• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Metode Pengamatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. Pengukuran Karakteristik Mi Basah

Gambar 17. Proses pengukusan adonan

Walaupun demikian, analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa waktu pengukusan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada derajat gelatinisasi adonan (Lampiran 3). Secara statistik dapat dikatakan bahwa adonan tepung dengan derajat gelatinisasi yang berbeda tidak dipengaruhi oleh lamanya waktu pengukusan.

Derajat gelatinisasi adonan tepung setelah pengukusan dapat mempengaruhi karakteristik mi yang dihasilkan. Secara umum, tidak dapat dikatakan bahwa derajat gelatinisasi yang tinggi akan menghasilkan mi dengan karakteristik yang baik. Tingkat/derajat gelatinisasi yang diharapkan (optimum) dalam pengukusan adonan tepung dapat ditentukan dengan mengukur karakteristik mi yang dihasilkan.

5. Pengukuran Karakteristik Mi Basah

Pengukuran terhadap karakteristik mi basah belum memiliki standar yang digunakan secara universal (Kruger, 1996). Fenomena ini disebabkan mi basah merupakan produk pangan yang tersebar secara luas di seluruh dunia

dan memiliki ciri khas yang berbeda-beda antar negara. Walaupun demikian, Hou dan Kruk (1998) menyebutkan bahwa pengukuran terhadap karakteristik mi basah yang sering dilakukan meliputi pengukuran terhadap proses pembuatan, tekstur dan warna mi.

Mi basah jagung mentah yang dihasilkan memiliki tekstur yang keras dan mudah patah. Oleh karena itu, pengukuran karakteristik mi hanya dilakukan terhadap mi matang. Pengukuran karakteristik mi basah yang dilakukan pada penelitian ini mencakup elongasi, kehilangan padatan akibat pemasakan (cooking loss), kekerasan dan kelengketan. Hasil pengukuran terhadap karakteristik fisik mi basah jagung akan dijadikan dasar dalam penentuan formula dan desain proses yang optimal dalam pembuatan mi basah berbahan baku tepung jagung. Selanjutnya akan dilakukan perbandingan karakteristik fisik antara mi basah jagung dengan formula dan desain proses optimal dengan mi basah terigu.

Karakteristik mi basah jagung yang dihasilkan dipengaruhi oleh derajat gelatinisasi adonan tepung pada saat pengukusan. Kim et al. (1996) menyatakan bahwa mi yang terbuat dari tepung selain terigu membutuhkan tahapan proses yang dapat menggelatinisasi pati dalam tepung tersebut. Disebutkan pula, derajat/tingkat gelatinisasi yang dihasilkan akan mempengaruhi karakteristik mi yang dihasilkan (Kim et al., 1996).

Gambar 18 dan 19 menunjukkan hasil pengukuran karakteristik fisik mi basah jagung. Karakteristik-karakteristik fisik yang diukur meliputi elongasi, kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP)/cooking loss, kekerasan dan kelengketan. Hou dan kruk (1998) menyatakan bahwa parameter fisik terpenting untuk mi basah adalah elongasi (ekstensibilitas) dan KPAP. Oleh karena itu, mi basah terbaik yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan memiliki nilai elongasi yang tinggi dan cooking loss yang rendah. Nilai kekerasan dan kelengketan mi basah akan berperan sebagai nilai tambah mi yang dihasilkan.

18,29 14,24 19,78 20,04 20,79 19,55 17,60 17,79 0 5 10 15 20 25

mi jagung 3' mi jagung 5' mi jagung 7' mi jagung 10'

jenis mi nila i pe ngu k u ra n Elongasi (%) KPAP (%)

Gambar 18. Grafik pengukuran elongasi dan KPAP mi basah jagung a. Elongasi

Elongasi menggambarkan kemampuan mi untuk meregang (memanjang) dari ukuran awal pada saat menerima tekanan dari luar. Pengukuran elongasi dilakukan dengan menggunakan alat rheoner. Elongasi dinyatakan dalam satuan persen (%).

Nilai elongasi mi basah jagung mulai dari yang tertinggi berturut-turut adalah 20,04% (pengukusan 10 menit); 19,78% (pengukusan 7 menit); 18,29% (pengukusan 3 menit) dan 14,24% (pengukusan 5 menit). Data tersebut menunjukkan bahwa secara umum peningkatan nilai elongasi berbanding lurus dengan semakin lamanya waktu pengukusan. Proses pengukusan bertujuan untuk membentuk pati tergelatinisasi. Lebih lanjut, pati tergelatinisasi ini dapat menjadi zat pengikat antar granula pati di dalam adonan tepung sehingga meningkatkan elongasi mi.

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu pengukusan terhadap elongasi mi basah jagung. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa waktu pengukusan tidak berpengaruh secara nyata (p>0,05) pada elongasi mi matang dengan tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 4). Dengan kata lain, uji statistik menerangkan bahwa tidak ada perbedaan elongasi mi basah yang disebabkan oleh waktu pengukusan yang berbeda.

b. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP)

Kehilangan padatan akibat pemasakan (cooking loss) menunjukkan banyaknya padatan dalam mi basah yang keluar atau terlarut ke dalam air selama proses pemasakan (perebusan mi mentah menjadi mi matang). Nilai KPAP dinyatakan sebagai perbandingan berat padatan yang terlepas per berat kering sampel dan dinyatakan dalam satuan persen (%). Hou dan Kruk (1998) menyatakan bahwa KPAP merupakan parameter terpenting untuk produk-produk mi basah yang diperdagangkan dalam bentuk matang. Semakin rendah nilai KPAP mi matang menunjukkan bahwa mi tersebut memiliki tekstur yang baik dan homogen.

Gambar 18 menunjukkan nilai KPAP mulai dari yang tertinggi berturut-turut adalah 20,79% (pengukusan 3 menit); 19,55% (pengukusan 5 menit); 17,79% (pengukusan 10 menit) dan 17,60% (pengukusan 7 menit). Data ini menunjukkan bahwa secara umum waktu pengukusan berbanding terbalik dengan nilai KPAP (semakin lama waktu pengukusan, nilai KPAP semakin kecil). Walaupun demikian, analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa lamanya waktu pengukusan tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap nilai KPAP mi basah jagung (Lampiran 5).

Mi basah dengan waktu pengukusan adonan 3 menit memiliki nilai cooking loss terbesar. Hal ini diakibatkan oleh nilai derajat gelatinisasi adonan yang juga memiliki nilai terbesar yaitu 88,25%. Nilai derajat gelatinisasi yang tinggi menunjukkan semakin banyak amilosa yang terdispersi dalam air sehingga padatan yang terlarut/keluar ketika proses pemasakan pun akan semakin banyak. Teori ini juga membuktikan bahwa adonan dengan nilai derajat gelatinisasi yang tinggi belum tentu memiliki karakteristik mi yang baik.

Mi basah jagung yang memiliki karakteristik KPAP yang rendah ditunjukkan oleh mi dengan waktu pengukusan adonan selama 7 menit. Nilai derajat gelatinisasi adonan dengan waktu pengukusan 7 menit sebesar 65,75% (Tabel 17). Dapat dikatakan bahwa derajat gelatinisasi

yang diharapkan untuk membuat mi jagung dengan karakteristik mi yang baik (nilai KPAP rendah) sebesar 65%.

c. Kekerasan dan Kelengketan

Kekerasan dan kelengketan mi basah jagung diukur secara instrumental menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2. Satuan yang digunakan untuk menyatakan kekerasan dan kelengketan adalah gram force. Kekerasan didefinisikan sebagai luas area positif yang menggambarkan besarnya usaha probe untuk menekan mi basah. Semakin tinggi peak (puncak kurva) yang ditunjukkan oleh kurva maka nilai kekerasan mi basah jagung akan semakin tinggi pula.

1273,17 1172,93 1089,63 1106,11 451,75 341,54 288,66 250,13 0 200 400 600 800 1000 1200 1400

mi jagung 3' mi jagung 5' mi jagung 7' mi jagung 10'

jenis mi ni la i pe n g uk u ra n Kekerasan (gf) Kelengketan (-gf)

Gambar 19. Grafik pengukuran kekerasan dan kelengketan mi basah jagung

Gambar 19 menunjukkan nilai kekerasan mulai dari yang tertinggi berturut-turut adalah 1273,17 gf (pengukusan 3 menit); 1172,93 gf (pengukusan 5 menit); 1106,11 gf (pengukusan 10 menit) dan 1089,63 gf (pengukusan 7 menit). Data ini menunjukkan bahwa secara umum waktu pengukusan berbanding terbalik dengan nilai kekerasan (semakin lama waktu pengukusan, nilai kekerasan semakin kecil).

Nilai kekerasan mi basah tertinggi ditunjukkan oleh mi basah dengan waktu pengukusan 3 menit. Nilai kekerasan ini akan menurun dengan peningkatan waktu pengukusan. Pada saat terjadinya proses gelatinisasi selama pengukusan, air bebas yang awalnya berada di luar

granula pati akan berdifusi masuk ke dalam pati (Winarno, 1997). Hal ini akan menyebabkan ukuran pati menjadi lebih besar (pembengkakan pati). Air yang masuk kedalam granula pati tidak dapat bergerak bebas karena sudah berada dalam ikatan antar penyusun pati. Semakin lama waktu pengukusan menyebabkan jumlah air yang masuk ke dalam granula-granula pati semakin banyak dan menyebabkan adonan menjadi lebih lunak. Lebih lanjut ini akan menyebabkan nilai kekerasan mi yang dihasilkan semakin kecil.

Analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa waktu pengukusan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai kekerasan mi basah (Lampiran 6). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kekerasan mi basah dengan waktu pengukusan 3 menit menunjukkan nilai terbesar (1273,17 gf) dan nilai kekerasan mi basah dengan pengukusan 7 dan 10 menit tidak berbeda karena berada dalam satu subset yang sama (Lampiran 6).

Pengukuran secara instrumental mendefinisikan kelengketan sebagai luas area negatif yang menggambarkan besarnya usaha untuk menarik probe lepas dari sampel. Semakin besar luas area negatif yang ditunjukkan oleh kurva maka nilai kelengketan mi semakin tinggi. Kelengketan juga berbanding lurus dengan nilai KPAP (kehilangan padatan akibat pemasakan). Menurut Kusnandar (1998), peningkatan KPAP akan diikuti dengan peningkatan kelengketan mi. Mi basah yang dihasilkan diharapkan memiliki nilai kelengketan yang rendah agar memiliki eating quality yang baik.

Gambar 19 menunjukkan nilai kelengketan mulai dari yang tertinggi berturut-turut adalah -451,75 gf (pengukusan 3 menit); -341,54 gf (pengukusan 5 menit); -288,66 gf (pengukusan 7 menit) dan -250,13 gf (pengukusan 10 menit). Data ini menunjukkan bahwa secara umum waktu pengukusan berbanding terbalik dengan nilai kelengketan (semakin lama waktu pengukusan, nilai kelengketan semakin kecil).

Kandungan amilosa pada permukaan mi matang mempengaruhi kelengketan permukaan mi. Menurut Eliasson dan Gudmundsson (1996),

amilosa yang terlepas dari granula pati dapat menyebabkan kelengketan. Mi basah dengan waktu pengukusan adonan 3 menit memiliki nilai derajat gelatinisasi terbesar (88,25%) yang menunjukkan bahwa banyak amilosa yang keluar dari granula pati. Banyaknya amilosa yang keluar ini dapat menyebabkan kelengketan mi basah. Lebih lanjut, data pada Gambar 19 menunjukkan bahwa nilai kelengketan mi basah dengan pengukusan 3 menit memiliki nilai kelengketan terbesar (-451,75 gf).

Keterangan tersebut sesuai dengan analisis keragaman yang menunjukkan bahwa waktu pengukusan berpengaruh nyata terhadap kelengketan mi basah pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 7). Uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa nilai kelengketan mi basah dengan waktu pengukusan 3 menit menunjukkan nilai terbesar (-451,75 gf) dan nilai kelengketan mi basah dengan pengukusan 7 dan 10 menit tidak berbeda karena berada dalam satu subset yang sama (Lampiran 7).

Dokumen terkait