• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENJELASAN UMUM

Dalam dokumen 001-Perda & Penjelasan-rtrw Halsel (Halaman 42-50)

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373).

Dengan diberlakukan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, maka diperlukan suatu penjabaran implementasi strategi dan arah kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan. Kegiatan ini selaras dengan pelaksanaan pembangunan wilayah Kabupaten Halmahera Selatan yang membutuhkan keterpaduan pembangunan sektoral dengan pembangunan wilayah kabupaten lainnya serta pembangunan provinsi maka diperlukan adanya keterpaduan pembangunan sektoral dengan pembangunan wilayah yang dapat menjadi wujud operasional secara terpadu melalui pendekatan wilayah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang yang komprehensif dan berhierarki sejak tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota hingga kawasan dalam kabupaten/kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan disusun berasaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan setrta mengandung nilai-nilai keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Dengan adanya dinamika perkembangan faktor internal maupun eksternal, sesuai dengan fenomena yang terjadi diatas dapat mempengaruhi efektifitas rencana tata ruang wilayah, termasuk Rencana Tata Ruang Kabupaten Halmahera Selatan. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengarahkan perlunya peninjauan ulang terhadap Produk Rencana Tata Ruang Wilayah pada periode pelaksanaan tertentu, sebagai upaya menghindari penyimpangan yang lebih besar sekaligus penyelarasan dengan dinamika yang terjadi pada wilayah yang bersangkutan. Pada sisi lain dalam implementasi RTRW Kabupaten Halmahera Selatan 2004 - 2014

dimungkinkan telah mengalami berbagai penyimpangan dalam pemanfaatannya. Hal ini diindikasikan dari semakin pesatnya perkembangan Kabupaten Halmahera Selatan terutama pada kegiatan di ibukota Kabupaten yang mulai memperlihatkan perkembangan kegiatan perkotaan yang cukup pesat yang nampak dari perubahan dan perkembangan fisik wilayahnya yang tidak sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten Halmahera Selatan 2004 - 2014. Selain itu juga kurang maksimalnya pengembangan kegiatan pada beberapa sektor kegiatan ekonomi.

Peninjauan kembali tata ruang didasari dengan pemikiran bahwa dalam proses implementasi produk rencana tata ruang tersebut, dinamika perkembangan wilayah Kabupaten dan kawasan-kawasan yang menjadi titik pengembangan kegiatan ekonomi dan kegiatan penting lainnya yang berkembang dengan pesat dan intensif sebagai manifestasi dari akumulasi kegiatan perekonomian dan sosial budaya di wilayah Kabupaten seringkali tidak sesuai atau kurang terantisipasi dan terakomodasi oleh produk tata ruang yang telah ada. Selain itu, sejalan dengan pelaksanaan dan perkembangan yang terjadi terdapat pula indikasi adanya deviasi atau simpangan pada beberapa aspek materi RTRW Kabupaten Halmahera Selatan, diantaranya penilaian terhadap kesesuaian dan keabsahan data serta kelengkapan analisis dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah sesuai yang tercantum dengan Keputusan Menteri Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002. Dengan pertimbangan dari aspek hukum tersebut dan indikasi deviasi yang terjadi terhitung sejak disahkannya RTRW Kabupaten Halmahera Selatan, maka sudah selayaknya dilakukan peninjauan ulang terhadap RTRW Kabupaten tersebut.

2. Penjelasan Pasal Demi Pasal Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6  Ayat (1) huruf a

 Yang dimaksud dengan PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Penetapan PKW merupakan wewenang Pemerintah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).

 Ayat (1) huruf b

 Yang dimaksud dengan PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Wilayah Provinsi, penetapan PKL ini merupakan wewenang Pemerintah Provinsi dalam RTRW Provinsi.

 Ayat (1) huruf c

 Yang dimaksud dengan PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Wilayah Kabupaten, penetapan PPK ini merupakan wewenang Pemerintah Kabupaten dalam RTRW Kabupaten.  Ayat (1) huruf d

 Yang dimaksud dengan PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Wilayah Kabupaten, penetapan PPL ini merupakan wewenang Pemerintah Kabupaten dalam RTRW Kabupaten.

Pasal 7

Cukup Jelas

Pasal 8

 Ayat (2) huruf a poin 1

 Yang dimaksud dengan jaringan jalan kolektor primer-1 adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi.

 Ayat (2) huruf a poin 2

 Yang dimaksud dengan jaringan jalan kolektor primer-2 adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

 Ayat (2) huruf a poin 3

 Yang dimaksud dengan jaringan jalan kolektor primer-3 adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

 Ayat (2) huruf a poin 4

 Yang dimaksud dengan jaringan jalan kolektor primer-4/lokal adalah jalan kolektor/lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional dan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

 Ayat (2) huruf b poin 1

 Yang dimaksud dengan terminal angkutan umum Tipe B adalah terminal angkutan umum yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan.

 Ayat (2) huruf b poin 2

 Yang dimaksud dengan terminal angkutan umum Tipe C adalah terminal angkutan umum yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.

Pasal 9

 Ayat (2) huruf a

 Yang dimaksud dengan Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.

 Ayat (2) huruf b

 Yang dimaksud dengan Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.

 Ayat (3)

 Yang dimaksud dengan Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari oleh kapal di laut, sungai atau danau.

Pasal 10

 Ayat (2)

 Yang dimaksud dengan Bandar Udara Pengumpan (spoke ) adalah bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan dan mempengaruhi perkembangan ekonomi terbatas.

Pasal 11

 Yang dimaksud dengan Transportasi Tripel-S adalah merupakan jalur transportasi utama yang menghubungkan ibukota Kabupaten Halmahera Selatan di Labuha dengan ibukota Provinsi Maluku Utara di Sofifi. Tripel-S merupakan singkatan dari Sayoang-Saketa-Sofifi yang merupakan titik-titik perpindahan antar moda transportasi, dimana dari Sayoang  –  Saketa menggunakan moda penyeberangan laut, sedangkan dari Saketa –  Sofifi menggunakan moda transportasi darat.

Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Cukup Jelas Pasal 14  Ayat (1) huruf a

 Yang dimaksud dengan Sistem Jaringan Kabel adalah yaitu sistem telekomunikasi dengan menggunakan kabel sebagai sarana transmisi gelombang dari pengirim menuju penerima.

 Ayat (1) huruf b

 Yang dimaksud dengan Sistem Nirkabel adalah adalah yaitu sistem telekomunikasi tanpa menggunakan kabel, melainkan menggunakan transmisi gelombang ataupun sinyal dari pengirim menuju penerima.

 Ayat (2) huruf a

 Yang dimaksud dengan Mikro Analog adalah sistem telekomunikasi yang dalam pengiriman dan penerimaan sinyal menggunakan gelombang mikro dengan frekuensi antara 2 GHz dan 12 GHz. Sinyal mikro analog dapat dikirimkan melalui kawat tembaga, kabel coaxial  atau melalui udara sebagai sinyal radio atau gelombang mikro.

Mengirim sinyal analog akan kehilangan tenaganya saat disalurkan melalui sebuah jaringan. Semakin jauh pipa yang dilalui, semakin banyak tenaga yang hilang dan aliran menjadi semakin lemah. Sinyal yang bertemu dengan resistan di dalam media pengirimannya (baik tembaga, kabel coaxial   atau udara) diperlemah. Pada percakapan suara, suara dapat terdengar lebih pelan. Selain bertambah lemah, sinyal analog juga memungut interferensi elektrik, atau "desah" (noise ) dari dalam jalur.

 Ayat (2) huruf b

 Yang dimaksud dengan Mikro Digital adalah sistem telekomunikasi yang dalam pengiriman dan penerimaan sinyal dalam bentuk bit-bit biner, artinya hanya ada dua nilai untuk suara dan data yang ditransmisikan, yaitu on  dan off   (1 dan 0). Kenyataan bahwa transmisi digital hanya terdiri dari on   dan off    adalah suatu alasan mengapa layanan digital dapat lebih akurat dan lebih jernih untuk suara. Sinyal digital dapat dibuat agar lebih dapat diandalkan. Untuk membuat gelombang yang dapat memiliki banyak bentuk dibandingkan bit yang hanya terdiri dari on   dan off    saja memang lebih kompleks.

Komunikasi gelombang mikro banyak diterapkan baik pada komunikasi satelit maupun komunikasi teresterial. Sebagai komunikasi teresterial gelombang mikro merambat melalui atmosfer, karena itu gelombang mikro dipengaruhi oleh adanya redaman (pengurangan energi) dan pudaran (fading ) akibat efek atmosfer dan relief bumi.

Pasal 15

 Ayat (7) huruf a

 Yang dimaksud Sistem Jaringan Primer adalah jaringan utama air bersih yang menghubungkan antara kawasan pemukiman atau antara kawasan pemukiman dengan kawasan lainnya.

 Yang dimaksud Sistem Jaringan Sekunder adalah jaringan cabang air bersih dari jaringan primer yang melayani kebutuhan di dalam satu satuan lingkungan pemukiman. Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Cukup Jelas

Pasal 25

 Ayat (1) huruf a

 Yang dimaksud dengan Kawasan Hutan Produsi Tetap adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai  jumlah nilai di bawah 125, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka

alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.  Ayat (1) huruf b

 Yang dimaksud dengan Kawasan Hutan Produsi Terbatas adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai  jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka

alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.

Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27 Cukup Jelas Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29 Cukup Jelas Pasal 30 Cukup Jelas Pasal 31 Cukup Jelas Pasal 32 Cukup Jelas Pasal 33 Cukup Jelas Pasal 34 Cukup Jelas

Pasal 35 Cukup Jelas Pasal 36 Cukup Jelas Pasal 37 Cukup Jelas Pasal 38 Cukup Jelas Pasal 39 Cukup Jelas Pasal 40 Cukup Jelas Pasal 41 Cukup Jelas Pasal 42 Cukup Jelas Pasal 43 Cukup Jelas Pasal 44  Ayat (1) huruf a

 Yang dimaksud dengan Izin Prinsip adalah suatu izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang diberikan kepada pengusaha atau badan usaha yang akan melakukan kegiatan usaha di suatu daerah.

 Ayat (1) huruf b

 Yang dimaksud dengan Izin Lokasi adalah persetujuan dari Kepala Daerah (Bupati) tentang pembebasan tanah yang terletak pada lokasi yang ditentukan peruntukannya sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.

 Yang dimaksud dengan Izin Penggunaan Pemanfaatan tanah adalah izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten dalam rangka memanfaatkan ruang pada lokasi tertentu.

 Ayat (1) huruf d

 Yang dimaksud dengan Izin Mendirikan Bangunan adalah yaitu izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten kepada pemilik bangunan dalam rangka mendirikan bangunan gedung yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang. Pasal 45 Cukup Jelas Pasal 46 Cukup Jelas Pasal 47 Cukup Jelas Pasal 48 Cukup Jelas Pasal 49 Cukup Jelas Pasal 50 Cukup Jelas Pasal 51 Cukup Jelas Pasal 52 Cukup Jelas Pasal 53 Cukup Jelas Pasal 54 Cukup Jelas

Dalam dokumen 001-Perda & Penjelasan-rtrw Halsel (Halaman 42-50)

Dokumen terkait