• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorokan. Percabangan trakheoronkhial secara normal memproduksi sekitar 3 ons mucus setiap hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun, produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal (Darmanto, 2007).

Hubungan antara penurunan kualitas udara ambient dengan terjadinya Penyakit saluran pernafasan adalah adanya perubahan seluler pada saluran pernafasan. Udara yang tercemar oleh total partikulat dan sulfur dioksida akan meningkatkan jumlah kelenjar mucus dan sel goblet serta terjadi penyumbatan saluran pernafasan serta peningkatan tahanan aliran udara. Total partikulat dan gas sulfur dioksida terinhalasi melalui hidung. Total partikulat dapat membawa molekul gas berbahaya seperti gas sulfur dioksida baik dengan cara

mengabsorbsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tinggal di bagian paru-paru yang sensitif.

Total partikulat yang mempunyai diameter lebih besar daripada 5,0 mikron akan terhenti dan terkumpul terutama di dalam hidung dan tenggorokan. Walaupun total partikulat tersebut sebagian dapat masuk ke dalam paru. Total partikulat dan gas SO2 dapat pula masuk ke bronkiolus dan alveolus, mengiritasinya dan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi lendir (Mukono, 2011).

Menurut Mukono (2005), pengaruh lainnya pencemaran SO2 terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi jika kadar SO2 sekitar 5 ppm atau lebih, bahkan beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. Sulfur dioksida (SO2) dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita penyakit kronis pada sistem pernafasan kardiovaskuler. Sulfur Dioksida (SO2) adalah gas yang bersifat iritasi berat pada kulit dan selaput lendir pada konsentrasi 6 –12 ppm. Sulfur dioksida (SO2) pada konsentrasi rendah dapat menimbulkan spasme temporer otot – otot polos pada bronchioli. Bila kadar SO2 rendah akan tetapi terpapar dalam kadar yang berulangkali dapat menimbulkan iritasi selaput lendir.

Pembentukan sputum ini ada hubungannya dengan menyempitnya saluran pernafasan. Hal ini terjadi karena polusi udara tersebut dapat memperlambat aktivitas silia dan fagositosis sehingga produksi mucus meningkat (Mukono, 2008).

3. Dipsnea (Sesak nafas)

Dipsnea adalah kesulitan bernafas yang disebabkan karena suplai oksigen ke dalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh (Rab, 1996).

Bahan polutan gas seperti Total partikulat, gas sulfur dioksida, gas nitrogen dioksida dan karbonmonoksida terinhalasi melalui hidung pada saat seseorang bernafas. Bahan polutan itu masuk ke dalam saluran pernafasan dapat pula menyebabkan sembab mukosa membran sehingga mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan. Penyempitan saluran pernafasan menyebabkan seseorang meningkatkan upaya untuk bernafas dan menghirup udara lebih banyak. Kesulitan dalam bernafas mengakibatkan benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008).

Total partikulat dapat bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di dalam saluran pernafasan dapat mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya. Sehingga, terjadi penyempitan saluran pernafasan yang mengakibatkan seseorang sulit untuk bernafas. Polutan gas dengan kelarutan tinggi akan mengendap pada saluran pernafasan bagian atas, mudah terabsopsi dan menimbulkan efek iritasi sehingga meningkatkan resistensi saluran pernafasan.

Gas sulfur dioksida (SO2) dapat pula bereaksi dengan uap air sehingga terbentuk asam sulfat yang merupakan zat yang sangat iritatif terhadap

mukosa saluran pernafasan dan jaringan paru. Hal ini dapat menyebabkan matinya sel silia, sehingga aktivitas respiratory clearance akan terganggu. Jika sampai pada jaringan paru-paru, maka fungsi sel makrofag juga terganggu dan mengakibatkan timbulnya reaksi sesak nafas.

Gas CO yang masuk ke tubuh melalui paru, langsung diserap dan bergabung dengan Haemoglobin (Hb). Unsur HbCO tersebut mencapai kadar tertinggi pada arteri coronaria dan otak, sedangkan kadarnya rendah pada arteri periferi. Gas CO keluar dari tubuh hanya melalui paru dan HbCO mempunyai half life (umur paruh) selama 5 sampai 6 jam. Gas CO akan mengganggu proses pernafasan seluler dan mengakibatkan timbulnya reaksi sesak nafas. Kadar HbCO yang tinggi pada pembuluh darah arteri akan merusak pembuluh darah tersebut, yang dimediasi oleh keluarnya nitric oxide (NO) dari sel endothel pembuluh darah dan menyebabkan kerusakan karena proses oksidatif pada jaringan perivaskuler.

Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas nitrogen dioksida (NO2) adalah paru – paru. Paru – paru yang terkotaminasi oleh gas NO2 akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat mengakibatkan kematian. Pengaruhnya terhadap kesehatan, yaitu terganggunya sistem pernafasan dan dapat menjadi emfisema, bila kondisinya kronis dapat berpotensi menjadi bronchitis serta akan terjadi penimbunan nitrogen oksida (NOx) dan dapat merupakan sumber karsinogenik (Pramudya, 2000).

Penelitian aktivitas mortalitas menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Nitrogen dioksida bersifat racun terutama terhadap paru – paru. Konsentrasi NO2 lebih tinggi dari 100 ppm bersifat letal terhadap kebanyakan hewan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala edema pulmonari.

Konsentrasi NO2 sebesar 800 ppm atau lebih mengakibatkan 100% kematian pada hewan yang diuji dalam waktu 29 menit. Pemberian NO2 sebanyak 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan sedikit kesukaran dalam bernafas (Srikandi, 1992).

4. Hemoptisis (Batuk disertai darah)

Dahak juga dapat bercampur dengan darah. Sputum yang berwarna coklat disebut “ rusty sputum “. Hemoptisis dapat dianggap sebagai gejala. Kata hemoptisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan ptisis yang berarti meludah. Lendir atau dahak yang bercampur darah sering didapati pada perokok yang masih sehat dan biasanya tidak dipedulikan oleh orang tersebut. Penyebab hemoptisis sangat beragam, antara lain: bronkiektasis, emboli paru, pneumonia, tuberculosis, benda asing, kelainan pada jantung, trauma, abses paru dan penyakit katamenial. Gejala yang menyertai hemoptisis adalah nyeri dada, dispnea, demam, mual, muntah dan batuk. Hemoptisis darah yang dibatukkan berwarna merah dan sering berbuih (Darmanto, 2007).

Respon sistem pernafasan terhadap paparan gas (SO2, NO2, CO) dan total partikulat serta partikel yang berbahaya, yang tidak berhasil dikeluarkan melaui bersihan mikosiliar dan sel-sel imun. Perubahan akut yang terjadi di

dalam paru-paru mencakup konstriksi bronkus, edema jalan udara dan kerusakan sistem pertahanan. Konstriksi bronkus adalah penyempitan jalan udara sehingga menyebabkan mengi. Pemaparan akut sulfur dioksida selama sedikitnya 3 menit dapat menyebabkan konstriksi bronkus. Edema merupakan akumulasi (pengumpulan) cairan yang menyebabkan pembengkakan. Hal ini disebabkan oleh substansi berbahaya seperti sulfur dioksida. Gas sulfur dioksida dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah (kapiler) di dalam paru sehingga cairan akan bocor dan mengisi alveolus. Kerusakan pada mekanisme bersihan mukosiliar akan menyebabkan tertahannya substansi berbahaya dalam paru untuk waktu yang cukup lama dan perpanjangan pemaparan itu akan memperbesar resiko kerusakan pada mekanisme pertahanan dan cedera kronis dan dapat menimbulkan batuk darah (hemoptisis) (Widyastuti, 2005).

Total partikulat batubara yang masuk ke dalam paru dan mencapai alveolus akan terjadi proses hemolitik terhadap erythrocyte (sel darah merah) dan meracuni sel dan dapat menimbulkan batuk disertai darah. Namun, total partikulat batubara tidak merubah kondisi makrofag dan makrofag tetap sehat. Dengan demikian, mekanisme fagositosis oleh sel mononuclear dan poly morpho nuclear (PMN) tidak terganggu dan tetap baik. Oleh karena itu, total partikulat batubara tidak mengganggu fungsi paru namun merubah penampilan paru, yaitu: paru bewarna hitam (Black lung).

Apabila udara mengandung CO sebesar 30 ppm, maka besarnya CO dalam darah sekitar 5 persen. Ini akan tetap dipertahankan sebesar 5% terus,

jika frekuensi pernafasan dan kadar CO di atmosfer tidak berubah. Kadar HbCO juga tergantung kepada dua keadaan, yaitu frekuensi pernafasan dan kadar CO di atmosfer. Jika kadar HbCO (Hemoglobin Carbon Monoksida) meningkat, maka kadar oksigen tubuh akan menyebabkan kelainan yang berkaitan dengan gas CO dan dapat menimbulkan reaksi batuk yang disertai darah.

Karena pada saat manusia menghirup udara untuk bernafas, maka udara yang mengandung oksigen, nitrogen dan kemungkinan karbon monoksida akan tertarik ke dalam paru dan terus ke alveoli. Alveoli yang menyerupai kantung kecil, terbentuk dari lapisan sel tipis dan diperkuat oleh jaringan yang lembut, di dalam alveoli gas akan mengalami perubahan angkutan dari melalui udara berubah melalui sistem peredaran darah

Batuk darah yang terjadi akibat terbukanya pembuluh darah pada bronkus disebabkan adanya infeksi maupun bendungan yang dimasukkan ke dalam sirkulasi paru. Pengeluaran batuk darah merupakan efek yang terjadi pada parenkim sebagai akibat dari aspirasi darah ke dalam saluran pernafasan maupun ke dalam alveoli (Rab, 1996).

Dokumen terkait