• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSAMAAN PERBEDAAN ORIGINALI TAS

G. Sistematika Pembahasan

3. Pengukuran HDI (Human Devolopment Index)

Konsep pengukuran HDI yang dikenal Index Pembangunan Mnusia (IPM) dikembangkan oleh UNDP guna mendukung konsep pembangunan

51Stiglitz, Joseph E. Making Globalization Work.New York: W W. Norton & Company, Inc.2006.

berkelanjutan. Yang mana HDI meliputi tiga deminsi yaitu, pendidikan, kesehatan, dan kualitas kehidupan.52

a. Dimensi Kesehatan

HDI mengukur dengan menggunakan dua indikator yaitu gizi dan kematian anak.

b. Dimensi Pendidikan

HDI dimensi pendidikan menggunakan indikator lama sekolah dan kehadiran dalam pendidikan

c. Dimensi Kualitas Hidup

HDI mengukur dimensi kualitas hidup menggunakan indikator kebutuhan setiapharinya, bahan bakar untuk memasak, sanitasi, air bersih, sumber penerangan, kondisi rumah lantai, kepemilikan aset. 4. Pengukuran Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Kesejahteraan dapat di ukur dengan lima tahapan yaitu: keluarga pra-sejahtera, keluarga sejahtera satu, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III, keluarga sejahtera plus. Lima pengelompokkan tahapan keluarga sejahtera menurut BKKBN adalah sebagai berikut :53

1. Keluarga Pra Sejahtera, adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti: Kebutuhan akan pengajaran agama, Pangan, Sandang, Papan dan Kesehatan.

52

Badan Pusat Statistik, Pebghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia 2016 hal.21

53Cornelis Rintuh, Miar “Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat”. Yokgyakarta: BPFE, 2005.

2. Keluarga Sejahtera I, Keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang digunakan (lihat gambar tabel 2.5)

3. Keluarga Sejahtera II, Keluarga selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. Indikator yang digunakan terdiri dari lima indikator pada Keluarga Sejahtera I ditambah dengan sembilan indikator yang digunakan (lihat gambar tabel 2.5)

4. Keluarga Sejahtera III, Keluarga telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan kebutuhan sosial psikologisnya serta sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan di lingkungan desa atau wilayahnya. Mereka harus memenuhi persyaratan indikator pada Keluarga Sejahtera I dan II serta memenuhi syarat indikator yang digunakan

(lihat gambar tabel 2.5).

5. Keluarga Sejahtera III Plus, Keluarga selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dan kebutuhan sosial psikologisnya, dapat pula memenuhi kebutuhan pengembangannya, serta sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti gerakan semacam itu dalam masyarakat. Keluarga-keluarga tersebut memenuhi syarat-syarat indikator pada Keluarga Sejahtera I sampai III dan ditambah dua syarat berikut :

a. Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi. b. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus

perkumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat lainnya. 6. Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan

1. Kesejahteraan sosial mempunyai tujuan yaitu :

Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.

2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan

Selain itu, Schneiderman (1972) mengemukakan tiga tujuan utama dari sistem kesejahteraan sosial yang sampai tingkat tertentu tercermin dalam semua program kesejahteraan yaitu pemeliharaan sistem, pengawasan sistem sistem dan perubahan sistem.

Adapun fungsi-fungsi kesejahteraan bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosio-ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang negatif akibat pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Fungsi-fungsi kesejahteraan tersebut antara lain : 1. Fungsi pencegahan

Kesejahteran sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.

2. Fungsi Penyembuhan

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat. 3. Fungsi Pembangunan

Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung ataupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.

4. Fungsi Penunjang

Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain.54

Dalam penelitian ini, untuk mencapai kehidupan kesejahteraan sosial hal ini memakai teori kesejahteraan perspektif Maqᾱṣid Syariah di

implementasikan terhadap kesejahteraan menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagaimana tabel di bawah ini.

54 Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012),hlm.11.

Tabel 2.4

Implementasi Kesejahteraan Menurut BKKBN Terhadap Maqᾱṣid Syariah

No Kelompok Indikator BKKBN Implementasi Maqᾱṣid Syariah Nasl Aql Iradh Din Maal

01 Keluarga prasejahtera 1. Belum dapat memenuhi satu

atau lebih dari enam indikator

02 Keluarga sejahtera I

1. Melaksanakan ibadah menurut

agama yang dianut

X

2. Makan dua kali sehari atau

lebih

X

3. Memiliki pakaian yang

berbeda

X

4. Rumah yang ditempati memiliki atap, dinding dan lantai yang baik

X

5. PUS ingin ber KB sarana

pelayanan kontrasepsi

X

6. Semua anak umur 7-15 dalam

keluarga bersekolah

X

03 Keluarga sejahtera II

1. Melaksanakan ibadah menurut

agama yang dianut

X

2. Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga

menyediakan daging atau ikan atau telur sebagai lauk pauk

X

3. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru setahun terakhir

X

4. Luas lantai rumah paling kurang 8,0 m2 untuk tiap

penghuni rumah

X

5. Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir berada dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing

X

6. Paling kurang satu orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap

X

7. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin

8. Seluruh anak berusia 6-15 tahun saat ini (waktu pendataan) bersekolah.

X

9. Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga yang masih PUS, saat ini mereka memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil).

X

04 Keluarga sejahtera III

1. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama

X

2. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga

X

3. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini

dimanfaatkan untuk

berkomunikasi antar-anggota keluarga

X

4. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya

X

5. Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang sekali dalam enam bulan

X

6. Memperoleh berita dengan membaca surat kabar, majalah, mendengarkan radio atau menonton televisi anggota keluarga mampu

mempergunakan sarana transportasi

X

05 Keluarga sejahtera III plus

1. Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi

X

2. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat lainnya

X

Sumber Data: Diolah sendiri oleh peneliti

Sebagaimana penjelasan tabel di atas penelitian ini menggunakan kajian teori kesejahteraan perspektif Maqᾱṣid Syariah Jaseer Auda yang menitik

tekankan devolopment (pembangunan, pengembangan) dan rights (hak-hak) yang mana bila terwujud sejahterah menurut ekonomi Islam dikenal dengan

falah. Dalam teori ini peneliti mengimplementasikan kesejahteraan menurut

Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) karena sudah memenuhi indikator falah.

C. Definisi Maqᾱṣid al- Syarῑ’ah 1. Pengertian Maqᾱṣid al- Syarῑ’ah

Secara etimologi Maqasid berasal dari bahasa Arab دﺻﺎﻘﻣ (Maqasid), yang merupakan bentuk jama’ kata ﺪﺼﻘﻣ (Maqsad), yang bermakna maksud, sasaran, prinsip,niat, tujuan, tujuan akhir.55 Terma itu berarti telos (dalam bahasa Yunani), finalite (Prancis), atau Zweck (Jerman)56. Maqasid hukum Islam adalah sasaran atau maksud-maksud di balik hukum itu57 bagi sejumlah teoritikus hukum Islam, secara termelogi Maqasid adalah peryataan alternatif untuk ﺢﻟ ﺎﺻﻣ (masalih) atau kemaslahatan-kemaslahatan. Misalnya, ‘Abd al-Malik al-Juwaini (W. 478H/1185M), salah seorang contributor paling awal terhadap teori maqasid menggunakan istilah maqasid dan masalih

al-ammah (Kkemaslahatan-kemaslahatan umum secara bergantian)58.

Abu Hamid al-Gazali (w. 505 H/1111 M) mengelaborasikan klasifikasi Maqasid, yang ia masukkan ke kategori kemaslahatan Mursal (masalih

al-55Mohammad al-Tahir ibn Ashur, Ibn ‘Asur, Treatise on Maqasid al0Syariah, terjemahan Muhammad el-Tahir el-MeSaw.i (London, Washington: International Institute of Islamic Thought (IIIT), 2006) hal 2.

56Rudolf von Jhering, Law as a Means to an End (Der Zweck im Recht), terjemahan Isaac, Husik, edisi ke-2 (New Jersey: The Lawbook Exchange (pada mulanya di publikasikan pada 1913 oleh Boston Boo co.), 2001), hal 35

57Ibnu ‘Asyur, Maqasid al-Syariah al-Islamiyyah, Hal 183

58Abdul Malik al-Juwaini, Ghiyas al-Umam fi Iltiyas al-Zulam, ed. “Abdul –‘Azim al-Dib (Qatar: Wazarah al-Syu’un al-Diniyyah, 1400 H). hal. 253

mursalah), yaitu kemaslahatan yamg tidak disebut secara langsung dalam nas

(Teks suci) Islam59.

Najm al-Din al-Tufi (w.716/1216 M) tokoh yang memberikan hak istimewah pada kemaslahatan, bahkan di atas implikasi langsung dari semua nas khusus, mendefinisikan kemaslahatan sebagai apa yang memenuhi tujuan yang pembuat syariah (al-Syari’)60, yaitu Allah SWT. Al-Qarafi (w.1285 M/1818 H) mengaitkan kemaslahatn dan maqasid dengan kaidah ushul fiqh yang menyatakan “suatu maksud tidak sah kecuali jika mengantarkan pada

memenuhan kemaslahatan atau menhindari kemudaratan”61. Ini beberapa contoh yang menunjukkan kedekatan hubungan antara kemaslahatan dan Maqasid dalam konsepsi Usul Fikih (Khususnya antara abad ke-5 dan 8 H, yaitu periode ketika teori Maqasid berkembang).62