BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Implementasi Pembelajaran berbasis Multiple Intelligences
3. Penilaian ( Assesment )
Teori multiple intelligences menawarkan perombakan yang cukup fundamental dalam penilaian sebagai output sebuah proses pembelajaran. Teori ini menganjurkan sistem yang tidak bergantung pada tes standar atau tes yang didasarkan pada nilai formal, tetapi lebih banyak didasarkan pada penilaian autentik yang mengacu pada kriteria khusus dengan menggunakan tes yang memiliki titik acuan spesifik dan ipsative/tes yang membandingkan prestasi siswa saat ini dengan prestasinya yang lalu (Munif Chatib, 2015: 140). Filosofi multiple intelligences dalam melakukan penilaian senada dengan perspektif para pendidik terkemuka dewasa ini, yang mengatakan bahwa pengukuran autentik suatu penilaian dapat menguji pemahaman siswa tentang materi pelajaran secara lebih menyeluruh dibandingkan dengan tes pilihan ganda atau soal isian (Gardner; Herman, Aschbacher, dan Winters; Wolf, LeMahieu, dan Eresh, dalam Armstrong, 2002: 178). Dari kedua pernyataan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian autentik merupakan penilaian yang sesuai dengan pembelajaran berbasis multiple intelligences. Hal tersebut dikarenakan penilaian autentik mengacu pada kriteria khusus yang lebih spesifik dibandingkan tes standar yang hanya didasarkan pada nilai formal.
a. Pengertian Penilaian Autentik
Richard J. Stiggins (dalam Abdul Majid, 2014: 57) mengungkapkan ―performance assessment call upon the examinee to demonstrate spesific skills and competencies, that is, to apply the skills and knowledge they have mastered‖. Berdasarkan cuplikan kalimat tersebut, penilaian autentik menekankan pada keterampilan dan kompetensi spesifik, untuk menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai siswa. Selanjutnya, Tim Penyusun (2008: 23) mendefinisikan penilaian autentik sebagai penilaian yang dilakukan dalam suasana non-threatening berupa proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Penilaian autentik memiliki sifat-sifat sebagai berikut: berbasis kompetensi, berpusat pada siswa, terintegrasi dalam proses pembelajaran, on-going dan berkelanjutan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian autentik adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran secara spesifik mengenai perkembangan siswa sehingga guru dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
b. Jenis Penilaian Autentik
Menurut Hargreaves dkk (dalam Abdul Majid, 2014: 63-68), penilaian autentik sebagai bentuk penilaian yang mencerminkan hasil belajar sesungguhnya, dapat menggunakan berbagai cara atau bentuk, antara lain melalui penilaian proyek atau kegiatan siswa, penggunaan portofolio, jurnal, demonstrasi, laporan tertulis, ceklis, dan petunjuk observasi. Secara garis besar bentuk penilaian autentik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Penilaian Proyek, merupakan salah satu bentuk penilaian autentik yang berupa pemberian tugas kepada siswa secara berkelompok.
2) Penilaian Kinerja, merupakan umpan balik yang diberikan oleh guru terhadap kinerja peserta didik berdasarkan informasi yang diperoleh, baik dalam bentuk laporan naratif maupun laporan kelas.
3) Penilaian Portofolio, merupakan kumpulan pekerjaan siswa berupa tugas-tugas dalam periode waktu tertentu yang dapat memberikan informasi penilaian.
4) Jurnal, merupakan tulisan yang dibuat oleh siswa untuk menunjukkan segala sesuatu yang telah dipelajari atau diperoleh dalam proses pembelajaran.
5) Penilaian Tertulis, merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.
Selanjutnya, Munif Chatib (2015: 150) mengemukakan bahwa penilaian autentik perlu dilakukan terhadap keseluruhan kompetensi yang
telah dipelajari siswa melalui kegiatan pembelajaran. Penilaian yang dilakukan oleh guru harus memuat keseimbangan tiga ranah, yaitu penilaian kognitif, penilaian psikomotorik dan penilaian afektif. Secara garis besar ketiga ranah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Penilaian Kognitif (Pengetahuan)
Kompetensi ranah kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi Anderston dan Krathwohl (dalam Abdul Mujid, 2014: 10) meliputi tingkatan mengingat (remember), memahami/mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create). Adapun jenis penilaian kognitif menurut Munif Chatib (2015: 151-152) meliputi tes dan tugas. Untuk penilaian tes, terdapat dua bentuk, yaitu:
a) tes lisan, berupa pertanyaan lisan yang digunakan untuk mengetahui daya serap siswa terhadap masalah yang berkaitan dengan kognitif.
b) tes tertulis, berupa isian singkat, menjodohkan, pilihan ganda, uraian objektif, uraian non-objektif, hubungan sebab akibat, hubungan konteks, klasifikasi, atau kombinasi yang dilakukan untuk mengungkap penguasaan siswa dalam aspek kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, sampai evaluasi.
Sementara itu, tugas adalah jenis penilaian kognitif berupa tes yang biasanya dikerjakan secara kelompok atau menjadi pekerjaan rumah.
2) Penilaian Psikomotorik (Keterampilan)
Kompetensi ranah psikomotorik meliputi kompetensi yang dapat diraih dengan aktivitas pembelajaran bukan tes, melainkan sebuah aktivitas yang memerlukan gerak tubuh atau perbuatan, kinerja (performance), imajinasi, kreativitas, dan karya-karya intelektual (Munif Chatib, 2015: 152). Jenis penilaian psikomotorik meliputi: a) unjuk kerja atau kinerja (performance), b) penilaian proyek (project assessment), dan c) penilaian portofolio.
3) Penilaian Afektif
Munif Chatib (2015: 157) menyatakan bahwa kompetensi ranah afektif meliputi peningkatan pemberian respons, sikap, apresiasi, penilaian, minat, dan internalisasi. Indikator penilaian afektif minimal harus memenuhi persyaratan indikator:
a) sikap siswa terhadap dirinya sendiri selama proses belajar, b) sikap siswa dalam hubungan dengan guru selama proses belajar, c) sikap siswa dalam hubungan dengan teman-temannya selama
proses belajar,
d) sikap siswa dalam hubungan dengan lingkungannya selama proses belajar, dan
e) respons siswa terhadap materi pembelajaran.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat tiga ranah yang harus dinilai dalam penilaian autentik. Ketiga ranah tersebut ialah ranah kognitif, ranah pikomotorik dan ranah afektif. Masing-masing ranah memiliki alat penilaian yang berbeda-beda bergantung indikator yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya, berdasarkan karakteristik masing-masing kecerdasan yang sudah dijabarkan di atas, peneliti mencoba mengategorikan masing- masing kecerdasan ke dalam tiga ranah pembelajaran pada tabel berikut. Tabel 1. Pengkategorian Jenis-jenis Kecerdasan dalam Multiple Intelligences
ke dalam Tiga Ranah Pembelajaran
No Ranah Jenis Kecerdasan
1. Kognitif a. kecerdasan linguistik(linguistic intelligence) b. kecerdasan logika-matematika (logical
mathematical intelligence)
c. kecerdasan spasial(spatial intelligence) d. kecerdasan naturalis(naturalist intelligence) 2. Afektif a. kecerdasan interpersonal(interpersonal
intelligence)
b. kecerdasan intrapersonal(intrapersonal intelligence)
3. Psikomotorik a. kecerdasan musikal(musical intelligence) b. kecerdasan kinestetik(bodily-kinesthetic
intelligence)
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat tiga tahap yang perlu dilakukan dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis multiple intelligences. Secara garis besar tahap-tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Tahap sebelum pembelajaran berbasis multiple intelligences diterapkan/tahap perencanaan (planning). Tahap perencanaan dilakukan dengan mengenali potensi multiple intelligences yang ada pada diri masing-masing siswa. Kemudian, guru perlu merancang sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau lesson plan agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2. Tahap selama pembelajaran berbasis multiple intelligences diterapkan/tahap pelaksanaan (implementing). Tahap pelaksanaan
dilakukan dengan menerapkan rencana pembelajaran yang sudah dirancang oleh guru dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau lesson plan dengan memerhatikan beberapa strategi pada setiap kecerdasan siswa yang meliputi: kecerdasan linguistik (linguistic intelligence), kecerdasan logika-matematika (logical mathematical intelligence), kecerdasan spasial(spatial intelligence), kecerdasan musikal (musical intelligence), kecerdasan kinestetik (bodily-kinesthetic intelligence), kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence), kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence), dan kecerdasan naturalis (naturalist intelligence). Meskipun demikian, kedelapan kecerdasan ini tidak harus diterapkan dalam satu waktu atau satu kali kegiatan pembelajaran melainkan dapat disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Tahap setelah pembelajaran berbasis multiple intelligences
diterapkan/tahap penilaian (assesment). Tahap penilaian dilakukan dengan menerapkan penilaian yang sudah direncanakan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau lesson plan.