• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penurunan Kualitas Air (Polusi Air)

Dalam dokumen Ka Amdal Kelompok 11 (Halaman 61-69)

BAB III METODE STUDI

2. Cara Pendugaan Dampak Komponen Hidrologi

3.2.3. Penurunan Kualitas Air (Polusi Air)

Polusi terhadap air atau penurunan kualitas air sering didefinisikan sebagai suatu proses masuknya polutan, yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tersebut dalam periode waktu tertentu. Hal ini akan mempengaruhi kondisi lingkungan perairan. Bila kondisi parameter air ini mempengaruhi kesehatan, misalnya berkembangnya bakteri pathogen maka dikatakan telah terjadi kontaminasi. Terjadinya polusi air ini berakibat penggunaan air yang terbatas. Secara jelas terjadinya polusi pada air akan mudah terlihat pada kondisi estetika yang menurun yang disebabkan oleh minyak dan material pencemar yang terapung. Parameter hidrologi yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam memperkirakan dampak adalah parameter fisik, kimia dan bakteriologis. Ketiga kelompok parameter fisik, kimia dan bakterilogis sebenarnya berkaitan satu dan lainnya kondisi lainnya, sebab kondisi sesuatu parameter air seringkali juga menentukan sifat dan kondisi parameter lainnya. Kadang-kadang di dalam kenyataan di alamakan sulit menentukan sumber pencemar, sebab seluruh kegiatan di sepanjang sungai membuang limbahnya ke sungai. Oleh sebab itu perlu ditentukan sumberpencemar mana yang paling berperan dalam mencemari perairan.

Untuk ini dapat dipergunakan rumus Ekivalen populasi (Population Equivalent) dari Canter (1977) seperti berikut:

Di mana :

PE = ekivalen populasi didasarkan pada unsur pokok parameter organis yang terdapat dalam limbah cairnya sesuatu industri

A = banyaknya limbah cair yang dikeluarkan (mg/hari ). Variabel A yang merupakan variabel prediktor yang berubah sesuai dengan peningkatan atau penurunan kapasitas produkasi. Apabila diwaktu mendatang produksi meningkat 2 kali, maka variabel ini juga meningkat dua kalinya.

B = BOD dalam limbah (mg/1)

8,34 = banyaknya limbah, suatu U besaran (Ib/gal) 0,17 = banyaknya BOD dalam Ib/hari secara individual

Dengan rumus ini akan dapat diketahui berapa besar suatu industri berperan dalam mengetahui kondisi, perairan. Rumus ini dapat pula dipergunakan untuk memperkirakan bagaimana industri yang akan didirikan akan mempengaruhi lingkungan. Untuk ini diperlukan informasi spesifikasi limbah yang akan dikeluarkan oleh pabrik terutama BOD dan jumlah limbah yang akan dikeluarkan per hari. Sementara itu untuk mengetahui konsentraasi parameter anorganis dalam air dapat dipergunakan model matematis biasa. Yaitu berapa banyaknya parameter tertentu seperti Hg, Cd, Pb, Al dan Cr dalam air yang diperkirakan akan terkumpul dalam perairan dari industri yang akan didirikan. Dengan cara perhitungan "time series" akan dapat dihitung besar perubahan kualitas yang akan datang dengan dan tanpa proyek. Hal ini dapat dilihat pada rumus berikut :

Di mana :

Kt = konsentrasi parameter B3 diwaktu mendatang Ko = konsentrasi parameter B3 saat ini

r = tingkat pertambahan setiap waktu tertentu (1 tahun) Variabel r ini merupakan variabel prediktor yang harus diingat adalah r waktu yang lalu akan berbeda dengan r yang akan datang karena adanya limbah yang bertambah banyak

t = waktu prediksi dalam tahun

Sementara itu untuk parameter bakteriologis rumus matematis sederhana dapat digunakan seperti yang dilakukan oleh Canter (1977) yaitu :

Di mana :

Bt = sisa bakteri yang ada di perairan setelah beberapa saat mendatang (prediksi dalam hari)

t = waktu prediksi dalam hari

Bo = jumlah bakteri pada saat awal/permulaan di perairan k = tingkat kematian bakteri setiap nan

Dengan cara ini akan dapat diketahui kondisi lingkungan di waktu mendatang bagi parameter bakteri ini.

1. Air Larian (run off)

Parameter air larian sangat mudah untuk digunakan sebagai indikator dalam menentukan perubahan kualitas lingkungan di waktu mendatang.

Menurut Chow yang dikutip Soemarwoto (1989) untuk perhitungan terhadap air larian dapat dipergunakan rumus :

Q= C i A Di mana :

Q = debit air larian (m3 per hari hujan atau r^/jam) C = koefisien air larian

I = intensitas hujan

A = luas daerah proyek. Variabel A ini merupakan variabel prediktor. Besarnya luas A saat ini sebelum ada proyek dengan luas A yang akan datang akan berbeda.Perbedaan ini dikarenakan dengan mempergunakan nilai koefisien air larian (C) yang berbeda pada saat ini dan waktu mendatang oleh perubahan penggunaan lahan maka akan dapat dihitung besaran air lariannya.

2. Laju Erosi

Untuk menghitung laju erosi dipergunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) menurut Wischmeier and Smith (1960) yaitu :

E = RKLSCP Di mana :

E = rata-rata erosi tanah tahunan (ton/ha) R = indeks erosivitas hujan

K = faktor erodibititas tanah

L = faktor panjang lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan lereng yang panjangnya 22 m.

S = faktor kemiringan lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan kemiringan lereng

C = faktor pengelolaan tanah untuk menghitung erosi dibanding dengan tanah yang terus menerus terbuka

P = faktor praktek pengawetan tanah untuk menghitung erosi dibanding dengan tanah tanpa usaha pengawetan. Variabel P ini merupakan variabel prediktor. Variabel ini berubah karena pengaruh adanya proyek pembangunan.Dengan memperhitungan kondisi C dan P yang berbeda karena ada kegiatan pembangunan maka besaran dampak dari adanya proses erosi dapat diprediksi.

3.2.2 Komponen Biologis / Hayati

Penentuan tingkat kerusakan kawasan berpotensi mangrove ditentukan melalui formulasi yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan tahun 1997 (Dirjen RRL, 1997), seperti terlihat pada tabel dibawah ini. Sedangkan penghitungan luas masing-masing kawasan dilakukan melalui Peta Tingkat Kerusakan Kawasan Mangrove di Jawa Barat (dan Banten) yang dikeluarkan oleh Dirjen RRL tahun 1997. Untuk menetukan tingkat kerusakan hutan mangrove, diawali dengan menghitung total nilai shoring (TNS) yang didapatkan dengan model matematis, sebagai berikut :

TNS = (N x 30)+(Np x 20)+(L x 15)+(A x 15)+(P x 10)+(C x 10)

Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kerusakannya, TNS yang diperoleh dari persamaan di atas dikelompokkan berdasarkan kriteria di bawah ini:

a. Nilai 100-200 : Rusak Berat b. Nilai 201-300 : Rusak c. Nilai >300 : Tidak Rusak

Identifikasi dan prakiraan dampak penting pada komponen sosial ekonomi budaya yaitu menggunakan pendekatan analogi dan penilaian dari para ahli. Berdasarkan dari

data sekunder serta data koisioner yang telah didapatkan, maka akan dilakukan pendekatan analogi dengan mempelajari dampak lingkungan yang timbul akibat kegiatan sejenis yang telah berlangsung pada tempat atau wilayah tertentu serta memiliki kondisi lingkungan yang identik dengan kondisi wilayah studi. Pendekatan tersebut digunakan untuk memperkirakan dampak sosekbud dan lingkungan binaan. Pendekatan analogi juga disempurnakan dengan penilaian para ahli di mana pendekatan ini menggunakan pengetahuan dan pengalaman para ahli yang memiliki kompetnsi dalam bidangnya untuk menganalisa hubungan dampak terhadap komponen / sub komponen / parameter lingkungan yang akan ditetapkan.

3.2.4 Komponen Transportasi

Prakiraan dampak pada bidang tansportasi adalah volume kapal yang melintas di lalu lintas perairan setelah pembangunan selesai atau pada tahap operasi. Salah satu caranya adalah peramalan muatan yang dilakukan untuk merencanakan jenis dan jumlah fasilitas yang efektif dipakai di pelabuhan peti kemas ini. Dalam peramalan muatan terdapat dua metode yang umum digunakan yaitu :

1. Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif adalah metode untuk melakukan prediksi yang didasarkan pada data-data historis yang ada. Metode ini dapat dipakai jika R2 yang diperoleh dari persamaan regresi, minimal sama dengan 1. Jika hasilnya masih juga tidak didapatkan hasil R2 yang memenuhi syarat di atas, atau syarat R2 terpenuhi tetapi hasil yang diperoleh tidak masuk akal, maka dapat dilakukan multiple regresi dengan cara mengkorelasi data yang akan diprediksi terhadap data lain yang berkaitan erat dengannya sehingga didapat R2 yang memenuhi syarat serta hasil prediksi yang rasional. Langkah yang harus dilakukan untuk melakukan prediksi dengan metode kuantitatif adalah dengan menggunakan regresi yaitu : 1. Menggunakan program aplikasi statistika yaitu regresi linier pada data yang ada.

3. Jika diperoleh R2< 1, maka digunakan regresi non-linier (regresi polynomial) terhadap data-data historis.

4. Jika diperoleh minimal R2 > 1 tetapi dengan hasil yang tidak rasional, maka digunakan analisa trend untuk faktor-faktor yang berpengaruh seperti pertumbuhan ekonomi.

5. Jika langkah ke-4 masih belum memberi hasil, maka dilakukan analisa dengan menggunakan metode kualitatif.

2. Metode Kualitatif

Metode kualitatif dilakukan jika hasil dari metode kuantitatif masih tidak memenuhi syarat dan tidak rasional. Metode ini didasarkan pada asumsi pertumbuhan atau target pertumbuhan yang ditetapkan oleh pemerintah.

2.2.5. Komponen Geologi

1. Urugan berlapisan tanah bawah permukaan dan kedalam

Urutan berlapisan tanah/batuan diperoleh melalui penoboran teknik sebanyak 3 (tiga) titik dengan kedalaman masing – masing 35 meter. pemboboran dilakukan dengan mengunakan sirkulasi air dan pemboboran kering ( dry drillyng ) yang diselaraskan dengan kondisi tanah /batuan yang dijumpai serta tabung penganti yang digunakan. Urutan – urutan jenis tanag/batuan diketahui dari hasil deskripsi hasil pemboran yang diperoleh dari tabung penganti.

2. Sifat Fisik Dan Keteknikan Setiap Lapisan Tanah Bawah Permukaan

Karakteristik fisik dan keteknikan tanah/batuan dideskripsikan setiap lapisan. Biasanya desripsi ini dilakukan dilapangan untuk mengetahaui indeks prioritas dan sifat mekanik.

3. Permeabilitas Tanah Bawah Permukaan

tujuan utama pengujiana permiabilitas adalah untuk mengetahui kemampuan lapisan tanah/batuan dalam meluluhkan air secara langsung. koefisien rembesan rata – rata yang searah dengan arah aliran daru suatu lapisan tanah dapat ditentukan dengan cara

mengadakan uji permeabilitas.pengujian ini biasanya dilakukan melalui lobang pemboran atau melalui sumur – sumur pantu.

Hasil dari pengujian tersebut sanagt sensitif terhadap kondisi lubang bor (lubang harus bersih) dan metode pemboran. seperti hanya dalam menggunakan.

Koefisiensi rembesan dapat ditentukan dari data tersebut dengan menggunakan rumus empiris menurut NAVFAC.

 

ln ln 8 2 2 1 2 1 2                R L untuk H H R L t t L R K Dimana:

K = Koefisien rembesan ( cm/menit) R = Diameter lubang (cm)

L = Tebal lapisan yang diuji (cm) H1 = Jarak Penurunan muka iar ke 2 (cm ) H2 = Jarak Penurunan muka iar ke 1 (cm ) t = waktu penurunana muka iar ( menit )

3. Daya Dukung Tanah

Dalam pembahasan daya dukung tanah ini akan diuraikan tinjauan daya dukung tanah untuk tembok penahan yang didasarkan atas hasil pengujian. daya dukung batas suatu tanah dibawah beban pondasi terutama tergantung pada kekuatan geser tanah. sebagai besar teori daya dukung yang sekarang digunakan didasarkan pada teori plastisikan.dari hasil pengujian dapat diketahui daya dukun tiang pada ujung dengan persamaan sebagai berikut :

2 / 4 3 cm kg N qa  Di mana:

qa = daya dukung yang diujikan N = nilai pikulan

4. Kestabilan Lereng

Untuk keperluan pemotongan lereng di darah ini telah dilakukan dengan mempergunakan metode NAFVAC. dengan mengasumsikan bahwa kedudukan muka

air tanah berada dibawah bidang gelincir dan tidak terdapat retakan ataupun rembesan air.

Faktor keamanan untuk lonsoran rotasi dihitung dengan persamaan,

c N cj    tan H c x Ncf fs    Di mana: c = kohesi tanah

Dalam dokumen Ka Amdal Kelompok 11 (Halaman 61-69)

Dokumen terkait