BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Analisis Isi
Analisis Isi, adalah suatu tehnik penelitian terhadap isi atau makna pesan komunikasi berdasarkan data-data yang tersedia untuk dibuat kesimpulan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara jelas tentang kecenderungan pesan-pesan dakwah.
Menurut Klaus Krippendorf, metode analisis isi adalah suatu teknik penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang Reflicable atau
Reflicarfi (yang dapat ditiru) dan shahih dari data atas dasar konteksnya.1
Analisis Isi (content analysis) adalah teknik penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan shahih data dengan
memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi
komunikasi.2
Adapun lima tujuan analisis isi, antara lain: (1) menggambarkan isi komunikasi, (2) menguji hipotesis karakteristik-karakteristik suatu pesan, (3) membandingkan isi media dengan “dunia nyata”, (4) melalui Imej suatu kelompok tertentu dan masyarakat, (5) menciptakan titik awal terhadap studi efek
media.3
1
Klaus Krippendorf, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodolog, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), h. 56.
2
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001), hal. 233. 3
Andi Bulaeng, Metodologi Penelitian Komunikasi Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit
Andi Offset, 2004), h. 171.
Dalam teknik Analisis Isi juga memiliki kekurangan yaitu content analysis
dibatasi pada pengujian komunikasi tercatat untuk suatu hal. komunikasi demikian bisa lisan atau tulisan tetapi harus dicatat dengan beberapa cara untuk
memungkinkan analisis.4
B. Ruang Lingkup Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab da’wah, merupakan mashdar dari kata kerja da’a, yad’u yang berarti seruan, ajakan, atau panggilan. Dakwah juga berarti do’a, yakni permohonan kepada Allah. Dakwah menurut Quthub, merupakan ajakan kepada suatu bentuk kehidupan yang sempurna, kehidupan
dalam semua bentuk dan seluruh maknanya yang sempurna.5 Allah berfirman:
‘’Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila
Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (Q.S al-Anfal: 24).
Menurut Nasarudin latif, dakwah adalah setiap usaha aktivitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis akidah
dan syariat serta akhlak ilamiah.6
4
Andi Bulaeng, Metodologi Penelitian Komunikasi Kontemporer, hal. 184.
5
Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, (Jakarta: PT Penamadani, 2008), h. 146.
6
Dakwah itu ada tiga macam, yaitu:
a. Dakwah umat Islam terhadap sekalian umat manusia, supaya mereka
memeluk agama Islam dengan kemauan hati mereka sendiri, bukan dengan paksaan.
b. Dakwah sebagian kaum muslimin terhadap sebagian yang lain,
menyerukan dengan ma’ruf, dan melarang dari yang munkar sesama
mereka.
c. Dakwah atau menasehati antara seseorang dengan yang lain, sesama kaum
muslimin.
Bagi Sayyid Quthub, dakwah adalah usaha orang beriman mewujudkan
ajaran Islam dalam realitas kehidupan (iqamah manhaj ilahi li hayat
al-basyariyyah) atau usaha orang beriman mengokohkan sistem Allah dalam
kehidupan manusia (iqrar li manhaj Allah fi al-bayah) baik pada tataran individu
(fardiyyah), keluarga (usrah), masyarakat (mujtama’), dan umat (ummah) demi
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.7
Karena dakwah mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga mengandung makna sebagai aktivitas menyampaikan ajaran Islam, menyuruh berbuat baik, dan mencegah perbuatan mungkar, serta memberi kabar gembira dan peringatan manusia. Dakwah dapat pula diartikan sebagai upaya terus menerus untuk melakukan perubahan pada diri manusia ke jalan Allah, sehingga terbentuk sebuah masyarakat Islami.
7
Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, (Jakarta: PT Penamadani, 2008), h.
2. Pesan Dakwah
Pesan (message) terdiri dari dua aspek, yakni isi atau isi pesan (the content
of message) dan lambang (symbol) untuk mengekspresikannya.8 Maddah Dakwah
adalah isi pesan atau materi yang disampaikan Da’I kepada Mad’u. dalam hal ini
sudah jelas bahwa yang menjadi Maddah dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri.9
Keseluruhan materi dakwah pada dasarnya berasal dari dua sumber, yaitu:10
a. Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Merupakan sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu materi dakwah Islam tidak dapat terlepas dari dua sumber tersebut, bahkan bila tidak berstandar dari keduanya, seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia dan dilarang oleh syariat Islam.
b. Opini Ulama.
Islam menganjurkan umatnya untuk berpikir-pikir, berijtihad menemukan hukum-hukum yang sangat operasional sebagai tafsiran dan akwil Al-Qur’an dan hadits. Maka dari hasil pemikiran dan penelitian para ulama ini, bisa dijadikan sumber kedua, dengan kata lain penemuan baru yang
tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits dapat pula dijadikan
sebagai sumber materi dakwah.
8
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), Cet. ke-3, hal. 312 9
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), hal. 24 10
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal.
Metode dakwah ada tiga cara, yaitu:11
1. Al- Hikmah
Menurut Prof Thoha Jahja Omar MA, yaitu bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya dan kitalah yang harus berpikir, berusaha menyusun dan mengatur cara-cara dengan menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan.
2. Al- Mauidzatil hasanah
Menurut Ki. M.A. Mahfoeld, hasanah dalam dakwah adalah sebagai krida ibadah kepada Allah SWT. Dan didalamnya mengandung:
a. Didengar orang, lebih banyak lebih baik suara panggilannya.
b. Diturut orang, lebih banyak lebih baik maksud tujuannya, sehingga
c. Menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali ke jalan
Tuhannya, jalan Allah SWT.
3. Al- Mujadalah allati hiya ahsan
Di dalam Tafsir Jalalain di sebutkan:
Artinya: Berbantahan yang baik yaitu mengajak ke jalan Allah SWT dengan menggunakan ayat-ayat-Nya dan Hujjah-Nya.
Metode dakwah Nabi, ada tiga cara:12
11
Hasanuddin, Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di
1. Metode bi lisanil maqal.
Metode dengan menggunakan tutur kata secara lisan dalam menyampaikan pesan dakwahnya.
2. Metode bi lisanil maktub.
Metode ini dilaksanakan Nabi Muhammad melalui korespondensi atau penyampaian surat ke berbagai pihak. Dibagi kedalam tiga kategori, yaitu:
a. Surat yang berisi seruan masuk Islam kepada non muslim, musyrikin,
baik raja, amir, maupun perorangan.
b. Surat berisi ajaran Islam.
c. Surat berisi tentang hal-hal yang wajib dikerjakan nonmuslim terhadap
pemerintah Islam.
3. Metode bi lisanil hal.
Metode berdakwah melalui perbuatan dan perilaku konkret yang dilakukan
secara langsung oleh Rasulullah.
3. Kategorisasi Pesan Dakwah
Pada dasarnya dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun dakawah dapat di kategorisasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:
12
Moesa A. Machfoeld, Filsafat Dakwah Ilmu Dakwah dan Penerapannya, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2004), h. 108-109.
1. Aqidah
Aqidah secara etimologis berarti ikatan, dan angkutan. Secara tekhnis
berarti kepercayaan, keyakinan, iman, creed, credo.13 Aqidah dalam Islam bersifat
i’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya
dengan rukun iman.
Menurut bahasa, Aqidah diambil dari kata al-Aqd, yaitu mengikat,
menguatkan, teguh, dan mengukuhkan. Menurut istilah, Aqidah ialah iman yang kuat kepada Allah dan apa yang diwajibkan berupa tauhid (mengesakan Allah dalam peribadatan), beriman kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, takdir baik dan buruknya, dan mengimani semua cabang dari pokok-pokok keimanan ini serta hal-hal yang masuk dalam kategorinya berupa
prinsip-prinsip agama.14
Masalah aqidah ini secara garis besar ditunjukkan oleh Rasulullah SAW, dalam sabdanya:
Artinya:“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk”.
13
Endang Syaefudin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1993), h. 25. 14
Syaikh DR. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin, Cara Mudah Memahami Aqidah:
Sesuai al-Qur’an, as-Sunnah dan Pemahaman Salafus Shalih, (Jakarta: Pustaka At-Tazkia, 2007),
Di bidang aqidah ini, bukan tertuju pada masalah-masalah yang wajib di imani, akan tetapi, meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik, ingkar dengan adanya Tuhan, dan sebagainya.
Pembatal iman atau “nawaqidhul iman” adalah sesuatu yang dapat
menghapus iman masuk didalamnya, antara lain:15
a. Mengingkari rububiyah Allah atau mengaku memiliki sesuatu dari
kekhususan tersebut atau membenarkan orang yang mengakuinya.
b. Sombong serta menolak beribadah kepada Allah.
c. Menjadikan perantara dan penolong yang ia sembah atau ia meminta
pertolongan selain Allah.
d. Menolak sesuatu yang di tetapkan Allah untuk diri-Nya atau yang
ditetapkan oleh Rasul-Nya.
e. Mendustakan Rasulullah tentang sesuatu yang beliau bawa.
f. Berkeyakinan bahwa petunjuk Rasulullah tidak sempurna atau menolak
suatu hukum syara’ yang telah Allah turunkan kepadanya, atau meyakini bahwa selain hukum Allah itu lebih baik, lebih sempurna, dan lebih memenuhi hajat manusia, atau meyakini kesamaan hukum Allah dan Rasul-Nya dengan hukum yang selainnya.
g. Tidak mau mengkafirkan orang-orang musyrik, sebab hal itu berarti
meragukan apa yang dibawa oleh baginda Rasul.
15
Agus Hasan Bashori, Kitab tauhid 2, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2001),
h. Mengejek-ngejek Allah atau al-Qur’an atau agama Islam atau pahala dan siksa dan yang sejenisnya, atau mengolok-olok Rasulullah, baik itu gurauan atau sungguhan.
i. Membantu orang musyrik untuk memusuhi orang Islam.
j. Meyakini bahwa orang-orang tertentu boleh keluar dari ajaran
Rasulullah, dan tidak wajib mengikuti ajaran beliau.
k. Berpaling dari agama Allah, tidak mau mempelajarinya serta tidak mau
mengamalkannya.
2. Akhlak
Akhlak atau Budi Pekerti, akhlak dalam aktifitas dakwah merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan dan keislaman, akan
tetapi akhlak merupakan penyempurnaan keimanan dan keislaman seseorang.16
Secara garis besar, akhlak Islam mencakup beberapa hal, yaitu:17
1. Akhlak manusia terhadap khalik
2. Akhlak manusia terhadap makhluk
a. Akhlak terhadap manusia
Yaitu: diri sendiri, tetangga, dan masyarakat luas lainnya.
b. Akhlak terhadap bukan manusia
Yaitu: flora, fauna, dan sebagainya.
16
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Penerbit AMZAH, 2009), hal. 89-92.
17
Endang Syaefudin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
3. Syariah
Syariat secara etimologis berarti jalan. Syariat Islam adalah satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, hubungan
sesama manusia, serta hubungan antar manusia dalam alam lainnya.18
Syariah dalam Islam, berhubungan berat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Maksudnya, masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah syariah bukan saja terbatas pada ibadah kepada Allah, akan tetapi masalah-masalah yang berkenaan dengan pergaulan hidup antara sesama manusia, seperti hukum jual-beli, berumah-tangga, kepemimpinan, dan amal-amal saleh lainnya.
Demikian juga larangan Allah seperti minum, berzina, mencuri.19
a. Ibadah
Ibadah menurut bahasa artinya taat, tunduk, turut, ikut, dan doa.20 Ibadah
dibagi ke dalam dua kategori yaitu ibadah muqaiyadah dan ibadah mutlaqah. Ibadah muqaiyadah adalah ibadah yang tatacara pelaksanaanya telah diatur secara terinci dalam syarak, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah mutlaqah adalah ibadah yang tatacara pelaksanaannya tidak diatur secara terinci dalam syarak.
18
Endang Syaefudin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1993), h. 45. 19
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.
60-61. 20
M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000),
b. Muamalah
Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan.21 Jadi,
pengertian muamalah adalah hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.
C. Ruang Lingkup Drama
1. Pengertian Drama dan Naskah Drama
Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra. Kata drama berasal dari bahasa Yunani “dramoi” yang artinya adalah berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi,
dan menirukan.22 Dalam bahasa Inggris disebut drama, dan dalam bahasa Prancis
disebut piece de theatre. Drama adalah suatu jenis sastra yang ditulis dalam
bentuk dialog dengan tujuan untuk dipentaskan sebagai suatu seni pertunjukan.23
Dari pengertian diatas, penulis menyimpulkan drama adalah karya yang memiliki dua dimensi, yaitu sebagai teks sastra dan sebagai seni pertunjukkan. Pengertian drama yang hanya diarahkan kepada seni pertunjukan atau seni lakon, ternyata memberikan citra yang kurang baik terhadap drama, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan kenyataanya memang drama sebagai suatu pengertian lebih difokuskan kepada dimensi genre sastranya. Sebagai sebuah genre sastra, drama memungkinkan ditulis dalam bahasa yang memikat dan
21
Abdul Madjid, Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum kebendaan dalam Islam,
(Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1986), h.1. 22
Sihabudi, dkw, Bahasa Indonesia 2 Edisi Pertama, (Surabaya: Amanah Pustaka,
2009), h. 7. 23
Hasanuddin & M. Hum, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Penerbit Titian Ilmu
mengesankan. Drama dapat ditulis oleh pengarangnya dengan mempergunakan bahasa sebagaimana sebuah sajak.
Adapun di antara para ahli yang memberikan definisi kata drama antara lain:
Aristoteles mendefinisikan drama sebagai tiruan manusia dalam gerak-gerik. Moulton mendefinisikannya sebagai kehidupan yang dilukiskan dengan gerak. Menurut Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Sedangkan Ferdinand Brunetierre mendefinisikan drama sebagai kehendak manusia yang diungkapkan dengan
action. Sedangkan Alvin B. Kernan menjelaskan bahwa drama berasal dari kata
“dran” yang berarti berbuat (to do) atau (to act).24
Sebagai sastra, drama adalah cerita yang unik. Ia bukan untuk dibaca saja, melainkan untuk dipertunjukkan sebagai tontonan. Drama bisa juga diartikan sebagai seni yang mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata. Mengapresiasi drama berarti melakukan pembacaan terhadap naskah drama dengan menampilkan tanggapan dan reaksinya terhadap bacaan dan mempribadikan serta mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap alur cerita drama yang dibacanya secara bebas.
Naskah berasal dari istilah bahasa Inggris manuscript dan bahasa Prancis manuscrit. Karangan yang ditulis tangan atau diketik, yang dipergunakan sebagai
dasar untuk mencetaknya.25 Naskah pada umumnya berupa buku atau tulisan
24
Sihabudi, dkw, Bahasa Indonesia 2 Edisi Pertama, (Surabaya: Amanah Pustaka,
2009), h. 8. 25
Hasanuddin & M. Hum, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Penerbit Titian Ilmu
tangan, dan naskah ceritanya lebih panjang karena memuat cerita yang lengkap. Naskah drama merupakan penuangan ide cerita kedalam alur cerita dan susunan peran. Naskah drama juga bisa diartikan sebagai suatu cerita drama dalam bentuk dialog atau dalam bentuk tanya jawab antar pelaku.
Naskah drama itu beragam coraknya, ada naskah yang ringan, berbobot, dan ada pula yang rumit. Naskah yang berbobot (baik) ialah naskah drama yang bersifat naratif dan konflik karaktor, kerena mudah dimengerti baik sebagai karya sastra maupun sebagai karya teater. Suatu naskah yang baik adalah naskah yang memiliki persyaratan, yaitu: memiliki nilai dramatik dan teatrikal, memberikan rasa senang, tidak mengandung masalah atau pertanyaan yang sulit ditemukan jawabannya, dialognya menggunakan bahasa lisan formal, tema yang diungkapkan menyangkut persoalan kehidupan. Naskah yang rumit, yaitu naskah yang alur ceritanya sulit ditangkap, naskah yang plotnya anti plot, dan temanya anti tema, sehingga penonton atau pembaca harus menangkap sendiri apa yang tersembunyi di balik dialog, adegan, tokoh dan situasi.
Sifat-sifat naskah, yaitu: 26
1. Estetis : mencerminkan dan memupuk rasa keindahan.
2. Etis : membimbing ke arah peradaban dan kesusilaan bangsa
dan manusia.
3. Edukatif : membawa ke arah kemajuan (bersifat mendidik).
4. Konsultatif : memberikan penerangan atau penyuluhan atas problema-
problema dalam masyarakat.
26
Tjokroatmojo dan kawan-kawan, Pendidikian Seni Drama Suatu Pengantar,
5. Rekreatif : memberikan hiburan kepada publik atau penonton.
2. Pengertian Qasidah Barzanji
Qasidah adalah nyanyian pujian-pujian terhadap Nabi Muhammad. Barzanji adalah nama kitab yang disusun oleh Syekh Al-Barzanji dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Syu’bah Asa. Qasidah Barzanji adalah kisah kelahiran Nabi Muhammad. Qasidah Barzanji merupakan puisi-puisi pujaan kepada nabi Muhammad yang amat populer di kalangan masyarakat
muslim.27
3. Karakteristik Drama
Drama pada umumnya menyangkut dua aspek, yakni aspek cerita sebagai bagian dari sastra, yang kedua adalah aspek pementasan yang berhubungan erat dengan seni lakon atau seni teater. Kedua aspek dapat terpisah, yang satu berupa naskah dan yang lain berupa pementasan, namun pada dasarnya merupakan suatu totalitas. Sewaktu naskah tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu pementasan tidak dapat menghindari dari garis umum naskah.
Drama mempunyai tiga dimensi, yaitu dimensi sastra, gerakan, dan ujaran. Oleh sebab itu naskah drama tidak disusun khusus untuk dibaca sebagaimana dengan novel atau cerita pendek, tetapi dalam penciptaan naskah drama dipertimbangkan naskah itu dapat diterjemahkan ke dalam penglihatan, suara, dan gerak laku. Bila suatu naskah drama dinikmati sebagai sebuah karya tulis, maka sewaktu membacanya imajinasi pembaca mengarah juga kepada situasi
27
penglihatan suara, dan gerakan fisik para pemainnya, karena semuanya digambarkan atau tergambar dengan jelas didalam naskah.
Jenis drama berdasarkan jenis temanya ada beberapa macam, yaitu: drama tragedi yang bertema duka atau yang berakhir dengan duka cita, drama komedi yang bertema suka ria atau yang berakhir dengan suka ria, melodrama yang alur opera dicakapkan dengan menggunakan bantuan irama musik, dan sandiwara pelawak yang identik dengan komedi.
Adapun yang dimaksud dengan tragedi, menurut perumusan Aristoteles, ialah sandiwara yang menyebabkan para penonton merasa belas dan ngeri,
sehingga mereka mengalami pencucian jiwa.28 Aristoteles menyebut pencucian
jiwa itu sebagai katarsis, maksudnya di cuci sampai pedih tetapi bersih dan sehat
kembali.
Dan yang dimaksud komedi, adalah sandiwara yang mengungkapkan cacat dan kelemahan sifat manusia dengan cara yang lucu, sehingga para penonton bisa
lebih menghayati kenyataan kehidupan.29 Jadi, komedi bukan hanya sekedar
lawakan kosong, melainkan harus mampu membuka mata penonton kepada kenyataan kehidupan sehari-hari yang lebih dalam.
Adapun melodrama, adalah sandiwara yang isinya mengupas suka-duka
kehidupan dengan cara yang menimbulkan rasa haru kepada penonton.30 Di dalam
dunia kesenian, rasa terharu merupakan unsur yang harus diperlakukan dengan disiplin yang keras. Sebab, sedikit saja unsur yang itu berlebihan maka akan timbul kecengengan.
28
Rendra, Seni Drama Untuk Remaja, (Jakarta: Burungmerak Press, 2009), h. 81.
29
Rendra, Seni Drama Untuk Remaja, (Jakarta: Burungmerak Press, 2009), h. 82.
30
Drama tradisional sangat akrab dengan masyarakat dan sejiwa dengan masyarakat pemiliknya. Drama tradisional merupakan bentuk sebuah drama yang disusun tanpa menggunakan naskah baku. Sedangkan drama modern merupakan drama hasil pengaruh dari teater barat. Muncul sejak adanya aliran realisme (tahun 1825) sampai sekarang. Bentuk naskah drama modern disusun dengan tema yang beragam dan tema-tema tersebut pada umumnya tidak ada kaitannya dengan masalah kehidupan sehari-hari penonton. Naskah drama dilengkapi dengan keterangan gerak, setting, dan suasana.
4. Drama sebagai Media Komunikasi
Sebagai hasil seni, drama bukan saja merupakan hasil dari perasaan semata, melainkan juga dari ide atau pikiran penulisnya. Dialog merupakan sarana primer, di dalam sebuah drama. Maksudnya, dialog didalam drama merupakan situasi bahasa utama. Memang jika disaksikan pada pokoknya sebuah drama adalah rangkaian dialog, teks-teks, para aktor, dan tidak ada seorang juru cerita yang langsung menyapa penikmat atau penonton. Drama yang di tulis dengan
“tidak mematuhi” konvensi penulisan drama yang umum, biasanya kurang
mementingkan aspek cerita tetapi lebih mengutamakan suasana yang dapat dimunculkan untuk mempengaruhi penikmat atau penonton, ini dialognya lebih mengutamakan bagaimana memberikan kesan bahwa faktor suasana, ide, dan konsep diatas pentaslah yang menjadi tumpuan utama.
Bagaimana bentuk dialog yang dapat ditemukan didalam karya drama, yang harus dipahami adalah betapa pentingnya unsur dialog bagi sebuah drama. Di dalam cerita paparan, naratif, unsur cerita, dan pembeberan sangat menonjol
dan dominan. Di dalam drama, dialoglah yang menempatkan dirinya sebagai unsur utama. Di dalam drama yang ditemukan bukan mengenai peristiwa tetapi kejadian atau peristiwa itu sendiri (lebih jelasnya di atas pentas). Bila seorang aktor menjanjikan sesuatu, mengancam, atau mengajukan permintaan, hal itu turut menggerakkan bergulirnya peristiwa demi peristiwa. Hanya dialog-dialog yang di ucapkan dengan baik, benar, serta tepat ujarannya saja yang dapat mengarahkan penonton kepada situasi penyaksian peristiwa atau kejadian.
Sebagai sarana primer di dalam drama, dialog dapat menentukan ingin seperti apa warna secara keseluruhan drama tersebut. Walaupun begitu, umumnya gerak atau tingkah lakulah yang mesti disiapkan untuk mendukung dialog. Dalam pelaksanaan dialog pada drama, bisanya para lawan bicara berada dalam ruang yang sama dan pada waktu yang sama pula. Sebagai sebuah konsekuensi genre sastra, latar bagi sebuah dialog bersifat fiktif. Latar disini dapat berupa situasi sosial.
5. Dakwah sebagai Bentuk Komunikasi
Dakwah islamiyah telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga sedikit demi sedikit umat manusia masuk agama Islam pada masa Nabi masih hidup dan sesudah wafatnya. Kemudian dakwah itu dilaksanakan oleh khalifah-khalifah, dan sahabat-sahabat Nabi,