Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan penelitian sesuai dengan hasil pembahasan, saran yang diharapkan berguna bagi kebijakan terkait tentang kontribusi penerimaan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah, serta keterbatasan penelitian.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pendapatan Asli Daerah
2.1.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif tanpa pendapatan daerah yang cukup untuk melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, daerah dituntut untuk berperan aktif dalam mengoptimalkan penerimaan pendapatan daerahnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pendapatan daerah bersumber dari penerimaan dana perimbangan yang dialokasikan kepada daerah dan pendapatan daerah itu sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah, yang selanjutnya disebut PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah).
Pendapatan Asli Daerah dikategorikan sebagai pendapatan rutin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari penggalian potensi yang dimiliki oleh daerah dan digunakan untuk membiayai belanja rutin dan pembangunan daerah. Jadi, dapat dikatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah sumber penerimaan daerah dari usaha-usaha pemerintah daerah yang digunakan sebagai modal dasar dalam membiayai tugas dan tanggung jawabnya guna memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Menurut Mardiasmo (2004:132) mengemukakan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Siahaan, 2016:14).
2.1.1.2 Sumber Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:
a. Pajak daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
13 berlaku dan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
b. Retribusi daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup :
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD).
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara (BUMN).
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta/kelompok.
d. Lain-lain pendapatan yang sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah selain yang disebut di atas dan milik pemerintah daerah yang sah menurut peraturan perundang-undangan. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut:
1.
Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.2.
Jasa giro.3.
Pendapatan bunga.5.
Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang dan jasa oleh daerah.6.
Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.7.
Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.8.
Pendapatan denda pajak.9.
Pendapatan denda retribusi.10.
Pendapatan eksekusi atas jaminan.11.
Pendapatan dari pengembalian.12.
Fasilitas sosial dan umum.13.
Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.14.
Pendapatan dari anggaran/cicilan penjualan yang diadakan oleh daerah.2.1.1.3 Target Pendapatan Asli Daerah
Target Pendapatan Asli Daerah adalah perkiraan hasil penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan tercapai dalam satu tahun anggaran. Menurut Suriadinata (2003:103) bahwa untuk memperoleh target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat dipertanggungjawabkan, penyusunannya perlu memperhitungkan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari tahun anggaran yang lalu dengan memperhatikan faktor pendukung yang menyebabkan tercapainya realisasi tersebut dan faktor-faktor yang menghambatnya.
2. Kemungkinan pencarian jumlah tunggakan tahun-tahun sebelumnya yang diperkirakan dapat ditagih sampai dengan tahun berjalan.
15 3. Data potensi objek pajak daerah dan estimasi perkembangan
perkiraan penerimaan dari penetapan tahun berjalan.
4. Kemungkinan adanya perubahan atau penyesuaian tarif dan penyempurnaan sistem pemungutan.
5. Keadaan sosial ekonomi dan tingkat kesadaran masyarakat selaku wajib bayar.
6. Kebijakan di bidang ekonomi dan moneter.
2.1.2 Dasar-dasar Perpajakan
2.1.2.1
Pengertian PajakTerwujudnya masyarakat yang adil dan makmur merupakan cita-cita pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan secara berkesinambungan dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik aspek ekonomi, sosial, dan budaya. Untuk itu pembangunan nasional diharapkan lebih terarah dan efektif dalam mewujudkan kesetaraan pembangunan yang adil merata.
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan nasional. Kontribusi tersebut dapat terlihat dari adanya pembangunan infrastruktur berupa jalan dan jembatan, subsidi pangan, belanja pegawai berupa gaji guru dan polisi, serta bantuan sosial untuk keluarga miskin berupa bantuan biaya pendidikan dan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pajak berperan penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Masalah pajak merupakan masalah yang membelit setiap masyarakat dan negara. Kesenjangan pembangunan di daerah menunjukkan banyak potensi pajak yang belum tergali secara maksimal. Dengan demikian diperlukan
pengetahuan mengenai pajak untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar sebagai wajib pajak untuk pembiayaan pembangunan sehingga pertumbuhan ekonomi dapat merata dan manfaat pajak dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Adriani, 1991 dalam Darwin, 2010:15)
Soemitro mengatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2016:3).
Pajak adalah pungutan wajib yang biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:658).
Definisi Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
17 Sebagai sumber pendapatan utama negara, pajak memiliki pengertian dalam perspektif ekonomi maupun hukum. Pajak dalam perspektif ekonomi adalah pengalihan sumber daya dari sektor privat (warga negara) kepada sektor publik (masyarakat). Sedangkan, pajak dalam perspektif hukum adalah kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah dana tertentu kepada negara berdasarkan undang-undang.
Dari beberapa pengertian tentang pajak, dapat diketahui bahwa pajak memiliki unsur-unsur yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:
1. Pajak dipungut berupa iuran yang berupa uang (bukan barang) dan hanya pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah yang berhak memungut pajak dari masyarakat.
2. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang bersifat memaksa karena memiliki ikatan hukum.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi (jasa timbal) individual oleh negara, baik pemerintah pusat maupun daerah. Dengan kata lain, tidak ada balas jasa langsung kepada pembayar pajak karena jika ada, maka hal tersebut merupakan pembelian atau retribusi.
4. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan rumah tangga pemerintah pusat maupun daerah, dan bila dari pemasukannya masih terdapat surplus (public saving), maka dapat dipergunakan untuk membiayai investasi publik (public investment) yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2.2
Fungsi PajakMenurut Mardiasmo (2016:4), fungsi pajak terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Fungsi Anggaran (budgetair)Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, baik pengeluaran rutin dalam melaksanakan mekanisme pemerintahan maupun pengeluaran untuk membiayai pembangunan. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2.
Fungsi Mengatur (regulerend)Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras dan barang-barang mewah untuk mengurangi konsumsi minuman keras dan gaya hidup konsumtif.
2.1.2.3
Asas-asas Pemungutan PajakAsas-asas pemungutan pajak sebagaimana yang dikemukakan oleh Adam Smith (Darwin, 2010:33), menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas berikut:
1. Asas Keadilan (Equality)
Asas equality disebut juga asas keadilan dalam pemungutan pajak. Dalam asas ini, suatu negara tidak boleh mengadakan suatu diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama, para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama pula. Pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak hendaknya dilakukan secara seimbang dengan penghasilan yang diperoleh oleh masing-masing subjek pajak dan berada dalam perlindungan pemerintah.
19 2. Asas Kepastian (Certainty)
Asas certainty merupakan asas yuridis dalam pemungutan pajak. Pajak yang dibayar oleh seseorang (wajib pajak) harus pasti dan tidak mengenal kompromi antara wajib pajak dengan petugas pajak. Dalam asas ini, kepastian hukum yang dipentingkan adalah mengenai subjek, objek, besarnya pajak, dan ketentuan mengenai waktu pembayaran pajak.
3. Asas Keuangan (Convenient)
Asas convenient ini merupakan asas finansial dalam pemungutan pajak, di mana pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi para wajib pajak yaitu pada saat para wajib pajak sedang mempunyai uang untuk membayar pajak.
4. Asas Efisiensi (Efficiency)
Asas efisiensi ini sering juga disebut asas ekonomis dalam pemungutan pajak. Asas ini menetapkan bahwa pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya, dengan kata lain biaya pemungutan pajak tersebut tidak melebihi jumlah pajak yang dapat dihasilkan.
Adapun asas-asas pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2016:9) adalah sebagai berikut:
a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas Sumber Penghasilan
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Secara umum, pemungutan pajak oleh negara akan dikembalikan lagi kepada masyarakat secara tidak langsung melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan sosial, dan pelayanan pemerintah. Beberapa teori yang menjelaskan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak dari rakyatnya (Brotodihardjo, 1993 dalam Darwin, 2010:34), yaitu:
1. Teori Asuransi
Menurut teori ini, negara mempunyai tugas melindungi rakyat dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa, serta harta bendanya, sehingga untuk memenuhi perlindungan tersebut maka diperlukan pembayaran premi seperti asuransi. Pajak dianggap sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh masyarakat suatu bangsa karena telah mendapat perlindungan dari negara.
2. Teori Kepentingan
Teori ini menitikberatkan kepada pembagian beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat yang berdasarkan pada besarnya kepentingan dari orang tersebut kepada negara. Orang yang memiliki banyak kepentingan yang harus dipenuhi oleh negara wajib membayar pajak lebih besar, demikian pula sebaliknya, apabila kepentingan yang harus dipenuhi oleh negara sedikit maka akan membayar pajak dengan jumlah yang lebih kecil.
3. Teori Daya Pikul
Menurut teori ini, dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya. Untuk keperluan ini, maka diperlukan biaya-biaya yang harus dipikul oleh segenap orang yang menikmati jasa-jasa pemerintah tersebut. Biaya-biaya tersebut adalah dalam bentuk pajak
21 yang harus dibayar oleh setiap orang penikmat jasa yang diberikan oleh pemerintah. Tekanan pajak harus sama atas setiap orang, dalam arti bahwa pajak harus dibayar menurut daya pikul seseorang dan ukuran daya pikulnya adalah besarnya penghasilan yang diperoleh dan kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
4. Teori Kewajiban Mutlak (Teori Bakti)
Berlawanan dengan ketiga teori di atas, teori ini tidak mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan warganya. Teori ini berdasarkan atas paham bahwa karena sifat negara maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak, di mana masyarakat suatu negara menyadari secara penuh bahwa hakikat dalam membayar pajak merupakan kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara.
5. Teori Asas Daya Beli
Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak dapat disamakan dengan sistem kerja pompa, yaitu menarik daya beli dari masing-masing rumah tangga dalam masyarakat untuk membiayai rumah tangga negara dan kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan maksud memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan dalam pemungutan pajak, bukan kepentingan individu maupun kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang lebih diutamakan.
2.1.2.4
Syarat Pemungutan PajakAgar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut (Mardiasmo, 2016:4) :
1. Syarat Keadilan
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang maupun pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya yaitu mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan, adil dalam pelaksanaannya yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak.
2. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Syarat Finansiil
Pemungutan pajak harus efisien. Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. Sebagai contoh: Bea Materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
23
2.1.2.5
Sistem Pemungutan PajakDalam pelaksanaannya, terdapat beberapa sistem pemungutan pajak (Mardiasmo, 2016:9), yaitu:
1.
Official Assessment SystemSuatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya, yaitu:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus.
2.
Self Assessment SystemSuatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
b. Wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3.
With Holding SystemSuatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga, yaitu pihak selain fiskus dan wajib pajak yang bersangkutan, untuk memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.
2.1.2.6
Pembagian Jenis PajakDalam Mardiasmo (2016:7), dijelaskan bahwa terdapat beberapa jenis pajak yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1.
Menurut GolonganPembagian pajak menurut golongan terdiri atas:
a.
Pajak LangsungDalam pengertian ekonomi, pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dalam pengertian administratif, pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara berkala. Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung sendiri, baik oleh badan maupun pribadi yang memperoleh penghasilan tersebut.
b.
Pajak Tidak LangsungDalam pengertian ekonomis, pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Dalam pengertian administratif, pajak tidak langsung terjadi jika terjadi suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Bea Materai, dan Bea Balik Nama.
25
2.
Menurut SifatPembagian pajak menurut sifat, yaitu:
a.
Pajak SubjektifPajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memerhatikan keadaan pribadi atau daya pikul wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
b.
Pajak ObjektifPajak objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya baik itu berupa benda, keadaan, perbuatan ataupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar dengan tidak memerhatikan keadaan diri wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3.
Menurut Lembaga PemungutPembagian pajak menurut lembaga pemungut terdiri atas:
a.
Pajak PusatPajak Negara atau Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Pajak pusat terbagi menjadi dua lembaga pemungut, yaitu:
1) Pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Materai.
2) Pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Contoh: Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang, dan Pajak Penghasilan Pasal 22.
b.
Pajak DaerahPajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah seperti Provinsi, Kabupaten maupun Kota berdasarkan Peraturan Daerah masing-masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing. Pajak daerah terdiri dari:
1)
Pajak Provinsi.Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Rokok.
2)
Pajak Kabupaten/Kota.Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
2.1.2.7
Tarif Pengenaan PajakTerdapat empat macam tarif pengenaan pajak (Mardiasmo, 2016:11), yaitu:
1.
Tarif Sebanding/ProporsionalTarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
2.
Tarif TetapTarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000,-.
3.
Tarif ProgresifPersentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: Wajib pajak dalam negeri yang
27 berpenghasilan sampai dengan Rp 50.000.000,- per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 5% dan di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 15%. Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Tarif progresif progresif, yaitu kenaikan persentase yang semakin besar.
b. Tarif progresif tetap, yaitu kenaikan persentasenya tetap.
c. Tarif progresif degresif, yaitu kenaikan persentase yang semakin kecil.
4.
Tarif DegresifPersentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: Bea Cukai. Ketika objek pajak yang ingin diimpor bernilai sampai dengan Rp 25.000.000,- maka barang tersebut akan terkena bea cukai sebesar 15%. Ketika objek pajak yang ingin diimpor berkisar antara Rp 25.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000,- maka barang tersebut akan terkena bea cukai sebesar 12,5%. Hal ini dimaksudkan untuk memicu agar lebih meningkatkan perdagangan internasional.
2.1.3 Pajak Daerah
2.1.3.1 Pengertian Pajak Daerah
Pengertian Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu “kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Adapun yang dimaksud dengan pajak daerah hampir tidak ada bedanya dengan pengertian pajak pada umumnya yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah daerah tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Darwin, 2010:68)
Sementara menurut Siahaan (2016:10), pajak daerah adalah pajak yang