dan sampel D. Masing-masing ekstrak kemudian diencerkan dengan perbandingan 1:1 (pengenceran 2x) dan 1:3 (pengenceran 4x) dari ekstrak sampel awal (pengenceran 1x). Pengenceran ini dilakukan untuk mengetahui efek peningkatan ketersediaan air bebas terhadap pengujian, dimana dikhawatirkan radikal bebas yang terdapat pada sampel dapat menyerang molekul air dan membentuk radikal hidroksi yang tentunya akan mempengaruhi proliferasi dari limfosit.

Menurut Singh, et. al. (2005), radiasi ionisasi akan menginduksi terbentuknya radikal bebas yang akan berinteraksi di antara sesamanya atau dengan molekul biologis yang menyebabkan pembentukan radikal bebas baru. Pembentukan radikal baru dalam matriks biologis dipercaya dapat menyebabkan kerusakan biologis bahkan dalam dosis iradiasi rendah. Beberapa dari radikal bebas ini juga bertanggungjawab atas ketidakstabilan genomik (Barcellos-Hoff, 2001).

Kultur sel limfosit dapat digunakan sebagai model uji toksisitas karena limfosit adalah sel yang bertanggung jawab terhadap respon imun spesifik, dimana sel tersebut mempunyai kemampuan untuk mengenal berbagai macam antigen yang berbeda (Cambier, 1987). Limfosit mempunyai fungsi yang paling beragam dibandingkan semua sel dalam sistem imun dimana lebih dari satu juta struktur antigenik dapat dibedakan karena kemampuan pengenalan yang dimiliki limfosit. Selain itu limfosit sebagai sel imun cenderung sensitif terhadap ketidakseimbangan oksidan-antioksidan dalam tubuh akibat dari struktur membran plasma sel limfosit yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat mudah teroksidasi. Ketidakseimbangan oksidan-antioksidan dalam tubuh juga mempengaruhi intregitas dan fungsi plasma membran sel, protein selular, DNA, dan mengganggu tranduksi sinyal dalam replikasi DNA (Aw, 1999). Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan dalam lingkungan pertumbuhan sel limfosit dapat menghambat proliferasi dari sel limfosit.

Penelitian yang dilakukan oleh Krismawati (2007) pengujian proliferasi limfosit untuk

imunomodulator pada sampel

jati belanda, dan bunga kecombrang ceremai, kemuning, dan

sedangkan ekstrak daun jati belanda dengan peningkatan konsentrasi menghambat proliferasi. Hal ini menyatakan bahwa keempat ekstrak bersifat tidak toksik dan mampu berperan sebagai imunomodulator, sementar

menghambat proliferasi limfosit dan tidak dapat berperan sebagai imunomodulator bagi sistem imun manusia.

Sel limfosit yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari darah secara aseptis di klinik Farfa Dramaga oleh seora

tabung vacuntainer steril. Untuk memisahkan sel limfosit dari sel digunakan larutan Histopaque

ini mampu menahan sel

sehingga tetap berada di bagian atas, sementara sel eritrosit yang berdensitas tinggi berada di bagian dasar. Menurut Balaban, et. al. (1987), metode pemisahan dengan menggunakan larutan Histopaque dapat memisahkan lebih dari 90% li

yang terkandung dalam darah.

Histopaque dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar

enelitian yang dilakukan oleh Krismawati (2007) juga menggunakan pengujian proliferasi limfosit untuk mengetahui tingkat toksisitas dan

pada sampel daun delima putih, daun kemuning, daun ceremai, daun jati belanda, dan bunga kecombrang . Diketahui bahwa sampel daun delima putih, ceremai, kemuning, dan bunga kecombrang memicu proliferasi sel limfosit, sedangkan ekstrak daun jati belanda dengan peningkatan konsentrasi menghambat proliferasi. Hal ini menyatakan bahwa keempat ekstrak bersifat tidak toksik dan mampu berperan sebagai imunomodulator, sementar a ekstrak daun jati belanda menghambat proliferasi limfosit dan tidak dapat berperan sebagai imunomodulator bagi sistem imun manusia.

Sel limfosit yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari darah secara aseptis di klinik Farfa Dramaga oleh seora ng tenaga ahli dengan menggunakan

steril. Untuk memisahkan sel limfosit dari sel

Histopaque yang memiliki densitas 1.077 + 0.0001 g/ml. Larutan

ini mampu menahan sel-sel agranulosit yang berdensitas rendah seperti limfosit sehingga tetap berada di bagian atas, sementara sel eritrosit yang berdensitas tinggi berada di bagian dasar. Menurut Balaban, et. al. (1987), metode pemisahan dengan menggunakan larutan Histopaque dapat memisahkan lebih dari 90% li

yang terkandung dalam darah. Hasil pemisahan sel limfosit menggunakan larutan Histopaque dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hasil pemisahan limfosit menggunakan

juga menggunakan mengetahui tingkat toksisitas dan efek daun delima putih, daun kemuning, daun ceremai, daun sampel daun delima putih, bunga kecombrang memicu proliferasi sel limfosit, sedangkan ekstrak daun jati belanda dengan peningkatan konsentrasi menghambat proliferasi. Hal ini menyatakan bahwa keempat ekstrak bersifat tidak toksik dan a ekstrak daun jati belanda menghambat proliferasi limfosit dan tidak dapat berperan sebagai imunomodulator

Sel limfosit yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari darah secara ng tenaga ahli dengan menggunakan steril. Untuk memisahkan sel limfosit dari sel -sel darah yang lain 0.0001 g/ml. Larutan rendah seperti limfosit sehingga tetap berada di bagian atas, sementara sel eritrosit yang berdensitas tinggi berada di bagian dasar. Menurut Balaban, et. al. (1987), metode pemisahan dengan menggunakan larutan Histopaque dapat memisahkan lebih dari 90% li mfosit hidup

l limfosit menggunakan larutan

Pada penelitian ini digunakan senyawa mitogen sebagai kontrol positif. Senyawa mitogen dapat memicu terjadinya proliferasi non spesifik dari sel limfosit karena senyawa ini dapat mengaktivasi hormon tirosin kinase yang merupakan faktor pertumbuhan dari sel. Hormon tirosin kinase bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal-sinyal yang mempengaruhi faktor transkripsi dan aktivasi gen sehingga terjadi proliferasi sel (Decker, 2001).

Senyawa mitogen yang digunakan pada penelitian ini adalah pokeweed (PWM) dan lipopolisakarida (LPS). PWM adalah senyawa mitogen yang diekstrak dari tanaman pokeweed (Phytolacca americana) dan mengandung protein lektin yang berasal dari tumbuhan. Lektin mampu mengenali perbedaan glikoprotein pada permukaan setiap sel, termasuk sel limfosit. Mitogen pokeweed dapat menginduksi proliferasi sel limfosit T dan B secara bersama-sama (Tizard, 1988). Sedangkan senyawa mitogen LPS berasal dari komponen dinding sel bakteri gram standar seperti

Salmonella typhii. LPS dapat memicu proliferasi dari sel B. Konsentrasi mitogen

yang digunakan adalah 10 g/ml. Penentuan konsentrasi ini berdasarkan pada Krismawati (2007). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa indeks stimulasi kontrol positif lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol standar. Hal ini menunjukkan mitogen yang digunakan berfungsi dengan baik sehingga dapat memicu terjadinya proliferasi sel limfosit. Indeks stimulasi dari kontrol standar dianggap 1, sementara indeks stimulasi dari sel yang dikultur dengan mitogen Con A adalah 1.54 dan indeks stimulasi sel yang dikultur dengan mitogen LPS adalah 1.27.

Dalam penelitian ini, volume total kultur sel yang digunakan adalah 100 l untuk setiap sumur, dimana suspensi sel yang ditambahkan adalah 80 μl dan ekstrak yang ditambahkan adalah 20 μl. Jumlah sel limfosit hidup yang dikultur pada penelitian ini adalah 2 x 106 sel/ml mengacu pada Meiriana (2006). Jumlah sel tersebut ditentukan melalui asumsi bahwa sel limfosit akan mampu bertahan hidup dan melewati siklus hidupnya selama waktu inkubasi 72 jam. Pemilihan waktu inkubasi 72 jam dilakukan karena kultur sel limfosit manusia hanya bisa bertahan selama tiga hari, bila lewat dari waktu tersebut maka sel yang dikultur akan mati perlahan (Paul, 1972). Pemilihan waktu inkubasi 72 jam juga disesuaikan dengan

asumsi berkurangnya zat-zat nutrisi yang ada untuk mendukung proses pertumbuhan sel. Medium pertumbuhan sel limfosit hanya berfungsi secara maksimal selama tiga hari, bila ingin dikultur lebih lama maka harus dilakukan penyegaran media dan penambahan glutamin.

Prinsip pengujian aktivitas proliferasi dilakukan dengan membandingkan dengan jumlah sel limfosit yang hidup tanpa penambahan ekstrak dengan sel yang ditambahkan ekstrak melalui peningkatan ataupun penurunan jumlahnya setelah inkubasi selama 72 jam. Pengukuran jumlah sel dilakukan dengan menggunakan metode MTT melalui pembacaan absorbansi kultur menggunakan microplate reader. Kesalahan perhitungan absorbansi dapat terjadi pada metode MTT akibat adanya kontaminasi dari bakteri ataupun khamir. Mitokondria sel bakteri juga menghasilkan enzim suksinat dehidrogenase yang dapat bereaksi dengan garam tetrazolium dari MTT sehingga menghasilkan kristal formazan berwarna biru dan menyebabkan kesalahan positif. Oleh karena itu, penelitian harus dilakukan dalam kondisi yang aseptis dan ekstrak yang digunakan harus steril untuk mengantisipasi kontaminasi yang terjadi. Tabel hasil pembacaan absorbansi uji proliferasi limfosit dapat dilihat pada Lampiran 3.

Dokumen terkait