• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJANJIAN-PERJANJIAN KHUSUS

E. Penitipan Barang

1. Pengertian Penitipan Barang

Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya (Pasal1694 KUH Perdata).

Dari rumusan pasal tersebut, penitipan adalah suatu perjanjian “riil” yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuata yang nyata, yaitu diserahkannya barang yang dititipkan; jadi tidak seperti perjanjian-perjanjian lain apada umumnya yang lazimnya adalah konsensual yaitu sudah dilahirkan pada saat tercapainya kesepakatan.

2. Macam-macam Penitipan Barang

Menurut undang-undang ada dua macam penitipan barang, yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.

Penitipan barang yang sejati diatur dalam Pasal 1696 – 1729 KUH Perdata. Sedangkan Sekestrasi diatur dalam Pasal 1730 – 1739 KUH Perdata.

a. Penitipan Barang yang Sejati

Penitipan barang yang sejati dianggap dibuat dengan cuma-cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanya dapat mengenai barang-barang yang bergerak (Pasal1696 KUH Perdata).

Penitipan barang terjadi dengan sukarela atau karena terpaksa (1698 KUH Perdata). Penitipan barang yang sukarela terjadi karena sepakat bertimbal-balik antara pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan. (Pasal 1699 KUH Perdata)

Penitipan barang dengan sukarela hanyalah dapat terjadi antara orang-orang yang mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian-perjanjian. Jika namun itu seorang yang cakap untuk membuat perjanjian, menerima penitipan suatu barang dari seorang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka tunduklah ia kepada semua kewajiban yang dipikul oleh seorang penerima titipan yang sungguh-sungguh (Pasal 1701 KUH Perdata).

Maksudnya meskipun penitipan barang secara sah hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang cakap menurut hukum, namun apabila seorang cakap menerima suatu penitipan barang dari seorang yang tidak cakap maka si penerima titipan harus melakukan semua kewajiban yang berlaku dalam suatu perjanjian penitipan yang sah.

b. Penitipan Karena Terpaksa

Penitipan karena terpaksa adalah penitipan yang terpaksa dilakukan oleh seorang karena timbulnya sesuatu malapetaka, misalnya : kebakaran, runtuhnya gedung, banjir, perampokan, karamnya kapal dan peristiwa lain yang tak tersangka. (Pasal 1703 KUH Perdata).

Penitipan karena terpaksa diatur menurut ketentuan seperti yang berlaku terhadap penitipan sukarela (Pasal1705 KUH Perdata). Hal ini menunjukkan bahwa penitipan barang secara terpaksa itu mendapat perlindungan dari undang-undang yang tidak kurang dari suatu penitipan yang sukarela.

3. Kewajiban Penerima Titipan

Si Penerima titipan diwajibkan mengenai barang yang dipercayakan padanya, memeliharanya dengan minat yang sama seperti ia memelihara barang-barangnya sendiri (Pasal 1706 KUH Perdata). Hal ini diberlakukan lebih keras: (Pasal 1707 KUH Perdata

a) Jika si penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan barangnya;

b) Jika ia telah meminta diperjanjikannya sesuatu upah untuk menyimpan itu; c) Jika penitipan telah terjadi sedikit banyak untuk kepentingan si penerima

titipan;

d) Jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung segala macam kelalaian.

4. Overmacht

Tidak sekali-kali si penerima titipan bertanggung jawab tentang peristiwa-peristiwa yang tak dapat disingkiri, kecuali apabila ia lalai dalam pengembalian barang yang dititipkan. Bahkan dalam hal yang terakhir ia tidak bertanggung jawab jika barangnya juga akan musnah seandainya ia telah berada di tangannya orang yang menitipkan. (Pasal 1708 KUH Perdata)

5. Penitipan di Rumah Penginapan dan Losmen

Orang-orang yang menyelenggarakan rumah penginapan dan penguasa losmen sebagai orang yang menerima titipan barang, bertanggung jawab untuk barang-barang yang dibawa oleh para tamu yang menginap. Penitipan tersebut dianggap sebagai suatu penitipan barang karena terpaksa. (Pasal 1709 KUH Perdata)

Juga bertanggung jawab tentang pencurian atau kerusakan pada barang-barang kepunyaan para penginap, baik yang dilakukan oleh pelayan-pelayan atau lain budak dari rumah penginapan, maupun orang lain. (Pasal 1710 KUH Perdata)

Mereka tidak bertanggung jawab apabila pencurian itu dilakukan dengan kekerasan, atau oleh orang-orang yang telah dimasukkan sendiri oleh si penginap.

Si penerima titipan tidak diperbolehkan mempergunakan barang yang dititipkan untuk keperluan sendiri, tanpa izin orang yang menitipkan barang (Pasal 1712 KUH Perdata) . Ia tidak diperbolehkan menyelidiki tentang ujudnya barang yang dititipkan, jika barang itu dipercayakan padanya dalam suatu kotak tertutup, atau tersegel (Pasal 1713 KUH Perdata).

6. Kewajiban lain Penerima Titipan

Diwajibkan mengembalikan barang yang sama seperti yang telah diterimanya. Demikian jumlah-jumlah uang harus dikembalikan dalam mata uang yang sama (Pasal 1714 KUH Perdata).

Si penerima titipan hanya diwajibkan mengembalikan barang yang dititipkan dalam keadaannya pada saat pengembalian itu. Kemunduran-kemunduran atas barang atas tanggungan pihak yang menitipkan (Pasal 1715 KUH Perdata). Jika barangnya dengan paksaan dirampas dari tangannya si penerima titipan dan orang ini telah membayar harganya atau sesuatu barang lain sebagai gantinya, maka ia harus mengembalikan kepada orang yang menitipkan (Pasal 1716 KUH Perdata)

7. Ahli Waris Si Penerima Titipan

Seorang ahli waris dari si penerima titipan yang karena ia tak tahu bahwa suatu barang yang tealah diterimanya dalam penitipan, dengan itikad baik telah menjual barang tersebut, hanyalah diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya, atau jika ia belum menerima harga itu menyerahkan hak tuntutannya terhadap si pembeli barang.

8. Sekestrasi

Sekestrasi adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, ditangannya seorang pihak ketiga mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu putus, mengembalikan barang itu untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepad siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim atau pengadilan (Pasal 1730 KUH Perdata). Sekestrasi terjadi dengan persetujuan, apabila barang yang menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih secara sukarela. Adalah bukan syarat mutlak bahwa suatu sekestrasi terjadi dengan cuma-cuma.

Sekestrasi dapat mengenai baik barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak. Sekestrasi atas perintah hakim terjadi, jika hakim memerintahkan supaya suatu barang tentang mana ada sengketa, dititipkan kepada seorang.

Hakim dapat memerintahkan sekestrasi :

a) Terhadap barang-barang bergerak yang telah disita ditangannya seorang berutang;

b) Terhadap suatu barang bergerak maupun tak bergerak, tentang mana hak miliknya atau hak penguasannya menjadi persengketaan;

c) Terhadap barang-barang yang ditawarkan oleh seorang berutang untuk melunasi utangnya. (Pasal 1738 KUH Perdata)

Dokumen terkait