• Tidak ada hasil yang ditemukan

D.  Hambatan dalam Pemasaran

X. Penutup

B

udidaya jelutung telah mulai banyak dikenal dan dipraktekkan secara mandiri oleh masyarakat, karena jelutung merupakan jenis andalan di lahan gambut. Tajuknya yang ramping memungkinkannya ditanam dengan jenis tanaman lain, tanpa menaungi pohon lainnya. Selain itu, jelutung memberikan ari ekonomi pening baik dari getah maupun dari kayu di akhir masa daurnya. Teknik budidaya hingga pemanenan getah jelutung telah dapat dikuasai masyarakat. Animo menanam jelutung ini hendaknya didukung oleh peraturan yang memudahkan perkembangan budidaya jelutung dengan membuka pasar lelang getah, sehingga petani mengetahui harga secara transparan. Selain itu, sektor industri pengolahan getah atau lateks jelutung perlu diupayakan sehingga bahan baku dapat diolah menjadi bahan baku setengah jadi hingga bahan jadi, untuk meningkatkan nilai tambah jelutung. Resin jelutung yang memiliki potensi cukup inggi untuk dikembangkan diharapkan mampu diolah di dalam negeri, sehingga memberikan nilai tambah bagi industri jelutung. Industri bio-medicine menggunakan resin jelutung sebagai sumber bahan baku obat.

Di beberapa lokasi di Kalimantan Tengah, tegakan jelutung yang ditanam oleh masyarakat sudah berumur siap sadap, seperi misalnya di Palangka Raya, Jabiren, Kalampangan, dll. Akan tetapi pohon jelutung tersebut belum mulai disadap, karena idak ada pasar, dan kalaupun ada pasar, harga jualnya sangat rendah idak mencapai Rp. 1.000/kg. Jika masyarakat memiliki akses ke pasar, getah jelutung akan dapat berkontribusi dalam pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, regulasi perdagangan getah jelutung dari lahan milik hendaknya dipermudah, karena merupakan hasil dari budidaya atau berkebun.

58

Komoditas jelutung dari lahan milik idak termasuk klasiikasi “hasil hutan bukan kayu”, karena bukan dipanen dari kawasan hutan. Selain itu, regulasi yang mengatur perdagangan getah jelutung dari hasil rehabilitasi di kawasan hutan dalam skema Hutan Desa ataupun Hutan Kemasyarakatan, juga perlu dievaluasi, dengan memperimbangkan kondisi saat ini, dimana pengelolaan hutan bersama masyarakat seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana yang merupakan mandat pembangunan kehutanan berbasis masyarakat.

Di masa depan diharapkan jelutung dapat kembali mencapai kejayaannya seperi di masa lalu. Sudah saatnya jelutung bangkit mendukung pembangunan ekonomi hijau (green-economy development), karena pembangunan agroforestri jelutung dengan metode pengolahan lahan yang tepat akan dapat berperan dalam menjaga keseimbangan kepeningan ekologi dan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Staisik (BPS). 1996-2006. Kalimantan Tengah Dalam Angka 1996-2006. Badan Pusat Staisik Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Staisik (BPS). 1996-2006. Jambi Dalam Angka 1996-2006. Badan Pusat Staisik Jambi.

Bahimi Y. 2009. Jelutung (Dyera spp.) dan strategi pengembangannya di

lahan rawa Kalimantan Selatan sebagai penunjang peningkatan ekonomi masyarakat lokal. Program Studi Budidaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.

Bastoni. 1997. Pengenalan karakterisik lahan dan penyebaran pohon hutan rawa gambut untuk rehabilitasi areal bekas tebangan. Dalam Prosiding Ekspose Hasil-hasil peneliian Balai Teknologi Reboisasi Palembang. Palembang.

Bastoni. 2001. Teknik rehabilitasi hutan rawa gambut bekas terbakar. Dalam Prosiding Ekspose Hasil-hasil Peneliian Balai Teknologi Reboisasi Palembang. Departemen Kehutanan. Pp: 39-51.

Bastoni. 2014. Budidaya Jelutung Rawa (Dyera lowii). Balai Peneliian

Kehutanan Palembang. Palembang.

Bastoni, Lukman. 2005. Prospek Pengembangan Hutan Tanaman Jelutung Pada Lahan Sumatra. Seminar Hasil-Hasil Peneliian “Opimalisasi Peran IPTEK dalam Mendukung Peningkatan Produkivitas Hutan dan Lahan”. Jambi, 22 Desember 2005.

Boer E, Ella AB (et al.). 2000. Plants producing exudates. In: Hanum

IF, van der Maesen LJG (eds). Plant Resources of South-East Asia (PROSEA).18:65.

Brown N S. 1919. Forests Products; Their Manufacture and Use. John Wiley dan Sons, Inc. London

Burkill IH. 1935. A dicionary of the economic products of the Malay Peninsula. Volume 2. Ministry of Agriculture and Cooperaion. Kuala Lumpur.

Budiningsih K, Efendi R. 2013. Analisis Kelayakan Finansial Hutan Tanaman jelutung (Dyera polyphylla) Di Kalimantan Tengah. Jurnal Peneliian

60

Budidarsono S. 2001. Analisis Nilai Ekonomi Wanatani. Prosiding Lokakarya Wanatani Se-Nusa Tenggara. Bali.

Coppen J J W. 1995. Gum, Resin, and latexes of Plant Origin. Non Wood Forest Product, no 6. Forestry Department, FAO. Rome, Italy.

Daryono H. 2000. Teknik membangun hutan tanaman industri jenis jelutung

(Dyera spp.). Informasi Teknis Galam no.3/98. Balai Teknologi Reboisasi.

Banjar baru. Kalimantan Selatan.

Gunasena HPM, Roshetko JM. 2000. Tree domesicaion in Southeast Asia: Results of a regional study on insituional capacity for tree domesicaion in naional programs. Bogor: ICRAF/Winrock Internaional.

Harun MK. 2011. Analisis pengembangan jelutung dengan sistem

agroforestri untuk memulihkan lahan gambut terdegradasi di Provinsi Kalimantan Tengah. Sekolah Pascasarjana. Initut Pertanian Bogor. Bogor. Master Thesis.

Harun MK. 2013. Sistem agroforestri berbasis jelutung rawa untuk memulihkan lahan gambut terdegradasi. Balai Peneliian Kehutanan Banjar Baru. Banjar Baru.

Hooijer A, Page S, Navrail P, Vernimmen R, van der Vat M, Tansey K, Konecny K, Siegert F, Ballhorn U, Mawdsley N. 2014. Carbon emissions from drained and degraded peatland in Indonesia and emission factors for measurement, reporing and veriicaion (MRV) of peatland greenhouse gas emissions: a summary of Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP) research results for praciioners. IACFCP, Jakarta, Indonesia. Jayanthy T, Sankanarayanan PE. 2005. Measurement of dry rubber content

on latex using microwave technique. Measurement Science Review. 5(3):50-54.

Joshi L, Wibawa G, Vincent G, Bouin D, Akiefnawai R, Manurung G, Van Noordwijk M, William S. 2002. Jungle rubber: a tradiional agroforestry system under pressure. Internaional Centre for Research on

Agroforestry (ICRAF). Bogor, Indonesia

Middleton DJ. 2003. A revision of Dyera (Apocynaceae: Rauvolioidae).

Gardens Bullein Singapore. 22(2):209-218.

Noor Y, Heyde J. 2007. Pengelolaan lahan gambut berbasis masyarakat di Indonesia. Wetlands Internaional Indonesia Programme. Bogor.

61

Daftar Pustaka

Perdana A, Soiyuddin M. 2013. Market access and value chain of jelutong latex. In: Widayai A, S Suyanto, Towards Nested Emission Reducion in Jambi. Substanive Report of REALU II – Indonesia. Version 1.0. Nairobi, World Agroforestry Centre

Rahmanulloh A, Soiyuddin M, Suyanto S and Budidarsono S. 2013. Land-use proitability analysis (LUPA). In: van Noordwijk M, Lusiana B, Leimona B, Dewi S and Wulandari D,eds. Negoiaion-support toolkit for learning landscapes. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program. P. 47-51. htp:// www.worldagroforestrycentre.org/regions/southeast_asia/ publicaions?do=view_pub_detail&pub_no=BC0352-13

Rahmat M dan Bastoni. 2007. Kelayakan Finansial Budidaya Pohon Penggani Sonor. Pusat Peneliian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Hutan. Bogor. Roshetko JM, Evans DO (eds) (1999) Domesicaion of agroforestry trees in

Southeast Asia. Proceedings of a regional workshop held 4–7 November 1997 in Yogyakarta, Indonesia. Forest, Farm, and Community Tree Research Reports, special issue. Forestry Research Insitute and Council of Agriculture, Taiwan, Republic of China

Soepadmo E, Saw LG, Chung RCK. 2002. Tree lora of Sabah and Sarawak. Vol. 4. Forest Research Insitute Malaysia, Sabah Forestry Department, Sarawak Forestry Department, Malaysia.

Soiyuddin M, Rahmanulloh A, dan Suyanto. 2012. Assessment of Proitability of Land Use Systems in Tanjung Jabung Barat District, Jambi Province, Indonesia. Open Journal of Forestry. 2(4): 252-256. DOI:10.4236/ojf.2012.24031

Subagyo T. tanpa tahun. Teknik penyadapan getah jelutung (Dyera lowii

Hook.f) pada hutan tanaman PT. Dyera Hutan Lestari Jambi. (makalah presentasi).

Sudradjat R. 1984. Pembuatan Permen Karet dari Jelutung (Chewing-Gum Making from Jelutong). Laporan No. 170:19-28. Pusat Peneliian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Tata HL, van Noordwijk M, Jasnari, Widayai A. 2015. Domesicaion of Dyera

polyphylla (Miq.) Steenis in peatland agroforestry systems in Jambi,

Indonesia. 2015. Submited to Agroforestry Systems. (dalam proses review).

62

Tim Penelii Balitaman. 2003. Teknik Penyadapan getah jelutung (Dyera

lowii Hook.f) pada hutan tanaman PT. Dyera Hutan Lestari – Jambi.

Laporan. Balai Peneliian dan Pengembangan Hutan Tanaman Palembang. Palembang.

Wahyudi I, Hartono R, Waluyo TK. 2009. Teknik Penyadapan Getah Jelutung yang Efekif dan Ramah Lingkungan untuk Menghasilkan Lateks Bermutu Tinggi. Fakultas Kehutanan. Insitut Pertanian Bogor. Bogor. URI: htp:// repository.ipb.ac.id/handle/123456789/41771

Waluyo TK, Gusi EP. 2012. Kadar dan komposisi kimia resin yang terkandung pada getah jelutung. In: Suhasman, Arif A, Muin M, Sulistyawai I, Yuniari AD, Maulany RI (eds). Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Penelii Kayu Indonesia (MAPEKI XV). Bogor. pp:287-290.

Waluyo TK, Wahyudi, Santosa G. 2012. Pengaruh metode dan arah sadap terhadap produksi getah jelutung hutan tanaman industry. Jurnal Peneliian Hasil Hutan. 20(4):301-313.

Williams L. 1963. Laciferous Plant of Economic Importance IV Jelutong

(Dyera sp). Economic Botany. 17(2): 110-126. New York Botanical Garden

Press. United State.

Zulnely, Rosiawai T, Sukardi I. 1998. Pengaruh Lingkaran Pohon dan Lebar Torehan terhadap Hasil Getah Jelutung (Dyera lowii) di Kalimantan

ekonomi, baik dari getah dan kayu. Budidaya jelutung memiliki prospek ekonomi yang cukup inggi untuk dikembangkan. Jelutung dapat ditanam dengan pola agroforestri, bercampur dengan komoditas komersial lain, seperi kelapa sawit, pinang, kopi dan tanaman buah- buahan, serta jenis tanaman kehutanan seperi ramin, balangeran, nyatoh, dll. Dengan laju pertumbuhan diameter batang jelutung rata-rata 1,7 cm/tahun, jelutung dapat disadap pada umur 10 tahun, dan pada akhir daur yaitu tahun ke-30, kayu jelutung dapat dipanen. Tanaman sela seperi jahe, lengkuas dan nanas dapat memberikan penghasilan tambahan, selain produk buah/benih yang dapat dijual sebagai sumber bibit. Kayu jelutung dapat digunakan untuk industri papan, kayu lapis dan bubur kayu; getahnya untuk industri kabel, alat- alat kesehatan, permen karet; sedangkan resin yang diekstrak dari getah jelutung digunakan dalam industri pernis, kosmeik dan bio-farmasi. Dengan memperhaikan sektor industri yang cukup luas dan didukung potensi getah jelutung dari areal rehabilitasi dan lahan milik, industri jelutung dapat berkembang di Indonesia.

Pa rtne rship fo r the Tro p ic a l Fo re st

Dalam dokumen Jelutung Rawa Teknik Budidaya dan Prospe (Halaman 71-78)

Dokumen terkait