• Tidak ada hasil yang ditemukan

kesimpulan berisi penyajian secara singkat, keterbatasan penelitian dan saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

9

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan

Salah satu landasan teori yang memiliki keterkaitan dengan corporate

governance adalah teori keagenan (agency theory). Menurut Coleman (2007),

Masalah utama timbul pada pihak principal tentang penyeleksian manajer yang

cakap dan masalah moral. Pihak principal wajib memberikan intensif yang tepat

untuk agen untuk membuat keputusan sesuai dengan kepentingan pemangku kepentingan. Jensen dan Meckling (1976) menguraikan bahwa pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan sangat rentan terhadap masalah keagenan (agency problem). Sutedi (2011) berpendapat bahwa teori agensi adalah korporasi

dikelola untuk memberikan win-win solution bagi pemegang saham dan manajer

sebagai agent sehingga kondisi corporate governance akan direfleksikan dengan

baik dalam bentuk sentiment pasar. Teori keagenan menjelaskan hubungan intern perusahaan bersifat kontrak antara pemilik (principal) dengan agen untuk melakukan usaha bagi kepentingan principal. Pihak principal menyerahkan

aktivitas operasional perusahaan oleh agen.

Pada praktik perusahaan, pihak principal yang memberikan wewenang

kepada agen sering terjadi masalah karena ketidaksesuaian dengan kepentingan agen. Dengan kewenangan yang dimiliki, agen bisa bertindak demi keuntungan

sendiri dan mengabaikan kepentingan principal karena perbedaan pandangan

(asymmetric information)

terhadap keberadaan perusahaan.

Tiga asumsi sifat manusia yang melandasi teori agensi (Eisenhardt, 1989) yaitu:

1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri.

2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai pandangan masa depan. 3. Manusia selalu menghindari risiko.

Menurut Haris (dalam Sekaredi, 2011), Sesuai dengan asumsi sifat dasar manusia, manajer akan bertindak oportunistik yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Arifin (dalam Sekaredi, 2011) menyatakan asumsi keorganisasian terdiri atas konflik antaranggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas dan adanya asymmetric information (AI) antara prinsipal dan agen. Sedangkan

asumsi tentang informasi dipandang sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan. Maka dapat disimpulkan bahwa asumsi keorganisasian tidak akan jauh dari asumsi dasar manusia karena hubungan manusia satu dengan lain yang membentuk organisasi pasti terjadi konflik dan asymmetric information.

Teori keagenan adalah konsep dasar yang penting untuk corporate

governance. Harapan adanya corporate governance adalah meminimalisasi

potensi-potensi konflik keagenan sehingga para investor yakin untuk menerima pengembalian dana investasi. Teori keagenan mengarahkan pihak prinsipal dan pihak agen dapat mempertanggungjawabkan segala kinerja dan isi pelaporan

11

perusahaan kepada investor yang mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan secara menyeluruh.

2.1.2 Corporate Governance

2.1.2.1 Pengertian Corporate Governance

Kaen (dalam Sabrinna, 2010) menyatakan corporate governance pada

dasarnya menyangkut masalah siapa yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan siapa adalah para pemegang saham, sedangkan mengapa adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

Menurut Najib (2010) corporate governance adalah sistem, proses dan

seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 117/M-MBU/2002 merumuskan definisi corporate governance adalah suatu proses dari struktur yang

digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya. (Surya dan

Ivan Yutiavandana, 2006 dalam Hardikasari,2011). Hal ini diringkas oleh Sutedi (2011) yang mengartikan bahwa corporate governance adalah suatu sistem

mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value

Menurut Price Waterhouse Coopers, corporate governance terkait dengan

pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien dan efektif dalam mengelola risiko dan bertanggungjawab dengan memerhatikan kepentingan

stakeholder (Surya dan Ivan Yutiavandana, 2006 dalam Hardikasari,2011).

Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas adalah corporate governance

merupakan upaya peningkatan kinerja perusahaan karena perhatian yang khusus bagi kinerja manajemen dan adanya sistem yang terintegrasi antara manajemen dengan pemangku kepentingan yang lain. Manajemen berfokus pada tugas dan wewenang yang dijalankan serta menghilangkan sasaran kinerja yang tidak penting. Dengan demikian, corporate governance dapat dijadikan tolok ukur kesiapan

manajemen dalam menjalankan kinerja perusahaan.

2.1.2.2 Penerapan Prinsip-Prinsip Corporate Governance

Untuk menerapkan prinsip-prinsip corporate governance secara sistematis

dan berkesinambungan, Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) menetapkan asas-asas corporate governance. Lima asas corporate governance

tertulis dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance adalah:

1. Transparency

Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh para pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah diamanatkan

13

oleh undang-undang dan peraturan, tetapi juga informasi lain yang dianggap perlu oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Pedoman pelaksanaan yang utama adalah perusahaan harus menyajikan informasi secara tepat waktu, jelas, akurat dan mudah untuk diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

2. Accountability

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Dengan demikian, perusahaan harus dikelola dengan benar, terukur dan sedemikian bahwa sejalan dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat untuk mencapai kinerja berkelanjutan.

Pedomaan pokok yang harus dilaksanakan adalah perusahaan menetapkan rincian tanggung jawab masing-masing bagian perusahaan secara jelas dan sesuai dengan visi, misi, nilai-nilai dan strategi perusahaan. Perusahaan meyakini bahwa semua organ dan karyawan perusahaan memiliki kapabilitas sesuai dengan tugas dan tanggung jawab pelaksanaan corporate governance.

Perusahaan memastikan pengadaan system pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. Perusahaan mempunyai ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan dengan sasaran yang konsisten, serta mempunyai

3. Responsibility

Perusahaan harus mematuhi undang-undang dan peraturan serta memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan untuk tujuan menjaga keberlanjutan jangka panjang dari bisnis dan untuk diakui sebagai warga perusahaan yang baik.

Pedomaan pokok yang harus dilaksanakan adalah masing-masing organ perusahaan berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dan memastikan bahwa kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan. Perusahaan melakukan tanggung jawab social dengan antara lain peduli terhadap masyarakat sekitar dan kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan.

4. Independensi

Untuk mempercepat pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate

Governance, perusahaan harus dikelola secara independen dengan

perimbangan kekuasaan, sedemikian rupa sehingga organ tidak ada perusahaan tunggal akan mendominasi yang lain dan tidak ada intervensi dari pihak lain. Pedomaan pokok pelaksanaan independensi yang harus dilaksanakan adalah

tiap-tiap organ perusahaan menghindari terjadi dominasi dari pihak manapun. Tiap-tiap organ juga melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.

15

5. F airness

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus selalu memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan prinsip keadilan.

Pedoman pelaksanaan fairness yang utama adalah perusahaan memberikan

kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberi saran maupun kritik bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi. Perusahaan memberikan perlakuan yang sama dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan. Perusahaan memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan serta melaksanakan tugasnya secara professional.

Selain prinsip-prinsip corporate governance dari KNKG, ada pula

dikemukakan prinsip-prinsip corporate governance lainnya untuk memperkuat

landasan perusahaan dalam penerapan corporate governance yaitu dari The

Australia Stock Exchange (ASX). Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh The ASX

corporate governance adalah sebagai berikut:

1. Menyusun pondasi yang solid bagi pihak manajemen perusahaan dan Board of

Directors (Lay solid foundations for management and oversight). Untuk

mencapai kesuksesan bisnis, perusahaan wajib mewujudkan kesadaran hak dan tanggung jawab pihak manajemen perusahaan.

2. Membuat susunan struktur organisasi Board of Directors yang efektif serta

ukuran dan komitmen yang sesuai dengan hak dan kewajiban (Structure the

board to add value).

3. Menunjukkan pengambilan keputusan yang etis dan dapat dipertanggungjawabkan (Promote ethical and responsible decision-making).

Budaya tersebut wajib dimulai di semua kalangan organisasi perusahaan. 4. Mempertahankan integritas pelaporan keuangan (Safeguard integrity in

financial reporting).

5. Membuat semua pengungkapan informasi tentang kemajuan perusahaan secara tepat waktu dan berimbang (Make timely and balanced disclosure).

6. Menghargai hak dan kepentingan para pemegang saham (Respect the right of

shareholders).

7. Menyadari dan mengatur adanya risiko bisnis (Recognise and manage risk).

Pengelolaan perusahaan yang sehat tentu merencanakan dan mengevaluasi risiko bisnis yang mereka hadapi.

8. Memberikan jaminan balas jasa pimpinan dan karyawan perusahaan secara adil dan bertanggungjawab (Remunerate fairly and responsibly). (ASX, 2010).

2.1.2.3 Struktur Corporate Governance

Struktur didefinisikan sebagai satu cara bagaimana aktivitas dalam organisasi dibagi, diorganisir, dan dikoordinasi (Stoner et al. dalam Arifin, 2005). Struktur adalah bentuk kerangka dasar yang digunakan dalam organisasi untuk menjalankan prinsip-prinsip. Struktur corporate governance adalah kerangka dasar

17

yang digunakan oleh prinsip perusahaan sehingga segala prinsip dapat dikoordinasikan dengan baik.

Arifin (2005) memaparkan bahwa struktur corporate governance terdiri dari

model Anglo-Saxon dan model Continental Europe. Model Anglo-Saxon disebut dengan single-board system yang tidak memisahkan keanggotaan RUPS (Rapat

Umum Pemegang Saham), Board of Directors, serta executive managers. Dalam

sistem ini tidak ada pemisahan status anggota dewan komisaris (board of

commissioners) dengan dewan direksi. Perusahaan-perusahaan yang menerapkan

single-board system adalah perusahaan-perusahaan di Inggris dan Amerika serta

negara-negara lain yang secara umum dipengaruhi langsung oleh model Anglo-Saxon.

Model Continental Europe menggunakan struktur corporate governance terdiri dari RUPS, dewan komisaris, dewan direktur, dan manajer eksekutif (manajemen). Jenis struktur ini disebut two-board system yang secara tegas

memisahkan keanggotaan dewan komisaris sebagai pengawa dengan dewan direksi sebagai eksekutif perusahaan. Perusahaan-perusahaan di Indonesia secara umum berbasis two-board system atau two-tier board system seperti sebagian besar

perusahaan di Eropa (model Continental Europe). Namun, terdapat perbedaan dalam kedudukan dewan komisaris yang tidak langsung membawahi dewan direksi. Hal ini sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa anggota direksi diangkat dan dapat diberhentikan oleh RUPS (pasal 94 ayat 1 dan pasal 105 ayat 1), demikian juga anggota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 111 ayat 1

dan pasal 119). Dengan adanya struktur ini, maka tanggung jawab dewan komisaris dan dewan direksi sejajar terhadap keputusan RUPS.

Studi literatur Band dalam Sutedi, 2011 mengungkapkan keterbatasan dalam pengadopsian mekanisme corporate governance di Indonesia. Di Indonesia

dewan komisaris bersama-sama dengan dewan direksi perusahaan dapat dijadikan padanan untuk istilah board of directors dalam literatur Barat. Dalam board of

directors terdapat kumpulan direktur-direktur eksekutif dan noneksekutif, yaitu dewan komisaris di Indonesia dan dipimpin oleh seorang chairman. Chairman di

struktur pengelolaan perusahaan tidak dikenal di Indonesia. 2.1.3 Proporsi Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris independen membuktikan keberadaan wakil pemegang saham secara independen. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006

pasal 4 mengenai Komisaris Independen: “Komisaris Independen adalah anggota

dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/ atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/ atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Hal ini berarti bahwa jabatan komisaris independen tidak memiliki keterikatan apapun dengan perusahaan sehingga dapat memberikan pengawasan perusahaan secara menyeluruh tanpa tendensi pihak perusahaan.

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, pada pasal 108 ayat (5) diterangkan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan Komisaris. Oleh

19

karena itu, jumlah anggota Dewan Komisaris disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan (Bukhori, 2012). Menurut Sembiring (2003) dalam Bukhori (2012) menyimpulkan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan semakin efektif dalam

memonitor aktivitas manajemen.

KNKG (2006) membedakan dewan komisaris menjadi dua kategori yaitu dewan komisaris independen dan dewan komisaris non independen. Status dewan komisaris independen adalah komisaris yang tidak memiliki hubungan pihak terafiliasi perusahaan. Komisaris non independen adalah komisaris yang berasal dari pihak afiliasi perusahaan. Maksud Afiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan hubungan kekeluargaan dengan controlling shareholders,

anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah komisaris independen merupakan bagian dari dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan apapun dengan perusahaan bertugas khusus mengawasi kinerja direksi dan kinerja perusahaan. Komisaris independen yang tidak memiliki hubungan apapun dengan perusahaan merupakan salah satu wujud nyata perusahaan untuk melakukan corporate

governance.

2.1.4 Komite Audit

Komite audit berperan dalam pertanggungjawaban isi pelaporan keuangan perusahaan. IKAI (2013) menyatakan tugas pokok komite audit adalah membantu

dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan,

memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit. Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit. (Arens et al. 2005 dalam Manuputty, 2012).

Independensi anggota komite audit sejalan dengan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) yang memberikan syarat komite audit dipimpin oleh

seorang dewan komisaris independen dan anggota-anggota terdiri dari dewan komisaris dan atau kalangan professional dari luar perusahaan. Salah satu anggota menguasai di bidang akuntansi dan keuangan. Keberadaan sebuah komite audit yang independen sangat berarti bagi kepentingan stakeholder, selain dari

kepentingan pemegang saham mayoritas bias terlindungi. Anggota komite audit disyaratkan berasal dari pihak ekstern perusahaan yang independen (Manuputty, 2012).

2.1.5 Ukuran Perusahaan

Ukuran adalah simbol dari ukuran perusahaan. Faktor ini yang menerangkan bahwa suatu perusahaan besar memiliki akses yang lebih mudah untuk mengakses pasar modal sehingga meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan adanya kemudahan untuk mengakses pasar modal, berarti perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan mendapatkan dana (Puspitasari, 2010). Ukuran perusahaan yang besar cenderung membagikan dividen untuk menghindari konflik keagenan antara pihak manajer dengan pemilik (Megginson, 1997 dalam Pusptasari, 2010).

21

2.1.6 Kinerja Perusahaan

Pelaporan kinerja perusahaan dapat dilihat pada laporan keuangan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengkur keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba rugi (Simanjuntak, 2005 dalam Hardikasari, 2011).

Kinerja perusahaan merupakan aspek fundamental dalam mekanisme

corporate governance yang merepresentasikan akuntabilitas dewan komisaris

(Heenetigala, 2011). Kinerja perusahaan merupakan tingkat pencapaian hasil serta pengevaluasian pelaksanaan tugas dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Pelaporan kinerja perusahaan merupakan bentuk kewajiban perusahaan secara nyata terkait pencapaian hasil kinerja semua kegiatan entitas. Tujuan dari pelaporan kinerja perusahaan adalah untuk mengungkapkan informasi yang berguna kepada pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan dalam organisasi (Zairi dan Letza, 1994 dalam Heenetigala, 2011).

Untuk menilai Kinerja Perusahaan, dapat dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan adalah aplikasi dari alat dan teknik analisis untuk laporan keuangan bertujuan umum dan data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis (Subramanyam dan Wild, 2012). Sifat dari analisis laporan keuangan yaitu untuk mengurangi ketergantungan pada firasat, tebakan dan intuisi dalam pengambilan keputusan.

Penilaian kinerja perusahaan merupakan salah satu cara yang dilakukan pihak manajemen untuk memenuhi kewajibannya bagi pemangku kepentingan dan

pencapaian tujuan perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan yang digunakan manajemen merupakan masalah yang kompleks karena terkait dengan efisiensi penggunaan modal yang berhubungan dengan nilai dari berbagai keinginan bagi perusahaan. Banyak indikator yang dipakai untuk menganalisis kinerja perusahaan antara lain cash flow, likuiditas, profitabilitas. Namun, pada penelitian ini hanya

menggunakan satu indikator kinerja perusahaan yaitu: 2.1.6.1 Return on Equity

Return on Equity adalah salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur

kemampuan perusahaan dalam menghasilkkan laba dari ekuitas. Return on Equity

merupakan perbandingan antara laba bersih dengan jumlah ekuitas perusahaan.

Return on Equity yang positif memberikan tanda bahwa dari jumlah ekuitas

perusahaan yang ada, perusahaan mampu melakukan kegiatan-kegiatan operasional hingga memperoleh laba bagi perusahaan. Sedangkan, apabila Return on Equtiy

bernilai negatif mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kerugian. Jadi, perusahaan bernilai Return on Equity yang tinggi maka perusahaan itu memiliki

peluang besar untuk bertumbuh. Tetapi jika jumlah ekuitas yang ada pada perusahaan rendah maka perusahaan mengalami hambatan dalam pertumbuhan. 2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh corporate governance terhadap kinerja

perusahaan dilakukan oleh Kyereboah dan Coleman (2007) yang merumuskan tentang pengaruh corporate governance terhadap kinerja perusahaan. Sampel yang

digunakan terdiri dari 103 sampel perusahaan yang terdaftar berasal dari Ghana, Afrika Selatan, Nigeria, dan Kenya periode 1997-2001. Hasil penelitian

23

menunjukkan bahwa ukuran dewan dan dualitas CEO berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan sedangkan kepemilikan CEO berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan.

Penelitian Sekaredi (2010) menguji pengaruh corporate governance

terhadap kinerja keuangan perusahaan. Sampel yang digunakan terdiri dari 18 perusahaan yang konsisten terdaftar sebagai perusahaan LQ45 pada periode 2005-2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan komite audit berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, dewan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan, dewan komisaris dan dewan direksi berpengaruh positif tidak signifikan, dewan direksi berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja operasional, komite audit berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pasar, dan komite audit berpengaruh negatif signifikan terhadap operasional perusahaan.

Penelitian Yasser, Q.R et al. (2011) menguji mekanisme corporate

governance terhadap kinerja perusahaan. Sampel penelitian ini terdiri dari 30

perusahaan Pakistan yang terdaftar di Karachi Stock Exchange-30 (KSE)-30 periode 2008-2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dewan direksi, komposisi dewan, dan komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan sedangkan komposisi dewan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

Penelitian Heenetigala (2011) menguji praktik corporate governance

terpilih dari 50 besar perusahaan yang terdaftar di The Lanka Monthly Digest 50

(LMD). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur dewan berpengaruh terhadap efektivitas corporate governance dan pengembangan kinerja perusahaan.

Penelitan Bukhori dan Raharja (2012) menguji pengaruh corporate

governance dan ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Pengukuran

kinerja perusahaan diproksikan dengan CFROA. Sampel yang digunakan adalah 160 perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah dewan direksi, jumlah dewan komisaris, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh dengan kinerja perusahaan.

Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kinerja perusahaan dapat diringkas dalam tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Variabel Penelitian Analisis Statistik

Sampel Penelitian Hasil Penelitian

Kyereboah dan Coleman (2007)

Kinerja perusahaan, ukuran Dewan, dualitas CEO dan kepemilikan CEO

Analisis Regresi

103 Perusahaan yang terdaftar dari Ghana, Afrika Selatan, Nigeria dan Kenya selama periode 1997-2001

Ukuran dewan dan dualitas CEO berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan sedangkan kepemilikan CEO berpengaruh positif terhadap Profitabilitas Perusahaan Sekaredi (2011) Kinerja keuangan perusahaan, kepemilikan institusional, dewan komisaris Analisis Regresi Linier Berganda 18 perusahaan yang konsisten terdaftar sebagai perusahaan LQ45 periode 1.Kepemilikan institusional, komite audit berpengaruh positif signifikan

25

independen, dewan direksi, komite audit

tahun 2005 sampai 2009 terhadap kinerja keuangan perusahaan 2.Dewan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan 3.Dewan komisaris dan dewan direksi berpengaruh positif tidak signifikan 4.Dewan direksi berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja operasional 5.Komite audit berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pasar 6.Komite audit berpengaruh negatif signifikan terhadap operasional perusahaan Yasser, Q.R. et al. (2011) Kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROE dan

Profit Margin, ukuran dewan

komisaris, komposisi dewan komisaris, dualitas CEO dan komite audit Analisis Regresi 30 perusahaan yang terdaftar di Karachi Stock Exchange (KSE)-30 periode 2008-2009 Dewan komisaris, komposisi dewan, dan komite audit

berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan sedangkan dualitas CEO tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan Heenetigala (2011) Kinerja Perusahaan diproksikan Tobin’s

Q (Y1), ROE (Y2) ROA (Y3), kepemimpinan terpisah (X1), komposisi dewan (X2), komite audit (X3), pelaporan CSR (X4) Analisis Regresi 37 perusahaan yang terpilih dari 50 daftar perusahaan terbaik pada The Lanka Monthly Digest 50 (LMD) periode 2003 dan 2007 Kepemimpinan terpisah, komposisi dewan, komite dewan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan sedangkan praktik pelaporan CSR tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

Bukhori dan Raharja (2012) Kinerja Keuangan Perusahaan, Jumlah Dewan Direksi, Jumlah Dewan Komisaris dan Ukuran Perusahaan Analisis Regresi Linear Berganda 424 perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2010

Jumlah Dewan Direksi, Jumlah Dewan

Komisaris dan Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh dengan Kinerja Perusahaan. Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah penyesuaian mekanisme Good Corporate Governance dari one-board

system ke two-board system. Penelitian ini akan menguji pengaruh corporate

governance yaitu proporsi dewan komisaris independen, komite audit dan ukuran

perusahaan dengan kinerja perusahaan yang diproksi ROE. Hal ini dilakukan

Dokumen terkait