• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENUTUP

Dalam dokumen Geometri Metrik - USD Repository (Halaman 19-117)

BAB II

HIMPUNAN, RELASI EKUIVALENSI, DAN FUNGSI

2.1Aksioma dan Model

Studi tentang geometri diawali dengan dua konsep dasar, yaitu pengertian tentang titik dan garis. Pengertian tersebut kemudian dihubungkan dengan kumpulan aksioma, atau prinsip utama. Sebagai contoh, ketika kita mendiskusikan tentang awal munculnya geometri, prinsip utama yang mungkin kita asumsikan yaitu jika A dan B adalah dua titik yang berbeda maka ada tepat satu garis yang dapat ditarik melalui titik A dan B.

Aksioma-aksioma dinyatakan sebagai “kebenaran dasar”. Aksioma adalah pernyataan dari sifat yang sangat diperlukan untuk dipelajari tetapi tidak dibuktikan. Aksioma-aksioma yang demikian akan “terbukti dengan sendirinya”. Pandangan modernnya bahwa aksioma adalah sebuah pernyataan tentang sifat yang sangat berguna. Pemilihan aksioma ditentukan oleh tiga prinsip dasar. Pertama, aksioma harus “layak” atau “menarik”. Kedua, aksioma akan berguna dan berperan penting untuk bermacam-macam teorema dan bermacam struktur matematika. Ketiga, aksioma harus konsisten. Sistem aksioma adalah sistem yang didasarkan pada penalaran deduktif. Sistem deduktif terdiri dari empat komponen, antara lain :

1. Hal-hal yang tak terdefinisi ( undefined terms ) 2. Aksioma / postulat

3. Hal-hal yang terdefinisi ( defined terms ) 4. Teorema

Terdapat beberapa sifat sistem aksioma :

1. Konsisten yang artinya tidak ada dua pernyataan ( dua aksioma, aksioma dengan teorema, atau dua teorema yang bertentangan satu sama lain ).

2. Independen artinya jika sebuah aksioma tidak dapat dibuktikan / diturunkan dari aksioma yang lain.

3. Lengkap artinya jika tidak mungkin menambahkan sebuah aksioma yang konsisten dan independen ke dalam sistem tersebut.

Setiap model dalam geometri ditentukan dari pemberian sebuah himpunan yang anggotanya disebut “titik” dan kumpulan himpunan bagian dari himpunan ini yang disebut “garis”. Jika kita menggunakan beberapa model khusus, maka model-model tersebut harus memenuhi aksioma-aksioma yang ada.

2.2Himpunan dan Relasi Ekuivalensi

Misalkan ada sebuah himpunan yang disimbolkan S. Himpunan S terdiri dari obyek-obyek yang disebut anggota. Kumpulan obyek ini harus digambarkan dengan menggunakan aturan khusus. Misalkan kita menuliskan aS yang berarti a berada dalam S, dan dibaca “a adalah anggota dari S”. Sama halnya

dengan kita menulis aS yang berarti bahwa a tidak berada dalam S, yaitu a

bukan anggota dari S.

Definisi 2.2.1

a) Himpunan T adalah himpunan bagian dari S, ditulis TS, jika setiap anggota

T juga merupakan anggota S.

b) Himpunan T dikatakan sama dengan himpunan S, ditulis T=S, jika setiap anggota T berada di S, dan setiap anggota S berada di T. Karena itu T=S jika dan hanya jika TS dan S T.

c) Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota dan diberi lambang φ.

Notasi T = { x ∈ S | … } berarti bahwa anggota T merupakan anggota dari S yang memenuhi sifat setelah tanda “|”.

Definisi 2.2.2

a) Gabungan dari dua himpunan A dan B adalah himpunan

AB = { x | x ∈A atau x ∈B }. b) Irisan dari dua himpunan A dan B adalah himpunan

AB = { x | x∈A dan x ∈B }. Jika AB=φ maka A dan B dikatakan saling asing.

c) Selisih dari himpunan A dan B adalah himpunan

A-B = { x | x ∈ A dan x∉B }.

Di bawah ini akan diberikan contoh agar dapat lebih memahami definisi di atas. Ingat bahwa untuk menunjukkan dua himpunan S dan T sama dilakukan dengan menunjukkan bahwa ST dan TS.

Contoh 2.2.1

Akan ditunjukkan bahwa A

(

BC

) (

= AB

) (

AC

)

Penyelesaian :

Pertama kita tunjukkan bahwa A

(

BC

) (

AB

) (

AC

)

. Misalkan

(

B C

)

A

x∈ ∩ ∪ , maka xA dan x

(

BC

)

. Karena x

(

BC

)

maka xB

atau xC (atau di keduanya). Jika xB maka x

(

AB

)

. Jika xC maka

(

A C

)

x∈ ∩ . Hal ini berarti x

(

AB

) (

AC

)

. Jadi

(

B C

) (

A B

) (

A C

)

A∩ ∪ ⊂ ∩ ∪ ∩ .

Kemudian kita tunjukkan bahwa

(

AB

) (

AC

)

A

(

BC

)

. Misalkan

(

A B

) (

A C

)

x∈ ∩ ∪ ∩ . Jika x

(

AB

)

maka xA dan xB. Karena itu

(

B C

)

x∈ ∪ dan xA

(

BC

)

. Demikian juga, jika x

(

AC

)

maka xA

dan xC. Karena itu, x

(

BC

)

dan xA

(

BC

)

. Dalam salah satu hal,

(

B C

)

A

Karena A

(

BC

) (

AB

) (

AC

)

dan

(

AB

) (

AC

)

A

(

BC

)

, jadi kita dapatkan A

(

BC

) (

= AB

) (

AC

)

.

Definisi 2.2.3

Misalkan A dan B adalah himpunan. Sebuah pasangan terurut adalah simbol

(

a,b

)

di mana aA dan bB. Dua pasangan terurut

(

a,b

)

dan

(

c,d

)

dikatakan sama jika a=c dan b=d. Hasilkali Kartesius dari A dan B adalah himpunan

=

×B

A {(a,b)|aA dan bB}.

Catatan bahwa R2 =R×R. Sebagai contoh grafik pertidaksamaan x< y

dalam 2

R memuat semua pasangan terurut

(

a,b

)

R2 sedemikian sehingga

b a< .

Definisi 2.2.4

Sebuah relasi biner R pada himpunan S adalah himpunan bagian dari S×S. Jika

( )

s,tR maka kita katakan bahwa s berelasi dengan t.

Kita seringkali menggunakan simbol untuk relasi seperti ~

||, , ,

, ≡ ≈ atau

≤ daripada huruf. Kemudian kita mengindikasikan bahwa dua anggota yang berelasi dengan menempatkan nama relasinya di antara anggota misalkan

( )

3,5 ∈C menjadi

( )

3,5 ∈≤, yang menjadi 3≤5. Jadi kita mungkin

membuat pernyataan tentang “relasi ~” dan menulis pernyataannya seperti “a ~ b”. Jika dua anggota a, b tidak berelasi, maka kita tulis a ~/ b.

Gagasan mengenai relasi bergantung pada pasangan terurut. Untuk beberapa relasi khusus urutan tidaklah penting – relasi bersifat simetris. Catatan bahwa jika ~ adalah sebuah relasi pada S dan aS, maka di dalamnya mungkin tidak ada anggota b dengan a~b. Sebagai contoh, jika S adalah himpunan bilangan bulat positif, dan jika relasinya “>” ( lebih besar dari ) maka tidak ada

S

b∈ dengan 1>b. Dalam hal ini 1 tidak berelasi dengan apapun.

Definisi 2.2.5

Sebuah relasi biner “~” pada S adalah relasi ekuivalensi jika untuk setiap

S c b

a, , ∈ berlaku : i. a~a ( refleksif )

ii. Jika a~b maka b~a ( simetris )

iii. Jika a~b dan b~ , maka c a~c ( transitif )

Contoh 2.2.2

Misalkan adalah himpunan semua bilangan bulat dan didefinisikan a~b jika

b

Untuk mengatakan bahwa ab habis dibagi 2 artinya bahwa ada bilangan bulat k sedemikian sehingga ab=2k. Jadi a~b jika dan hanya jika ada kZ

sehingga ab=2k.

i. Misalkan aZ , maka aa=0=2.0 sehingga a~a dan “~” refleksif. ii. Misalkan a,bZ dan a~b, maka ada kZ dengan ab=2.k. Ini berarti

bahwa ba =2.(−k). Karena −kZ , kita peroleh b~a. Jadi “~” bersifat simetris.

iii. Jika a~b dan b~ maka ada bilangan c k1Z dan k2Z dengan ,

. 2k1 b

a− = dan bc=2.k2. Dengan menjumlahkan kedua persamaan kita peroleh ac=2

(

k1+k2

)

, dengan k1+k2Z dan kemudian a~c. Jadi “~” bersifat transitif.

Oleh karena itu “~” adalah relasi ekuivalensi.

Definisi 2.2.6

Jika a dan b adalah bilangan bulat maka a ekuivalen dengan b modulo n jika

kn b

a− = untuk suatu bilangan bulat k. Ditulis ab

( )

n dan artinya bahwa ab

Definisi 2.2.7

Jika “~” adalah relasi ekuivalensi pada himpunan S dan sS, maka kelas ekuivalensi s adalah himpunan bagian dari S dengan definisi

[ ]

s =

{

xS|x~s

} {

= xS|s~ x

}

.

Contoh 2.2.3

Dalam Contoh 2.2.2 kelas ekuivalensi dari 3 adalah himpunan bilangan bulat ganjil, dan kelas ekuivalensi dari 2 adalah himpunan bilangan bulat genap. Catatan pada kasus ini adalah jika x,yZ maka

[ ] [ ]

x = y atau

[ ] [ ]

xy =

φ

.

Teorema 2.2.1

Jika “~” adalah relasi ekuivalensi pada S dan jika s,tS maka

[ ] [ ]

st =

φ

atau

[ ] [ ]

s = t . Bukti :

Kita akan menunjukkan bahwa jika pernyataan pertama tidak benar

([ ] [ ]

st

φ)

, maka pernyataan kedua benar. Asumsikan bahwa

[ ] [ ]

st

φ

, maka ada

[ ] [ ]

s t

x∈ ∩ . Karena itu x

[ ]

s dan x

[ ]

t . Jadi x~s dan x~t. Dari simetri s~x, dan maka dari transitif s~x dan x~t berakibat bahwa s~t. Kita gunakan ini untuk

Misalkan y

[ ]

s , maka y~s dan, karena s~t, kita juga mempunyai y~t dari sifat transitif. Jadi y

[ ]

t . Karena itu

[ ] [ ]

st . Sama halnya t~s, dapat kita tunjukkan

[ ] [ ]

ts . Karena itu

[ ] [ ]

s = t .

2.3Fungsi

Pada subbab ini kita akan membicarakan fungsi dan bijeksi. Di sini kita akan terus menggunakan R untuk menotasikan himpunan semua bilangan real dan

Z untuk himpunan semua bilangan bulat.

Definisi 2.3.1

Jika S dan T adalah himpunan, maka sebuah fungsi f : S T adalah sebuah himpunan bagian fS×T sehingga untuk setiap sS ada tepat satu tT

dengan

( )

s,tf . Elemen tunggal t ini biasanya dinotasikan f(s). Himpunan S

disebut daerah asal (domain) dari f dan T disebut daerah hasil (range) dari f.

Contoh 2.3.1

Misalkan f : R R dengan persamaan f(x) = x2. Misalkan g : ZR dengan persamaan g(x) = x2. Catat bahwa f tidak sama dengan g – masing-masing memiliki daerah asal yang berbeda. Sekarang misalkan R+ =

{

xR|x≥0

}

dan misalkan +R R h: dengan persamaan

( )

2 x x

h = . Catat bahwa f dan h tidak sama sebab masing-masing memiliki daerah hasil yang berbeda.

Definisi 2.3.2

Jika f :ST adalah sebuah fungsi maka peta f adalah

( )

{ | ( )

Im f = tT t = f s untuk suatu sS}.

Im(f ) memuat elemen dari T yang benar-benar “dipetakan” oleh f. Tentu saja, Im(f)⊂ daerah hasil (f ), tetapi himpunannya tidak harus sama.

Definisi 2.3.3

Fungsi f :ST adalah surjektif jika untuk setiap tT ada sS dengan

( )

s t

f = .

Sebuah elemen mungkin dapat dioperasikan lebih dari sekali, yaitu mungkin ada beberapa sS sehingga f

( )

s =t. Hal ini umum digunakan untuk menyatakan bahwa sebuah fungsi adalah “pada” sebagai ganti dari “surjektif”.

Contoh 2.3.2

Akan ditunjukkan bahwa f : R R oleh

( )

3 1

− = x x

f adalah surjektif sedangkan

g : R R oleh

( )

2 1

− = x x

g tidak surjektif.

Untuk menunjukkan bahwa f adalah surjektif kita harus memperlihatkan bahwa untuk setiap t∈daerah hasil

( )

f = R ada s∈daerah asal

( )

f sehingga f

( )

s =t, yaitu kita harus menunjukkan bahwa persamaan

t

mempunyai penyelesaian untuk setiap nilai t. Karena setiap bilangan real mempunyai akar pangkat tiga, kita tuliskan s=3 t+1. Maka

( )

s

(

t

)

t t f = 3 +1 3 −1= +1−1=

Karena itu f adalah surjektif.

Untuk menunjukkan bahwa g tidak surjektif kita hanya perlu menentukan satu nilai t sehingga persamaan

t

s2 −1= . . . ( 2 )

tidak mempunyai penyelesaian. Misalkan t = - 2. maka penyelesaian dari persamaan ( 2 ) harus memenuhi

1 2 1 2 2 − = − = − atau s s

untuk sembarang bilangan real s. Karena itu g tidak surjektif.

Contoh 2.3.2 mengilustrasikan bagaimana kita mencoba membuktikan sebuah fungsi surjektif. Konsep mengenai sebuah fungsi yang surjektif memberi kita penjelasan apakah sebuah persamaan mempunyai penyelesaian atau tidak. Gagasan penting lain adalah dugaan mengenai fungsi injektif, yang terkait banyaknya penyelesaian untuk sebuah persamaan.

Definisi 2.3.4

Fungsi f :ST adalah injektif jika untuk setiap s1,s2S dengan

( )

s1 f

( )

s2

Hal ini merupakan cara umum untuk menggunakan terminologi “satu-satu” untuk arti injektif. Cara lain untuk mendefinisikan fungsi injektif adalah : f

injektif jika s1s2 berakibat f

( )

s1f

( )

s2 .

Contoh 2.3.3

Akan ditunjukkan bahwa + +

→  R R h: oleh

( )

2 x x h = adalah injektif.

Asumsikan bahwa h

( )

s1 =h

( )

s2 yaitu s12 =s22. Kemudian dengan menarik akar kuadrat kita peroleh s1s2. Karena elemen dari R2 tidak negatif, keduanya dari s1 dan s2harus lebih besar dari atau sama dengan nol. Karena itu s1 ≠−s2 (kecuali jika keduanya adalah 0) dan kemudian s1 =s2. Jadi h adalah injektif.

Kata “injektif “ dan “surjektif” adalah kata sifat. Jika kita mempunyai sebuah kata benda maka ini adalah umum untuk mengatakan “injeksi” untuk “fungsi injektif” dan “surjeksi” untuk “fungsi surjektif”.

Definisi 2.3.5

Fungsi f :ST adalah bijeksi jika f adalah sebuah injeksi dan sekaligus surjeksi.

Contoh 2.3.3 adalah bijeksi. Istilah lain untuk bijeksi adalah korespondensi satu-satu.

Definisi 2.3.6

Jika diberikan fungsi-fungsi f :ST, g:UV , dan Im

( )

fU , maka komposisi dari f dan g adalah fungsi g f :SV yang diperoleh dari

(

g f

)( )

s =g

(

f

( )

s

)

untuk setiap sS.

Catat bahwa daerah asal g harus memuat peta dari f dalam komposisi f

dan g agar terdefinisi.

Teorema 2.3.1

Jika f :ST dan g:TV keduanya adalah surjeksi maka g f juga merupakan sebuah surjeksi.

Bukti :

Ambil sebarang vV. Kita harus menunjukkan bahwa ada sS sehingga

(

g f

)( )

s =v. Karena g adalah surjektif, ada tT sehingga g

( )

t =v. Karena f

adalah surjektif ada sS dengan f

( )

s =t. Sekarang berlaku

(

g f

)( )

s =g

(

f

( )

s

)

= g

( )

t =v.

Teorema 2.3.2

Jika f :ST dan g:TV keduanya adalah injeksi maka g f :SV

adalah sebuah injeksi. Bukti :

Akan dibuktikan : g f :SV adalah sebuah injeksi. Definisi dari dua fungsi yang injektif :

Untuk setiap x1,x2 ∈ daerah asal (f )

(

jika

(

g f

)( ) (

x1 = g f

)( )

x2 ,makax1=x2

)

Asumsikan :

(

g f

)( ) (

x1 = g f

)( )

x2 .

Untuk sebarang x1,x2 berada di daerah asal (f ), maka

( )

(

f x1

)

g

(

f

( )

x2

)

g = , sehingga

( )

x1 f

( )

x2

f = ( g adalah injeksi ). Jadi, x1 =x2 ( f adalah injeksi )

Jadi terbukti bahwa g f adalah sebuah injeksi, jika f dan g keduanya adalah

injeksi.

Teorema 2.3.3

Jika f :ST dan g:TV keduanya adalah bijeksi maka g f :SV

adalah sebuah bijeksi. Bukti :

Jika f :ST adalah bijeksi maka untuk setiap tT terdapat dengan tunggal

S

s∈ dengan f

( )

s =t. Hal ini mengijinkan kita untuk mengatakan bahwa untuk setiap tT berkorespondensi dengan tepat satu sS.

Definisi 2.3.7

Jika f :ST adalah sebuah bijeksi, maka invers dari f adalah fungsi g:TS

yang didefinisikan oleh

g

( )

t =s, di mana s adalah elemen tunggal dari S dengan f

( )

s =t . . . ( 3 ) Fungsi g sering dinotasikan dengan 1

f .

Jika f adalah fungsi logaritma natural yang diberikan oleh f

( )

s =ln

( )

s , maka invers dari f adalah fungsi eksponensial g yang diberikan oleh

( )

t

e t

g =

karena eln( )x =s.

Definisi 2.3.8

Jika S adalah sebuah himpunan, maka fungsi identitas ids:SS diberikan oleh

( )

s s

Teorema 2.3.4

Jika f :ST, maka f adalah bijeksi jika dan hanya jika g f =idS dan

T

id g

f = untuk suatu fungsi g:TS. Lebih jelas, pada kasus ini invers dari f

adalah g. Bukti :

Pertama kita akan menunjukkan bahwa jika ada sebuah fungsi g:TS dengan

T

id g

f = dan g f =idS maka f adalah bijeksi dan g adalah inversnya.

Asumsikan bahwa ada fungsi g:TS dengan f g =idT dan g f =idS. Jika

T

t∈ maka g

( )

tS dan f

(

g

( )

t

)

=idT

( )

t =t. Oleh karena itu t∈Im

( )

f dan f

adalah surjeksi. Jika f

( )

s1 = f

( )

s2 untuk s1,s2S, maka

( )

(

f s1

)

g

(

f

( )

s2

)

atau id

( )

s1 id

( )

s2 atau s1 s2

g = S = S = . Jadi f adalah injeksi dan karenanya adalah sebuah bijeksi. Akhirnya jika t = f(s) maka

( )

t g

(

f

( )

s

)

id

( )

s s

g = = S = . Jadi g adalah invers dari f.

Kemudian kita akan menunjukkan bahwa jika f adalah sebuah bijeksi maka ada fungsi g:TS dengan f g =idT dan g f =idS. Karena f adalah bijeksi yang mempunyai invers. Sebut saja invers ini g:TS. Maka g

( )

t =s apabila

( )

s t f = .

Dalam kasus tertentu, jika tT maka

( )

(

g t

)

f

( )

s t

kemudian bahwa f g =idT. Juga jika sT misalkan t = f

( )

s . Maka dari persamaan ( 3 ), g

( )

t =s Kemudian

( )

(

f s

)

s g = untuk semua sS Jadi g f =idS. Contoh 2.3.4

Misalkan diberikan himpunan P+ =

{

tR|t >0

}

dan fungsi +

P R f : dengan

( )

s e s f = . Akan ditentukan f 1:P+R.

Persamaan (3) menyebutkan bahwa kita harus menemukan sebuah fungsi

R P f

g = −1: + → dengan sifat bahwa g

( )

t =s apabila kapan saja es =t. Fungsi ini adalah g

( )

t =lnt.

Karena

t

elnt = dan lnes =s.

Teorema 2.3.4 memberi bukti bahwa penyelesaian kita benar.

Teorema 2.3.5

Jika f :ST dan h:TV adalah bijeksi maka

( )

−1 1 1

= f h

f

h .

Bukti :

(

h f

) (

h f

)

1 =idT

Jika f :ST maka f1 =TS

Jika h:TV maka h1 =VT

Kemudian kita amati

(

h f

)

1

(

h f

)

=ids

Juga,

(

f1 h1

) (

h f

)

= f 1

[

h1

(

h f

)]

( komposisi bersifat asosiatif )

( )

[

h h f

]

f1 1

= ( komposisi bersifat asosiatif )

[

id f

]

f1 T =

(

h−1 h=idT

)

f f1 =

(

idT f = f

)

S id =

Dengan demikian kita mempunyai

(

h f

)

1

(

h f

)

=

(

f 1 h1

) (

h f

)

Jadi kita peroleh bahwa

( )

−1 1 1

= f h

f h

Jadi terbukti bahwa

( )

−1 1 1

= f h

f

BAB III

GEOMETRI ABSTRAK DAN GEOMETRI INSIDENSI

Pada bab ini kita akan mendefinisikan pengertian geometri abstrak dan geometri insidensi. Ini dilakukan dengan memberikan sekumpulan aksioma yang harus terpenuhi. Setelah definisi-definisi dibuat, akan diberikan sejumlah contoh yang akan disajikan sebagai model-model untuk geometri-geometri tersebut. Dua dari model-model tersebut adalah Bidang Kartesian dan Bidang Poincarè yang akan seterusnya digunakan dalam skripsi ini.

Model-model geometri yang akan digunakan adalah Bidang Kartesian dan Bidang Poincare. Pada pembahasan sebelumnya, geometri adalah himpunan yang terdiri dari titik dan himpunan yang terdiri dari garis bersama dengan hubungan antara titik dan garis.

3.1 Geometri Abstrak Definisi 3.1.1

Geometri abstrak terdiri dari himpunan yang anggota-anggotanya disebut titik, bersama dengan sebuah koleksi dari himpunan bagian tak kosong dari , yang disebut garis, sehingga :

i. Untuk setiap dua titik A,B∈ ada sebuah garis l ∈ dengan Al dan .

l B

ii. Setiap garis mempunyai sekurang-kurangnya dua titik.

Jika adalah sebuah geometri abstrak dengan P∈ , l∈ dan

l

P∈ , kita katakan bahwa P terletak pada garis l, atau bahwa l melalui P. Jadi aksioma pertama dari geometri abstrak berbunyi : “setiap pasang titik terletak pada suatu garis.”

Proposisi 3.1.1

Misalkan = 2 = {( x, y ) | x, y ∈ Kita definisikan himpunan dari “garis-garis” sebagai berikut. Garis vertikal adalah sebarang himpunan bagian 2 yang berbentuk

La = {( x, y ) ∈ 2 | x = a }

dimana a adalah bilangan real yang tetap. Garis tak vertikal adalah sebarang himpunan bagian 2 yang berbentuk

Lm,,b = {( x, y ) ∈ 2 | y = mx + b }

dimana m dan b adalah bilangan real yang tetap. Misalkan E adalah himpunan semua garis-garis vertikal dan tak vertikal. Maka = { 2, E } adalah sebuah geometri abstrak.

Kita harus menunjukkan bahwa jika P=

(

x1,y1

)

dan Q=

(

x2,y2

)

adalah dua titik yang berbeda dari 2 maka ada lE memuat keduanya. Ini dilakukan dengan memperhatikan dua kasus.

Kasus 1. Jika x1 =x2 misalkan a=x1 = x2. Kemudian P dan Q keduanya termuat di l =LaE.

Kasus 2. Jika x1x2 akan dicari m dan b sehingga P, QLm,,b. Dimotivasi oleh ide tentang “kemiringan / gradien” dari sebuah garis, kita mendefinisikan m dan b

memuat persamaan : 1 2 1 2 x x y y m − − = dan b= y2mx2.

Dapat ditunjukkan bahwa y2 =mx2 +b dan karena titik P juga berada di Lm,,b

maka didapat y1 =mx1 +b, kemudian bahwa P dan Q keduanya termuat dalam

∈ =Lmb

l , E.

Dari kasus 1 dan kasus 2 terlihat bahwa l =LaE juga l =Lm,bE yang berarti bahwa setiap garis mempunyai sekurang-kurangnya dua titik. Jadi, terbukti bahwa adalah sebuah geometri abstrak.

x = a a La y = mx + b b Lm,b Gambar 3.1.1 Definisi 3.1.2

Model = { 2, E }disebut Bidang Kartesian ( notasi La dan Lm,b akan digunakan untuk melambangkan garis di Bidang Kartesian ).

Kita menggunakan huruf dalam nama himpunan garis-garis Kartesian ( E ) untuk mengingatkan kembali kita pada Euklides ( 300 SM ), penulis sistem

aksioma pertama mengenai geometri. Nama Kartesian digunakan untuk menghormati matematikawan dan Filsuf Prancis Renè Descartès ( 1956 – 1650 ), orang yang merevolusionerkan ide mengenai koordinat pada bidang. Pembuktian kita bahwa memenuhi aksioma yang sangat bergantung pada penggunaan koordinat. Descartès juga menetapkan beberapa ketentuan dalam aljabar, seperti menggunakan x, y, z untuk nilai yang tidak diketahui dan a, b, c untuk nilai yang diketahui, serta memperkenalkan notasi eksponensial n

x .

Proposisi 3.1.2

Misalkan = = {( x, y ) ∈ 2 | y > 0 }. Sebagaimana kasus dalam bidang Kartesian, akan dideskripsikan dua jenis garis. Garis tipe I adalah sebarang himpunan bagian dari yang berbentuk

=

L

a {(x, y)∈ x = a}

dimana a adalah sebuah bilangan real yang tetap. Garis tipe II adalah sebarang himpunan bagian dari yang berbentuk

=

r

cL {(x, y)∈ | ( x – c )2 + y2 = r2 }

dimana c dan r adalah bilangan real yang tetap dengan r > 0. (Lihat gambar 3.1.2) Misalkan H merupakan himpunan semua garis tipe I dan tipe II. Maka

H} adalah sebuah geometri abstrak. Bukti :

Misalkan P=

(

x1,y1

)

dan Q=

(

x2,y2

)

merupakan dua titik berbeda dalam maka y1 >0 dan y2 >0.

Kasus 1. Jika x1 =x2 maka P dan Q keduanya termuat dalam l=aLH dimana

2

1 x

x

a= = .

Kasus 2. Jika x1x2, didefinisikan c dan r sebagai berikut

(

2 1

)

2 1 2 2 2 1 2 2 2 x x x x y y c − − + − =

( )

2. 1 2 1 c y x r= − +

Dengan cLr ={(x, y)∈ | ( x – c )2 + y2 = r2 } akan dibuktikan P dan Q berada di dengan memasukkan P dan Q ke dalam persamaan :

( x – c )2 + y2 = r2

1. Akan diperlihatkan titik P=

(

x1,y1

)

berada di :

( )

2 2

1 2

1 c y r

x − + = , kemudian kita masukkan nilai c dan r, dan diperoleh persamaan :

( ) ( )

2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1

2

2 − +

+

=

+

+

y

x

x

x

x

y

y

x

y

x

x

x

x

y

y

x

( ) ( )

2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1

2

2 x x y

x

x

y

y

x

y

x

x

x

x

y

y

x +

+

=

+

+

Ini berarti bahwa titik P=

(

x1,y1

)

berada di

2. Akan diperlihatkan titik Q=

(

x2,y2

)

berada di :

( )

2 2

2 2

2 c y r

x − + = , kemudian kita masukkan nilai c dan r, dan diperoleh persamaan :

( ) ( )

2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 − + − + − − = + − − + − − y x x x x y y x y x x x x y y x

Jika ruas kanan dikuadratkan maka diperoleh :

( ) ( )

2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2

2

2 x x y

x

x

y

y

x

y

x

x

x

x

y

y

x +

+

=

+

+

( ) ( )

2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 y x x y y x x x x y x x x x y y x x + − − + − − = + − − − + +

Mudah diperiksa bahwa kesamaan ini benar. Jadi kita dapatkan 2 1 2

2 y

y = . Ini berarti titik Q=

(

x2,y2

)

berada di .

Misalkan y1,y2∈ . Ada

(

a,y1

)

dan

(

a,y2

)

∈ . Jadi

(

a,y1

)

dan

(

a,y2

)

berada di garis x=a.

Misalkan x1,x2,y1,y2∈ da

(

x1,y1

)

∈ dan

(

x2,y2

)

∈ , dan

(

x1,y1

)

dan

(

x2,y2

)

berada di garis

( )

2 2 2

r y c

Jadi terbukti bahwa titik P=

(

x1,y1

)

dan Q=

(

x2,y2

)

keduanya berada di . Dapat diperiksa bahwa setiap garis mempunyai paling sedikit dua titik. Dengan demikian H} adalah geometri abstrak.

aL a

c

r

cLr

Gambar 3.1.2

Proposisi 3.1.3

Misalkan { 1, 1 } dan { 2, 2 } adalah geometri abstrak. Jika = 12 dan = 12 maka akan dibuktikan bahwa { , } adalah geometri abstrak.

Bukti :

Ambil sembarang dua titik P, Q ∈ , maka ada l∈ yang memuat P dan Q.

Jika P, Q ∈ maka P, Q ∈ 12. Jika P, Q ∈ 12, maka P, Q ∈ 1 dan P,Q∈ 2.

Diketahui { 1, 1 } adalah geometri abstrak. Jika P, Q ∈ 1 maka ada l11

dengan P, Q ∈l1 dan setiap l1 mempunyai sekurang-kurangnya dua titik.

Diketahui { 2, 2 } adalah geometri abstrak. Jika P, Q ∈ 2 maka ada l22

dengan P, Q ∈l2 dan setiap l2 mempunyai sekurang-kurangnya dua titik. Jadi, jika P, Q ∈ 12 maka ada l ∈ dengan P, Q ∈l = l1l2.

Jadi jika l1 dan l2 mempunyai sekurang-kurangnya dua titik, maka l = l1l2 mempunyai sekurang-kurangnya dua titik.

Jadi, terbukti bahwa { , } adalah geometri abstrak.

Definisi 3.1.3

Model H } disebut Bidang Poincarè. ( Notasi aL dan cLr hanya akan digunakan untuk menunjukkan garis-garis dalam )

Berikut ini akan diberikan contoh untuk mencari garis Poincarè dengan menggunakan Proposisi 3.1.2.

Contoh 3.1.1

Akan dicari garis Poincarè yang melalui titik (1, 2) dan (3, 4).

Penyelesaian :

Diketahui : bidang Poincarè H}

Garis tipe II : cLr ={(x, y)∈ | ( x – c )2 + y2 = r2 } Keduanya terletak pada garis tipe II:

i. (1−c)2 +22 =r2 2 2 4 1 2c r c − + + = 2 2 2c 5 r c − + = (*) ii. (3−c)2+42 =r2 2 2 16 9 6c r c − + + = 2 2 6c 25 r c − + = (**)

Dari persamaan (*) dan (**) diperoleh: 5

=

c dan r=2 5.

Jadi garis Poincarè yang melalui titik (1, 2) dan (3, 4) adalah ∈ ={( , ) 5 2 5L x y |( 5)2 2 20} = + − y x .

disebut Bidang Poincarè untuk menghormati matematikawan Prancis Henri Poincarè (1854–1912) yang pertama kali menggunakannya. Huruf , , dan H digunakan untuk mengingatkan kita pada kata “hiperbolik”. Suatu ketika kita telah menambahkan struktur lain untuk yang akan menjadi sebuah model yang akan kita sebut geometri hiperbolik.

Pada model yang diberikan dalam Proposisi 3.1.1 dan 3.1.2 jelas bahwa melalui sembarang dua titik ada dengan tunggal sebuah garis yang melaluinya. Hal ini tidak benar untuk semua geometri abstrak. Contoh ini akan mempunyai himpunan bagian tertentu dari 3 = {(x, y, z )| x, y, z ∈ sebagai himpunan dari titik,

Definisi 3.1.4

Luasan Bola dalam 3 adalah

S 2 = {( x, y, z )∈ 3 | x2 +y2 +z2 =1 }. Sebuah bidang dalam 3 adalah himpunan yang berbentuk

{( x, y, z )∈ 3 | ax + by + cz = d }

dimana a, b, c, d adalah bilangan real tertentu, dan tidak semua dari a, b, c

adalah nol.

Catat bahwa pada definisi dari sebuah bidang jika konstanta d = 0, maka bidang melalui titik asal ( 0, 0, 0 ).

Definisi 3.1.5

Sebuah lingkaran besar, dari luasan bola S 2 adalah perpotongan dari S 2

dengan sebuah bidang yang melalui titik asal. Jadi adalah lingkaran besar jika ada a, b, c∈ , tidak semuanya nol, dengan

=

{(

, ,

)

2 | 0

}

. = + + ∈S ax by cz z y x ax + by + cz = 0 Gambar 3.1.3 Proposisi 3.1.4

Misalkan = S 2 dan misalkan R merupakan himpunan dari lingkaran besar pada S 2. Maka { S 2, R } adalah geometri abstrak.

Bukti :

Kita harus menunjukkan bahwa jika

( )

2 1 1 1,y ,z S x P= ∈ dan

( )

2 2 2 2,y ,z S x Q= ∈

maka ada sebuah lingkaran besar dengan P∈ dan Q∈ . Kemudian kita harus mencari bilangan real a, b, c ( tidak semua nol ) sehingga

0

1 1

1 +by +cz =

Pandang dua persamaan di atas sebagai dua persamaan dalam a, b, c yang ketiganya tidak diketahui. Karena sistem persamaan linear homogen dengan dua persamaan dalam tiga koefisien yang tidak diketahui selalu mempunyai sebuah penyelesaian yang tak nol, kita selalu dapat menemukan a, b, dan c sebagai penyelesaian persamaan di atas. Maka ada sebuah lingkaran besar dengan

P dan Q∈ Terakhir setiap lingkaran besar mempunyai paling sedikit dua

titik.

Definisi 3.1.6

Lingkaran Riemann adalah sebuah geometri abstrak = { S 2, R }.

Nama Lingkaran Riemann diberikan setelah G. B. F. Riemann (1826– 1866) menulis dokumen mendasar dalam geometri, topologi dan analisis. Dokumennya pada geometri, Uber die Hypothesen, welche der Geometrie zu Grunde liegen (Dalam Hipotesis di mana Terletak Dasar dari Geometri) yang telah ditulis pada 1854, yang disajikan geometri dengan sebuah ide besar penyatuan, yaitu Riemannian metric. Konsep ini, yang cukup sulit, adalah basis untuk geometri diferensial modern dan matematika dari teori Einstein mengenai relativitas umum. Nama Lingkaran Riemann berasal dari pekerjaan Riemann dalam fungsi variabel kompleks dan bukan dari pekerjaannya dalam geometri.

Catat bahwa “jelas secara geometri” dan terbukti di atas bahwa ada dua titik di S 2 yang terletak dalam sebuah lingkaran besar. Namun demikian,tidak seperti dua contoh berikutnya dua titik dalam S 2 mungkin mempunyai lebih dari satu lingkaran besar yang memuatnya. Perhatikan kutub utara dan selatan N dan S

seperti dalam gambar 3.1.4. Ada lingkaran besar yang tak terbatas jumlahnya dari

N ke S. Ketunggalan garis yang memuat dua titik merupakan sebuah konsep penting untuk mendefinisikan geometri insidensi.

N S N S Gambar 3.1.4 3.2 Geometri Insidensi Definisi 3.2.1

Geometri abstrak { } disebut geometri insidensi jika

i. Setiap dua titik berbeda dalam terletak pada satu garis tunggal. ii. Ada tiga titik A,B,C∈ yang tidak semuanya terletak pada satu garis.

Catatan. Jika { }adalah sebuah geometri insidensi dan P,Q∈ , maka garis tunggal l yang memuat P dan Q akan ditulis sebagai l = PQ.

Definisi 3.2.2

Sebuah himpunan titik adalah segaris ( kolinier ) jika ada satu garis l sehingga

l

⊂ Himpunan tak kolinier jika bukan sebuah himpunan kolinier.

Kadang-kadang kita akan menyebutkan bahwa ”A, B, dan C adalah kolinier” sebagai ganti mengatakan ”{A,B,C} adalah sebuah himpunan kolinier”. Penggunaan notasi ini membuatnya lebih mudah untuk menyatakan beberapa hasil. Aksioma ii dari Definisi 3.2.1 di atas dapat dinyatakan ulang sebagai

ii’ Ada sebuah himpunan dari tiga titik yang tak kolinier.

Walaupun Lingkaran Riemann bukan merupakan geometri insidensi, tetapi Bidang Kartesian dan Bidang Poincarè keduanya adalah geometri insidensi, seperti yang akan kita lihat sekarang.

Proposisi 3.2.1

Bidang Kartesian adalah sebuah geometri insidensi. Bukti :

Kita harus menunjukkan bahwa dua titik berbeda menentukan secara tunggal sebuah garis Kartesian. Misalkan P=

(

x1,y1

)

dan Q=

(

x2,y2

)

dengan PQ. Kita akan mengasumsikan bahwa P, Q terletak pada dua garis berbeda dan pada akhirnya diperoleh kontradiksi

Kasus 1. Misalkan P, Q berada di La dan La’ dengan aa'. Maka a=x1 = x2 dan

2 1

' x x

a= = kemudian bahwa a=a’ , merupakan kontradiksi.

Kasus 2. Jika P, Q berada di La dan Lm,b, maka P=

(

a,y1

)

dan Q=

(

a,y2

)

,

Dalam dokumen Geometri Metrik - USD Repository (Halaman 19-117)

Dokumen terkait