• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Kelelahan Kerja

2.6.6. Pengukuran Kelelahan Kerja

Beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur kelelahan kerja antara lain: Waktu reaksi Seluruh Tubuh atau Whole Body Reaction Tester (WBRT), uji ketuk jari (Finger Taping Test), uji Flicker fusion, uji Critical Fusion, uji Bourdon Wiersma, skala kelelahan IFRC (Industrial Fatique Rating Comite), skala Fatique rating (FR skala), Ekskresi Katikolamin,

Stroop Test(Suma’mur, 2009).

Menurut Setyawati (2010), suatu instrumen yang dapat dipergunakan untuk pengukuran kelelahan kerja secara ideal telah sejak lama diharapkan oleh para pemegang unit-unit kerja maupun oleh pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap masalah kelelahan kerja. Pada tahun 1957 diutarakan oleh Pearson bahwa belum terdapat alat ukur yang dapat secara memadai untuk mengukur kelelahan, bahkan oleh Broadbent tahun 1979 disebutkan bahwa penilaian perasaan kelelahan kerja hanya sebagian saja yang ada hubungan dengan pengukuran secara fisiologis. Pada tahun 1995 oleh Grandjean masih dikemukakan bahwa sampai saat itu belum terdapat suatu cara pengukuran kelelahan fisiologis dan psikologis yang dapat dipakai secara sempurna dalam setiap macam industri. Hampir semua ahli ergonomi mengakui kebenaran pendapat Grandjean

ini. Kesenjangan ini masih dilontarkan oleh Phoon pada tahun 1988 bahwa belum terdapat suatu alat yang khusus untuk mengukur kelelahan kerja. Parameter-parameter yang pernah diungkapkan beberapa peneliti untuk mengukur kelelahan kerja ada bermacam-macam antara lain adalah:

a. Pengukuran Waktu Reaksi

Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai timbulnya respon terhadap rangsang tersebut. Waktu reaksi ini merupakan reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi yang memerlukan koordinasi. Parameter waktu reaksi dipergunakan untuk pengukuran kelelahan kerja, namun dikemukakan bahwa waktu reaksi ini dipengaruhhi oleh faktor rangsangnya sendiri baik macam, intensitas maupun kompleksitas rangsangnya, dan juga dapat dipengaruhi oleh motivasi kerja, jenis kelamin, usia, kesempatan serta anggota tubuh yang dipergunakan.

b. Uji Finger-tapping (uji ketuk jari).

Uji Finger-tapping adalah mengukur kecepatan maksimal mengetukkan jari tangan dalam suatu periode waktu tertentu. Uji ini sangat lemah karena banyak faktor yang sangat berpengaruh dalam proses mengetukkan jari-jari tangan dan uji ini tidak dapat dipakai untuk menguji kelelahan kerja bermacam-macam pekerjaan.

c. Uji Flicker-Fusion.

Uji Flicker-fushion adalah pengukuran terhadap kecepatan berkelipnya cahaya (lampu) yang secara bertahap ditingkatkan sampai kecepatan tertentu sehingga cahaya tampak berbaur sebagai cahaya yang kontinyu. Uji ini dipergunakan untuk menilai kelelahan mata saja.

Uji Critical Flicker-fushion adalah modifikasi uji Flicker Fushion. Uji ini digunakan untuk pengujian kelelahan mata yang berat, dan mempergunakan Flicker Tester.

e. Uji Bourdon Wiersma.

Uji Bourdon wiersma adalah pengujian terhadap kecepatan bereaksi dan ketelitian. Uji ini dipakai untuk menguji kelelahan pada pengemudi.

f. Skala kelelahan Industrial Fatigue ResearchCommittee (IFRC).

Skala IFRC yang di disain untuk pekerja dengan budaya Jepang ini merupakan angket yang mengandung tiga puluh macam perasaan kelelahan. Kelemahan skala ini yaitu bahwa perasaan kelelahan yang dirasakan seorang pekerja dan tiap butir pertanyaan dalam skala IFRC tidak dapat dievaluasi hubunganya. Uji kelelahan yang lain yaitu skala kashiwagi, yang terdiri atas 20 butir pertanyaan yang mengandung dimensi pelemahan aktivitas dan pelemahan motivasi. Kedua skala ini tidak merupakan pendekatan yang menentukan karena dengan kedua skala ini tidak diperoleh hasil yang menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja maupun kriteria lain yang mendukung. Diutarakan pula bahwa perlu dilakukan survei psikososial dan ekologi diantara para pekerja untuk mengetahui sebab kelelahan kerja serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

g. Pemeriksaan Tremor Pada Tangan.

Cara ini tidak dapat dipakai untuk mengukur kelelahan pada tiap orang maupun pada tiap pekerjaan karena adanya tremor pada tangan dapat terjadi tidak saja pada kelelahan tetapi juga dapat terjadi sebagai bagian dari penyakit tertentu.

Metode Blink adalah pengujian untuk kelelahan tubuh secara keseluruhan dengan melihat objek yang bergerak dengan mata yang terkejab secara cepat dan berulang-ulang. Cara ini pun tidak dapat untuk menguji jenis kelelahan kerja pada tiap pekerjaan.

i. Ekskresi Katekolamin.

Pada kasus kelelahan ekskresi katekolamin tidak selalu meningkat. Pada pekerja beberapa macam pekerjaan yang mengalami kelelahan kerja tidak terjadi peningkatan ekskresi katekolamin.

j. Stroop Test.

Dalam uji ini seseorang diminta menyebutkan nama warna-warna tinta suatu seri huruf atau kata-kata. Pengujian ini kurang memadai untuk pengujian suatu keadaan kelelahan kerja. k. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja.

KUPK2 merupakan suatu alat untuk mengukur indikator perasaan kelelahan kerja yang di disain oleh Setyawati (1994) khusus bagi pekerja Indonesia. KUPK2 ada tiga macam yaitu KUPK2 I, KUPK2 II, dan KUPK2 III yang masing-masing terdiri atas 17 butir pertanyaan, yang telah teruji kesahihan dan kehandalanya untuk mengukur perasaan kelelahan pada pekerja yang mengeluh adanya perasaan kelelahan.

Pengukuran secara subjektif dilakukan dengan mengukur perasaan lelah dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) yang disusun oleh Setyawati pada tahun 1994 yang terdiri dari 17 pertanyaan tentang keluhan subjektif yang dapat diderita oleh tenaga kerja, antara lain: sukar berpikir, lelah berbicara, gugup menghadapi sesuatu, tidak pernah konsentrasi dalam mengerjakan sesuatu, tidak punya perhatian terhadap sesuatu, cenderung lupa, kurang percaya diri, tidak tekun dalam melaksanakan pekerjaan, enggan menatap mata orang lain, enggan bekerja dengan cekatan, tidak tenang bekerja, lelah seluruh

tubuh, lamban, tidak kuat berjalan, lelah sebelum bekerja, daya pikir menurun dan cemas terhadap sesuatu (Syarifuddin, 2005).

Selain itu KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) juga merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Keluhan-keluhan yang dialami pekerja sehari-hari membuat mereka mengalami kelelahan kronis (Syarifuddin, 2005).

Dokumen terkait