• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari keenam alternatif yang telah diuraikan di atas, kemudian ditentukan satu alternatif terpilih dengan menggunakan kuesioner. Sebelumnya peneliti menjelaskan kepada responden bahwa kuesioner pemilihan tersebut digunakan untuk memilih alternatif usulan rancangan JPO yang sesuai dengan keinginan responden guna mengatasi keluhan yang diperoleh pada tahap wawancara sebelumnya. Sebelum dilakukan penilaian terhadap alternatif usulan rancangan JPO, terlebih dulu responden menilai kriteria seleksi untuk menentukan kriteria seleksi mana yang paling penting menurut responden, untuk selanjutnya nilai kriteria seleksi ini digunakan sebagai pengali dalam penentuan alternatif usulan

commit to user

rancangan JPO yang akan dirancang. Penilaian kriteria ini dilakukan berdasarkan Ulrich (2001) dengan sistem perangkingan bobot kepentingan. Skor nilai yang digunakan adalah 1-5 dengan ketentuan sebagai berikut:

1= Tidak penting, artinya kriteria seleksi tersebut tidak penting untuk mencapai tujuan.

2= Kurang penting, artinya kriteria seleksi tersebut kurang penting untuk mencapai tujuan.

3= Cukup penting, artinya kriteria seleksi tersebut cukup penting untuk mencapai tujuan.

4= Penting, artinya kriteria seleksi tersebut penting dalam pencapaian tujuan. 5= Sangat penting, artinya kriteria seleksi tersebut sangat penting untuk

mencapai tujuan.

Kriteria seleksi penilaian memberikan gambaran dan penjelasan mengenai alternatif yang disediakan telah mampu menjawab kebutuhan yang dibutuhkan oleh pengguna. Berdasarkan pengembangan, literatur dan tanya jawab terdapat 4 kriteria seleksi yang digunakan sebagai acuan dalam penilaian alternatif. Berikut ini dijelaskan beberapa kriteria seleksi penilaian alternatif:

1. Keamanan

Kriteria seleksi keamanan berdasarkan kebutuhan pengguna dalam pemanfaatan JPO yaitu seberapa amankah JPO tersebut nantinya dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan pengguna dimana nantinya tidak mudah terpeleset saat menggunakan JPO, tidak takut akan tindak kejahatan karena jalur berjalan tertutup oleh papan baliho iklan, tidak mudah jatuh ke bawah saat melintasi JPO, dan bangunan yang aman untuk dilintasi banyak orang.

2. Kenyamanan

Kriteria seleksi kenyamanan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran akan usulan rancangan JPO yaitu kenyamanan pengguna untuk dapat menggunakan JPO dengan nyaman, semisal tidak cepat lelah saat menaiki tangga, merasa nyaman karena terhindar dari panas dan hujan, merasa nyaman karena tersedia penerangan sehingga tidak merasa takut saat melintas pada waktu malam hari dan pengguna merasa nyaman saat melintasi JPO karena tidak takut untuk terpeleset ataupun jatuh.

commit to user

3. Kemudahan

Kriteria seleksi JPO ini dimaksudkan untuk memberikan keterangan mengenai kemudahan dalam penggunaan JPO, antara lain JPO memudahkan orang dalam menyeberang, pembangunan JPO tidak menganggu keadaan lingkungan disekitarnya dan kemudahan dalam memanfaatkan fasilitas JPO. 4. Desain

Kriteria seleksi penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah desain yang ada sudah memenuhi atau sesuai dengan keinginan responden.

Kuesioner penilaian kriteria seleksi dan penentuan alternatif dijadikan satu dalam satu kuesioner untuk memudahkan peneliti dalam memberikan penjelasan kepada responden. Setelah penilaian krietria seleksi untuk selanjutnya adalah penilaian alternatif. Penentuan alternatif terpilih berdasarkan pada bobot karakteristik teknis pada HOQ dan berdasarkan pada kriteria yang dapat divariasikan, kemudian alternatif-alternatif tersebut dinilai dengan menggunakan skor nilai oleh responden. Skor nilai yang digunakan adalah 1-5 dengan keterangan sebagai berikut:

1 = Tidak bagus, artinya solusi tersebut tidak bagus untuk mencapai tujuan. 2 = Kurang bagus, artinya solusi tersebut kurang bagus untuk mencapai tujuan. 3 = Cukup bagus, artinya solusi tersebut cukup bagus untuk mencapai tujuan. 5 = Sangat bagus, artinya solusi tersebut sangat bagus untuk mencapai tujuan

tertentu.

Hasil pembobotan kriteria seleksi berdasarkan kuesioner yang diisi oleh responden selanjutnya digunakan sebagai pengali dalam penentuan alternatif yang terpilih. Untuk memudahkan, berikut adalah tabel bobot untuk masing kriteria seleksi:

Tabel 4.12 Hasil Perangkingan Reponden terhadap Kriteria Seleksi

Kriteria Seleksi R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 Total Bobot

Keamanan 2 3 5 5 5 3 2 3 2 3 4 2 5 44 0,26

Kenyamanan 4 5 4 4 4 5 3 4 3 4 2 5 4 51 0,30

Kemudahan 5 4 3 3 3 4 5 2 1 2 3 2 1 38 0,23

commit to user

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa kriteria seleksi penilaian yang mempunyai bobot tertinggi berdasarkan perangkingan responden adalah kriteria kenyamanan yaitu sebesar 0,30. Untuk kriteria keamanan memiliki bobot sebesar 0,25 dan menduduki peringkat kedua, kemudian untuk kriteria seleksi kemudahan dan desain mempunyai bobot sebesar 0,24 dan 0,20 berdasarkan penilaian responden.

Kemudian dari masing-masing alternatif akan dinilai berdasarkan kriteria seleksi yang telah ditentukan di atas. Penilaian alternatif dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada responden sebelumnya. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skor skala 1-5 yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut adalah hasil penilaian responden setelah dikalkulasi:

Tabel 4.13 Tabel Penilaian Alternatif oleh Responden

1 2 3 4 5 6

Keamanan 41 47 41 46 45 50

Kenyamanan 38 42 36 55 43 39

Kemudahan 36 44 40 43 31 36

Desain 39 41 40 45 30 33

Kriteria Seleksi Alternatif

Setelah mengetahui tabel penilaian alternatif yang diisi oleh responden, langkah selanjutnya adalah mengalikan nilai masing-masing alternatif tersebut dengan nilai bobot masing-masing kriteria seleksi untuk mengetahui alternatif mana yang mempunyai nilai tertinggi. Alternatif yang memiliki total nilai tertinggi dalam penilaian (setelah dikalikan dengan bobot) adalah alternatif yang terpilih. Berdasarkan perhitungan, didapatkan sebagai berikut:

Tabel 4.14 Tabel Penilaian Alternatif

0,26 Nilai x Bobot 0,30 Nilai x Bobot 0,23 Nilai x Bobot 0,21 Nilai x Bobot

1 41 10,74 38 11,54 36 8,14 39 8,13 38,54 5 Tidak 2 47 12,31 42 12,75 44 9,95 41 8,54 43,55 2 Tidak 3 41 10,74 36 10,93 40 9,05 40 8,33 39,05 4 Tidak 4 46 12,05 55 16,70 43 9,73 45 9,38 47,85 1 Ya 5 45 11,79 43 13,05 31 7,01 30 6,25 38,10 6 Tidak 6 50 13,10 39 11,84 36 8,14 33 6,88 39,95 3 Tidak Peringkat Lanjutkan? Bobot Kriteria Seleksi Pe n il aian T iap Alte rn at if

Keamanan Kenyamanan Kemudahan Desain Total Bobot

Tiap Alternatif

Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat dilihat bahwa yang mempunyai total nilai tertinggi berdasarkan penilaian responden adalah alternatif ke-4. Alternatif ke-4 ini mempunyai spesifikasi jembatan dengan bahan lantai adalah baja h-beam,

commit to user

bahan atap polycharbonate, desain anak tangga berbentuk “U”, tempat sampah berjumlah 5 buah yang diletakkan pada tangga naik dan turun, bordes dan sepanjang area berjalan, penerangan dipasang sepanjang jembatan setiap 2 meter, warna JPO yang terpilih adalah biru tua dan desain JPO yang terpilih adalah desain JPO II.

4.8 Penetapan Dimensi Rancangan JPO

Untuk perancangan dimensi anak tangga yang ergonomis dan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh Dirjen Bina Marga dengan SK.43/AJ.007/DRJD/1997, MIL-HDBK 759B and MIL-STD-1472F serta berdasar suara responden, maka data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: 1. Kedalaman anak tangga (Lebar injakan anak tangga)

Kedalaman anak tangga diambil dari MIL-HDBK 759B and MIL-STD-1472F dalam Karl (2003) dimana kedalaman minimum untuk anak tangga adalah 24 cm dan kedalaman maksimum untuk anak tangga adalah 30 cm. Diambil ukuran yang terbesar yaitu 30 cm.

2. Tinggi anak tangga

Berdasarkan standar yang ditentukan oleh Dirjen Bina Marga dengan SK.43/AJ.007/DRJD/1997 maka tinggi anak tangga maksimum adalah 15 cm. 3. Kemiringan anak tangga

Kemiringan anak tangga yang ergonomis ini didasarkan pada kriteria Lehman yaitu konsumsi energi minimal yang terdapat pada tangga yang memiliki sudut kemiringan 250 - 300. Akan tetapi, harus disesuaikan terlebih dahulu dengan perhitungan untuk tinggi anak tangga dan lebar injakan anak tangga yang sesuai dengan anthropometri orang Indonesia. Setelah kedua ukuran ditetapkan, baru ukuran kemiringan anak tangga yang sesuai untuk orang Indonesia dihitung.

Tinggi anak tangga: 15 cm

Lebar injakan anak tangga: 30 cm

commit to user

4. Tinggi pegangan tangan JPO

Tinggi pegangan tangan diambil dari MIL-HDBK 759B and MIL-STD-1472F dalam Karl (2003) dimana tinggi pegangan minimum adalah 82 cm dan tinggi pegangan maksimum adalah 94 cm. Sehingga diambil ukuran yang maksimum yaitu 94 cm.

5. Diameter pegangan

Diameter pegangan dapat diambil dari lebar tangan manusia Indonesia, yakni dengan mengambil persentil 95 dimana diameter pegangan adalah = lebar tangan (P95) = 8.7 cm. Lebar tangan (P95%) yang dipakai adalah lebar tangan laki-laki. Hal ini dikarenakan ukuran tangan laki-laki lebih lebar daripada wanita dan bertujuan agar rancangan dapat digunakan oleh semua populasi pengguna.

6. Lebar anak tangga

Lebar anak tangga berdasarkan dari standar yang ditentukan oleh Dirjen Bina Marga dengan SK.43/AJ.007/DRJD/1997 adalah 130 cm.

7. Jumlah anak tangga

Jumlah anak tangga ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus: N = selisih tangga yang akan dibuat/t-1

Dengan mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Dirjen Bina Marga dengan SK.43/AJ.007/DRJD/1997, besarnya bentang antara jembatan yang akan dibangun dengan jalan raya adalah 5 m (500 cm), maka selisih tangga yang akan dibuat adalah 500 cm. sehingga:

N = 500 / 15-1 = 32.333

Jumlah anak tangga yang tidak merupakan bilangan bulat, dapat diatasi dengan cara:

- Jumlah anak tangga dibulatkan ke atas menjadi 33 buah. Selisih beda anak tangga dibagi merata:

500 / 15-1 = 34‟ t= 32,333 cm

- Karena selisih tinggi kurang dari 1 cm, maka tidak akan terasa, sehingga beda tinggi anak tangga diletakkan pada satu anak tangga yang paling bawah atau yang paling atas.

commit to user

Jadi jumlah anak tangga yang dirancang adalah sebanyak 33 buah, dengan tinggi anak tangga yang pertama adalah 32,333 cm.

8. Penentuan luas area istirahat

Dengan mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Dirjen Bina Marga dengan SK.43/AJ.007/DRJD/1997, maka lebar tempat istirahat adalah 2 m dan panjangnya adalah 1,3 m.

9. Penentuan tinggi pagar pembatas jembatan

Tinggi pagar pembatas jembatan dapat ditentukan dengan menggunakan tinggi bahu manusia Indonesia, yakni dengan mengambil persentil 95 dimana tinggi pagar pembatas jembatan = tinggi bahu (P95) = 142.9 cm. Tinggi bahu (P95) yang dipakai adalah tinggi bahu laki. Hal ini dikarenakan tinggi laki-laki lebih tinggi daripada wanita dan bertujuan agar rancangan dapat digunakan oleh semua populasi pengguna. Agar pagar pembatas yang dibuat dapat memenuhi kebutuhan responden yang rapat, maka pembuatan pagar pembatas dibuat dari pipa logam dengan bentuk 3 batang sandaran, untuk lalu lintas yang mempunyai arus yang lebih tinggi dapat ditambahkan atau dilapisi kawat kasa 12 x 12 mm.

10. Penentuan tinggi atap jembatan

Tinggi atap jembatan dapat ditentukan dengan menggunakan 2 kali tinggi tubuh posisi berdiri pada laki-laki Indonesia. Dengan mengambil persetil 95 dimana tinggi atap jembatan = 2 x tinggi tubuh posisi berdiri (P95) = 2 x 173.2 = 346.4 cm.

Pemilihan bahan untuk atap JPO berdasarkan penilaian responden yang paling baik adalah polycharbonate, disamping bahannya yang mudah untuk dibongkar pasang juga sifatnya yang tahan angin dan tahan lama, sehingga sangat cocok untuk digunakan dalam pembuatan atap JPO.

11. Lebar jalur berjalan

Lebar jalur berjalan disesuaikan dengan asumsi banyaknya orang yang berjalan dalam waktu bersamaan dan tidak sedang berjalan sendiri adalah 2 orang, untuk mengantisipasi adanya pejalan dari dua arah, maka diasumsikan banyaknya orang yang melintas dalam waktu bersamaan adalah 4 orang.

commit to user

Lebar jalur berjalan dapat dibuat berdasarkan anthropometri orang Indonesia, yaitu dengan menggunakan lebar bahu. Sesuai dengan anthropometri orang Indonesia yang terdapat di Nurmianto (2008), dengan mengambil P95 lebar bahu dari pria Indonesia adalah: 46,6 cm. Kemudian, ditambahkan allowance untuk mengantisipasi adanya lebar ekstrim dari masyarakat Indonesia yaitu sebesar 13,4 cm, sehingga lebar bahu yang dipakai adalah 60 cm per orangnya.

Jadi lebar jalur berjalan yang direkomendasikan dalam usulan rancangan ini adalah: 4 x 60 cm = 240 cm.

12. Panjang jembatan

Panjang jembatan dapat disesuaikan dengan lebar jalan yang akan dibangun JPO. Dalam perancangan ini, diambil jalan yang memiliki kepadatan arus lalu lintas tertinggi yaitu Jalan Raya Palur. Dan ukuran untuk panjang jembatannya adalah 40 meter.

13. Pemilihan Bahan Pegangan tangan

Dikarenakan dalam pengembangan alternatif bahan pegangan tangan hanya terdapat satu jenis, maka jenis bahan yang digunakan dalam pegangan tangan adalah pipa logam. Untuk pencegahan pengkaratan bahan dapat dilakukan pengecetan secara rutin.

14. Jenis tangga

Jenis tangga yang terpilih sesuai dengan penilaian responden terhadap usulan rancangan JPO adalah tangga yang berbentuk “U”.

15. Baliho papan iklan

Baliho papan iklan, dibuat sesuai dengan Perda yang berlaku, sehingga dalam pengubahan ukuran baliho papan iklan tidak dapat direalisasikan, akan tetapi untuk mengatasinya, papan baliho dapat dipasang di atas pagar pembatas.

16. Lantai JPO

Pemilihan bahan pada lantai JPO dapat disesuaikan dengan rancangan yang akan dibangun. Sesuai dengan suara yang didadat saat penyebaran kuesioner, maka bahan yang terpilih adalah baja h-beam. Baja h-beam adalah baja berkualitas tinggi yang banyak digunakan dalam pembangunan jembatan

commit to user

penyeberangan, untuk ukuran baja h-beam disesuaikan dengan penggunaannya dalam perancangan.

17. Tempat sampah

Pengadaan tempat sampah dalam JPO menurut peraturan pemerintah belum tercantum, sehingga untuk pengadaan tempat sampah, dapat diletakkan pada tempat yang strategis yaitu sisi ebelah tangga naik dan turun JPO. Hal ini untuk menghindari pengguna membuang sampah secara sembarangan. Tempat sampah yang dirancang adalah sebanyak 5 buah.

18. Penerangan

Pengadaan penerangan dilakukan untuk mengakomodasi pengguna JPO yang memanfaatkan JPO pada malam hari. Pemasangan penerangan JPO di bawah atap JPO dan dipasang sepanjang per- 2 meter. Pemasangan penerangan dapat diletakkan di bawah atap JPO.

19. Warna JPO

Pemilihan warna JPO berdasarkan penilaian responden untuk usulan rancangan JPO adalah biru tua.

4.8 Visualisasi Usulan Rancangan JPO

Visualisasi usulan rancangan JPO ini digambar dalam bentuk 2D dan 3D dengan menggunakan software Solidwork. Penggunan program software Solidwork ini dikarenakan, dapat merefleksikan (menggambarkan) visualisasi atau penggambaran dari produk yang akan dirancang berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya. Selain itu, visulaiasai ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemahaman akan perubahan dari produk sebelum dilakukan penelitian dan setelah dilakukan penelitian. Berikut adalah gambaran dari usulan rancangan JPO:

commit to user

Gambar 4.4 Visualisasi Usulan Rancangan JPO 3D

Keterangan:

1. Lampu penerangan

2. Tempat sampah yang terletak di bordes 1

2

commit to user

3. Tempat sampah yang terletak di area berjalan

commit to user

BAB V

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Bab ini membahas tentang analisis dari hasil penelitian dan output yang didapatkan. Analisis yang akan dibahas adalah bab ini adalah analisis house of quality, analisis GAP, analisis karakteristik teknis, ergonomi, pemilihan alternatif dan analisis hasil usulan rancangan JPO. Analisis dan interpretasi hasil dalam penelitian ini diuraikan pada sub bab berikut.

5.1 House of Quality

Pembuatan HOQ pada usulan rancangan JPO ini dilakukan sampai pada tahap pembobotan karakteristik teknis saja. Hal ini dikarenakan kajian utama dalam penelitian ini lebih ditekankan pada ergonomi. Metode quality function deployment digunakan untuk mendapatkan suara konsumen atau pengguna dan karakteristik teknis untuk menyikapi suara konsumen tersebut.

Dengan pengolahan data metode quality function deployment sampai pada pembobotan karateristik teknis, informasi tentang kebutuhan responden dan respon teknis yang akan dilakukan pengembang produk sudah dapat terpenuhi. Dengan kata lain data yang akan diambil dari metode quality function deployment dirasa sudah cukup. Maka dari itu pemakaian metode quality function deployment dilakukan sampai pada tahap pembobotan karakteristik teknis saja. Setelah diperoleh suara konsumen yang kemudian diteruskan dengan pembuatan karakteristik teknis, dibuat diagam HOQ yang berisi tentang what and how. What berisi suara-suara konsumen (VOC) yang kemudian dijawab atau dihubungkan dengan How yang berisikan karakteristik teknis. Dilakukan pembobotan untuk mengetahui hubungan antar what and how-nya. Selain itu, terdapat hubungan antar karakteristik teknis yang menjelaskan hubungan sedang, kuat dan lemah.

Penelitian dengan cara ini, sebelumnya pernah dilakukan oleh Indah K (2006) dan Hastanti (2011), dimana pada saat pembuatan HOQ hanya sampai pada tahap karakteristik teknis, dikarenakan suara dan respon teknis dari responden sudah dapat terpenuhi.

Tahap perancangan selanjutnya didasarkan pada kajian ergonomi dengan mengacu pada teori anthropometri pengguna agar diperoleh hasil konsep

commit to user

rancangan yang sesuai dengan dimensi tubuh pengguna. Perpaduan ilmu ergonomi dengan metode quality function deployment dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu menghasilkan usulan rancangan JPO yang ergonomis dan sesuai dengan keinginan pengguna.

Dokumen terkait