• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini meliputi:

1. Memperoleh analisis lengkap, rinci, dan sistematis mengenai status utang pajak dalam kepailitan PT. Industries Badja Garuda (PT IBG).

2. Memperoleh analisis lengkap, rinci, dan sistematis mengenai penerapan hak mendahulu (preferen) atas penagihan utang pajak dalam sengketa kepailitan.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu hukum, khususnya hukum kepailitan.

b. Memperluas pengetahuan dalam bidang hukum perdata ekonomi mengenai utang pajak dalam sengketa kepailitan.

c. Menjadi salah satu faktor pendukung dalam pengembangan ilmu hukum perdata ekonomi, khususnya mengenai hukum kepailitan.

2. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah:

a. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai hukum kepailitan di Indonesia, khususnya yang berkenaan dengan ketentuan utang pajak dalam sengketa kepailitan.

b. Menjadi referensi berkenaan dengan utang pajak dalam hukum kepailitan di Indonesia, khususnya kedudukan Kantor Pelayanan Pajak dalam melakukan penagihan utang pajak terhadap wajib pajak dalam sengketa kepailitan.

c. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat akademis bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum dan menyelesaikan pendidikan strata-1 (S1) di Fakultas Hukum Universitas Lammpung.

A. Tinjauan Umum Perusahaan

1. Pengertian dan Bentuk Hukum Perusahaan

Perusahaan menurut pembentuk Undang-Undang adalah perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba.9 Menurut Molengraaff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar, untuk memperoleh penghasilan, dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.10 Menurut Polak, baru ada perusahaan apabila diperlukan adanya perhitungan-perhitungan tentang laba rugi yang dapat diperkirakan dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan.11

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan memberi definisi perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka dalam definisi perusahaan terdapat 2 (dua) unsur pokok, yaitu:

9 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Jilid 2: Bentuk-bentuk Perusahaan), Djambatan: Jakarta, 2007, hlm. 2.

10Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 7.

11 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Jilid 2: Bentuk-bentuk Perusahaan), Loc. Cit.

a. Bentuk usaha yang berupa organisasi atau badan usaha, yang didirikan, bekerja, dan berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia;

b. Jenis usaha yang berupa kegiatan dalam bidang perekonomian (perindustrian, perdagangan, perjasaan, dan pembiayaan, dijalankan oleh badan usaha perdagangan, perjasaan, pembiayaan) dijalankan oleh badan usaha secara terus-menerus.

Definisi menurut undang-undang ini lebih sempurna apabila dibandingkan dengan definisi menurut Molengraaff dan Polak karena dengan adanya bentuk usaha (badan usaha) yang menjalankan jenis usaha (kegiatan dalam bidang perekonomian), unsur-unsur lain juga terpenuhi. Berdasarkan undang-undang yang berlaku, walaupun kegiatan dalam bidang ekonomi dilakukan terus-menerus dan terang-terangan terhadap pihak ketiga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba jika tidak mempunyai bentuk usaha (badan usaha) itu bukan perusahaan, melainkan hanya pekerjaan.12

Perusahaan merupakan bentuk usaha yang menjalankan usaha baik menghasilkan barang maupun jasa yang dapat digunakan masyarakat atau perusahaan lain dengan menyalurkannya melalui beberapa cara yang salah satunya melalui kegiatan jual beli. Istilah lain di samping istilah perusahaan yaitu pelaku usaha.

Pelaku usaha adalah subjek yang melakukan kegiatan usaha atau melakukan kegiatan ekonomi.13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 Angka 1 mendefiniskan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun

12 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Op. Cit., hlm.9.

13 Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia: Malang, 2007, hlm. 97-98.

bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Pelaku usaha dalam pengertiannya meliputi perusahaan, Badan Usaha Milik Negara, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain. Dari pengertian di atas mengandung makna bahwa yang termasuk pelaku usaha tidak hanya produsen pabrikan yang menghasilkan barang dan/atau jasa, tetapi juga para rekanan, termasuk para agen, distributor, serta jaringan-jaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan pemasaran barang dan/atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa.14

Berdasarkan bentuknya, dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis bentuk perusahaan, yaitu perusahaan perseorangan, perusahaan bukan badan hukum, dan perusahaan badan hukum:15

a. Perusahaan perseorangan

Perusahaan perseorangan adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perseorangan. Perusahaan perseorangan dapat mempunyai bentuk hukum menurut bidang usahanya, yaitu perusahaan perindustrian, perusahaan perdagangan dan perusahaan perjasaan.

14 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen,Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2003, hlm. 5.

15Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Op. Cit., hlm. 83-84.

b. Perusahaan bukan badan hukum

Perusahaan bukan badan hukum adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara kerja sama. Bentuk perusahaan ini merupakan perusahaan persekutuan yang dapat menjalankan usaha dalam bidang perekonomian, yaitu bidang perindustrian, perdagangan dan perjasaan. Bentuk hukumnya yaitu firma dan persekutuan komanditer (CV).

c. Perusahaan badan hukum

Perusahaan badan hukum terdiri atas perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara kerja sama dan perusahaan negara yang didirikan dan dimiliki oleh negara. Perusahaan badan hukum dapat menjalankan usaha dalam semua bidang perekonomian, yaitu perindustrian, perdagangan, perjasaan dan pembiayaan. Bentuk hukumnya yaitu perseroan terbatas (PT) dan koperasi yang dimiliki oleh pengusaha swasta, sedangkan perusahaan umum (perum) dan perusahaan perseroan (persero) yang dimiliki oleh negara.

2. Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum. Badan hukum itu tidak disebut “persekutuan”, tetapi “perseroan”, sebab modal badan hukum terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Istilah “terbatas” tertuju pada tanggung jawab persero atau pemegang saham yang luasnya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.16 Menurut Soedjono Dirjosisworo bahwa Perseroan Terbatas atau PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan

16 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Jilid 2: Bentuk-bentuk Perusahaan), Op. Cit., hlm. 88.

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

Menurut Abdulkadir Muhammad, istilah “perseroan” menunjuk kepada cara menentukan modal, yaitu bagi dalam saham dan istilah “terbatas” menunjuk kepada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. Perseroan Terbatas adalah perusahaan persekutuan badan hukum. UUPT menjelaskan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Perseroan terbatas itu dikehendaki oleh pembentuk undang-undang untuk bertindak sebagai subjek hukum dan karena itu perseroan terbatas itu adalah badan hukum, sebab yang dapat bertindak sebagai subjek hukum yaitu manusia dan badan hukum.17 Sejak perseroan terbatas berstatus sebagai badan hukum maka hukum memperlakukan perseroan terbatas sebagai pribadi mandiri yang dapat bertanggung jawab sendiri atas perbuatan perseroan terbatas.

Unsur-unsur yang menyatakan bahwa perseroan terbatas sebagai badan hukum adalah bahwa perseroan terbatas mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal 24 Ayat (1) UUPT), mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 82 UUPT), mempunyai tujuan tertentu (Pasal 12 Huruf (b) UUPT) dan mempunyai organisasi teratur

17Ibid., hlm. 90.

(Pasal 1 Angka (2) UUPT). Perseroan terbatas adalah persekutuan modal yang bertujuan melakukan kegiataan perusahaan. Sebagai badan hukum, perseroan dibebani kewajiban untuk:18

a. Pengesahan akta pendirian kepada Pemerintah;

b. Mendaftarkan naskah akta pendirian tersebut beserta pengesahannya kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri, yang daerah hukumnya meliputi tempat perseroan yang bersangkutan;

c. Mengumumkan naskah akta pendirian pengesahan serta pendaftarannya di dalam Berita Negara RI. Pengumuman ini untuk kepentingan pihak ketiga dan tanggal Berita Negara RI yang mengumumkan akta pendirian perseroan itu merupakan tanggal berlakunya perseroan terbatas tersebut sebagai badan hukum.

B. Tinjauan Umum tentang Hukum Kepailitan

1. Pailit dan Kepailitan

Istilah kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit yang mana istilah pailit dijumpai di dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda. Di dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Oleh sebab itu orang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di dalam bahasa Perancis disebut lefailli. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillite. Sedangkan dalam bahasa Inggris di kenal istilah to fail dan didalam

18Ibid.

bahasa Latin dipergunakan istilah fallire.19 Menurut Munir Fuady, pailit atau bangkrut adalah seorang debitor yang tidak sanggup lagi membayar. Lebih tepat, ialah seseorang yang oleh pengadilan dinyatakan bangkrut dan yang aktiva atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya.20

Terminologi kepailitan jika ditelusuri dalam berbagai kepustakaan digunakan sesuai dengan sistem hukum yang dianut. Pada negara-negara yang menganut sistem hukum anglo saxon terminologi kepailitan digunakan istilah bankruptcy yang berarti ketidakmampuan untuk membayar utang. Jadi munculnya kepailitan dilatarbelakangi oleh adanya suatu perikatan. Oleh karena itu dilihat dari sudut pandang ini maka ketidakmampuan untuk membayar utang ditujukan kepada para pebisnis dan debitor yang betul-betul mengalami kesulitan keuangan. Menurut Kartono, kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh harta kekayaan si debitor untuk kepentingan seluruh kreditornya pada waktu si debitor dinyatakan pailit dan mempunyai piutangdengan jumlah piutang yang masing-masing kreditor miliki saat itu.21

Pengertian pailit atau bankrupt dalam Black’s Law Dictionary adalah:22

“The state or condition of a person (individual, partnership,

19 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 26.

20 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 8.

21 Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hlm. 5.

22 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2002, hlm 11.

Pengertian pailit yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dihubungkan dengan ketidakmampuan membayar dari debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan suatu permohonan ke Pengadilan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitor). Intisari dari pengajuan permohonan tersebut adalah asas publisitas.23

Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat UU No. 37 Tahun 2004), yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan. Hukum kepailitan di Indonesia semula diatur oleh Undang-Undang Kepailitan yang dikenal dengan Faillissement Verordening (FV) yaitu Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblaad Tahun 1906 Nomor 348. FV tersebut kemudian diubah dalam arti disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 1998 sehubungan dengan gejolak moneter yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. PERPU Nomor 1 Tahun 1998 selanjutnya ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, namun karena perubahan tersebut belum juga memenuhi perkembangan dan kebutuhan hidup masyarakat kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

23Ibid., hlm 11-12. Asas publisitas adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status kepemilikan. Pengumuman hak atas benda tidak bergerak terjadi melalui pendaftaran sedangkan pengumuman benda bergerak terjadi melalui penguasaan terhadap benda tersebut.

Tujuan kepailitan pada dasarnya memberikan solusi terhadap para pihak apabila debitor dalam keadaan berhenti membayar atau tidak mampu membayar utang-utangnya. Kepailitan mencegah atau menghindari tindakan-tindakan yang tidak adil dan dapat merugikan semua pihak, yaitu menghindari eksekusi oleh kreditor dan mencegah kecurangan yang dilakukan debitor sendiri.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, tujuan utama hukum Kepailitan adalah sebagai berikut:24

a. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan bahwa semua kekayaan debitor baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi seluruh perikatan debitor, dengan cara memberikan fasilitas dan prosedur agar mereka dapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap debitor.

b. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor di antara para kreditor sesuai dengan asas pari passu25 (membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor konkuren berdasarkan perimbangan besarnya masing-masing tagihan kreditor tersebut).

24Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009, hlm. 28.

25 Asas pari passu prorate parte adalah asas yang mengatkan bahwa harta kekayaan debitor merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka kecuali terdapat kreditor yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya.

c. Mencegah debitor agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakannya pailit seorang debitor maka ia menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindahtangankan harta kekayaannya. Status harta kekayaan debitor menjadi harta pailit.

d. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga perusahaan mengalami insolvensi dan kemudian dinyatakan pailit oleh pengadilan.

e. Memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditornya untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang-utang debitor.

Kepailitan merupakan lembaga hukum yang memiliki fungsi penting, yaitu sebagai realisasi Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata mengenai tanggung jawab debitor terhadap perikatan-perikatan yang dilakukan. Hak kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya (Pasal 1131 KUH Perdata). Perikatan yang dilakukan mengakibatkan hak atas kebendaan yang dimiliki debitor menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara berpiutang ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan (Pasal 1132 KUH Perdata).

2. Pihak-Pihak dalam Kepailitan

Adapun pihak-pihak yang terlibat terlibat dalam proses kepailitan adalah sebagai berikut:

a. Pihak Pemohon Pailit

Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak Pemohon Pailit yaitu pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga. Pihak-pihak Pemohon Pailit berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 yaitu debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 di atas maka dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga adalah sebagai berikut:

(1) Pihak Debitor itu sendiri.

Permohonan pernyataan pailit yang diajukan sendiri oleh debitor (voluntary petition) menandakan bahwa permohonan pernyataan pailit bukan saja dapat diajukan untuk kepentingan para kreditornya tetapi dapat pula diajukan untuk kepentingan debitor sendiri. Debitor harus dapat mengemukakan dan membuktikan bahwa ia memiliki lebih dari satu kreditor dan tidak membayar salah satu utang kreditornya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Tanpa

membuktikan hal itu maka pengadilan akan menolak permohonan pernyataan pailit tersebut.

(2) Salah satu atau lebih dari pihak Kreditor.

Syarat seorang kreditor untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit tentu sama dengan syarat yang harus dipenuhi debitor dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap dirinya karena landasan bagi keduanya adalah Pasal 2 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004. Permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan pihak-pihak diluar perjanjian utang-piutang antara debitor dan kreditor.

Permohonan tersebut diajukan terhadap debitor-debitor tertentu, yaitu Jaksa untuk kepentingan umum, Bank Indonesia jika debitornya bank, Bapepam jika debitornya perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian, serta Menteri Keuangan jika debitornya perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.26

b. Kurator

Pernyataan pailit Majelis Hakim Pengadilan Niaga mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaan yang termasuk dalam harta pailit (Pasal 24 Ayat (1)UU No. 37 Tahun 2004). Berdasarkan putusan pernyataan pailit tersebut maka diangkatlah Kurator. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit.27

26 Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 9.

27 Sutan Remy Sjahdeni, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, Cet-1, Op.Cit., hlm.

306.

Kurator dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola harta pailit harus independen, artinya Kurator yang diangkat tidak ada kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap harta pailit.28 Adapun syarat untuk menjadi seorang Kurator yakni:

(1) Orang perorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit.

(2) Terdaftar pada kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

Menurut penjelasan Pasal 72 Ayat (2) huruf a UU No. 37 Tahun 2004 yang dimaksud dengan “keahlian khusus” adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan Kurator dan Pengurus. Sementara itu yang dimaksud “terdaftar”

adalah telah memenuhi syarat-syarat pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan adalah anggota aktif organisasi profesi Kurator dan Pengurus (Pasal 70 Ayat (2) huruf b UU No. 37 Tahun 2004).

c. Hakim Pengawas

Putusan pernyataan pailit mengakibatkan penguasaan terhadap harta debitor beralih kepada Kurator. Kurator berwenang untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dalam pengurusan dan pemberesan dapat terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh kurator maka diangkat seorang pengawas oleh pengadilan yang disebut Hakim Pengawas. Hakim Pengawas

28 Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan Terkait dengan Kepailitan, CV. Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hlm. 32.

bertugas mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit (Pasal 65 UU No. 37 Tahun 2004).

Pengadilan Niaga dalam membuat suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit harus terlebih dahulu mendengar pendapat dari Hakim Pengawas. Hakim Pengawas berhak memperoleh segala keterangan yang diperlukan mengenai kepailitan, mendengar saksi-saksi ataupun untuk memerintahkan diadakannya penyelidikan oleh ahli-ahli.29 Kurator berkewajiban untuk melaporkan segala sesuatu terkait harta pailit kepada Hakim Pengawas.

Berdasarkan laporan tersebut, Hakim Pengawas membuat suatu penetapan atas seluruh tindakan yang dilakukan kurator dalam pemberesan harta pailit. Ketetapan Hakim Pengawas merupakan bukti otentik dalam proses kepailitan (Pasal 68 UU No. 37 Tahun 2004).

3. Permohonan dan Pernyataan Pailit

Untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, seorang pemohon pailit harus memahami syarat-syarat kepailitan yang diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004.

Syarat-syarat tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, yaitu debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

29 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 73.

Syarat untuk mengajukan permohonan pailit yang telah terpenuhi tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU No.

37 Tahun 2004. Permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh advokat yang telah mempunyai ijin praktek kepada Panitera Pengadilan untuk didaftar.

Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan, kemudian pada hari ketiga Pengadilan Niaga mempelajari permohonan tersebut dan menentukan hari sidang. Setelah itu Pengadilan Niaga melakukan pemanggilan yang dilakukan oleh juru sita kepada:

a. Debitor dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, Departemen Keuangan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan apakah alat bukti memenuhi syarat pailit;

b. Kreditor dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi.

Sidang pemeriksaan permohonan pernyataan dilakukan secara terbuka dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan diajukan upaya hukum.

Dalam proses persidangan, hakim dapat meletakkan sita jaminan sebagian atau seluruhnya atas kekayaan debitor dan menunjuk kurator sementara untuk mengawasi debitor maupun mengawasi pembayaran kepada kreditor. Tahap terakhir proses persidangan adalah pembacaan putusan. Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan pengadilan dengan pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut.

Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan yang menyatakan bahwa debitor telah pailit atau disebut juga dengan Debitor Pailit maka debitor demi

Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan yang menyatakan bahwa debitor telah pailit atau disebut juga dengan Debitor Pailit maka debitor demi

Dokumen terkait