• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berisi tentang kesimpulan dan saran, kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan dan merupakan inti dari pembahasan kasus By. A dengan ikterus derajat IV, sedangkan saran merupakan alternatif pemecahan dan tanggapan dari kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 A. TEORI MEDIS

1. Bayi

a. Pengertian

1) Bayi adalah seorang makhluk hidup yang baru lahir sampai umur 12 bulan, namun tidak ada batasan yang pasti

(Marmi & Rahardjo, 2012).

2) Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (256-293 hari) (Atikah & Cahyo, 2010). b. Ciri – ciri bayi normal

Menurut Marmi & Rahardjo (2012), ciri – ciri bayi baru lahir normal adalah sebagai berikut :

1) Berat badan 2.500 – 4.000 gram. 2) Panjang badan 48 – 52 cm. 3) Lingkar kepala 33 – 35 cm. 4) Lingkar dada 30 – 38 cm. 5) Lingkar lengan 11 – 12 cm.

6) Frekuensi denyut jantung 120 – 160 x / menit. 7) Pernafasan ± 40 – 60 x / menit.

8) Kulit kemerah – merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.

9) Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala telah sempurna. 10) Kuku panjang dan lemas.

11) Genetalia pada perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, sedangkan laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada. 12) Reflek rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada

pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk.

13) Reflek suching ( isap dan menelan ) sudah terbentuk dengan baik. 14) Reflek morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk

dengan baik.

15) Reflek grasping (menggenggam) sudah baik.

16) Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan.

c. Komplikasi pada bayi

Menurut Karyuni (2008), komplikasi yang muncul pada bayi yaitu : 1) Prematur

Bayi prematur lahir sebelum gestasi 37 minggu cenderung mengalami banyak masalah di bandingkan bayi cukup bulan yang kecil kurang dari 2,5 kg pada saat lahir.

2) Gangguan pernafasan

Frekuensi pernapasan bayi lebih dari 60 x/menit atau kurang dari 30 x/menit, bernafas terengah-engah, segera resusitasi bayi dengan menggunakan kantung dan masker.

3) Suhu tubuh yang rendah (hipotermi) disebabkan oleh lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan dingin, atau aliran udara), atau bayi yang mungkin basah atau diberi baju yang tidak sesuai dengan usia dan ukurannya. Peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan oleh lingkungan yang hangat misal, suhu lingkungan tinggi, terkena sinar matahari, atau pemanas yang berlebihan karena incubator atau pemanas radian. Masalah jika suhu aksila bayi kurang dari 36,5 ˚C.

4) Ikterus

Ikterus adalah diskolorisasi kuning penumpukan pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin dalam darah (Fauziah & Sudarti, 2013).

5) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram (Fauziah & Sudarti, 2013).

6) Diare

Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Buang air besar yang tidak normal dan bentuk tinja yang cair dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (Sudarti, 2010).

7) Asfiksia

Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir (Muslihatun, 2010).

8) Tetanus Neonatorum

Penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir (neonatus) yang disebabkan oleh basil klostridium tetani. Basil ini mempunyai sifat anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan toksin yang bersifat neutropik yang dapat menyebabkan kekakuan otot dan gangguan kesadaran (Arief & Weni, 2009).

2. Ikterus a. Pengertian

1) Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (WHO, 2012). 2) Ikterus adalah diskolorisasi kuning penumpukan pada kulit akibat

penumpukan bilirubin dalam darah ( Fauziah & Sudarti, 2013). b. Klasifikasi ikterus

1) Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi (Marmi & Rahardjo, 2012).

2) Ikterus patologis adalah suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama (Alimul, 2008).

3) Kern ikterus adalah terjadi bila kadar bilirubin indirek bebas dapat dengan mudah menembus sawar otak (Muslihatun, 2010).

c. Penyebab

Menurut Nursalam (2005), penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1) Kekurangan protein yang tidak lakukan konjugasi dan ekskresi bilirubin berkurang.

2) Peningkatan kadar bilirubin berlebih.

3) Pemberian minum ASI yang belum mencukupi.

4) Fungsi hepar belum optimal (Marmi & Rahardjo 2012). d. Tanda dan Gejala Ikterus

Menurut Marmi & Rahardjo (2012), tanda dan gejala ikterus meliputi : 1) Kejang

2) Letargi

3) Kemampuan menghisap turun

4) Sklera, puncak hidung, mulut, dada, perut, dan ekstremitas berwarna kuning.

e. Jenis-jenis Ikterus

Menurut Marmi & Rahardjo (2012), jenis ikterus meliputi :

Ikterus hemolitik merupakan golongan penyakit yang disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus, ABO, golongan darah, kelainan eritrosit congenital.

a) Inkopabilitas rhesus, bayi dengan rhesus positif dari ibu rhesus negative tidak selamanya menunjukkan gejala gejala klinik pada waktu lahir.

b) Inkompabilitas ABO, ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan sifatnya biasanya ringan.

c) Ikterus hemolitik karena inkompatibilitas golongan darah lain. d) Kelainan eritrosit kongenital.

2) Ikterus Obstruktif

Ikterus yang terjadi karena penyumbatan saluran empedu baik di dalam hati maupun di luar hati. Akibat sumbatan ini terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung

3) Ikterus yang disebabkan oleh hal lain

Pengaruh hormon atau obat yang mengurangi kesanggupan hati untuk mengadakan konjugasi bilirubin. Misalnya, ikterus karena ASI ibu disebabkan hormon yang dihasilkan dalam ASI ibu menghalangi penyingkiran bilirubin melalui usus.

f. Patofisiologi

Billirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang disebabkan oleh kerusakan sel darah merah. Ketika sel darah merah dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat hemoglobin terpecah menjadi dua fraksi : Heme dan globin. Bagian

heme diubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi dan bagian globin merupakan protein yang digunakan lagi oleh tubuh yang tidak larut yang terkait pada albumin. Keadaan lain yang memperlihatkan penambahan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hati (defisiensi enzim glukoronil transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi pada sumbatan saluran empedu (Donna, 2009).

g. Derajat dan Daerah Ikterus

Untuk pengamatan ikterus paling baik dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna, karena pengaruh sirkulasi darah (Marmi & Rahardjo 2012).

Di bawah ini dapat dilihat gambar pembagian derajat dan daerah ikterus.

a) Derajat I : kepala sampai leher

b) Derajat II : kepala, badan sampai umbilicus c) Derajat III : kepala, badan sampai paha

d) Derajat IV : kepala, badan, paha sampai dengan lutut

e) Derajat V : kepala, badan, semua ekstremitas sampai ujung jari

Gambar 2.1. Derajat dan daerah ikterus Sumber : Marmi & Rahardjo (2012)

Berikut adalah tabel rumus Kremer untuk menilai besarnya kadar bilirubin berdasarkan luas ikterus.

Tabel 2. 1. Rumus Kremer

Daerah Luas Hiperbilirubin Kadar bilirubin (mg %)

1 Kepala dan leher 5

2

Daerah 1 (+)

Badan bagian atas 9

3

Daerah 1, 2 (+)

Badan bagian bawah dan tungkai 11 4

Daerah 1, 2, 3 (+)

Lengan dan kaki dibawah dengkul 12 5

Daerah 1, 2, 3, 4 (+)

Tangan dan kaki 16

Sumber : Marmi & Rahardjo (2012) h. Penatalaksanaan

Peningkatan kadar bilirubin tidak langsung didalam darah dapat menyebabkan kerusakan sel tubuh, terutama sel otak. Agak sulit untuk menentukan tingginya kadar bilirubin yang dianggap sebagai batas yang berbahaya yang mengharuskan kita mengambil suatu tindakan pencegahan (Wiknjosastro, 2006). Adapun penatalaksanaan hiperbilirubinemia menurut Wiknjosastro (2006) sampai saat ini dibagi menjadi 3 jenis usaha perawatan, yaitu :

1) Memenuhi kebutuhan cairan/nutrisi

a) Memberi minum sesuai kebutuhan. Karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.

b) Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.

1) Jika bayi lebih mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 7 - 8 selama 15 - 30 menit).

2) Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya dibawah 7 mg% ulang esok harinya.

3) Berikan banyak minum ASI.

4) Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segera hubungi dokter, bayi perlu terapi.

3) Mencegah gangguan rasa aman dan nyaman

Untuk memenuhi kebutuhan psikologi pada bayi yang harus dilakukan antara lain :

1) Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan / kedinginan. 2) Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya. 3) Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara bekerja

aseptik).

Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi sehingga diduga akan terjadi kern ikterus, maka perlu dilakukan penatalaksanaan khusus. Penanganan khusus menurut Wiknjosastro (2006) antara lain :

1) Terapi sinar

Menurut Kosim dkk (2010), foto terapi intensif adalah foto terapi menggunakan sinar blue- green specctrum (panjang gelombang 430 – 490 nm) dengan kekuatan 30 Uw/cm² (diperiksa dengan radiometer atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung dibawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih kuat).

Menurut Marmi & Rahardjo (2012), Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal.

Tujuan terapi adalah menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Menurut Wiknjosastro (2006), alat untuk terapi sinar antara lain :

a) Sebuah kotak yang diperuntukkan 8 - 10 lampu neon @ 20 watt yang disusun secara paralel.

b) Pleksiglas 0,5 inci yang melapisi bagian bawah kotak tersebut yang berfungsi memblokade sinar ultraviolet.

c) Filter biru yang berfungsi membesarkan energi cahaya yang sampai pada bayi.

d) Alat-alat pengaman listrik.

e) Kaki tumpuan dan regulator untuk turun naiknya lampu.

Menurut Marmi & Rahardjo (2012), beberapa hal yang diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah :

a) Lampu tidak boleh digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindarkan turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.

b) Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.

c) Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas

saat pemberian minum. Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.

d) Daerah kemaluan ditutup dengan penutup yang mementulkan cahaya untuk melindungi dari kerusakan kemaluan dari cahaya fototerapi.

e) Posisi lampu diatur dengan jarak 20 - 30 cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan energi yang optimal.

f) Posisi diubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin.

g) Suhu tubuh diukur 4 - 6 jam sewaktu-waktu bila perlu.

h) Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi. i) Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan. j) Lamanya terapi sinar dicatat.

2) Tranfusi tukar

Tujuan utama tranfusi tukar adalah mencegah efek toksik bilirubin dengan cara mengeluarkan dari tubuh (Wiknjosastro, 2006). Adapun tranfusi tukar darah segar berguna untuk :

a) Mengganti eritrosit yang tersensitisasi. b) Menghilangkan antibodi dalam sirkulasi. c) Menghilangkan bilirubin.

Menurut Marmi & Rahardjo (2012), dalam beberapa hal terapi sinar dapat menggantikan transfusi tukar darah akan tetapi pada penyakit hemolitik neonatus transfusi tukar darah merupakan tindakan yang paling tepat. Tranfusi tukar darah diberikan dalam kasus-kasus :

a) Kadar bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20 mg%.

b) Kenaikan yang cepat bilirubin tidak langsung serum bayi pada hari pertama (0,3 - 1 mg% perjam).

c) Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dikompensasi jantung.

d) Bayi menderita ikterus dan kadar hemoglobin daerah tali pusat kurang dari 14 mg% dan coombs test langsung bertambah.

e) Pada bayi prematur, tranfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar albumin kurang dari 3,5 gram per 400 ml.

f) Bayi menderita ikterus derajat V dengan kadar billirubin sama dengan atau lebih 16 mg %.

B. Teori Asuhan Kebidanan 1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah metode pendekatan dengan menggunakan langkah langkah yang dipergunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam tahapan yang akurat untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007).

Dalam penyusunan kasus ini penulis menggunakan manajemen kebidanan menurut Varney karena metode dan pendekatannya sistematik dan analitik sehingga memudahkan dalam pengarahan pemecahan masalah terhadap klien.

2. Langkah - langkah

Proses manajemen asuhan kebidanan menurut Hellen Varney ada 7 langkah mulai dari pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, tindakan segera, rencana tindakan, pelaksanaan, evaluasi. Ketujuh langkah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama yang dilakukan untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien (Dewi, 2012).

Pengkajian dapat diperoleh dari data : 1) Data Subyektif

Data Subyektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh tenaga kesehatan secara independent tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subyektif mencakup data yang didapat dari suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian (Nursalam, 2007).

Data subyektif terdiri dari : a) Identitas Pasien

Menurut Nursalam (2007), identitas pasien terdiri dari : (1) Nama

Untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar bayi yang dimaksud.

(2) Umur

Untuk mengetahui umur bayi yang nantinya disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan.

(3) Jenis Kelamin

Untuk mengetahui jenis kelamin bayi, apakah laki-laki atau perempuan.

(4) Alamat

Untuk mengetahui tempat tinggal orang tua pasien. (5) Nama orang tua

Agar tidak terjadi kekeliruan dengan orang lain. (6) Umur orang tua

Untuk mengetahui berapa umur orang tua. Dikaji untuk mengetahui adanya faktor resiko persalinan.

(7) Agama

Untuk mengetahui kepercayaan orang tua yang berhubungan dengan pemberian dukungan spiritual sesuai kepercayaan. (8) Pendidikan

Berperan dalam pendekatan selanjutnya sesuai tingkat pengetahuan.

(9) Pekerjaan

Untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi orang tua berhubungan dengan kemampuan dalam mencukupi kebutuhan nutrisi.

b) Keluhan utama

Keluhan utama adalah proses pengkajian kondisi pasien pada saat datang. Pada bayi ikterus keluhan pada saat datang berupa kuning disekitar kepala, badan, paha, sampai dengan lutut, sulit menghisap, sehingga timbul kecemasan pada orang tuanya (Wiknjosastro, 2006).

c) Riwayat kesehatan yang lalu (1) Imunisasi

Menurut Maryunani (2010), status imunisasi klien dinyatakan khususnya imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B, yang fungsinya untuk mengetahui status perlindungan pediatrik yang diperoleh dan juga membantu diagnosis.

(2) Riwayat penyakit yang lalu

Riwayat ini dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang lalu pada bayi (Matondang, 2007).

(3) Riwayat kesehatan keluarga/menurun

Riwayat ini dikaji untuk memperoleh gambaran keadaan sosial ekonomi budaya dan kesehatan keluarga pasien. Berbagai penyakit bawaan/keturunan seperti terdapat riwayat hipertensi, riwayat kembar, dan penyakit seperti TBC, Hepatitis, Jantung dan lain-lain (Matondang, 2007)

d) Riwayat sosial

Riwayat ini dikaji untuk memperoleh gambaran keadaan sosial anak yang meliputi yang mengasuh, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan teman sebaya, lingkungan rumah (Matondang, 2007).

e) Pola kebiasaan sehari-hari meliputi : (1) Nutrisi

Dikaji tentang nafsu makan, frekuensi makan, jenis makanan yang di konsumsi dan jenis minuman yang dikonsumsi sehari-hari (Matondang, 2007). Pada umumnya bayi dengan ikterus derajat IV kebutuhan nutrisi belum tercukupi (Marmi & Rahardjo, 2012).

(2) Pola Istirahat/tidur

Dikaji tentang lama bayi tidur siang, malam, serta keadaan bayi (tenang/gelisah) (Matondang, 2007). Pada umumnya bayi ikterik pola istirahat berkurang karena anak sering gelisah (Ngastiyah, 2005).

(3) Pola Eliminasi

Menurut Surasmi (2005), dikaji untuk mengetahui berapa kali anak BAB dan BAK dalam sehari, apakah ada gangguan atau tidak. Pada umumnya bayi ikterus pola eliminasinya tidak ada gangguan (Ngastiyah, 2005).

2) Pemeriksaan fisik (Data Obyektif)

Pengkajian pada pemeriksaan fisik meliputi : 1. Status Generalis

i. Keadaan umum

Menurut Hidayat (2007), pemeriksaan keadaan umum dilakukan untuk mengetahui bagaimana keadaan bayi. Pada kasus ikterus derajat IV keadaan umum bayi lemah.

ii. Kesadaran

Rentang normal tingkat kesadaran bayi adalah mulai dari diam hingga sadar penuh dan dapat ditenangkan jika rewel. Pada kasus ikterus derajat IV kesadaran penuh (Muslihatun, 2010).

iii. Vital sign

Penilaian vital sign meliputi, suhu, nadi, pemafasan dan tekanan darah (Ngastiyah, 2005).

iv. Berat badan

Anak yang menderita ikterus biasanya nutrisinya belum tercukupi sehingga terjadi penurunan berat badan (Ngastiyah, 2005).

v. Tinggi badan

Menurut Ngastiyah (2005), tinggi badan relatif normal sesuai dengan usia anak tidak mengalami perubahan.

vi. Lingkar kepala

Pemeriksaan lingkar kepala dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan otak (Ngastiyah, 2005).

vii. Lingkar dada

Menurut Ngastiyah (2005), pemeriksaan lingkar dada dilakukan untuk mengetahui keterlambatan pertumbuhan. 2. Pemeriksaan Sistematis

i. Kepala

Pemeriksaan meliputi rambut (warna, bentuk, kebersihan) kepala ada kelainan atau tidak (Maryunani, 2010). Pada kasus ikterus derajat IV ubun-ubun terlihat cekung, kepala berwarna kuning (Saifuddin, 2006).

ii. Muka

Untuk mengetahui simetris atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus ikterus derajat IV muka terlihat kuning (Saifuddin, 2006).

iii. Mata

Untuk mengetahui konjungtiva dan sklera apakah normal atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus ikterus derajat IV sklera berwarna kuning (Saifuddin, 2006).

iv. Hidung

Untuk mengetahui ada atau tidak benjolan, bersih atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus ikterus derajat IV hidung berwarna kuning (Saifuddin, 2006).

v. Telinga

Untuk mengetahui simetris atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus ikterus derajat IV telinga terlihat kuning (Saifuddin, 2006)

vi. Mulut

Untuk mengetahui ada atau tidak Labioskisis dan Labiopalatoskisis (Hidayat, 2009).

vii. Leher

Untuk mengetahui ada tidak pembesaran kelenjar tiroid (Hidayat, 20090. Pada kasus ikterus derajat IV kulit leher berwarna kuning (Saifuddin, 2006).

viii. Dada

Untuk mengetahui dada simetris atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus ikterus derajat IV dada terlihat kuning (Saifuddin, 2006).

ix. Perut

Untuk mengetahui perut kembung atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus ikterus derajat IV perut terlihat kuning (Saifuddin, 2006).

x. Tali pusat

Untuk mengetahui tali pusat kering atau basah, ada kemerahan, bengkak, atau tidak (Hidayat, 2009).

xi. Ekstremitas

Menurut Priharjo (2007), pemeriksaan meliputi kelengkapan, kelainan dan mobilitas.

xii. Genitalia

Laki-laki : Testis sudah turun atau belum

Perempuan : Labia mayora sudah menutupi labia minora atau belum (Hidayat, 2009).

xiii. Anus

Untuk mengetahui ada tidaknya atresi ani (Marmi & Rahardjo, 2012).

3. Pemeriksaan tingkat pengembangan

Status perkembangan pasien perlu dikaji secara rinci untuk mengetahui apakah terdapat penyimpangan. Pada balita perlu ditanyakan beberapa patokan perkembangan motorik kasar, motorik halus, sosial personal dan bahasa adaptif (Matondang, 2007).

4. Data penunjang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium antara lain : Pemeriksaan Hb dan golongan darah, serta kadar bilirubin dalam darah (Wiknjosastro, 2007).

b. Interpretasi Data

Pada langkah ini melaksanakan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan

sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik (Varney, 2007).

1) Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan (Varney, 2007).

Diagnosa : By.A lahir normal cukup bulan umur... hari dengan ikterus derajat IV.

Dasar :

Data Subyektif menurut Marmi (2012): a) Ibu mengatakan bayinya kuning b) Ibu mengatakan bayinya malas minum Data Obyektif menurut Marmi (2012): a) Keadaan umum lemah

b) Kesadaran composmentis

c) Kepala, badan, paha, sampai lutut nampak kuning

d) Reflek suching,reflek morro, reflek graspin, reflek rooting, reflek plantar lemah.

e) Hasil pemeriksaan laboratorium kadar bilirubin 12 mg%. 2) Masalah

Masalah adalah hal yang berkaitan dengan pernyataan pasien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau menyertai diagnosa dan tetap membutuhkan penanganan (Varney, 2007). Masalah yang sering dijumpai pada bayi dengan ikterus adalah gangguan

kebutuhan cairan dan reflek hisap serta menelan lemah (Runny, 2009).

3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah didapatkan dengan analisa data (Varney, 2007). Kebutuhan bayi Ikterus antara lain pemberian rasa nyaman dan hangat, pemenuhan nutrisi yang adekuat dengan cara memberi minum sesuai kebutuhan. Karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde (Varney, 2007).

c. Diagnosa Potensial

Diagnosa potensial adalah suatu pernyataan yang timbul berdasarkan masalah yang sudah diidentifikasikan dan membutuhkan penanganan segera untuk mengatasi kemungkinan buruk yang timbul (Varney, 2007).

Masalah potensial pada bayi baru lahir dengan ikterus derajat IV akan muncul apabila kadar bilirubin semakin meningkat dan menyebabkan peningkatan menjadi derajat V kemudian kern ikterus (Wiknjosastro, 2007).

d. Antisipasi

Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera dan tindakan kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk menghindari terjadi

kegawat daruratan (Wiknjosastro, 2007). Antisipasi menurut Wiknjosastro (2007) untuk tanda kern ikterik dan infeksi pada kasus ini antara lain :

1) Penurunan kadar bilirubin dengan cara mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin dengan pemberian agar-agar, fenobarbital, early feeding.

2) Pemberian terapi sinar untuk mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestifus.

3) Pemberian transfusi darah untuk mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah.

f. Perencanaan

Langkah ini merupakan lanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi (Varney, 2007).

Menurut Wiknjosastro (2007), perencanan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus yaitu :

1) Observasi keadaan umum dan tanda vital bayi. 2) Penuhi kebutuhan dan cairan.

3) Jemur bayi pada sinar matahari pagi pukul 7 – 8 sampai selama 15 – 30 menit.

4) Periksa bilirubin dalam darah dengan pemeriksaan laboratorium. 5) Penuhi kebutuhan bayi dengan baik.

6) Kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk melakukan terapi selanjutnya untuk melakukan terapi sinar dan tranfusi tukar.

g. Pelaksanaan

Penatalaksanaan manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien (Varney, 2007).

Menurut Dewi (2010), pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus derajat IV adalah:

1) Mengobservasi keadaan umum dan tanda vital.

2) Memenuhi cairan dengan cara memberi minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum berikan berulang-ulang. Jika tidak mau menghisap berikan pakai sendok.

3) Menjemur bayi pada sinar matahari pagi pukul 7 – 8 sampai selama 15 – 30 menit.

4) Memeriksa bilirubin dalam darah dengan pemeriksaan labolatorium. 5) Memenuhi kebutuhan bayi dengan baik dengan cara mengusahakan

agar bayi tidak kepanasan / kedinginan, serta memelihara kebersihan

Dokumen terkait