• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

6. Peningkatan Kinerja Guru dari Siklus I sampai Siklus II

Gambar 4.2 Tingkat Keaktifan Siswa XI IPS 4 (Data penelitian 2011)

Berdasarkan data tersebut aktivitas siswa dari siklus I hingga siklus II mengalami peningkatan. Siklus I aktivitas siswa termasuk kategori cukup aktif dengan persentase sebesar 56%. Siklus II, aktivitas siswa mengalami peningkatan termasuk golongan aktif dengan persentase 95%. Persentase kenaikan aktivitas siswa dari siklus I hingga siklus II sebesar 41,05%. Analisis secara keseluruhan terdapat pada lampiran 31.

6. Peningkatan Kinerja Guru dari Siklus I sampai Siklus II

Penilaian terhadap kinerja guru selama pembelajaran dilakukan oleh peneliti. Penilaian kinerja guru dilakukan pada tiap siklus yaitu saat siklus I, sampai dengan siklus II yang dinilai terdapat pada lampiran 10 dan 19. Hasil penilaian kinerja guru selama proses pembelajaran tertera pada grafik di bawah ini.

Gambar 4.3 Tingkat Kinerja Guru (Data penelitian 2011)

Pada siklus I kinerja guru digolongkan ke dalam kategori cukup dengan persentase 48,23%, sementara siklus II kinerja guru digolongkan menjadi kategori baik dengan persentase 64,70% (lampiran 26 dan 27).

Skor hasil pengamatan kinerja guru selama proses pembelajaran yang berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran Team Assisted Individualization mengalami peningkatan yang lebih besar meningkat dari siklus I hingga siklus II sebesar 34,23%. Analisis secara keseluruhan terdapat pada lampiran 28.

B.Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian tindakan kelas ini didasarkan atas hasil pengamatan yang dilanjutkan dengan kegiatan evaluasi dan refleksi pada setiap siklus. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I dan II menunjukkan bahwa pembelajaran sejarah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Team

62

Assisted Individualization mengalami peningkatan, baik dari segi hasil belajar siswa, keaktifan siswa maupun kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan evaluasi dan refleksi pada akhir siklus I menunjukkan tindakan yang diberikan telah mampu meningkatkan hasil belajar, keaktifan siswa, dan kinerja guru dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization. Akan tetapi, hasil belajar dan penilaian keaktifan yang diperoleh belum memenuhi indikator yang telah ditetapkan.

Model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization merupakan model pembelajaran kooperatif dengan penggunaan bauran empat anggota yang berbeda dan member sertifikat untuk tim dengan kinerja terbaik, Team Assisted Individualization menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual. (Slavin, 2010: 14). Dalam model pembelajaran Team Assisted Individualization, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 peserta didik) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok. Kerja kelompok inilah yang meningkatkan interaksi antar siswa melalui kegiatan mengemukakan pendapat atau ide, mengajukan pertanyaan. Peserta didik diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Salah satu dari ciri pembelajaran kooperatif adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen. Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Sehingga

peserta didik yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, peserta didik yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan peserta didik yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu, diakhir pelaksanaan pembelajaran siswa diharapkan mampu memahami materi mengenai revolusi industri.

Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi pada siklus I dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan model tersebut dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran meskipun belum mencapai hasil optimal. Dari hasil observasi pengamatan keaktifan siswa baru mencapai 56% dengan kategori penilaian cukup aktif. Siswa masih merasa malu untuk mengajukan pertanyaan atau mengemukakan pendapat, sehingga lebih banyak siswa yang diam. Beberapa siswa yang berani mengajukan pertanyaan meskipun pertanyaan yang diajukan kurang relevan dengan materi pembelajaran.

Aspek kerja sama siswa saat kelompok belum optimal, kegiatan diskusi masih didominasi oleh individu. Kegiatan dalam kelompok belum menekankan aspek team work, sehingga ada sebagian siswa yang bermain dan bergurau sendiri. Kegiatan dan keaktifan siswa belajar yang kurang optimal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran Team Assisted Individualization yang baru pertama kali diterapkan pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 4 SMA Negeri 2 Bae Kudus. Dari latar belakang tersebut kemudian peneliti melanjutkan pembelajaran siklus II.

64

Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa siklus II diperoleh persentase tingkat keaktifan siswa meningkat menjadi 90% dengan keriteria penilaian sangat aktif. Berdasarkan pengamatan pada siklus II siswa lebih aktif mengikuti proses pembelajaran di kelas. Semakin banyak jumlah siswa yang mengajukan pertanyaan. Pelaksanaan diskusi semakin kondusif dan tertib. Pertanyaan yang diajukan siswa mulai relevan dengan materi pembelajaran. Siswa semakin berani menyampaikan pendapat atau ide selama diskusi. Pada siklus II, siswa mampu mengumpulkan berbagai sumber, fakta, dan data dari berbagai sumber belajar ada. Saat mempresentasikan hasil diskusi siswa telah menampakkan sikap lebih percaya diri. Apresiasi siswa terhadap perwakilan kelompok yang sedang mempersentasikan hasil diskusi lebih meningkat dengan mendengarkan penjelasan siswa secara serius.

Hasil penilaian observasi kinerja guru selama proses pembelajaran siklus I guru terlihat masih mengalami kesulitan dalam penerapan model pembelajaran koopertif tipe Team Assisted Individualization. Kinerja guru pada siklus I mencapai 48,23% dengan kategori kinerja cukup, hal ini menunjukkan pembelajaran yang berlangsung termasuk dalam kriteria cukup baik. Oleh karena itu, kinerja guru pada siklus I perlu diberikan perbaikan pada siklus berikutnya. Ada beberapa hambatan yang dialami guru selama pelaksanaan pembelajaran antara lain guru mengalami kesulitan untuk mengkoordinir siswa dalam kelompok. Guru masih menghabiskan waktu untuk mengkoordinir siswa dalam kelompok. Guru juga kurang dapat merangsang siswa untuk mengajukan pengajuan atau mengemukakan pendapat. Siklus ke II, hasil observasi kinerja

guru menunjukkan peningkatan menjadi 64,70% dengan kategori kinerja guru baik. Guru sudah lebih memahami dalam menerapkan model pembelajaran tersebut yang telah dilaksanakan pada siklus I. Hasil observasi siklus II menunjukkan kinerja guru termasuk dalam kriteria baik.

Keseluruhan proses pembelajaran pada siklus I dan II berlangsung baik. Hal tersebut didukung oleh peningkatan keaktifan siswa dan kinerja guru sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa. Berdasarkan hasil tes evaluasi siklus I tampak adanya peningkatan nilai rata-rata kelas dari sebelum menggunakan model pembelajaran Team Assisted Individualization diterapkan yaitu dari 69,62 menjadi 73,08. Hal ini juga diikuti dengan meningkatnya ketuntasan belajar klasikal yaitu dari 66,67% menjadi 82,05%.

Hasil belajar tes evaluasi siklus I dapat diketahui adanya peningkatan dibanding sebelum dilaksanakan dengan model pembelajaran Team Assisted Individualization, tetapi ketuntasan belajar siklus I yang hanya mencapai 66,67% belum memenuhi kriteria indikator keberhasilan ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan yaitu 75% siswa belajar tuntas sehingga perlu perbaikan pada siklus berikutnya. Hasil belajar tes evaluasi siswa yang diperoleh pada siklus II meningkat, hal ini dapat diketahui dari nilai rata-rata kelas siklus I sebesar 69,62 meningkat menjadi 73,08 pada siklus II. Persentase ketuntasan belajar juga meningkat dari presentase ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 66,67% meningkat menjadi 82,05% pada siklus II.

Berdasarkan hasil observasi dan refleksi keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I hingga siklus II. Keaktifan siswa mengalami peningkatan

66

berdasarkan setiap indikator yang telah ditentukan. Pada siklus I persentase keaktifan siswa mencapai skor 56 %. Kemudian, pada siklus II keaktifan siswa digolongkan menjadi kategori sangat baik dengan skor 90%. Sedangkan, berdasarkan setiap indikator peningkatan keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I hingga siklus II. Pada siklus I kemampuan memperhatikan penjelasan guru dan teman memperoleh skor persentase sebesar 48,71% menjadi 71,79%; menulis materi penting memperoleh sebesar 56,41% menjadi 82,05%; kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompok 46,15% menjadi 64,10%; kemampuan siswa mengemukakan pendapat 17,95% menjadi 43,59%; kemampuan siswa mengemukakan pertanyaan pada saat diskusi dari 33,33% menjadi 53,86; kemampuan siswa menyelesaikan masalah 43,59% menjadi 58,97%; kemampuan menjawab pertanyaan dari kelompok lain 30,77% menjadi 61,54%; kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan dari materi yang telah disampaikan oleh guru 25,64% menjadi 25,64% menjadi 48,72%; hadir saat kegiatan evaluasi berlangsung 100% menjadi 100%; kemampuan siswa dalam mengerjakan soal evaluasi 66,67% menjadi 82,05%.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan mengenai proses pembelajaran sejarah dengan menggunakan model pembelajaran Team Assisted Individualization dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa kelas XI IPS 4 SMA Negeri 2 Bae Kudus. Model pembelajaran Team Assisted Individualization dapat meningkatkan keaktifan siswa melalui kerja sama dalam kelompok saat diskusi berlangsung. Siswa juga berani mengajukan pendapat dan pertanyaan saat mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Oleh karena itu,

penelitian ini dapat memberikan alternatif model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization.

68

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan observasi, penelitian, pembahasan, dan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS 4 SMA N 2 Bae Kudus.

Keaktifan siswa pada siklus I dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization mengalami peningkatan. Siklus I keaktifan siswa termasuk dalam kategori cukup aktif dengan persentase sebesar 56%. Keaktifan siswa pada siklus II mengalami peningkatan dan termasuk dalam kategori aktif dengan persentase 90%. Persentase kenaikan keaktifan siswa dari siklus I hingga siklus II sebesar 60,70%.

Hasil belajar siswa sebelum diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization diperoleh nilai rata-rata kelas 68,77 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 43,60%. Pada siklus I setelah diadakan penelitian tindakan kelas melalui model pembelajaran koperatif tipe Team Assisted Individualization diperoleh nilai rata-rata 69,62 dengan persentase ketuntasan klasikal 66,67%. Pada siklus I nilai rata-rata dan ketuntasan belajar klasikal sudah meningkat, tetapi belum mencapai indikator keberhasilan. Selanjutnya diadakan siklus II dan diperoleh data yaitu nilai rata-rata kelas sebesar 73,08 dengan ketuntasan klasikal mencapai 82,05%. Pada siklus II terjadi

peningkatan dan sudah memenuhi indikator keberhasilan yaitu ketuntasan belajar klasikal 75%.

B. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, penulis memberikan saran guna memberikan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kualitas KBM di sekolah.

1. Sekolah lebih mengutamakan dan menambah fasilitas yang dapat menunjang kemajuan dalam proses belajar mengajar.

2. Guru Sejarah dapat menggunakan model pembelajaran Team Assisted Individualization sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa serta menjadikan pembelajaran sejarah yang menarik dan menyenangkan.

3. Guru sejarah harus selalu memberikan sikap positif atau penghargaan kepada setiap aktivitas siswa pada proses pembelajaran sejarah, sehingga dapat memicu siswa untuk selalu belajar giat dan meningkatkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat atau pertanyaan.

4. Siswa lebih berani dan aktif untuk bertanya dan mengungkapkan pendapat setelah mengetahui dan memahami model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization sehingga hasil belajar meningkat.

70