• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.4 Penilaian Hasil Belajar

Penilaian dilakukan oleh pendidik terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dalam bentuk tertulis atau lisan, dan nontes dalam bentuk pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.

Menurut Suharsimi (2009:36-39) mengemukakan jenis evaluasi pembelajaran, diantaranya:

1) Tes Formatif

Evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu.

2) Tes Sumatif

Evaluasi sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar.

Penilaian pada aspek pengetahuan dimaksudkan untuk mengetahui penggunaan pengetahuan dalam pemecahan masalah yang berhubungan dengan kompetensi, sub-kompetensi, dan kriteria unjuk kerja yang sesuai dengan kondisi pekerjaan di lapangan. Tujuan utama penilaian ini adalah untuk meningkatkan pembelajaran dan pengajaran, selain itu juga untuk memberikan motivasi kepada

siswa, mendiagnosa kemampuan siswa, meningkatkan efektivitas pengajaran, dan sebagainya. Bentuk tes yang umum digunakan dalam mengukur aspek ini adalah tes lisan dan tertulis, yang dibuat dalam berbagai bentuk yang berbeda, seperti soal pilihan ganda, melengkapi kalimat, menjodohkan, dua pilihan jawaban, isian, jawaban singkat, dan uraian.

Penilaian pada aspek keterampilan dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mendemontrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam serta keterampilan berbagai macam konteks tugas dan situasi sesuai dengan kompetensi, sub-kompetensi, dan kriteria unjuk kerja yang sesuai dengan kondisi pekerjaan di lapangan. Guna melakukan penilaian pada aspek ini setidaknya ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan, yaitu generability, authenticity, multiple foci, teachability, fairness, feasibility, scorability. Bentuk tes yang umum digunakan dalam mengukur kinerja yang telah dikuasai siswa, dapat berupa: paper and pencil test, identification test, simulation test, dan work sample test.

Penilaian pada aspek sikap dimaksudkan untuk mengetahui sikap peserta diklat dalam berbagai aspek diantaranya: sikap terhadap mata pelajaran, guru mata pelajaran, proses pembelajaran, materi dari pokok-pokok bahasan yang ada dansebagainya. Pengukuran terhadap aspek sikap ini dapat dilakukan melalui: observasi perilaku, pertanyaan langsung, laporan pribadi, dan penggunaan skala sikap. Hasil penilaian sikap perlu dimanfaatkan guna ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, perbaikan proses pembelajaran, dan pembinaan sikap siswa.

Proses penilaian dalam ketiga aspek tersebut dilaksanakan berdasarkan penilaian berbasis kelas, penilaian berkala (akhir kompetensi, akhir level kualifikasi, akhir pendidikan). Siswa dinyatakan kompeten apabila yang bersangkutan telah menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan oleh suatu kompetensi. Hasil dari pelaksanaan penilaian tersebut dirujuk untuk mendapatkan pengakuan sertifikasi kompetensi berdasarkan bidangnya dan sesuai dengan tuntutan pekerjaan tertentu.

Berikut ini merupakan pendekatan penilaian menurut Purwanto (2004: 76-77) yang membandingkan hasil pengukuran seseorang dengan hasil pengukuran yang diperoleh orang – orang lain dalam kelompoknya, dinamakan Penilaian Acuan Norma (Norm – Refeereced Evaluation). Dan pendekatan penilaian yang menbanding hasil pengukuran seseorang dengan patokan “batas lulus” yang telah ditetapkan, dinamakan penilaian Acuan Patokan (Criterian – refenced Evaluation). 2.4.1 Penilaian Acuan Norma (PAN)

Penilaian Acuan Norma ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya” dalam arti, bahwa patokan pembanding semata–mata diambil dari kenyataan–kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran/penilaian itu berlangsung, yaitu hasil belajar siswa yang diukur itu beserta pengolahannya, penilaian ataupun patokan yang terletak diluar hasil– hasil pengukuran kelompok manusia.

PAN pada dasarnya mempergunakan kurve normal dan hasil–hasil perhitungannya sebagai dasar penilaiannya. Kurve ini dibentuk dengan mengikut

sertakan semua angka hasil pengukuran yang diperoleh. Dua kenyataan yang ada didalam “kurve Normal”yang dipakai untuk membandingkan atau menafsirkan angka yang diperoleh masing – masing siswa ialah angka rata- rata (mean) dan angka simpanan baku (standard deviation), patokan ini bersifat relatif dapat bergeser ke atas atau kebawah sesuai dengan besarnya dua kenyataan yang diperoleh didalam kurve itu. Dengan kata lain, patokan itu dapat berubah–ubah dari “kurve normal” yang satu ke “kurve normal” yang lain. Jika hasil ujian siswa dalam satu kelompok pada umumnya lebih baik dan menghasilkan angka rata-rata yang lebih tinggi, maka patokan menjadi bergeser ke atas (dinaikkan). Sebaliknya jika hasil ujian kelompok itu pada umumnya merosot, patokannya bergeser kebawah (diturunkan). Dengan demikian, angka yang sama pada dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti umum yang berbeda pula.

2.4.2 Penilaian Acuan Patokan (PAP)

PAP pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam sekelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.

Patokan yang telah disepakati terlebih dahulu itu biasanya disebut “Tingkat Penguasaan Minimum”. Siswa yang dapat mencapai atau bahkan melampaui batas ini dinilai “lulus” dan belum mencapainya nilai “tidak lulus” mereka yang lulus ini diperkenankan menempuh pelajaran yang lebih tinggi, sedangkan yang belum lulus diminta memantapkan lagi kegiatan belajarnya sehingga mencapai “batas lulus” itu. Hal yang menjadi hambatan dalam penggunaan PAP adalah sukarnya menetapkan patokan yang benar-benar tuntas.

Dokumen terkait