• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Keterampilan Proses IPA Siswa dari Siklus I ke Siklus II Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan ketika pembelajaran

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

3. Peningkatan Keterampilan Proses IPA Siswa dari Siklus I ke Siklus II Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan ketika pembelajaran

berlangsung menunjukkan bahwa keterampilan proses IPA pada siswa kelas VB SDN Margoyasan mengalami peningkatan setelah menerapkan metode guided discovery. Rata-rata persentase hasil observasi

97

keterampilan mengamati pada siklus I sebesar 66,67% dan pada siklus II menjadi 75,76%, artinya terjadi peningkatan sebesar 9,09%. Rata-rata persentase hasil observasi keterampilan mengklasifikasi pada siklus I sebesar 81,44% dan pada siklus II menjadi 85,61%, artinya terjadi peningkatan sebesar 4,17%. Rata-rata persentase hasil observasi keterampilan mengukur pada siklus I sebesar 56,57% dan pada siklus II menjadi 75%, artinya terjadi peningkatan sebesar 18,43%. Rata-rata persentase hasil observasi keterampilan memprediksi pada siklus I sebesar 50,76% dan pada siklus II menjadi 75,76%, artinya terjadi peningkatan sebesar 25%. Rata-rata persentase hasil observasi keterampilan menyimpulkan pada siklus I sebesar 68,79% dan pada siklus II menjadi 77,27%, artinya terjadi peningkatan sebesar 8,48%. Rata-rata persentase hasil observasi keterampilan mengkomunikasikan pada siklus I sebesar 65,45% dan pada siklus II menjadi 76,52%, artinya terjadi peningkatan sebesar 11,07%. Hasil observasi peningkatan pada setiap aspek keterampilan proses IPA tersebut dapat dilihat dalam diagram batang sebagai berikut.

98

Gambar 15. Diagram Batang Peningkatan pada Setiap Aspek Keterampilan Proses IPA dari Siklus I ke Siklus II

Rata-rata persentase dari keenam aspek keterampilan proses IPA pada siklus I sebesar 64,95% dan pada siklus II meningkat menjadi 77,65%. Peningkatan rata-rata keterampilan proses IPA tersebut dapat dilihat dalam diagram batang sebagai berikut.

Gambar 16. Diagram Batang Peningkatan Rata-rata Keterampilan Proses IPA Siswa dari Siklus I ke Siklus II

Hasil observasi keterampilan proses IPA juga menunjukkan bahwa siswa yang memiliki keterampilan proses IPA dengan kriteria tinggi mengalami peningkatan, yaitu pada siklus pertama sebanyak 8 siswa

66.67% 81.44% 56.57% 50.76% 68.79% 65.45% 75.76% 85.61% 75% 75.76% 77.27% 76.52% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% P er sent a se

Keterampilan Proses IPA

Siklus I Siklus II 64.95% 77.65% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% P er se nt a se Siklus I Siklus II

99

(36,36%) menjadi 17 siswa (77,27%) pada siklus kedua, kriteria sedang berkurang dari 11 siswa (50%) menjadi 5 siswa (22,73%), kriteria sedang berkurang dari 3 siswa (13,64%) menjadi 0 siswa (0%). Peningkatan hasil observasi tersebut dapat dilihat dalam diagram batang sebagai berikut.

Gambar 17. Diagram Batang Peningkatan Keterampilan Proses IPA Siswa dari Siklus I ke Siklus II

C. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses IPA melalui metode guided discovery pada siswa kelas VB SDN Margoyasan. Tindakan dalam penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus dilakukan observasi terhadap keterampilan proses IPA siswa dan aktivitas guru selama proses pembelajaran menggunakan metode guided discovery. Keterampilan proses IPA yang diamati saat proses pembelajaran dengan penerapan metode guided discovery adalah keterampilan proses IPA dasar yang terdiri dari keterampilan mengamati, mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Pelaksanaan metode guided discovery dalam pembelajaran meliputi langkah-langkah orientasi

36.36% 50.00% 13.64% 0.00% 77.27% 22.73% 0% 0.00% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00%

Tinggi Sedang Rendah Sangat

Rendah P er sent a se

Kriteria Keterampilan Proses IPA

Siklus I Siklus II

100

(pendahuluan), merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, mengolah data, dan penutup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan yang dilakukan meningkatkan keterampilan proses IPA. Hasil peningkatan keterampilan proses IPA terkait erat dengan pelaksanaan tindakan dengan menerapkan metode guided discovery dalam pembelajaran.

Pembelajaran melalui metode guided discovery diawali dengan langkah orientasi (pendahuluan) di mana guru memotivasi siswa. Pemberian motivasi dalam bentuk pernyataan, pertanyaan maupun perintah sesuai dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa. Jacobsen, Eggen & Kauchak (2009: 210) menjelaskan bahwa pemberian motivasi dalam guided discovery bertujuan untuk menghidupkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Selain pemberian motivasi, tujuan belajar dan langkah-langkah pembelajaran juga disampaikan supaya siswa siap mengikuti pembelajaran.

Langkah selanjutnya menyampaikan rumusan masalah kepada siswa. Siswa tidak menentukan sendiri masalah yang akan dipelajari karena dalam guided discovery masalah disiapkan oleh guru. Dalam metode guided discovery masalah ditentukan oleh guru kemudian siswa memecahkan masalah tersebut melalui kegiatan penemuan (B. Suryosubroto, 2002:195). Berdasarkan rumusan masalah yang disampaikan, siswa didorong untuk mengajukan hipotesis sebelum melakukan kegiatan penemuan. Pada pelaksanaan siklus I siswa belum didorong untuk mengajukan hipotesis. Oleh karena itu, pada siklus II guru berupaya mendorong siswa untuk mengajukan

101

hipotesis dari rumusan masalah yang disampaikan guru. Hipotesis-hipotesis yang disampaikan siswa ditampung untuk diuji dalam langkah mengumpulkan data dan mengolah data di mana siswa melakukan proses sains atau keterampilan proses IPA sesuai dengan prosedur kegiatan yang terdapat dalam LKS. Hal ini sesuai dengan pendapat Haryono (2006: 5), pembelajaran yang melatihkan keterampilan proses IPA dilaksanakan secara terintegrasi dengan penyajian materi pembelajaran dalam konteks pembuktian konsep atau teori.

Langkah selanjutnya siswa mengumpulkan data, dalam langkah ini siswa melakukan keterampilan proses IPA sesuai petunjuk LKS. Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan siswa secara berkelompok yang menghendaki adanya kerjasama antar siswa. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik siswa sekolah dasar kelas tinggi di mana minat siswa terhadap kegiatan kelompok sebaya atau peer group mulai timbul untuk melakukan kegiatan bersama (Rita Eka Izzaty, 2008:104).

Data yang diperoleh melalui pengumpulan data kemudian dianalisis dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tercantum dalam LKS. Ketika siswa mengalami kesulitan guru memberi bimbingan dan penjelasan seperlunya yang mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep- konsep materi yang mereka pelajari. Siswa melakukan diskusi secara klasikal dengan bimbingan guru setelah menganalisis data secara kelompok. Hal ini bertujuan supaya setiap kelompok saling mengevaluasi hasil kegiatan setiap

102

kelompok. Pembelajaran diakhiri dengan menyimpulkan materi pembelajaran oleh siswa dengan bimbingan guru.

Pembelajaran IPA pada siklus I menggunakan materi tentang sifat-sifat cahaya yang terdiri lima kegiatan, meliputi kegiatan tentang menyelidiki arah perambatan cahaya, menyelidiki sifat cahaya menembus benda bening, menentukan sifat bayangan yang terbentuk pada cermin cembung dan cermin cekung, membuktikan pembiasan cahaya dan membuktikan bahwa warna pelangi dapat menyusun warna putih. Pada siklus II melanjutkan materi pada siklus I yaitu tentang pemanfaatan sifat-sifat cahaya dalam karya sederhana yang terdiri dari dua kegiatan, meliputi menyelidiki cara kerja periskop pada kapal selam melalui karya periskop sederhana dan kegiatan menyelidiki cara kerja lup melalui karya lup sederhana. Kegiatan-kegiatan tersebut memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan pengetahuan melalui keterampilan proses IPA dasar. Hal ini sejalan dengan pendapat Indrawati (Trianto, 2010: 148), salah satu peranan keterampilan proses IPA dalam pembelajaran yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan proses IPA siswa pada siklus I sudah mengalami peningkatan dari kondisi sebelum tindakan dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata persentase keterampilan proses IPA pada siklus I adalah sebesar 64,95%. Meskipun demikian, hasil tersebut belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan yang telah direncanakan karena hanya sebanyak 8 siswa (36,36%) dari 22 siswa yang

103

memiliki keterampilan proses IPA dengan kriteria tinggi. Kriteria keberhasilan tindakan yang ditetapkan peneliti bersama guru kelas yaitu minimal 75% dari seluruh siswa memiliki keterampilan proses IPA dengan kriteria tinggi (75% 100%).

Faktor penyebab belum tercapainya kriteria keberhasilan tindakan pada siklus I adalah tidak semua anggota kelompok berpartisipasi aktif melakukan kegiatan kelompok. Siswa tidak fokus melakukan kegiatan sebagaimana mestinya dan cenderung hanya ingin memainkan alat percobaan yang ada di depan mereka serta bercanda dengan teman satu kelompok. Selain itu, selama proses pembelajaran berlangsung sebagian besar siswa kurang terdorong untuk terlibat aktif mengikuti pembahasan data. Ketika pembahasan data secara klasikal berlangsung siswa tidak antusias mengajukan diri untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya sehingga harus ditunjuk terlebih dahulu oleh guru. Siswa juga belum antusias memberikan tanggapan atau menambahkan dari hasil presentasi karena guru hanya sekedar menanyakan apakah ada yang ingin memberikan tanggapan atau tidak, jika tidak ada maka dilanjutkan presentasi oleh kelompok selanjutnya. Hal ini menandakan bahwa guru belum maksimal dalam memberikan bimbingan kepada siswa ketika pembelajaran berlangsung.

Keterampilan proses IPA siswa pada siklus II mengalami peningkatan dari kondisi siklus I. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata persentase keterampilan proses IPA pada siklus II meningkat menjadi 77,65%. Selain itu, siswa yang memiliki keterampilan proses IPA dengan kriteria tinggi

104

mengalami peningkatan menjadi 17 siswa (77,27%) dari 22 siswa. Keberhasilan yang diperoleh pada siklus II ini merupakan hasil perbaikan dari siklus I, di mana bimbingan guru kepada siswa lebih maksimal sehingga keterampilan proses IPA siswa dalam pembelajaran meningkat.

Pada siklus II pembentukan kelompok diubah menjadi 8 kelompok di mana setiap kelompok terdiri dari 2 sampai 3 siswa. Pembentukan kelompok pada siklus II ini lebih efektif dibandingkan pada siklus I karena semua anggota kelompok aktif melakukan kegiatan dan pembagian tugas dalam kelompok juga lebih merata. Dengan demikian, kerjasama siswa dalam kelompok berjalan dengan baik dan setiap siswa menjadi lebih fokus dengan kegiatan kelompok untuk menemukan pengetahuan yang dibangun oleh mereka sendiri.

Siswa diberi kesempatan untuk mencermati langkah-langkah kegiatan yang tercantum dalam LKS kemudian siswa dapat menanyakan hal-hal yang belum dipahami kepada guru sebelum kegiatan pengumpulan data dilaksanakan. Guru pun segera memberikan penjelasan singkat jika ada siswa yang bertanya karena tugas guru dalam metode guided discovery adalah sebagai sumber informasi jika siswa mengalami kesulitan (B. Suryosubroto, 2002: 195).

Pemberian batasan waktu kepada siswa dalam melakukan kegiatan kelompok baik itu ketika mengumpulkan data maupun mengolah data. Hal ini bertujuan supaya siswa lebih bertanggung jawab dengan kegiatan yang harus mereka lakukan. Sejalan dengan pendapat Carin & Sund (1989: 104),

105

pembelajaran melalui metode guided discovery membuat siswa menjadi lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.

Guru juga memberikan penghargaan kepada siswa yang berpartisipasi dalam pembahasan data. Hal ini membuat siswa terdorong untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan memberikan tanggapan ketika pembahasan data berlangsung. Pemberian penghargaan kepada siswa ini membuat siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat B. Suryosubroto (2002: 200), melalui guided discovery dapat membangkitkan gairah belajar siswa karena siswa merasakan jerih payahnya dalam melakukan kegiatan penemuan.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembelajaran IPA menggunakan metode guided discovery dan keterampilan proses IPA siswa yang telah diuraikan di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan metode guided discovery telah diterapkan secara optimal dan mampu meningkatkan keterampilan proses IPA. Keterampilan proses IPA siswa melalui metode guided discovery dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Rata-rata keterampilan proses IPA pada siklus I sebesar 64,95% meningkat menjadi 77,65% pada siklus II. Selain itu, siswa yang memiliki keterampilan proses IPA dengan kriteria tinggi mengalami peningkatan, yaitu dari 8 siswa (36,36%) pada siklus I menjadi 17 siswa (77,27%) pada siklus II. Dengan demikian, penelitian ini dikatakan berhasil dan siklus dalam penelitian ini dihentikan.

106 D. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa dalam proses penelitian ini terdapat keterbatasan, yaitu alokasi waktu untuk penelitian terbatas karena harus mengikuti alokasi waktu yang diberikan oleh sekolah.

107 BAB V

Dokumen terkait