Dalam melakukan penilaian ada tiga istilah yang biasa digunakan. Ketiga istilah tersebut saling berkaitan, yaitu pengukuran, assesmen, dan evaluasi. Ketiganya dilakukan dengan cara pengumpulan data, menganalis data kemudian mengambil keputusan.
Menurut Norman E. Gronlund (1981:5) dijelaskan bahwa “…there is
some confusion concerning the meaning of the term evaluation as it applies to classroom instruction. In some instances it is used as a synonym for the term measurement”. Pernyataan tersebut berarti terdapat sedikit kebingungan mengenai
arti dari istilah evaluasi yang digunakan pada pengajaran di kelas. Pada beberapa kasus evaluasi digunakan sebagai sinonim dari istilah pengukuran. Gronlund melanjutkan “In other case evaluation is used as a collective term for those
commit to user
appraisal methods that do not depend on measurement. It use of the two term distinguishes “evaluations qualitative descriptios of pupil behavior” (e.g., anecdotal records of behavior) from “measurement,”which are quantitative descriptions (e.g., test score)”. Artinya, pada kasus lain evaluasi digunakan
sebagai istilah pada metode - metode penilaian yang tidak tergantung pada pengukuran. Kedua istilah tersebut digunakan secara berbeda. Evaluasi mendiskripsikan secara kualitatif dari perilaku siswa (misalnya catatan anekdot perilaku) dan pengukuran yang mendeskripsikan secara kuantitatif (misalnya: nilai tes). Berikut ini penjelasan mengenai ketiga istilah di atas .
a. Pengukuran
Pengukuran didefinisikan berbeda-beda oleh para ahli. Victor H Noll(1965:7) menyatakan bahwa “…measurement is a quantitative process, the
result of measurement are always expressed in numbers…”. Pendapat Noll di atas
dapat disimpulkan bahwa pengukuran merupakan proses kuantitatif, hasil dari pengukuran selalu dinyatakan dengan angka. Pendapat Noll di atas sejalan dengan pendapat Remmers, Gage dan Rummel (1960 :7) yaitu “ Measurement refers to
observation that can be expressed quantitatively and answer the question how much”. Pernyataan di atas dapat diartikan pengukuran berkenaan dengan
pengamatan yang dinyatakan secara kuantitatif dan menjawab pertanyaan “berapa banyak”. Sedangkan Anas Sudijono (2005 : 4) mengungkapkan bahwa “ Pengukuran yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan measurement dan dalam bahasa arabnya adalah muqayasah, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk “mengukur” sesuatu. Berdasarkan ketiga pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran merupakan kegiatan membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu yang berhubungan dengan pengamatan secara kuantitatif dan hasilnya dinyatakan dengan angka
Pengukuran juga diterapkan dalam dunia pendidikan. Mimin Haryati (2007 :14) menyatakan ” Pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu”. Di sekolah istilah pengukuran sering diganti dengan tes, sebagai contoh tes prestasi belajar. Hal ini disebabkan karena
commit to user
tes dianggap lebih formal, tertib dan terencana bila dibandingkan dengan pengukuran.
Pengukuran pada proses pembelajaran dilakukan secara tidak langsung dan hasilnya biasanya dinyatakan dengan skor. Sebagai contoh siswa diberi skor oleh guru dengan terlebih dahulu mengerjakan serangkaian tes yang hasilnya dikoreksi, kemudian diambil keputusan untuk pemberian skor sesuai dengan hasil tes yang dikerjakan. Skor tersebut dinyatakan dalam angka.
b. Asesmen
Joanne Caldwell (2008:22) mengemukakan pendapat mengenai asesmen yaitu “When we assess, we collect evidence and we analyze this evidence. As a
result of our analysis, we make a judgment that leads to a decision or to some form of action”. Kalimat tersebut kurang lebih berarti : ketika melakukan
asesmen, fakta-fakta dikumpulkan kemudian dianalisis,dari hasil analisis dibuat keputusan yang digunakan untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Joanne Caldwell(2008 :23) menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam proses asesmen terdapat empat langkah yang harus ditempuh yaitu :
1). Mengidentifikasi hal yang akan dinilai. 2). Mengumpulkan informasi atau fakta-fakta. 3). Menganalisis fakta-fakta.
4). Mengambil keputusan.
Dalam dunia pendidikan menurut TGAT (Task Group on Assesment and
Testing) yang dikutip Djemari Mardapi (2008:1) adalah:
Asesmen mencakup semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok. Proses asesmen meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Bukti ini tidak selalu diperoleh melalui tes saja, tetapi juga bisa dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri. Definisi asesmen berkaitan dengan semua proses pendidikan, seperti karakteristik peserta didik, karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi.
Assesmen yang efektif seharusnya dapat membantu siswa untuk mengerti apa yang dibutuhkan ketika mengerjakan tugas. Hal ini seperti apa yang dinyatakan oleh Milne, Heinrich dan Morrison (2008:491) menyatakan bahwa ”Effective assesment should help students to understand what is required of them
commit to user
when submitting assignments and appreciate what high quality works looks like.”
Artinya, asesmen yang efektif membantu siswa untuk mengerti apa yang dibutuhkan ketika mengerjakan tugas dan menghargai pekerjaan berkualitas yang telah dilakukan. Asesmen seharusnya menjadi bagian dari pembelajaran, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran.
Assesmen (penilaian) pada program akselerasi menerapkan authentic assesment (penilaian otentik). Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai (Nurhadi, 2004: 172).
Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep authentic assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, asesmen tidak hanya dilakukan di akhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti UAN), tetapi dilakukan bersama dan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran (Nurhadi, 2004: 168). Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran (Nurhadi, 2004: 168).
Penilaian otentik menurut Santoso (2004 : 15) memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
1) penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran.
commit to user
3) menggunakan bermacam-macam instrumen, pengukuran, dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
4) penilaian harus bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran.
Sedangkan Nurhadi (2004 :173) mengemukakan bahwa karakteristik authentic
assesment adalah sebagai berikut:
1) melibatkan pengalaman nyata (involves real-world experience) 2) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung 3) mencakup penilaian pribadi (self assesment) dan refleksi
4) yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta 5) berkesinambungan
6) terintegrasi
7) dapat digunakan sebagai umpan balik
8) kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas
Dalam pelaksanaan dari penilaian otentik menurut Santoso (2004:17) memiliki beberapa prinsip adalah sebagai berikut:
1) Keeping track, yaitu harus mampu menelusuri dan melacak kemajuan siswa sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan.
2) Checking up, yaitu harus mampu mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran.
3) Finding out, yaitu penilaian harus mampu mencari dan menemukan serta mendeteksi kesalahan-kesalahan yang menyebabkan terjadinya kelemahan dalam proses pembelajaran.
4) Summing up, yaitu penilaian harus mampu menyimpulkan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.
Menurut Santoso (2004:20) Pada pelaksanaannya penilaian otentik ini dapat menggunakan berbagai jenis penilaian diantaranya adalah: 1) tes standar prestasi, 2) tes buatan guru, 3) catatan kegiatan, 4) catatan anekdot, 5) skala sikap, 6) catatan tindakan, 7) konsep pekerjaan, 8) tugas individu, 9) tugas kelompok atau kelas, 10) diskusi, 11) wawancara, 12) catatan pengamatan, 13) peta perilaku, 14) portofolio, 15) kuesioner, dan 16) pengukuran sosiometri.
commit to user
Sedangkan menurut Nurhadi (2004 :174) hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa sesuai penilaian otentik adalah sebagai berikut: 1) proyek/kegiatan dan laporannya
2) hasil tes tulis (ulangan harian, semester, atau akhir jenjang pendidikan) 3) portofolio (kumpulan karya siswa selama satu semester atau satu tahun) 4) pekerjaan rumah
5) kuis
6) karya siswa
7) presentasi atau penampilan siswa 8) demonstrasi 9) laporan 10) jurnal 11) karya tulis 12) kelompok diskusi 13) wawancara c. Evaluasi
Evaluasi memliki pengertian yang berbeda-beda menurut beberapa ahli. Evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M.Echols dan Hasan Shadily,1983:220). Pendapat lain mengatakan bahwa ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartiakan sebagai proses menentukan nilai suatu objek (Nana Sudjana,1989:3). Sedangkan menurut Edwind dan Gerald W.Brown dalam bukunya Essentials of Educational dikatakan bahwa: Evaluation refer to the act or process to determining the value
of something (Wand and Brown,1957:1). Evaluasi adalah suatu tindakan atau
suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Dari pengertian yang berbeda-beda tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses untuk menafsirkan suatu nilai dengan melalui tindakan mengukur atau menaksir dan menilai.
Evaluasi digunakan hampir diseluruh ranah kehidupan, tidak luput juga dalam dunia pendidikan. Berikut ini adalah beberapa hal tentang evaluasi
commit to user
pendidikan, mulai dari pengertian, macam – macam tekhnik evaluasi pendidikan, penentuan hasil evaluasi pendidikan :
1) Evaluasi Pendidikan
Di Indonesia sendiri Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai berikut:
a) Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan.
b) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feedback) bagi penyempurnaan pendidikan
Dalam dunia pendidikan evaluasi pun ada bermacam – macam, ada yang mengevaluasi kebijakan – kebijakan yang diambil oleh pemerintah, evaluasi terhadap administrasi sekolah, dan evaluasi terhadap hasil pembelajaran. Dilihat dari fungsi dan tujuannya evaluasi hasil belajar memiliki fungsi sebagai berikut (Suharno, dkk, 2000:76-78)
a) Untuk diagnostik dan pengembangan / remidi
Tidak semua siswa dapat mengikuti dan menguasai/ memahami seluruh materi pelajaran yang diberikan guru. Salah satu cara untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi siswa terhadap bagian-bagian pelajaran yang yang telah diberikan maka guru dapat mengguanakn tes diagnostik. Dengan demikian tes diagnostik bertujuan untuk mengetahui kesulitan atau hal-hal yang belum dikuasai siswa terhadap suatu pelajaran. Informasi tentang berbagai kesulitan yang diperoleh melalui tes
diagnostic dapat digunakan oleh guru untuk melakukan remidiasi atau pembinaan. Guru memberikan pembenaran kepada siswa yang gagal dalam tes diagnostik, sementara yang lainnya dapat melakukan pendalaman atau pengayaan.
b) Untuk seleksi
Sering sekolah dihadapkan pada suatu situasi dimana fasilitas yang dimiliki tidak sesuai dengan yang membutuhkan, seperti penerimaan siswa baru, pemberian beasiswa, pemilihan siswa teladan, dan sebagainya. Untuk membuat keputusan yang adil dan dapat diterima semua pihak
commit to user
maka dilakukan tes, sehingga diketahui siapa yang berhak untuk dipilih dan siapa yang gagal.
c) Untuk kenaikan kelas (promotion)
Tes hasil belajar merupakan faktor penentu dalam hal penentuan siswa untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Penentuan seseorang layak untuk naik atau tinggal kelas adalah melalui tes hasil belajar yang tertuang dalam bentuk rapor.
d) Untuk penempatan (placement)
Dalam suatu program pembelajaran sering ditemui adanya variasi kemampuan siswa terhadap suatu mata pelajaaran. Pada situasi demikian guru dapat mengelompokan siswa berdasarkan kemampuannya yang dilihat dari tes hasil belajar mereka. Dengan adanya kelompok-kelompok tersebut maka guru dapat memberikan pelayanan sesuai degan kemampuan anak sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.
2) Teknik evaluasi
Ada dua teknik evaluasi yang dikenal yakni teknik nontes dan tes, yang tergolong teknik nontes adalah skala bertingkat (rating scale), kuisioner (questionair), daftar cocok (check list), wawancara (interview), pengamatan (observation), dan riwayat hidup. Sedangkan untuk teknik tes bisa ditinjau dari peserta tes yakni tes individual dan tes kelompok. Ditinjau dari pembuatannya yakni tes standar dan tes buatan guru. Ditunjau dari bentuk soalnya yakni tes objektif dan subjektif serta ditinjau dari kegunaannya yakni tes formatis, sumatif, diagnostik dan penempatan. (Suharsimi Arikunto, 1995: 29-30)
3) Evaluasi Hasil Belajar Siswa Program Akselerasi
Evaluasi hasil belajar siswa program akselerasi pada dasarnya sama dengan program regular, hanya saja jika dilihat dari kegiatan pembelajarannya yang menerapkan problem based learning pada pembelajarannya yang mengacu pada tingkat masalah tingkat tinggi yang disebut types of problem situation dan lebih banyak mengutamakan produk atau proyek sehingga sebagai konsekuensinya guru harus menetapkan bobot soal setidaknya C4 (analisis) dan
commit to user
jika dimungkinkan sampai C6 (evaluasi) yang mendorong peserta didik berfikir tinggi dan kritis.
4. Pengembangan Tes Hasil Belajar
Dalam program penilaian pendidikan di sekolah pentestingan lebih dominan digunakan oleh guru untuk mengukur hasil belajar siswa. Menurut (Mudjio, 1995: 3) tes memiliki kegunaan-kegunaan tertentu yang mungkin sulit dicapai oleh teknik-teknik lainnya. Tuckman mengatakan kegunaan-kegunaan itu sebagai berikut :
a. Untuk mendukung obyektivitas pengamatan yang dilakukan guru. b. Untuk menimbulkan perilaku di bawah kondisi yang relatif terkontrol. c. Untuk mengukur sampel kemampuan individu (siswa).
d. Untuk memperoleh kemampuan-kemampuan dan mengukur hasil yang sesuai dengan tujuan dan tolok ukurnya.
e. Untuk mengungkapkan perilaku yang tidak kelihatan.
f. Untuk mendeteksi karakteristik dan komponen-komponen perilaku. g. Untuk meramalkan perilaku yang akan datang.
h. Untuk menyediakan data sebagai umpan balik dan membuat keputusan.
Di sekolah seringkali digunakan tes buatan guru yang disebut teacher
made test. Tes yang dibuat oleh guru terutama untuk menilai kemajuan siswa
dalam pencapaian hal yang dipelajari. Sebelum menuliskan sebuah tes menurut Depdiknas(2008 :9) ada beberapa langkah yang harus disiapkan oleh setiap guru agar menghasilkan suatu tes yang handal dan sahih, yaitu : (1)menentukan tujuan tes, (2) memperhatikan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD), (3) menentukan jenis alat ukurnya, (4) menyusun kisi-kisinya dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya. Berikut ini adalah penjelasan dari langkah-langkah tersebut :
a. Menentukan tujuan penilaian.
Tujuan penilaian sangat penting karena setiap tujuan memiliki penekanan yang berbeda-beda. Misalnya untuk tujuan tes prestasi belajar, diagnostik, atau seleksi.
commit to user
Kompetensi merupakan acuan/target utama yang harus dipenuhi atau yang harus diukur melalui setiap kompetensi dasar yang ada atau melalui gabungan kompetensi dasar.
c. Menentukan jenis alat ukurnya.
Menentukan jenis alat ukur disini adalah, jenis alat ukur apa yang sebaiknya digunakan apakah alat ukur yang berupa tes ataukah non tes. Penggunaan materi dilakukan sebagai pendukung kompetensi dasar. Syaratnya adalah materi yang diujikan harus mempertimbangkan urgensi (wajib dikuasai peserta didik), kontinuitas (merupakan materi lanjutan), relevansi (bermanfaat terhadap mata pelajaran yang lain), dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi (UKRK). Setelah menentukan jenis tes apa yang digunakan maka kemudian ditentukanlah bentuk tes yang sebaiknya digunakan.
Menurut Djemari Mardapi (2008 : 69) “ Bentuk tes yang digunakan di lembaga pendidikan dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu tes objektif dan tes non objektif . Objektif dapat dilihat dari system penskorannya, siapapun tester yang memeriksa lembar jawaban akan menghasilkan skor yang sama. Sedangkan tes non objektif adalah tes yang system penskorannya dipengaruhi subjektifitas pembuat skor. Menurut Djemari Mardapi (2008 : 73) “Bentuk tes ini menuntut kemampuan peserta didik untuk menyampaikan, memilih, dan memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan kata- katanya sendiri “.
Tes objektif ada bermacam-macam jenisnya, yaitu menjodohkan benar-salah, dan pilihan ganda. Tes pilihan ganda sering digunakan pada mata pelajaran eksak. Menurut Djemari Mardapi (2008 : 70) “Soal pada tes ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat, memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil dan menafsirkan hasilnya”.
Tes pilihan ganda merupakan salah satu jenis tes obyektif. Tes jenis pilihan ganda menghadapkan kepada siswa sejumlah alternatif jawaban, umumnya antara 3 sampai 5 alternatif untuk setiap soal. Siswa diharuskan memilih salah satu dari beberapa alternatif jawaban tersebut yang dianggap benar berdasarkan suatu dasar pemikiran tertentu. Ada beberapa istilah yang
commit to user
seringkali terdapat dalam tes jenis ini antara lain stem, options, key, dan
distractors.
Stem adalah bagian pokok dari soal yang merumuskan isi soal. Stem bisa berbentuk pertanyaan, perintah maupun kalimat tidak sempurna. Alternatif-alternatif jawaban yang menyertainya dinamakan options atau kalau diterjemahkan secara langsung pilihan-pilihan. Alternatif yang benar dinamakan key ataau kunci, sedangkan alternatif-alternatif lainnya yang bertujuan mempersulit proses pencapaian jawaban yang benar dinamakan
distractors, atau kalau secara langsung diterjemahkan
penganggu-pengganggu/ pengecoh (Slameto, 2001: 59).
Tes pilihan ganda dikatakan baik apabila murid-murid yang menguasai bahan pelajaran dapat menunjukkan secara jelas jawaban mana yang benar dan dapat memlihnya. Sebaliknya murid-murid yang tidak menguasai bahan-bahannya akan mendapat kesulitan untuk mengidentifikasi jawaban yang benar. Hal ini disebabkan berfungsinya distactor pada item tersebut.
Distractor tersebut cukup dapat menarik perhatian untuk dijadikan pilihan
yang benar (Moh Kasiram, 1984: 24).
Tes pilihan ganda saat ini banyak dipakai dan dikembangkan untuk ujian sekolah terutama pada ulangan harian maupun akhir semester dan ujian akhir sekolah serta ujian masuk perguruan tinggi. Tes pilihan ganda dianggap mempunyai tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi, selain itu tes ini juga bersifat fleksibel . T Raka Joni (Mudjio, 1995: 2) menyatakan bahwa jenis tes bentuk multiple choice merupakan bentuk tes yang sangat fleksibel. Demikian fleksibelnya sehingga batas kemungkinan pemakaiannya itu adalah ditentukan oleh daya pikir dan cipta penyusunnya (Mudjio, 1995: 3).
Adapun untuk mengolah skor dalam tes bentuk pilihan ganda digunakan 2 macam rumus :
1) Dengan denda
commit to user Keterangan :
S = skor yang diperoleh (Raw Score) R = jawaban yang betul
W = jawaban yang salah O = banyaknya option
1 = bilangan tetap 2) Tanpa denda
S = R
Keterangan :
S = skor yang diperoleh (Raw Score) R = jawaban yang betul
Pada pengembangan instrumen tes ini, skor penilaian siswa adalah tanpa denda.
Kaidah penulisan soal bentuk pilihan ganda seperti yang dikemukakan oleh Sumarna Surapranata (2005: 243-244) meliputi enam belas hal sebagai berikut
1) Materi soal yang disajikan minimal mencerminkan jabaran substansi materi yang terkandung dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
2) Pengecoh harus berfungsi.
3) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau paling benar.
4) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
5) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan.
6) Pokok soal jangan memberi petunjuk kearah jawaban benar.
7) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
8) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. 9) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
10) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologis waktunya.
11) Gambar, grafik, tabel, diagram dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
12) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. 13) Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan
commit to user
14) Menggunakan bahasa yang komunikatif sehingga mudah dimengerti.
15) Setiap soal harus menggunakan bahasa yag sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
16) Jangan menggunakan bahasa daerah setempat jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.
Sebuah tes dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki :1) validitas, 2) reliabilitas, 3) obyektivitas, 4) praktikabilitas, 5) ekonomis (Suharsimi Arikunto, 1995:56). Keterangan dari masing-masing ciri akan diberikan dengan lebih terperinci sebagai berikut: 1). Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Ada beberapa macam validitas yaitu validitas logis (logical validity), validitas ramalan (predictive validity), dan validitas kesejajaran (concurrent validity).
2). Reliabilitas
Tes dikatakan dapat dipercaya (reliabel) jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasi tes tersebut menunujukkan ketetapan. Jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada pada urutan (rangking) yang sama dalam kelompoknya.
3). Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektivitas yang mempengaruhi. apabiladikaitka dengan reiliabilitas, maka objektivitas menekankan ketetapan (consistency) dalam scoring sedangkan reliabilitas menekankan tetetapan dalam hasil tes.
4). Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, tes yang praktis adalah tes yang sebagai berikut :
commit to user
a) Mudah dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.
b) Mudah pemeriksaannya, artinya tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal bentuk objektif, pemeriksaan akan lebih mudah dialkukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.
c) Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan oleh orang lain.
5). Ekonomis
Ekonomis yang dimaksudkan disini ialah pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.(Suharsimi Arikunto, 1995:56-61)
Secara umum ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata pelajaran yang telah diajarkan atau mengukur kemampuan dan keterampilan peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu, yaitu :
1) Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning
outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
2) Butir-butir soal tes harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan.