• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berisi tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilaksanakan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Evaluasi

Pada dasarnya evaluasi merupakan suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program kedepannya agar jauh lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat melihat ke depan daripada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan diarahkan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program (Yusuf, 2000:2).

Evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara objektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan di depan (Yusuf, 2000:3)

Selain itu menurut (Jones, 1994:357) Evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk menimbang manfaat program dalam spesifikasi criteria, teknik pengukuran, metode analisis dan bentuk rekomendasi. Sedangkan Carlos H. Weiss, dalam Jones (1994 : 355) mengemukakan :

Evaluasi adalah kata elastis yang meliputi segala macam pertimbangan. Penggunaan dari kata tersebut dalam arti umum adalah suatu istilah untuk menimbang manfaat Seseorang meneliti atau mengamati suatu fenomena berdasarkan beberapa ukuran yang eksplisit dan implisit.

Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti pencapaian hasil, kemajuan, dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana strategis dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan di masa yang akan

datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana strategis. Oleh karena itu, dalam perencanaan yang transparan dan akuntabel, harus disertai dengan penyusunan indikator kinerja pelaksanaan rencana yang sekurang-kurangnya meliputi;(i) indikator masukan, (ii) indikator keluaran, dan (iii) indikator hasil (Nugroho, 2009: 535).

2.1.1. Jenis-jenis Evaluasi

Secara umum, evaluasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu : a. Evaluasi pada Tahap Perencanaan

Kata evaluasi sering digunakan dalam tahap perencanaan dalam rangka mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternative dan kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu diperlukan berbagai teknik yang dapat dipakai oleh perencana. Satu hal yang patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah bahwa metode-metode yang ditempuh dalam pemilihan prioritas tidak selalu sama untuk setiap keadaan, melainkan berbeda menurut hakekat dari permasalahannya sendiri.

b. Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, evaluasi adalah suatu kegiatan melakukan analisa untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana. Terdapat perbedaan antara evaluasi menurut pengertian ini dengan monitoring/ pengendalian. Monitoring menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat mencapai tujuan

tersebut. Monitoring melihat apakah pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan. Sedangkan evaluasi melihat sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuannya, apakah tujuan tersebut sudah berubah., apakah pencapaian hasil program tersebut akan memecahkan masalah yang ingin dipecahkan. Evaluasi juga mempertimbangkan faktor-faktor luar yang mempengaruhi keberhasilan proyek tersebut, baik membantu atau menghambat.

c. Evaluasi pada Tahap Pasca Pelaksanaan

Disini pengertian evaluasi hampir sama dengan pengertian pada tahap pelaksanaan, hanya perbedaannya yang dinilai dan dianalisa bukan lagi tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding rencana, tetapi hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Nugroho, 2009: 537).

2. 1. 2 Proses Evaluasi

Suatu proses pada suatu program harus dimulai dari suatu perencanan, bertitik tolak dari situ maka proses evaluasi atau pelaksanaan evaluasi pelaksanaan program harus didasarkan atas perencanan evaluasi program tersebut. Namun dalam praktek seringkali suatu evaluasi terhadap suatu program menimbulkan ketidakjelasan fungsi evaluasi, institusi, personal yang sebaiknya melakukan evaluasi dan biaya untuk evaluasi

Dalam melakukan proses evaluasi ada bebarapa etik birokrasi yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-tugas evaluasi antara lain :

1. Semua tugas/ tanggung jawab pemberi tugas/yang menerima tugas harus jelas. 2. Pengertian dan konotasi yang sering tersirat dalam evaluasi yaitu mencari

kesalahan harus dihiindari

3. Pengertian evaluasi adalah untuk memperbandingkan rencana dengan pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kuantitatif/kulaitatif jumlahitas program secara tekhnik, maka dari itu hendaknya ukuran-ukuran kualitas dan kuantitas tentang apa yang dimaksud dengan berhasil telah dicantumkan sebelumnya dalam rencana program secara eksplisit

4. Tim yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran/nasehat kepada manajemen, sedangkan pendayagunaan saran/nasehat tersebut serta pembuat keputusan atas dasar saran/nasehat tersebut berada di tangan manajemen program.

5. Dalam proses pengambilan keputusan yang telah dilakukan atas data-data/penemuan teknis perlu dikonsultasikan secermat mungkin karena menyangkut banyak hal tentang masa depan proyek dalam kaitannya dengan program.

6. Hendaknya hubungan dan proses selalu didasari oleh suasana konstruktif dan objektif serta menghindari analisa-analisa subjektif. Dengan demikian evaluasi dapat diterapkan sebagai salah satu program yang sangat penting dalam siklus manajemen program (Nugroho, 2009: 536).

2.1.3 Tolok Ukur Evaluasi Program

Suatu program dapat di evaluasi apabila ada tolak ukur yang bisa dijadikan penilaian terhadap program yang telah berlangsung tersebut. Berhasil atau

tidaknya suatu program berdasarkan tujuan memiliki tolak ukur yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya.

Adapun yang menjadi tolok ukur dalam evaluasi suatu program adalah: 1. Ketersediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut

2. Apakah hasil proyek sesuai tujuan yang ingin dicapai

3. Apakah sarana atau kegiatan yang dibuat benar-benar dapat dicapai atau dimanfaatkan oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkannya

4. Apakah sarana yang disediakan benar-benar dilakukan untuk tujuan semula 5. Berapa persen jumlah atau luas sasaran sebenarnya yang dapat dijangkau oleh

program

6. Bagaimana mutu pekerjaan atau sasaran yang dihasilkan oleh program (kualitas hidup, kualitas barang)

7. Berapa banyak sumber daya dan kegiatan yang dilakukan benar-benar dimanfaaatkan secara maksimal

8. Apakah kegiatan yang dilakukan benar-benar memberikan masukan terhadap perubahan yang diinginkan (Suwito, 2002:4)

2.2 Pengertian Program

Sedangkan Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dengan program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan (Jones, 1994 :296).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain :

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai

2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu.

3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dan prosedur yang harus dilalui 4. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan (Jones, 1994 :296).

Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program yaitu adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan Berhasil tidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dai unsur pelaksananya. Unsur pelaksana itu merupakan unsur ketiga. Pelaksana penting artinya karena pelaksana baik itu organisasi ataupun perorangan bertanggung jawab dalam pengolahan maupun pengawasan dalam pelaksanaan (Jones, 1994 :298)

2.3 Bantuan Langsung Tunai

BLT sebagai program konpensasi jangka pendek yang tujuan utamanya adalah menjaga agar tingkat konsumsi RTS, yaitu rumah tangga yang tergolong

sangat miskin, miskin, dan dekat miskin/near poor, tidak menurun pada saat terjadi kenaikan harga BBM dalam negeri. Dengan demikian, walaupun program BLT bukan satu-satunya program yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, namun diharapkan dapat mendorong pengurangan tingkat kemiskinan pada saat terjadi penyesuaian harga-harga kebutuhan pokok menuju keseimbangan yang baru (Departemen Sosial RI, 2008 :5)

Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah sejumlah uang tunai yang diberikan oleh pemerintah kepada rumah tangga yang perlu dibantu agar kesejahteraannya tidak menurun jika harga BBM dinaikkan. sedangkan pengertian RTS adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin (Departemen Sosial RI, 2008 :6)

Penyaluran BLT tahap pertama (Juni-Agustus) mencapai jumlah realisasi bayar 18.832.053 Rumah Tangga Sasaran (RTS) dengan jumlah realisasi rupiah sebesar Rp. 5.694.615.900.000. Artinya daya serapnya mencapai 99,02 persen dari jumlah RTS sebanyak 19.020.763 RTS. Provinsi dengan penyaluran tertinggi adalah Jawa Tengah sebesar 99,87 persen, sedangkan provinsi dengan penyaluran terendah adalah Kalimantan Tengah sebesar 83,53 persen. Penyaluran BLT tahap kedua (September-Desember) mencapai jumlah realisasi bayar 18.778.134 RTS dengan jumlah realisasi rupiah sebesar Rp. 7.511.253.600.000. Artinya daya serapnya mencapai 98,74 persen dari jumlah RTS. Provinsi dengan penyaluran tertinggi adalah Jawa Tengah sebesar 99,72 persen, sedangkan provinsi dengan penyaluran terendah adalah Kalimantan Tengah sebesar 83,32 persen

(http://www.menkokesra,go,id// Capaian Program BLT, Raskin, BOS, Jamkesmas dan PKH Tahun 2008 dan Awal Tahun 2009, diakses tanggal 15 oktober 2009, pukul 09:00 ).

2.3.1 Tujuan BLT

Tujuan dari Program Bantuan Langsung Tunai bagi Rumah Tangga Sasaran dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi BBM adalah:

1.Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya; 2.Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan

ekonomi.

3.Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama (Departemen Sosial RI, 2008:7). 2.3.2 Dasar Hukum BLT

Bantuan Langsung Tunai Tahun 2008 disalurkan dasar hukumnya adalah :

1. Dasar Hukum I

Keputusan dalam UU APBN-P, Pasal 14 ayat (2): Dalam hal terjadi perubahan harga minyak yang sangat signifikan dibandingkan asumsi harga minyak yang ditetapkan, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan di bidang subsidi BBM dan/atau langkah-langkah lainnya untuk mengamankan pelaksanaan APBN 2008.

2. Dasar Hukum II

Dilaksanakan berdasarkan INPRES No 3 tahun 2008 tentang pelaksanaan program BLT untuk RTS. Tugas K/L dalam pelaksanaan BLT:

2. MENKO Perekonomian: Koordinasi penyiapan kondisi perekonomian.

3. MENKO KESRA: Koordinasi pelaksanaan program BLT dan pengaduan masyarakat.

4. MENKEU: Penyediaan dana, penyusunan dan pengendalian anggaran.

5. MENNEG PPN / Kepala BAPPENAS: Koordinasi perencanaan program, penyusunan organisasi pelaksanaan dan evaluasi program.

6. Menteri Sosial: Pelaksana program.

7. MENDAGRI: Koordinasi pelaksanaan dan pengendalian program bersama PEMDA.

8. MENKOMINFO: Koordinasi sosialisasi dan konsultasi publik mengenai BLT bersama MENDAGRI.

9. MENNEG BUMN: Integrasi BUMN Peduli kedalam BLT

10.Jaksa Agung: Penegakan hukum atas penyimpangan dan penyelewengan pelaksanaan program.

11.Panglima TNI: Mendukung dan membantu pengamanan pelaksanaan program. 12.KAPOLRI: Penjagaan KAMTIBMAS untuk pelaksanaan program

13.Kepala BPS: Penyediaan data RTS dan pemberian akses data kepada instansi yang berkepentingan.

14.Kepala BPKP: Pelaksanaan audit pelaksanaan program.

15.Para Gubernur beserta jajarannya: Mendukung pelaksanaan dan pengawasan program di wilayah masing-masing.

16.Para Bupati/Walikota beserta jajarannya Mendukung pelaksanaan dan pengawasan program di wilayah masing-masing (Bappenas, 2008).

2.3.3 Istilah Dalam BLT

Istilah-istilah yang digunakan dalam Petunjuk Teknis antara lain adalah: 1.Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah bantuan langsung berupa uang tunai

sejumlah tertentu untuk Rumah Tangga Sasaran.

2.Rumah Tangga Sasaran (RTS) adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori Sangat Miskin, Miskin dan Hampir Miskin.

3.Daftar Nominatif adalah rekapitulasi jumlah penerima dana dan jumlah besar uang berdasarkan kecamatan/ kabupaten/ kota dan provinsi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

4.Kartu Kompensasi BBM (KKB) adalah Kartu Identitas Penerima Kompensasi Subsidi BBM yang berisikan data penerima untuk keperluan penarikan.

5.Giro Utama adalah Rekening Giro atas nama PT. Pos Indonesia yang dibuka di Kantor Cabang BRI Jakarta untuk menampung Dana Bantuan Langsung

6.Tunai Untuk Rumah Tangga Sasaran dari Kas Negara atas permintaan Departemen Sosial sebagai Kuasa Pengguna Anggaran.

7.Kanca BRI adalah Kantor Cabang Bank Rakyat Indonesia seluruh Indonesia yang mengelola Giro Kantor Pos yang menampung Dana Bantuan Langsung Tunai Untuk Rumah Tangga Sasaran (Departemen Sosial RI 2008 :9).

2.3.4 Mekanisme dan Tahapan Kegiatan BLT

Secara umum, tahapan yang dilaksanakan berkaitan dengan penyaluran dana BLT-RTS adalah:

1. Sosialisasi Program Bantuan Langsung Tunai, dilaksanakan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Sosial, bersama dengan

Kementerian/Lembaga di Pusat bersama-sama Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota, Aparat Kecamatan dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (Karang Taruna, Kader Taruna Siaga Bencana (TAGANA), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat. 2. Penyiapan data Rumah Tangga Sasaran dilaksanakan oleh Badan Pusat

Statistik (BPS Pusat). Daftar nama dan alamat yang telah tersedia disimpan dalam sistem database BPS, Departemen Sosial dan PT Pos Indonesia.

3. Pengiriman data berdasarkan nama dan alamat Rumah Tangga Sasaran dari BPS Pusat ke PT Pos Indonesia.

4. Pencetakan KKB Bantuan Langsung Tunai Untuk Rumah Tangga Sasaran (KKB) berdasarkan data yang diterima oleh PT Pos Indonesia.

5. Penandatanganan KKB oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. 6. Pengiriman KKB ke Kantor Pos seluruh indonesia

7. Pengecekan kelayakan daftar Rumah Tangga Sasaran di tingkat Desa/ Kelurahan.

8. Penerima Program Keluarga Harapan juga akan menerima BLT-RTS, sehingga dimasukkan sebagai Rumah Tangga Sasaran yang masuk dalam daftar.

9. Pembagian KKB kepada Rumah Tangga Sasaran oleh Petugas Kantor Pos dibantu aparat desa/ kelurahan, Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat, serta aparat keamanan setempat jika diperlukan.

10.Pencairan BLT-RTS oleh Rumah Tangga Sasaran berdasarkan KKB di Kantor Pos atau di lokasi-lokasi pembayaran yang telah ditetapkan. Terhadap KKB

Penerima dilakukan pencocokan dengan Daftar Penerima (Dapem), yang kemudian dikenal sebagai KKB Duplikat.

11. Pembayaran terhadap penerima KKB dilakukan untuk periode Juni s.d Agustus sebesar Rp. 300.000,- dan periode September s.d Desember sebesar Rp. 400.000,-. Penjadwalan pembayaran pada setiap periode menjadi kewenangan dari PT. Pos Indonesia.

12.Jika kondisi penerima KKB tidak memiliki identitas sebagai persyaratan kelengkapan verifikasi proses bayar, maka proses bayar dilakukan dengan verifikasi bukti diri yang sah (KTP, SIM, Kartu Keluarga, Surat Keterangan dari Kelurahan, dll).

13.Monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyaluran BLTRTS oleh tim terpadu. 14.Pelaporan bulanan oleh PT. Pos Indonesia kepada Departemen Sosial

(Departemen Sosial RI 2008 :9).

Program jangka pendek ini bersifat sementara diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketergantungan serta tidak mendorong menguatnya culture of poverty. Besarnya BLT adalah Rp 100.000 per bulan per rumah tangga sasaran, bentuk uang tunai diberikan untuk mencegah turunnya daya beli masyarakat miskin yang disebabkan oleh naiknya harga BBM

2. 4. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang

juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah negara berkembang biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang miskin (Remi, 2002: 6).

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara, Pemahaman utamanya mencakup:

1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan sehari-hari, arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

3. Gambaran tentang kurangnya

Makna memadai disini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagia

dan

Kemisikinan secara sosial psikologis merujuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitasnya (Syaifullah, 2008:19).

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal- hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai

warga negara

2009)

Ada beberapa tipe orang miskin berdasarkan pada pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam setiap bulan. Ketiga tipe tersebut adalah:

1.Miskin: Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam bentuk beras adalah 32 Kg/orang/tahun

2.Sangat miskin: Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan jika diwujudka dalam bentuk beras adalah 240kg/orang/tahun 3.Termiskin: Orang termiskin adalah orang yang berpenghasilan jika diwujudkan

Tabel 2.1

Kriteria rumah tangga miskin menurut Badan Pusat Statistik

No Variabel Kriteria Rumah tangga miskin

1 Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 m/orang 2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/kayu murahan 3 Jenis dinding bangunan tempat

tinggal

Bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa plester

4 Fasilitas tempat buang air besar dan sumber penerangan rumah tangga

Tidak punya/bersama-sama dengan rumah tangga lain

5 Sumber air minum Bukan listrik, sumur/mata air tidak terlindung

6 Bahan bakar untuk memasak sehari-hari

Kayu bakar/arang/minyak tanah

7 Konsumsi daging/susu/ayam/ per minggu

Tidak pernah mengkonsumsi/hanya dalam satu kali dalam seminggu

8 Pembelian pakaian baru untuk setiap ART dalam setahun

Tidak pernah membeli/hanya membeli satu stel dalam setahun

9 Makanan dalam sehari Hanya sekali makan/dua kali makan sehari

10 Kemapuan untuk membayar berobat ke Puskesmas/Poliklinik

Tidak mapu membayar untuk berobat 11 Lapangan Pekerjaan utama kepala

rumah tangga

Petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan berpendapatan dibawah 600.000/bulan

12 Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga keluarga

Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD

13 Kepemilikan aset/tabungan Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp.

500.000, seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya

Sumber : Badan Pusat Statistik 2008

Ketentuan:

1. Rumah tangga yang layak mendapatkan Bantuan Langsung Tunai adalah rumah tangga yang memenuhi 9 atau lebih kriteria dari indikator diatas. 2. Rumah tangga yang tidak layak mendapatkan Bantuan Langsung tunai

adalah :

a. Rumah tangga yang tidak memenuhi 9 atau lebih dari 13 indikator dari ciri rumah tangga miskin.

b. PNS/TNI/POLRI/Pensiunan/Veteran c. Penduduk yang tidak bertinggal tetap d. Karyawan BUMN

e. Ada anggota keluarga yang memiliki aset kendaraan bermotor, banyak hewan ternak, sawah/kebun, kapal motor, handphone, atau barang berharga lainnya (BPS, 2008).

2.4.1 Jenis-Jenis Kemiskinan

Dalam membicarakan kemiskinan, ada beberapa jenis kemiskinan yaitu: 1) Kemiskinan absolut yaitu seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu

memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara keadaan fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efisien.

2) Kemiskinan relatif yaitu muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang lain di suatu daerah.

3) Kemiskinan struktural yaitu lebih menuju kepada orang atau sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang yang tidak meguntungkan bagi golongan yang lemah.

4) Kemiskinan kultural yaitu kemiskinan penduduk yang terjadi karena kultur budaya masyarakatnya yang sudah turun temurun yang membuat mereka menjadi miskin

2.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Adapun faktor-faktor penyebab kemiskinan adalah: 1.Sikap dan pola pikir yang rendah dan malas bekerja

2.Kurang Keterampilan

3.Adanya gep antara orang kaya dan orang miskin 4.Pendidikan Rendah

5.Faktor alam/ lahan sempit

6.Tidak dapat memanfaatkan SDA (sumber daya alam) dan SDM (sumber daya manusia) setempat (Syaifullah, 2008:19).

7.Populasi penduduk yang tinggi

8.Belenggu adat dan kebiasaan (Syaifullah, 2008:21).

2.4.3 Beberapa Dampak Kemiskinan

Kemiskinan mempunyai dampak negatif yang bersifat menyebar (multiplier effects) ke seluruh tatanan masyarakat. Kemiskinan dapat membunuh mimpi

generasi muda indonesia dalam menatap masa depan. Berbagai peristiwa konflik yang terjadi sepanjang krisis ekonomi di tanah air menunjukkan bahwa persoalan kemiskinan bukanlah semata-mata mempengaruhi ketahanan ekonomi yang ditampilkan oleh rendahnya daya beli masyarakat. Persoalan kemiskinan mampu mempengaruhi ketahanan sosial masyarakat dan ketahanan nasional. Meningkatnya angka pengangguran, kriminalitas, bunuh diri, dan bentuk frustasi lainnya

Selain itu, kemiskinan membuat seseorang (simiskin) merasa dirinya semakin terasing dan imperior dari lingkungan sekitar. Kemiskinan membuat seseorang menjadi kaku berinteraksi dalam masyarakat yang menyebabkan individu kehilangan kebebasan, situasi dan kondisi ini berpotensi melahirkan kekerasan dan kriminalitas.

2.5 Peranan Pekerja Sosial

1.Educator: Dalam menjalankan Peran sebagai pendidik (educator), pekerja sosial diharapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik. Pekerja sosial harus mampu berbicara di depan publik untuk menyampaikan informasi mengenai bebarapa hal tertentu, sesuai dengan bidang yang ditanganinya.

2.Broker: Seorang Broker berperan dalam menghubungkan individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat (comunity service), tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut. Broker dapat diaktakan menjalankan peran

sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang satu (klien) dengan pihak pemilik sumber daya.

3.Social Planner: Seorang perencana social mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang terdapat dalam masyarakat tersebut, menganalisanya dan menyajikan data alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebuit. Setelah itu perencana sosial mengembangkan program, mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan konsensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun kepentingan.

4.Expert: Dalam kaitannya dengan peranan seorang comunity worker sebagai tenaga ahli (expert), ia lebih banyak memberikan adivise (saran) dan dukungan informasinya dalam berbagai bidang. Seorang expert harus sadar bahwa usulan

Dokumen terkait