• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi kesimpulan, lesson learned dan rekomendasi berdasarkan apa yang telah dibahas mulai BAB I hingga BAB IV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Urbanisasi

Menurut Kingsley Davis (1965) urbanisasi adalah jumlah penduduk yang memusat di daerah perkotaan atau meningkatnya proporsi tersebut.

Menurut Bintarto (1986:15) urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses dalam artian:

 Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk kota ; kota menjadi lebih padat sebagai akibat dari pertambahan penduduk, baik oleh hasil kenaikan fertilitas penghuni kota maupun karena adanya tambahan penduduk dari desa yang bermukim dan berkembang di kota.

 Bertambahnya jumlah kota dalam suatu Negara atau wilayah sebagai akibat dari perkembangan ekonomi, budaya dan teknologi.

 Berubahnya kehidupan desa atau suasana desa menjadi suasana kehidupan kota.

Urbanisasi biasanya dapat diukur dengan melihat proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Untuk mengukur tingkat urbanisasi di suatu daerah biasanya dengan menghitung perbandingan jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan jumlah penduduk seluruhnya dalam suatu wilayah.

Urbanisasi selayaknya menjadi peluang bagi perkotaan yang notabene membutuhkan tenaga kerja untuk mendukung jalannya kegiatan perekonomian di kota. Namun pada kenyataannya, urbanisasi di Indonesia malah menimbulkan permasalahan karena tidak adanya pengendalian didalam prosesnya. Disamping itu, fakta bahwa Indonesia memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi yang tidak sebanding dengan perkembangan industrialisasi mendorong fenomena urbanisasi berlebih.

Faktor Urbanisasi

Pengaruh-pengaruh terjadinya urbanisasi bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong atau memaksa, biasa disebut faktor pendorong seseorang untuk melakukan perpindahan. Jika pengaruh dalam bentuk menarik perhatian seseorang agar melakukan urbanisasi biasa disebut faktor penarik. Jadi urbanisasi dibagi dalam beberapa faktor, yakni faktor penarik dan faktor pendorong.

Faktor yang menarik perhatian masyarakat yang akan maupun yang sudah melakukan dibagi dalam beberapa faktor :

 Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah masyarakat desa yang akan melakukan urbanisasi akan berfikir kalau kehidupan dikota itu indah karena mereka akan merasa bahwa mereka itu modern dan hidup dalam kemewahan

 Sarana dan prasarana yang lebih lengkap Faktor inilah yang membuat masyarakat semakin tertarik untuk melakukan urbanisasi, karena di kota lengkapnya sarana dan prasarana dapat menunjang kehidupan mereka

 Banyak lapangan kerja dikota Berbagai banyak macam pekerjaan di kota juga dapat menarik perhatian masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka

 Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas. Para urban tidak hanya mencari pekerjaan di kota-kota besar akan tetapi ada juga yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, karena lebih baik akan kualitasnya

b. Faktor Pendorong.

Pengaruh untuk melakukan urbanisasi tidak hanya dengan adanya faktor penarik saja, tetapi faktor pendorong pun juga berpengaruh terhadap masyarakat yang melakukan urbanisasi. Faktor pendorong diantaranya :

 Lahan pertanian yang semakin sempit lahan pertanian di desa yang semakin sempit, yang pada umumnya pekerjaan masyarakat desa bertani membuat masyarakat bingung untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Karena lahan di desa semkin sempit maka warga desa pun mengambil inisiatif untuk mencari pekerjaan di kota, agar dapat memenuhi kehidupan

 Terbatasnya sarana dan prasarana di desa kurangnya sarana dan prasarana di desa adalah salah satu faktor warga desa melakukan perpindahan ke tempat yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai

 Memiliki impian kuat menjadi orang kaya adanya suatu keinginan yang kuat untuk menjadi orang kaya dapat membuat masyarakat desa terdorong untuk melakukan urbanisasi

Dampak Negatif Urbanisasi

Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh urbanisasi bagi perkembangan kota di Indonesia menurut Fitri Ramdhani Harahap (2013) yaitu :

 Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.

Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti oleh kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini lahan kosong di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai area permukiman, perdagangan dan perindustrian yang legal maupun illegal.

 Menambah polusi udara di daerah perkotaan.

Pertambahan penduduk yang tinggi mengakibatkan pertambahan kendaraan bermotor semakin bertambah sehingga menimbulkan polusi udara. Sebagian besar persoalan polusi di perkotaan timbul karena jumlah kendaraan maupun oleh industri-industri yang tumbuh. Selain polusi udara, adanya pertambahan volume kendaraan juga menimbulkan kemacetan.

 Penyebab bencana alam.

Para urban yang menggunakan lahan kosong dan daerah aliran sungai (DAS) sebagai lahan untuk permukiman mereka mengakibatkan lingkungan tersebut yang

seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir.

 Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi.

Adanya penduduk urban yang tidak memiliki Skiil mengakibatkan penduduk tersebut sulit mendapatkan pekerjaan sehingga meningkatkan pengangguran dan menimbulkan kemiskinan yang berujung pada kriminalitas karena adanya tuntutan kebutuhan hidup.

 Merusak tata kota.

Pada negara berkembang, kota-kotanya tidak siap dalam menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh populasinya. Akibatnya muncul perkampungan kumuh dan liar yang tidak tertata.

Dampak negatif ini seperti efek domino yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan kondisi pelaku urbanisasi yang tidak memiliki pekerjaan di kota, maka akan meningkatkan angka pengangguran. Jika mereka menjadi pengangguran maka mereka tidak akan mempunyai pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mereka. Contohnya untuk memenuhi kebutuhan primer mereka yakni tempat tinggal. Harga lahan di perkotaan yang cenderung tinggi menyulitkan mereka untuk menyewa rumah yang layak. Kondisi demikian dapat berpotensi menimbulkan pemukiman informal yang terkesan kumuh. Selain itu, taraf ekonomi yang rendah dan ketidakmampuan untuk menghasilkan income dapat menyebabkan angka kriminalitas semakin meningkat di perkotaan.

Dampak Positif Urbanisasi

Kemudian, sebagai akibat dari cepatnya pertambahan penduduk yang ditunjang dengan perkembangan ekonomi, transportasi dan pendidikan, frekuensi mobilitas yang semakin meningkat, urbanisasi memiliki implikasi terhadap berbagai sektor kehidupan (Bintoro, 1986:13) adalah:

a. Sektor ekonomi, struktur ekonomi menjadi lebih bervariasi. Bermacam-macam usaha atau kegiatan di bidang transportasi, perdagangan dan jasa timbul dari mereka yang bermodal kecil sampai bermodal besar. Perkembangan di bidang wiraswasta juga tampak meluas misalnya saja peternakan, kerajinan tangan dan lain – lain.

b. Berkembangnya bidang pendidikan mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

c. Meluasnya kota kearah pinggiran kota sehingga transportasi menjadi lebih lancar.

d. Meningkatnya harga tanah, baik di kota maupun pinggiran kota.

e. Berkembangnya industrialisasi sebab tenaga kerja murah dan melimpah, pasaran meluas industri cenderung lebih berkembang.

Dampak positif ini dapat dirasakan apabila memenuhi kriteria dan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, masyarakat desa yang memiliki kemampuan dalam berwirausaha dapat mencoba peruntungan dengan membuka usaha di kota. Dengan begitu, selain ia dapat meningkatkan perekonomian dirinya sendiri, ia juga memiliki andil dalam proses perkembangan ekonomi di perkotaan. Selain itu ia juga memberi lapangan pekerjaan bagi masyarakat lainnya. Namun, jika masyarakat desa datang ke kota tanpa memiliki keahlian, maka ia hanya akan memberi dampak negatif kepada kota tersebut.

2.2 Urbanisasi dalam pertumbuhan Ekonomi

Dari penjelasan beberapa dampak akibat pertumbuhan ekonomi diatas, penulis menemukan suatu pola yang saling berkaitan. Pola tersebut didasari oleh faktor urbanisasi di perkotaan yang merupakan salah satu dampak dari pertumbuhan ekonomi di perkotaan yang cukup pesat. Urbanisasi memiliki peluang sebagai salah satu sebab utama yang dapat mendorong dampak-dampak diatas sesuai dengan pendekatan ekonomi perkotaan.

Pertumbuhan ekonomi perkotaan menjadi magnet bagi penduduk yang ingin mencari lapangan pekerjaan di kota sehingga menimbulkan kegiatan urbanisasi.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa jika urbanisasi terlaksana secara terkontrol dibawah pengendalian, maka akan dapat mendorong perekonomian suatu kota. Namun pada kenyataannya, para pelaku urbanisasi pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang notabene datang dari desa sebagian besar tidak memiliki keterampilan atau kemampuan serta tingkat pendidikan mereka yang masih rendah menyebabkan ketidaksesuaian dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Permasalahan ini termasuk kedalam masalah ketenagakerjaan yang tidak sejalan dengan kualifikasi lowongan yang tersedia di perkotaan. Hal ini menimbulkan dampak lain dari segi ekonomi pelaku urbanisasi yang tidak semakin membaik namun malah semakin memburuk di kota. Kemiskinan, kriminalitas, dan slum area atau penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukkannya merupakan contoh konkrit dari gagalnya kegiatan urbanisasi di perkotaan ditambah dengan meningkatnya jumlah pengangguran menjadikan permasalahan kota menjadi semakin kompleks. Oleh karena itu, urbanisasi akan dlihat sebagai faktor penentu bagai sebuah kota dapat berkembang baik secara fisik, maupun secara sosial.

Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan perkotaan, khususnya ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan (Firman 2005:3).

Sebagai akibat dari cepatnya pertambahan penduduk tanpa ditunjang dengan perkembangan ekonomi, transportasi dan pendidikan, frekuensi mobilitas yang semakin meningkat, dapat menimbulkan permasalahan terhadap kota. Salah satu permasalahan akibat urbanisasi dalam pembahasan makalah ini adalah meningkatnya permukiman kumuh di perkotaan.

2.3 Permukiman Kumuh

Pengertian Permukiman menurut Pasal 1 Angka (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011. “Permukiman” adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Menurut Diana, ciri permukiman kumuh merupakan permukiman dengan tingkat hunian dan kepadatan bangunan yang sangat tinggi, bangunan tidak teratur, kualitas rumah yang sangat rendah. Selain itu tidak memadainya prasarana dan sarana dasar seperti air minum, jalan, air limbah dan sampah. Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.

Ciri-ciri pemukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Prof. DR. Parsudi Suparlan adalah :

1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

4. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai :

a. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.

b. Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.

c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.

5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

2.4 Analisis SWOT

Analisis SWOT menurut Philip Kotler diartikan sebagai evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Sedangkan menurut Freddy

Rangkuti, analisis SWOT diartikan sebagai : “analisa yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats)”. Analisis SWOT merupakan salah satu instrumen analisis lingkungan internal dan eksternal yang dikenal luas. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan meminimalkan kelemahan dan ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini mempunyai dampak yang besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil.

Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor eksternal dan faktor internal yaitu strength, opportunities, weaknesesses, threats.

Kekuatan (strength) adalah sumberdaya keterampilan atau keunggulan-keunggulan dalam suatu wilayah, perusahaan, atau organisasi. Kekuatan adalah kompetensi khusus yang memberikan keunggulan komparatif. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan, dan faktor-faktor lain.

Faktor-faktor kekuatan yang dimaksud adalah faktor-faktor yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau organisasi adalah kompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi yang berakibat pada pemilikan keunggulan komparatif oleh unit usaha di pasaran. Dikatakan demikian karena satuan bisnis memiliki sumber keterampilan, produk andalan dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat daripada pesaing dalam memuaskan kebutuhan pasar yang sudah direncanakan akan dilayani oleh satuan usaha yang bersangkutan.

Kelemahan (weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan atau organisasi. Fasilitas, sumber daya keuangan, kapabilitas manajemen, keterampilan pemasaran, citra merek dapat merupakan sumber kelemahan. Faktor-faktor kelemahan, jika orang berbicara tentang kelemahan yang terdapat dalam tubuh suatu perusahaan, yang dimaksud ialah keterbatasan atau kekurangan dalam hal sumber, keterampilan dan

kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan kinerja organisasi yang memuaskan. Dalam praktek, berbagai keterbatasan dan kekurangan kemampuan tersebut bisa terlihat dari sarana dan prasarana yang dimiliki, kemampuan manajerial yang rendah, keterampilan pemasaran yang tidak sesuai dengan tuntutan pasar, produk yang tidak atau kurang diminati oleh para pengguna atau calon pengguna dan tingkat perolehan keuntungan yang kurang memadai.

Peluang (opportunity) adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan atau organisasi. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang. Identifikasi segmen pasar yang tadinya terabaikan, perubahan pada situasi persaingan atau peraturan, perubahan teknologi, serta membaiknya hubungan dengan pembeli atau pemasok dapat memberikan peluang bagi perusahaan atau organisasi.Faktor peluang adalah berbagai situasi lingkungan yang menguntungkan bagi suatu satuan bisnis. Yang dimaksud dengan berbagai situasi tersebut antara lain:

Kecenderungan penting yang terjadi dikalangan pengguna produk.

Identifikasi suatu segmen pasar yang belum mendapat perhatian. Perubahan dalam kondisi persaingan.

Perubahan dalam peraturan perundang-undangan yang membuka berbagai kesempatan baru dalam kegiatan berusaha.

Hubungan dengan para pembeli yang akrab. Hubungan dengan pemasok yang harmonis.

Ancaman (threath) adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan atau organisasi. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang yang diinginkan organisasi. Masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar, meningkatnya kekuatan tawar-menawar pembeli atau pemasok penting, perubahan teknologi serta peraturan baru atau yang direvisi dapat menjadi ancaman bagi keberhasilan perusahaan. Ancaman merupakan kebalikan pengertian

peluang, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ancaman adalah faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan suatu satuan bisnis, jika tidak diatasi, ancaman akan menjadi ganjalan bagi satuan bisnis yang bersangkutan baik untuk masa sekarang maupun masa depan. Ringkasnya, peluang dalam lingkungan eksternal mencerminkan kemungkinan dimana ancaman adalah kendala potensial.

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Gambaran Umum Wilayah

Wilayah Bhaskara Sawah secara geografis termasuk ke dalam Kelurahan Kalisari, Kecamatan Mulyorejo. Namun daerah Bhaskara Sawah ini tidak tercatat secara adsministratif pada Kelurahan Kalisari. Tidak ada kepengurusan secara adsministratif pada perkampungan ini, hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya pembagian RW ataupun RT. Wilayah Bhaskara Sawah memiliki luas wilayah ± 4042,5 m2 atau sekitar 0,40425 Ha yang terdiri dari 210 rumah dengan ukuran ± 3m x 5m tiap rumah.

Adapun batas wilayah Perkampungan Bhaskara Sawah adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Jalan Bhaskara Selatan

Sebelah Timur : Persawahan dan Jalan Kalisari Damen

Sebelah Selatan : Persawahan dan Jalan Kalisari Damen

Gambar 3.1.1 Peta Kawasan Perkampungan Bhaskara Sawah 3.1.1.1 Jumlah Penduduk

Setiap tahunnya diperkirakan masyarakat yang mendiami kawasan perkampungan Bhaskara Sawah ini semakin bertambah. Penambahan tersebut disebabkan oleh para pendatang dan pelaku urbanisasi serta didukung oleh angka kelahiran bayi dari masyarakat yang sudah menetap di kawasan tersebut. Berikut ini adalah data yang didapatkan pada rentang tahun 2012-2014.

Tabel 3.1.1.1.1Jumlah Penduduk Perkampungan Bhaskara Sawah Tahun 2012-2014

Tahun 2012 2013 2014

Jumlah (Jiwa) 801 924 1050

Sumber : Hasil Analisis 2016

Tabel 3.1.1.1.2 Jumlah Penduduk Bhaskara Sawah Tahun 2014 menurut Jenis Kelamin

Sumber : Hasil Analisis 2016 Tabel

.1.1.1. 3

Jumlah

Penduduk Bhaskara Sawah Tahun 2014 menurut Tingkat Pendidikan Tahun

Jenis Kelamin

Jumlah Total Laki – Laki Presentase

Laki – Laki Perempuan

Presentase Perempuan

2014 549 52,29% 501 47,71% 1050

TAHUN TK. PENDIDIKAN JUMLAH

L P TOTAL 2014 TK/Belum Sekolah 83 105 188 Tidak Sekolah 62 16 78 SD/MI/Sederajat 312 270 582 SMP/MTs/Sederajat 56 52 108 SMA/SMK/Sederajat 36 58 94 Diploma (D1/D2/D3/D4) 0 0 0 Sarjana (S1/S2/S3) 0 0 0 JUMLAH 549 501 1050

3.1.2 Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan di Perkampungan Bhaskara Sawah dapat di kelompokkan menjadi lima jenis pekerjaan, yakni tidak bekerja atau pengangguran, Ibu rumah tangga, pelajar, pedagang, dan lain – lain. Jenis pekerjaan lain – lain ini bisa dikatakan serabutan, yakni meliputi kuli bangunan, bengkel, supir,pemulung, dan ladang musiman.

Tabel 3.1.2.1 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan Penduduk Perkampungan Bhaskara Sawah Tahun 2014

TAHUN PEKERJAAN JUMLAH

2014

Tidak Bekerja (Pengangguran) Ibu Rumah Tangga

Pelajar Pedagang 31 251 203 78 Lain-Lain Kuli bangunan 266 Bengkel 16 Supir 15 Pemulung 47 Ladang 13 JUMLAH 920

Sumber : Hasil Analisis 2016 3.1.3 Kepemilikan Lahan

Sampai saat ini, kepemilikan lahan tempat terbangunnya rumah-rumah penduduk masih belum dapat diidentifikasi, namun kawasan ini dikelola oleh satu keluarga sebagai pengelola utama. Melalui wawancara langsung yang dilakukan dengan pemimpin kawasan tersebut, diketahui bahwa sebagian besar penduduk yang menetap di kawasan ini mayoritas sudah berdomisili lebih dari 10 tahun dan termasuk

berkembang dan bertumbuh dikawasan tersebut, sehingga ketika ditanya mengenai kepemilikan dari tanah yang mereka tempati, kebanyakan dari mereka berkata tidak tahu karena dahulu yang mulai menempati kawasan tersebut adalah golongan orangtua mereka. Sebagian diantara mereka yang tergolong baru menempati lokasi tersebut juga tidak mengetahui mengenai kepemilikan legal dari tanah tersebut. Mereka hanya menyewa rumah semi-permanen yang sudah tersedia atau malah tidak tersedia dalam arti mereka harus membangun sendiri rumah mereka dari bahan-bahan seadanya. Harga sewa rumah atau tanah yang mereka tempati berkisar antara Rp 125.000-Rp 280.000 yang harus dibayarkan tiap bulannya kepada pengelola perkampungan tersebut.

3.1.4 Pasokan Listrik dan Air Bersih

Pada kawasan perkampungan Bhaskara Sawah ini, seperti yang diketahui sebelumnya bahwa kawasan ini dapat dikakan illegal karena tidak memiliki izin penggunaan lahan yang jelas, sehingga pada segi pemenuhan kebutuhan aliran listrik dan air bersih masih dapat dikategorikan sulit. Aliran listrik yang terdapat di kawasan perkampungan ini sebagian besar menggunakan token listrik. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih, penduduk perkampungan Bhaskara Sawah membeli dirigen yang berisi air bersih dari penjual eceran. Kebutuhan air besih untuk 1 hari diperkirakan akan membutuhkan hingga 5 dirigen air bersih, menurut hasil wawancara langsung dengan salah satu penduduk perkampungan Bhaskara Sawah.

3.1.5 Urbanisasi

Berdasarkan survei primer yang telah dilakukan, diketahui bahwa 1050 jiwa penduduk (100%) Perkampungan Bhaskara Sawah adalah pendatang dari berbagai daerah seperti, Madura, Lumajang, Nganjuk, Madiun, Mojosari, Ponorogo, Ujung Pandang, Ambon, dan lain – lain. Berdasarkan survei primer, diketahui bahwa setiap tahun pendatang yang pindah dari Perkampungan Bhaskara Sawah hanya sekitar 2% atau sekitar 10 hingga 15 penduduk saja. Sedangkan pendatang bertambah setiap tahun sekitar 100 hingga 125 jiwa. Menurut komposisi tersebut, Perkampungan Bhaskara Sawah dikatakan sebagai daerah atau perkampungan para pendatang yang migrasi maupun urbanisasi.

3.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan utama yang langsung dapat diidentifikasi dari kawasan perkampungan Bhaskara Sawah adalah kesan perkampungan kumuh yang ditunjukkan dengan kondisi bangunannya yang semi permanen dan terbuat dari bahan seadanya, letaknya yang tidak tertata, dan lingkungannya yang kotor.

Gambar 3.2.1 Kondisi Kawasan Perkampungan Bhaskara Sawah

Penduduk yang mendiami kawasan perkampungan ini sebagian besar merupakan penduduk pendatang dari berbagai daerah di Indonesia, namun mayoritas datang dari daerah-daerah di Jawa Timur. Beberapa diantara pendatang tersebut diketahui sudah tinggal di kawasan perkampungan ini selama kurang lebih 20 tahun. Sehingga, mereka sudah memiliki rantai keluarga yang juga menetap di perkampungan ini. Ditambah, mereka sebagai penduduk pendatang tidak memiliki KTP Surabaya melainkan masih KTP asal daerah mereka.

Dalam wawancara langsung dengan beberapa penduduk perkampungan Bhaskara Sawah diketahui bahwa, alasan mereka berpindah ke Surabaya adalah untuk mencari pekerjaan dalam rangka peningkatan taraf ekonomi kehidupan mereka. Namun pada kenyataannya, dengan melihat data tingkat pendidikan penduduk perkampungan ini yang notabene mayoritas merupakan lulusan SMA/sederajat, kemungkinan besar mereka tidak akan mendapatkan pekerjaan dalam sektor formal seperti yang mereka harapkan. Sehingga akhirnya, setelah mereka pindah ke Surabaya, pekerjaan yang akan mereka dapatkan adalah dari sektor informal seperti kuli bangunan dan pemulung, bahkan ada diantara mereka yang

akhirnya hanya menjadi pengangguran di kota Surabaya ini. Hal ini tentunya tidak akan

Dalam dokumen ANALISIS PERMASALAHAN EKONOMI KOTA ID (Halaman 8-35)

Dokumen terkait