• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kapasitas Penyuluh Melalui Gelar Teknologi Ayam KUB Dan Sensi (Anugrah, S.ST, Dkk)

Salah satu tugas utama Badan Litbang Pertanian tidak hanya pada proses penelitian hingga menghasilkan inovasi teknologi, tetapi juga mendiseminasikannya sehingga dapat diadopsi secara utuh oleh petani dan pelaku agibisnis lainnya. Keberhasilan kegiatan penelitian dan pengkajian (litkaji) pertanian ditentukan oleh tingkat pemanfaatan hasilnya oleh pengguna. Beberapa inovasi teknologi yang akan didiseminasikan antara lain penggunaan VUB (Varietas Unggul Baru) padi baik Inpari maupun Inpago,budidaya padi Jajar Legowo Super, Budidaya Jagung, budidaya bawang merah, budidaya kedelai, budidaya cabai, penggemukan sapi/kambing serta teknologi lannya. Tujuannya untuk Memperkenalkan

inovasi teknologi hasil penelitian dan pengkajian kepada petani, Mendapatkan umpan balik dalam penyempurnaan inovasi dan metode diseminasi dan Meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan Petani. Agar inovasi teknologi itu cepat sampai dan diadopsi oleh pengguna serta untuk mendapatkan umpan balik penerapan teknologi di lapangan maka dilakukan diseminasi melalui Kegiatan kaji terap inovasi pertanian. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2020 dengan metode demplot/denfarm dan temu lapang.

3. Perbanyakan Benih Kedelai Biosoy Di Sulawesi Selatan (Ir. Muh. Asaad, M.Sc. dkk)

Kebutuhan kedelai terus meningkat setiap tahun sebagai akibat meningkatkan kebutuhan dalam negeri khusus pengrajin tahu dan tempe. Di Sulawesi Selatan, produksi kedelai baru mencapai 35.824 t. Oleh karena itu perlu peningkatan produksi melalui perluasan areal dan peningkatan produktivitas. Benih unggul merupakan salah faktor penentu dalam peningkatan produksi dan produktivitas kedelai. Salah satu varietas kedelai yang berprduksi tinggi adalah Biosoy. Untuk memudahkan petani mendapatkan benih kedela Biosoy, maka diperlukan perbanyakan benih di tingkat petani. Tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan benih kedelai Biosoy kelas FS sejumlah 2 t. Perbanyakan benih kedelai Biosoy dilaksanakan di Kabupaten Maros dan Wajo mulai dari Januari-Desember 2020. Ruang lingkup kegiatan perbanyakan benih meliputi kegiatan budidaya kedelai mulai persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, rouging dan panen. Kegiatan pasca panen mulai perontokan, penjemuran, sortiran dan packing, kemudian dilanjutkan pelabelan dan penyebaran benih di tingkat petani dan penangkar. Pelaksanaan perbanyakan benih biosoy dilaksanakan dengan melibatkan petani, kelompok petani, penangkar benih, penyuluh, dan petugas PBSB. Prosedur kegiatan meliputi koordinasi kegiatan, identifikasi calon penangkar dan calon lokasi (CPCL), pelaksanaan kegiatan produksi benih di lapang, pengumpulan dan analisis data serta pelaporan dan seminar. Hasil kegiatan pengkajian menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata varietas Biosoy 1 dan Biosoy 2 masing-masing 1.158 kg/ha dan 1.191 kg/ha. Selanjutnya diperoleh lebih 4.000 kg calon benih kedelai varietas Biosoy 1 dan Biosoy 2. Dari 4.000 kg telah disertifikasi menjadi benih kelas FS sejumlah 1.400 kg dan telah didistribusikan di Kabupaten Wajo sejumlah 1.000 kg.

4. Kajian Pengendalian Penyakit Utama Mendukung Produksi Lipat Ganda Tanaman Bawang Merah (Ir. Baso Aliem Lologau, M.Si)

Sulawesi Selatan merupakan salah satu penyangga produksi bawang merah di Indonesia yang mempunyai luas panen rata-rata 7.794 ha/tahun dengan produktivitas 10,03 t/ha atau berkontribusi 4,3 - 4,7% terhadap produksi

nasional. Tanaman bawang merah memerlukan biaya produksi tinggi terutama dalam pengadaan bibit dan pengendalian hama dan penyakit. Oleh karena itu dalam pengkajian ini dipergunakan benih yang berasal dari biji botani dan teknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektifitas Trichoderma dalam mengendalikan penyakit utama mendukung produksi lipat ganda tanaman bawang merah. Pengkajian dilaksanakan di Desa Manjangloe, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Januari sampai Desember 2020. Pengkajian dirancang dalam perlakuan yang berpasangan, dengan perlakuan: (A) Trichoderma, (B) Trichoderma + Fungisida, dan (C) Cara petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala serangan penyakit Layu Fusarium telah ditemukan pada umur 15 HST dengan intensitas serangan rendah (0,83 – 1,20%). Intensitas serangan antara perlakuan pada umur tanaman tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Demikian pula pada umur tanaman 30 HST terlihat intensitas serangannya pada perlakuan-perlakuan Trichoderma, Trichoderma + Fungisida dan Cara petani juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Penyakit bercak ungu mulai terlihat pada umur 15 HST dengan tingkat serangan yang masih rendah. Tingkat serangan A. porri meningkat menjadi 3 – 6% pada umur 30 HST, tetapi intensitas serangannya tidak berbeda nyata antara perlakuan Trichoderma, perlakuan Trichoderma + Fungisida dan perlakuan Cara Petani. Uji statistik perlakuan terhadap produksi bawang merah menunjukkan bahwa produksi bawang pada perlakuan Cara petani (10,31 t/ha) tidak berbeda nyata dengan perlakuan Trichoderma dan perlakuan Trichoderma + Fungisida.

Kata kunci: pengendalian, penyakit tanaman, dan bawang merah. 5. Unit Pengelola Benih Sumber Padi (Dr. Abdul Syukur Syarif, MP)

Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu komponen inovasi teknologi yang sangat penting dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman padi. Ketersediaan benih berkualitas yang diperlukan petani merupakan hal strategis yang perlu dicermati oleh pemangku kepentingan termasuk pengambil kebijakan guna mendukung keberhasilan budidaya tanaman padi. BPTP Sulawesi Selatan sebagai salah satu unit perbanyakan benih sumber (UPBS) diharapkan dapat mempercepat pengembangan perbenihan di Sulawesi Selatan, khususnya dalam penyediaan benih sumber, seperti benih dasar dan benih pokok. Kegiatan ini bertujuan memperbanyak benih padi varietas unggul baru kelas ES dan menyediakan benih padi unggul baru kelas ES sebanyak 6 ton. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Desember 2020 di Kebun Percobaan Luwu seluas 8 ha. Hasil benih yang diperoleh sebanyak 6.178 kg dengan rincian : varietas Padjadjaran = 140 kg, Sillwangi = 530 kg, Inpari 33 = 853 kg, Inpari 32 = 1.035, Inpari IR Nutrizink

= 235, Mantap = 210, Inpari 42 = 2.010, Inpari 41 = 210 kg, dan Inpari 36 = 955. Perlu antisipasi pengendalian hama dan penyakit pada saat budidaya tanaman padi agar menghindari kehilangan hasil dan nilai susut benih.

Kata Kunci : benih, padi, varietas

6. Kajian Perbaikan Kuantitas dan Kualitas Sapi Bali pada Sentra Produksi di Sulawesi Selatan (A. Nurhayu, S.Pt.M.Si)

Kegiatan pengkajian ini dilaksanakan di IP2TP Gowa, Desa Pa’bentengan Kec Bajeng Kab Gowa, Sulawesi Selatan dimulai dari Bulan Januari – Desember 2020. Tujuan kegiatan adalah menemukan teknologi perbaikan kuantitas dan kualitas sapi Bali dengan memanfaatkan bahan lokal sebagai pakan. Kegiatan ini menggunakan 24 ekor sapi Bali betina umur 2 - 3 tahun. Rancangan Faktorial berdasarkan pola Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri 2 faktor dengan 3 ulangan sebagai berikut: (1) Faktor A : Jenis bahan pakan komplit : A1 : Jerami Padi, A2 : Jerami jagung, (2) Faktor B : Level bahan pakan komplit : B1 : 0%, B2 : 5%, B3 : 10% , B4 : 15%. Pakan basal yang diberikan pada sapi Bali adalah hijauan rumput gajah (ad libitum) dan ditambahkan pakan komplit 2 kg/ekor/hari. Air minum diberikan secara ad libitum. Hasil yang diperoleh adalah hasil karekteristik silase adalah warna coklat muda - coklat tua, berbau asam laktat, tektur halus - halus berserat, nilai pH berkisar 3,9 - 4,3, dan tidak mengandung cendawan. Kualitas nutrisi pakan komplit menjadi meningkat, dimana silase pakan komplit jerami padi mempunyai kandungan protein kasar lebih tinggi dibanding pada perlakuan silase pakan komplit jerami jagung serta kandungan serat kasar menjadi menurun. Pertambahan bobot badan harian induk sapi yang diberi silase pakan komplit berbahan jerami padi maupun jagung pada level 15% nyata lebih tinggi dibanding level 10%, 5% dan 0% yaitu masing-masing 0,180 g/ekpr/hari, 0,146 g/ekor/hari, 0,139 g/ekor/hari dan 0,104 g/ekor/hari. Analisa usaha tani menunjukkan pemberian silase pakan komplit berbahan jerami padi dengan level 15% memberilkan keuntungan paling tinggi dibanding perlakuan lainnya sebesar Rp. 4.954.649,-. Keuntungan terendah diperoleh pada pemberian silase pakan komplit berbahan jerami jagung dengan level 10% sebesar Rp.3.079.536,-. Berdasarkan dari hasil dan pembahasan dapat ditarik disimpulkan bahwa (1) Silase pakan komplit berbahan baku lokal mampu memperbaiki kualitas dan kuantitas sapi Bali yaitu dapat meningkatkan bobot badan sapi Bali dan meningkatkan daya cerna pakan, (2) Silase pakan komplit berbahan jerami padi dengan level 15% memiliki kualitas nutrisi yang lebih baik dibanding jerami jagung dengan level lainnya, (3) Silase pakan komplit berbahan baku lokal memiliki nilai ekonomis dan layak untuk dikembangkan

7. Kajian Perbaikan Performance Pedet Sapi Bali Melalui Pemanfaatan Pakan Lokal (Ir. Matheus Sariubang, M.Si)

Kegiatan pengkajian ini dilaksanakan di IP2TP Gowa, Desa Pa’bentengan Kec Bajeng Kab Gowa, Sulawesi Selatan dimulai dari Bulan Januari – Desember 2020. Tujuan kajian Menemukan teknologi perbaikan kuantitas dan kualitas sapi Bali dengan memanfaatkan bahan lokal sebagai pakan adalah menggunakan 27 ekor pedet sapi Bali yang dikelompokkan berdasarkan bobot badan ternak. Perlakuan menggunakan Rancangan Faktorial Pola Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri 2 faktor perlakuan dengan 3 ulangan sebagai berikut: (1) Faktor A : Jenis bahan konsentrat protein tinggi : (A1) : Konsentrat protein tiinggi berbahan tepung indigofera, (A2) : Konsentrat protein tinggi berbahan tepung lamtoro, (A3) : Konsentrat protein tinggi berbahan tepung gamal. Faktor B : Level bahan konsentrat protein tinggi; (B1) : 0%, (B2) : 5%, (B3) : 10%. Kandungan protein kasar yang mengandung tepung Indigofera lebih tinggi dibanding yang mengandung tepung lamtoro dan tepung gamal, demikian pula dengan level penambahan tepung Indigofera pada konsentrat, semakin tinggi level tepung Indigofera semakin tinggi kandungan protein konsentrat. Kandungan serat kasar menunjukkan bahwa penambangan tepung lamtoro, lebih tinggi dibanding penambahan tepung Indigofera dan tepung gamal. Pertambahan bobot badan harian pedet pada konsentrat yang mengandung tepung Indigofera lebih tinggi disbanding konsentrat berbahan tepung lamtoro tepung gamal yaitu masing-masing 0,33 kg/ekor/hari, 0,19 kg/ekor/hari dan 0,14 kg/ekor/hari. Keuntungan pakan berbahan tepung Indigofera memberikan lebih tinggi dibanding perlakuan penambahan tepung lamtoro dan tepung gamal. Keuntungan tertinggi diperoleh pada perlakuan A1B3 sebesar Rp. 3.633.398,-. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan adalah (1) Konsentrat berbahan lokal berupa tepung Indigofera, tepung lamtoro, tepung gamal serta bahan lokal mempunyai kandungan nutrisi yang baik sebagai pakan untuk pedet yaitu protein tinggi serta rendah serat kasar, (2) Konsentrat berbahan baku tepung Indigofera mampu meningkatkan performance pedet sapi Bali lebih baik dibanding tepung lamtoro dan tepung gamal, (3) Konsentrat berbahan lokal berupa tepung Indigofera, tepung lamtoro, tepung gamal memiliki nilai ekonomis dan layak untuk dikembangkan

Kata Kunci : Performance, pedet sapi Bali, pakan local

8. Kajian Teknologi Pemupukan Pada Berbagai Kerapatan Tanaman Bawang Merah Asal Tss Mendukung Proliga Bawang Merah (Ir. Nurjanani, M.Si)

Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mendapat prioritas dalam program peningkatan produksi dan nilai tambah sub sektor hortikultura. ketersediaan hara dan kerapatan populasi tanaman mempengaruhi produksi umbi yang dihasilkan. Kajian bertujuan untuk

mendapatkan dosis pupuk dan populasi tanaman yang tepat untuk mendukung tercapainya kenaikan produksi lipat ganda (proliga) bawang merah asal TSS. Kajian dilaksanakan di Kelurahan Tolo Selatan, Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto pada Agustus-November 2020. Kajian menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan tiga ulangan. Faktor populasi tanaman ditempatkan sebagai petak utama (J) yaitu J1= 10 cm x 10 cm (1 bibit/lubang) = 800.000 populasi/ha. J2 = 10 cm x 10 cm ( 2 bibit/lubang) = 1.600.000 populasi/ha. J3 = 10 cm x 12 cm ( 1 bibit/lubang) = 600.000 populasi/ha. Faktor dosis pupuk ditempatkan sebagai anak petak (P) dengan 5 taraf dosis yaitu : P1= 246,68 N, 285,45 P, 288,75 K (110 % dari rekomendasi). P2 = 224,25 N, 259,5 P, 262,5 K ( Rekomendasi). P3 = 201,82 N, 233,55 P, 236,25 K (90 % dari rekomendasi). P4 = 179,4 N, 207,6 P, 210 K (80 % dari rekomendasi). P5 = 156.975 N, 181,65 P, 133,33 K (70% dari rekomendasi). Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1). Interaksi dosis pupuk NPK dan jarak tanam memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap pertumbuhan dan komponen hasil bawang merah asal TSS. Perbedaan jarak tanam menunjukkan pengaruh nyata pada jumlah daun umur 15 HST. Jarak tanam 10 x 10 (cm) dengan dua bibit per lubang menunjukkan jumlah umbi per tanaman dan berat umbi per rumpun lebih tinggi yaitu 2,7 umbi/per tanaman dan 32,1 g/rumpun. Perbedaan dosis pupuk NPK menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan komponen hasil bawang merah asal TSS. NPK dosis 80% dari rekomendasi pupuk proliga (179,4 N, 207,6 P, 210 K ) cenderung menunjukkan komponen hasil lebih tinggi yaitu 0,7 anakan per rumpun, 2,4 umbi per tanaman dan berat umbi 31,0 g per rumpun.

Kata Kunci : Bawang merah, TSS, Jarak Tanam, Pupuk

Dokumen terkait