• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi kesimpulan dari materi yang dibahas dan saran peneliti untuk pembaca dan peneliti selanjutnya.

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Himpunan

Istilah himpuanan seringkali dijumpai ketika mempelajari aljabar abstrak. Hal ini dikarenakan himpunan merupakan dasar dari berbagai pembahasan-pembahasan mengenai struktur aljabar. Definisi himpunan dapat dilihat sebagai berikut:

Definisi 1

Himpunan adalah kumpulan obyekโ€“obyek yang mempunyai sifat yang sama, obyekโ€“obyek tersebut selanjutnya disebut sebagai anggota dari himpunan (Bhattacharya, 1990:3).

Obyek tersebut dapat berupa benda konkrit, seperti meja, kursi, dan lain-lain, atau dapat pula berupa benda abstrak seperti bilangan, fungsi dan yang sejenisnya.

Misal ๐ด adalah himpunan, jika ๐‘ฅ sebuah obyek pada ๐ด, maka ๐‘ฅ dikatakananggota dari ๐ด dan ditulis ๐‘ฅ โˆˆ ๐ด. Jika ๐ด tidak mempunyai anggota himpunan kosong dan dinotasikan dengan ๐ด = ๐œ‘ . Jika ๐ด mempunyai anggota sekurang-kurangnya satu anggota maka ๐ด disebut himpunan tak kosong. Jika ๐ด adalah himpunan berhingga, banyaknya obyek yang berbeda di ๐ด disebut order dan dinotasikan ๐ด .

10 Contoh:

๐ด adalah himpunan semua bilangan prima yang kurang dari 10, maka ๐ด = {2,3,5,7}

Atau dapat ditulis sebagai ๐ด = {๐‘ฅ|๐‘ฅ < 10, ๐‘ฅ ๐œ– ๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘–๐‘š๐‘Ž} Order ๐ด adalah ๐ด = 4

Definisi 2

Misal ๐ด dan ๐ต himpunan, himpunan ๐ด dikatakan himpunan bagian dari himpunan ๐ต jika memenuhi โˆ€๐‘Ž ๐œ– ๐ด โ‡’ ๐‘ ๐œ– ๐ต dan dinotasikan ๐ด โŠ† ๐ต (๐ด termuat dalam atau sama dengan ๐ต) ( Bhattacharya, 1990:40).

Contoh:

Misalkan ๐ด = {5๐‘›|๐‘› ๐œ– ๐‘} ๐ต = {2๐‘› โˆ’ 1|๐‘› ๐œ– ๐‘} ๐‘ = {1,2,3,4,5,6,7,8, โ€ฆ }

Maka ๐ด โŠ‚ ๐‘ dan ๐ต โŠ‚ ๐‘ tetapi ๐ด โŠ„ ๐ต (๐ด bukan himpunan bagian dari ๐ต). Setiap anggota dari ๐ด adalah juga anggota dari ๐‘. Setiap anggota dari ๐ต adalah juga anggota dari ๐‘. Tetapi tidak setiap anggota dari ๐ด merupakan anggota dari ๐ต.

2.2 Relasi

Suatu relasi ๐‘“ dari suatu himpunan A ke himpunan B adalah sub himpunan dari ๐ด ร— ๐ต. Himpunan {๐‘ฅ: (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) โˆˆ ๐‘“} disebut daerah asal (domain) dari ๐‘“ dan himpunan {๐‘ฆ: (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) โˆˆ ๐‘“} disebut himpunan daerah hasil (range). Invers dari ๐‘“, dinotasikan ๐‘“โˆ’1, adalah relasi dari B ke A didefinisikan sebagai ๐‘“โˆ’1 = { ๐‘ฆ, ๐‘ฅ : (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) โˆˆ ๐‘“}. Jika ๐ด = ๐ต, sebarang sub himpunan dari ๐ด ร— ๐ด disebut relasi

11 dalam himpunan ๐ด. Jika ๐‘“ suatu relasi dan (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) โˆˆ ๐‘“, dikatakan bahwa ๐‘ฅ direlasikan oleh ๐‘“ ke ๐‘ฆ (Raisinghania dan Aggarwal, 1980: 11).

Contoh

Misalkan ๐‘ƒ = {2,3,4} dan ๐‘„ = {2,4,8,9,15}. Jika didefinisikan relasi R dari P ke Q dengan (๐‘, ๐‘ž) โˆˆ ๐‘… jika ๐‘ habis membagi ๐‘ž maka diperoleh ๐‘… = { 2,2 , 2,4 , 4,4 , 2,8 , 4,8 , 3,9 , (3,15)}.

2.3 Fungsi (Pemetaan)

Misalkan ๐‘‹ dan ๐‘Œ adalah dua himpunan tak-kosong, maka fungsi atau pemetaan dari ๐‘‹ ke ๐‘Œ adalah suatu korespondensi yang menghubungkan setiap elemen ๐‘ฅ dari ๐‘‹, suatu elemen tunggal dinyatakan oleh ๐‘“(๐‘ฅ) dari ๐‘Œ dan ditulis:

๐‘“: ๐‘‹ โ†’ ๐‘Œ

yang berarti bahwa ๐‘“ adalah pemetaan dari ๐‘‹ ke ๐‘Œ. Elemen ๐‘“(๐‘ฅ) dari ๐‘Œ terhubung dengan elemen ๐‘ฅ dari ๐‘‹ disebut image dari ๐‘ฅ atau bayangan dari ๐‘ฅ, sedangkan ๐‘ฅ disebut pre-image dari ๐‘“(๐‘ฅ) (Raisinghania dan Aggarwal, 1980: 14).

Fungsi f memetakan ๐‘‹ ke ๐‘Œ dapat direpresentasikan dengan gambar berikut:

Gambar 2.3: Fungsi ๐‘“ Memetakan ๐‘‹ ke ๐‘Œ

Contoh

Misalkan ๐‘“: โ„ค โ†’ โ„ค didefinisikan oleh ๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘ฅ2. Daerah asal dari ๐‘“ adalah himpunan bilangan bulat, dan image dari ๐‘“ adalah himpunan

12 bilangan bulat tidak-negatif (karena kuadrat dari sembarang bilangan bulat tidak mungkin negatif).

Jika ๐‘“ adalah suatu pemetaan dari ๐‘‹ ke ๐‘Œ, maka tidak mungkin bahwa sebuah elemen dari ๐‘‹ boleh mempunyai dua image. Di pihak lain, hal ini sangat memungkinkan bahwa dua atau lebih elemen-elemen ๐‘‹ mempunyai image yang sama. Jika setiap elemen dari ๐‘‹ yang berbeda tidak ada yang mempunyai image yang sama, yaitu elemen-elemen yang berbeda dari ๐‘‹ mempunyai image-image yang berbeda, maka pemetaan tersebut disebut fungsi satu-satu. Jadi, ๐‘“ adalah fungsi satu-satu jika dan hanya jika ๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘“ ๐‘ฆ โ‡’ ๐‘ฅ = ๐‘ฆ. Dalam pemetaan ini, setiap elemen dari ๐‘‹ harus mempunyai image di ๐‘Œ, tetapi beberapa elemen dari dari ๐‘Œ boleh tidak mempunyai pre-image sama sekali. Jika setiap elemen dari ๐‘Œ mempunyai sekurang-kurangnya satu pre-image di ๐‘‹, maka pemetaan tersebut disebut fungsi onto (fungsi pada). ๐‘‹ disebut domain (daerah asal) dari ๐‘“ dan himpunan ๐‘“(๐‘‹) terdiri dari semua image dari elemen-elemen ๐‘‹ disebut range (daerah hasil) dari ๐‘“. Jadi, ๐‘“ adalah fungsi onto jika dan hanya jika ๐‘“ ๐‘‹ = ๐‘Œ. Pemetaan ๐ผ dari ๐‘‹ ke ๐‘‹ didefinisikan ๐ผ ๐‘ฅ = ๐‘ฅ, โˆ€๐‘ฅ โˆˆ ๐‘‹ disebut pemetaan identitas pada ๐‘‹. Jika fungsi ๐‘“ adalah fungsi satu-satu sekaligus fungsi onto, maka fungsi ๐‘“ disebut fungsi bijektif (Raisinghania dan Aggarwal, 1980: 14).

Contoh

Relasi ๐‘“ = { 1, ๐‘ฅ , 2, ๐‘ข , (3, ๐‘ฃ)} dari ๐ด = {1,2,3} ke ๐ต = {๐‘ข, ๐‘ฃ, ๐‘ค, ๐‘ฅ} merupakan fungsi injektif karena tidak ada dua elemen A yang mempunyai bayangan yang sama.

13 Contoh

Relasi ๐‘“ = { 1, ๐‘ค , 2, ๐‘ข , (3, ๐‘ฃ)} dari ๐ด = {1,2,3} ke ๐ต = {๐‘ข, ๐‘ฃ, ๐‘ค} merupakan fungsi pada karena semua elemen B merupakan hasil dari ๐‘“. Contoh

Relasi ๐‘“ = { 1, ๐‘ข , 2, ๐‘ค , (3, ๐‘ฃ)} dari ๐ด = {1,2,3} ke ๐ต = {๐‘ข, ๐‘ฃ, ๐‘ค} adalah fungsi yang berkorespondensi satu-satu, karena ๐‘“ adalah fungsi satu-satu maupun fungsi pada.

2.4 Fungsi Identitas

Misal A adalah sebarang himpunan. Misal f adalah suatu fungsi dari himpunan A ke A atau f : A โ†’ A. jika setiap anggota himpunan A dipasangkan oleh f kepada dirinya sendiri, dengan kata lain f(x) = x, โˆ€ x โˆˆ A, maka fungsi f disebut fungsi identitas.

Digambarkan pada kartesius berikut.

y

y=x

Gambar 2.4

2.5 Fungsi Surjektif (kepada atau onto)

Misalkan A dan B adalah himpunan, dan f adalah fungsi dari A ke B. Fungsi f disebut fungsi pada jika R( f ) = B. Jadi, f : Aโ†’B disebut fungsi pada jika untuk masing-masing y โˆˆ B dan xโˆˆA sehingga f (x) = y . Fungsi pada sering

14 disebut juga dengan fungsi surjektif atau fungsi onto. Jika f fungsi surjektif, maka

f disebut surjeksi (Bartle danSherbert, 2000:8).

Contoh (2): Selidiki apakah g : ๐‘ โ†’ Z+ yang didefinisikan oleh g(x) = x2 adalah fungsi onto!

Jawab : ambil 2 โˆˆ Z+ Sedemikian hingga x2 = 2

x = ยฑ 2 โˆˆ ๐‘ berarti 2 tidak punya prapeta di Z

Jadi g(x) = x2 bukan fungsi onto.

2.6 Fungsi Injektif

Misal A dan B adalah sebarang himpunan. Misal f adalah suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan B, fungsi f dikatakan fungsi injektif (satu-satu) jika โˆ€ x1, x2 โˆˆ A dengan x1 โ‰  x2 maka f(x1) โ‰  f(x2).

Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa โˆ€ x1, x2 โˆˆ A dengan f x1 = f(x2) maka x1 = x2.

Dari pernyataan diatas maka berakibat bahwa anggota himpunan A yang berbeda (prapeta berbeda) akan mempunyai bayangan yang berbeda pula.

Fungsi 1-1 dapat digambarkan pada diagram panah sebagai berikut.

A B M N

15 Contoh (1): Selidiki apakah f : R โ†’ R yang didefinisikan oleh ๐‘“ ๐‘ฅ = 2x โˆ’ 3

adalah fungsi injektif!

Jawab : ๐‘Ž๐‘š๐‘๐‘–๐‘™ ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2 โˆˆ ๐‘… ๐‘“ ๐‘ฅ1 = 2๐‘ฅ1โˆ’ 3 ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘“ ๐‘ฅ2 = 2๐‘ฅ2โˆ’ 3 ๐‘š๐‘–๐‘ ๐‘Ž๐‘™ ๐‘“ ๐‘ฅ1 = ๐‘“(๐‘ฅ2) ๐‘š๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž 2๐‘ฅ1โˆ’ 3 = 2๐‘ฅ2โˆ’ 3

2๐‘ฅ1= 2๐‘ฅ2 ๐‘ฅ1 = ๐‘ฅ2

Karena ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2 โˆˆ ๐‘… dengan ๐‘“ ๐‘ฅ1 = ๐‘“(๐‘ฅ2) berlaku ๐‘ฅ1 = ๐‘ฅ2 maka fungsi ๐‘“ ๐‘ฅ = 2๐‘ฅ โˆ’ 3 adalah fungsi 1-1.

Contoh (2): Selidiki apakah g : R โ†’ R yang didefinisikan oleh g x = x2 โˆ’ 1 adalah fungsi 1-1!

Jawab : ambil sebarang a, b โˆˆ R maka f a = a2โˆ’ 1 dan f b = b2โˆ’ 1 misal f a = f b maka a2โˆ’ 1 = b2โˆ’ 1

sehingga a2 = b2

a2โˆ’ b2 = 0 (a + b)(a โˆ’ b) = 0 a = โˆ’b atau a = b Jadi g x = x2 โˆ’ 1 bukan fungsi 1-1

2.7 Fungsi Bijektif (1-1 dan onto)

Misal A dan B adalah sebarang himpunan. Misal f adalah suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan B, fungsi f dikatakan fungsi bijektif jika f adalah fungsi onto (surjektif) dan 1-1 (injektif).

16 Selanjutnya untuk menyelididki suatu fungsi adalah bijektif maka harus ditunjukkan bahwa fungsi tersebut adalah onto dan menunjukkan pula bahwa fungsi tersebut 1-1.

Contoh (1): Selidiki apakah f : Z โ†’ 2Z yang didefinisikan oleh f(x) = 4x adalah fungsi bijektif!

Jawab : Z = {โ€ฆ,-3, -2, -1, 0, 1, 2, 3,โ€ฆ} 2Z = {โ€ฆ,-6, -4, -2, 0, 2, 4, 6,โ€ฆ}

(i) Pertama, akan diselidiki bahwa fungsi tersebut apakah 1-1. Ambil sebarang a, b, โˆˆ Z maka f(a) = 4a dan f(b) = 4b Misal f(a) = f(b) maka berlaku 4a = 4b sehingga a = b.

Karena untuk sebarang a, b, โˆˆ Z dengan f(a) = 4a berlaku a = b Maka f(x) = 4a adalah fungsi 1-1.

(ii) Kedua, akan diselidiki apakah fungsi tersebut adalah onto. Ambil 2 โˆˆ 2Z yang berarti f(a) = 2

Sehingga 4a = 2 a = 1

2 โˆ‰ ๐‘

karena 2 tidak punya prapeta di Z maka fungsi f(x) = 4x bukan fungsi onto. Jadi f : Z โ†’ 2Z yang didefinisikan dengan f(x) = 4x bukan fungsi bijektif, melainkan fungsi 1-1 dan into.

2.8 Fungsi Invers

Misalkan ๐‘“ adalah fungsi satu-satu dari himpunan ๐‘‹ ke himpunan ๐‘Œ dan misalkan ๐‘ฆ adalah sebarang elemen dari ๐‘Œ, maka ๐‘“ merupakan fungsi onto, elemen ๐‘ฆ di ๐‘Œ akan mempunyai pre-image ๐‘ฅ di ๐‘‹ sehingga ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘ฆ dan ๐‘“

17 merupakan fungsi satu-satu, ๐‘ฅ harus tunggal. Jadi, jika ๐‘“ adalah fungsi satu-satu onto maka memetakan elemen ๐‘ฆ di ๐‘Œ terdapat elemen tunggal ๐‘ฅ di ๐‘‹ sedemikian sehingga ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘ฆ. Jadi, suatu fungsi yang dinyatakan ๐‘“โˆ’1 didefinsikan sebagai:

๐‘“โˆ’1: ๐‘Œ โ†’ ๐‘‹ โˆถ ๐‘“โˆ’1 ๐‘ฆ = ๐‘ฅ, โˆ€๐‘ฆ โˆˆ ๐‘Œ โ‡” ๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘ฆ.

Fungsi ๐‘“โˆ’1 disebut invers dari ๐‘“ dan merupakan fungsi satu-satu dan onto dari Y ke ๐‘‹. Fungsi ๐‘“ dikatakan mempunyai invers (inversible) jika dan hanya jika satu-satu dan onto (Raisinghania dan Aggarwal, 1980: 16).

Contoh

๐‘“: ๐‘…+ โ†’ ๐‘…+: ๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘’๐‘ฅ, โˆ€๐‘ฅ โˆˆ ๐‘…+

dimana ๐‘…+ menyatakan himpunan semua bilangan real positif. Maka ๐‘“ adalah fungsi satu-satu dan onto karena ๐‘“ ๐‘ฅ1 = ๐‘“ ๐‘ฅ2 โ‡’ ๐‘’๐‘ฅ1 = ๐‘’๐‘ฅ2 โ‡’ ๐‘ฅ1 = ๐‘ฅ2. Dan untuk setiap ๐‘ฅ โˆˆ ๐‘…+ terdapat (๐‘™๐‘œ๐‘” ๐‘ฅ) โˆˆ ๐‘…+ sedemikian sehingga ๐‘“(๐‘™๐‘œ๐‘” ๐‘ฅ) = ๐‘’๐‘™๐‘œ๐‘” ๐‘ฅ = ๐‘ฅ. Oleh sebab itu, fungsi invers didefinisikan

๐‘“โˆ’1: ๐‘…+ โ†’ ๐‘…+: ๐‘“โˆ’1 ๐‘ฆ = ๐‘™๐‘œ๐‘” ๐‘ฆ , โˆ€๐‘ฆ โˆˆ ๐‘…+.

Raisinghania dan Aggarwal (1980: 17) menyatakan dalam sebuah teorema bahwa misalkan ๐‘‹, ๐‘Œ, dan ๐‘ adalah sembarang tiga himpunan tak-kosong dan misalkan ๐‘“ dan ๐‘” adalah fungsi satu-satu ๐‘‹ pada ๐‘Œ dan ๐‘Œ pada ๐‘ berturut-turut sehingga ๐‘“ dan ๐‘” merupakan dua fungsi yang inversible maka (๐‘” โˆ˜ ๐‘“) juga

inversible dan

๐‘” โˆ˜ ๐‘“ โˆ’1 = ๐‘“โˆ’1โˆ˜ ๐‘”โˆ’1

18 Untuk menunjukkan bahwa (๐‘” โˆ˜ ๐‘“) inversible, maka harus ditunjukkan bahwa (๐‘” โˆ˜ ๐‘“) adalah fungsi satu-satu dan onto. Misalkan ๐‘ฅ dan ๐‘ฆ adalah dua elemen sebarang dari ๐‘‹, maka

๐‘” โˆ˜ ๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘” โˆ˜ ๐‘“ ๐‘ฆ ๐‘”(๐‘“ ๐‘ฅ ) = ๐‘”(๐‘“ ๐‘ฆ )

๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘“ ๐‘ฆ [๐‘” adalah fungsi satu-satu] ๐‘ฅ = ๐‘ฆ [๐‘“ adalah fungsi satu-satu] Jadi, (๐‘” โˆ˜ ๐‘“) adalah fungsi satu-satu.

Untuk menunjukkan bahwa (๐‘” โˆ˜ ๐‘“) adalah fungsi onto, misalkan ๐‘ง adalah sebarang elemen dari ๐‘, maka ๐‘” fungsi onto jika terdapat ๐‘ฆ โˆˆ ๐‘Œ sedemikian sehingga ๐‘” ๐‘ฆ = ๐‘ง. Begitu juga ๐‘“ adalah onto jika terdapat ๐‘ฅ โˆˆ ๐‘‹ sedemikian sehingga ๐‘” ๐‘ฅ = ๐‘ฆ. Akibatnya,

๐‘” โˆ˜ ๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘” ๐‘“ ๐‘ฅ

= ๐‘” ๐‘ฆ [๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘ฆ] = ๐‘ง [๐‘” ๐‘ฆ = ๐‘ง]

Sehingga untuk sebarang ๐‘ง โˆˆ ๐‘, terdapat ๐‘ฅ โˆˆ ๐‘‹ sedemikian sehingga ๐‘” โˆ˜ ๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘ง. Jadi, ๐‘” โˆ˜ ๐‘“ adalah fungsi onto. Karena ๐‘” โˆ˜ ๐‘“ adalah fungsi satu-satu dan onto, maka ๐‘” โˆ˜ ๐‘“ inversible. Selanjutnya

๐‘” โˆ˜ ๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘ง โ‡’ ๐‘” โˆ˜ ๐‘“ โˆ’1 ๐‘ง = ๐‘ฅ โ€ฆ (i) ๐‘“โˆ’1 โˆ˜ ๐‘”โˆ’1 ๐‘ง = ๐‘“โˆ’1 ๐‘”โˆ’1 ๐‘ง

= ๐‘“โˆ’1(๐‘ฆ) [๐‘” ๐‘ฆ = ๐‘ง โ‡’ ๐‘ฆ = ๐‘”โˆ’1(๐‘ง)] = ๐‘ฅ [๐‘“ ๐‘ฅ = ๐‘ฆ โ‡’ ๐‘ฅ = ๐‘“โˆ’1(๐‘ฆ)] ๐‘“โˆ’1โˆ˜ ๐‘”โˆ’1 ๐‘ง = ๐‘ฅ โ€ฆ (ii)

19 Jadi, dari (i) dan (ii) diperoleh ๐‘” โˆ˜ ๐‘“ โˆ’1 = ๐‘“โˆ’1โˆ˜ ๐‘”โˆ’1.

2.9 Operasi Biner

Kita mengenal dua macam operasi yaitu operasi uner dan operasi biner. Pertama, operasi uner adalah operasi yang dikenakan kepada satu unsur, contoh operasi uner adalah pangkat dan akar pangkat. Misal pangkat 2 cukup dikenakan kepada unsur tunggal, misalnya 3, jadi 3 pangkat 2 adalah 9, ditulis 32 = 9. Kedua, operasi biner adalah operasi yang dikenakan kepada dua unsur. Yang termasuk operasi biner ini kita kenal dengan operasi dasar aritmetika seperti penjumlahan (+), pengurangan (โˆ’), pembagian (รท), dan perkalian (ร—). Misal suatu operasi biner dilambangkan dengan โ€œ โˆ— โ€ yang dikenakan kepada suatu himpunan R, maka operasi biner โˆ— dapat kita definisikan sebagai

โˆ— โˆถ ๐‘… ร— ๐‘… โ†’ ๐‘…

โˆ— ๐‘Ž, ๐‘ = ๐‘ โ€ฆ ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘Ž, ๐‘, ๐‘ โˆˆ ๐‘… artinya ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘

Dari definisi tersebut dapat kita lihat bahwa operasi biner ๏€ช adalah bersifat tertutup di ๐‘…. Jadi operasi biner bersifat tertutup tetapi tidak berlaku sebaliknya yaitu bahwa operasi yang tertutup belum tentu operasi biner. Contohnya adalah operasi pangkat diatas. Operasi pangkat dua atau kuadrat yang dikenakan kepada himpunan bilangan bulat bersifat tetutup artinya hasilnya tetap bilangan bulat tetapi operasi pangkat dua adalah uner.

Dummit dan Foote (1980: 17) menyebutkan definisi dari operasi biner sebagai berikut:

1. Operasi biner " โˆ— " pada suatu himpunan ๐บ adalah suatu fungsi โˆ—: ๐บ ร— ๐บ โ†’ ๐บ. Untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ ๐บ dapat dituliskan ๐‘Ž โˆ— ๐‘ untuk โˆ— (๐‘Ž, ๐‘).

2. Suatu operasi biner " โˆ— " pada suatu himpunan ๐บ adalah assosiatif jika untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘, ๐‘ โˆˆ ๐บ, ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘.

20 3. Jika " โˆ— " operasi biner pada suatu himpunan ๐บ, elemen-elemen ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ ๐บ dikatakan komutatif jika ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘ โˆ— ๐‘Ž. Dikatakan " โˆ— " (atau ๐บ) komutatif jika untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ ๐บ, ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘ โˆ— ๐‘Ž.

4. Setiap unsur di ๐บ punya invers) atau balikan terhadap operasi โˆ—

Misal ๐‘Žโˆ’1 adalah invers dari unsur ๐‘Ž di ๐บ โˆ€ ๐‘Ž โˆ— ๐บ โˆƒ ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐บ sehingga ๐‘Žโˆ’1โˆ— ๐‘Ž = ๐‘Ž โˆ— ๐‘Žโˆ’1 = ๐ผ

Jika ๐‘Žโˆ’1โˆ— ๐‘Ž = ๐ผ maka ๐‘Žโˆ’1 disebut invers kiri dari unsur ๐‘Ž Jika ๐‘Ž โˆ— ๐‘Žโˆ’1 = ๐ผ maka ๐‘Žโˆ’1 disebut invers kanan dari unsur ๐‘Ž Jika invers kanan = invers kiri maka dikatakan ada invers unsur ๐‘Ž Contoh

Misalkan ๐ต = himpunan bilangan bulat. Operasi + (penjumlahan) pada ๐ต merupakan operasi biner, sebab operasi + merupakan pemetaan dari ๐ต ร— ๐ต โ†’ ๐ต, yaitu โˆ€(๐‘Ž, ๐‘) โˆˆ ๐ต ร— ๐ต maka (๐‘Ž + ๐‘) โˆˆ ๐ต. Jumlah dua bilangan bulat adalah suatu bilangan bulat pula. Operasi รท (pembagian) pada ๐ต bukan merupakan operasi biner pada ๐ต sebab terdapat (๐‘Ž, ๐‘) โˆˆ ๐ต ร— ๐ต sedemikian sehingga (๐‘Ž รท ๐‘) โˆ‰ ๐ต, misalnya (3,4) โˆˆ ๐ต ร— ๐ต dan (3: 4) โˆ‰ ๐ต (Sukirman, 2005: 35).

2.10 Grup

Himpunan tak-kosong ๐บ dikatakan grup jika dalam ๐บ terdapat operasi biner yang dinyatakan dengan " โˆ— ", sedemikian sehingga menurut Herstein (1975: 28) :

21 1. Untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘, ๐‘ โˆˆ ๐บ mengakibatkan ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ (sifat

assosiatif)

2. Terdapat suatu elemen ๐‘’ โˆˆ ๐บ sedemikian sehingga ๐‘Ž โˆ— ๐‘’ = ๐‘’ โˆ— ๐‘Ž = ๐‘Ž untuk setiap ๐‘Ž โˆˆ ๐บ (๐‘’ adalah elemen identitas di ๐บ)

3. Untuk setiap ๐‘Ž โˆˆ ๐บ, terdapat suatu elemen ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐บ sedemikian sehingga ๐‘Ž โˆ— ๐‘Žโˆ’1 = ๐‘Žโˆ’1 โˆ— ๐‘Ž = ๐‘’ (๐‘Žโˆ’1 adalah invers dari ๐‘Ž di ๐บ).

Contoh

โ„ค adalah himpunan bilangan bulat, (โ„ค, +) adalah grup karena berlaku: 1. Untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ โ„ค maka (๐‘Ž + ๐‘) โˆˆ โ„ค. Jadi, operasi + adalah operasi

biner pada โ„ค atau dengan kata lain, operasi + tertutup di โ„ค.

2. Untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘, ๐‘ โˆˆ โ„ค maka ๐‘Ž + ๐‘ + ๐‘ = ๐‘Ž + ๐‘ + ๐‘. Jadi, โ„ค dengan operasi + (penjumlahan) memenuhi sifat assosiatif.

3. Terdapat elemen identitas yaitu 0 โˆˆ โ„ค sedemikian sehingga ๐‘Ž + 0 = 0 + ๐‘Ž = ๐‘Ž, untuk setiap ๐‘Ž โˆˆ โ„ค.

4. Untuk setiap ๐‘Ž โˆˆ โ„ค terdapat ๐‘Žโˆ’1 yaitu (โˆ’๐‘Ž) โˆˆ โ„ค sedemikian sehingga ๐‘Ž + โˆ’๐‘Ž = โˆ’๐‘Ž + ๐‘Ž = 0

Elemen (โˆ’๐‘Ž) adalah invers dari ๐‘Ž.

Karena himpunan โ„ค dengan operasi + (penjumlahan) memenuhi aksioma-aksioma grup, maka (โ„ค, +) adalah grup.

Grup (๐บ,โˆ—) dikatakan abelian (komutatif) jika untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ ๐บ berlaku ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘ โˆ— ๐‘Ž (Arifin, 2000: 36).

22 Misalkan ๐‘š sembarang bilangan bulat tertentu dan misalkan ๐บ = {๐‘š โ‹… ๐‘Ž โˆถ ๐‘Ž โˆˆ โ„ค } adalah himpunan semua perkalian bilangan bulat dengan bilangan bulat tertentu ๐‘š. Maka ๐บ adalah grup abelian dengan operasi + (penjumlahan). Himpunan ๐บ dengan operasi + (penjumlahan) menurut Raisinghania dan Aggarwal (1980: 34-35) memenuhi :

1. Jika ๐‘š โ‹… ๐‘Ž dan ๐‘š โ‹… ๐‘ adalah dua elemen sembarang dari ๐บ maka ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘š โ‹… ๐‘ = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘

Karena ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ โ„ค maka (๐‘Ž + ๐‘) โˆˆ โ„ค

Akibatnya ๐‘š โ‹… (๐‘Ž + ๐‘) = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘š โ‹… ๐‘ adalah perkalian bilangan bulat (๐‘Ž + ๐‘) dengan ๐‘š, sehingga ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘š โ‹… ๐‘ โˆˆ ๐บ.

Jadi, ๐บ tertutup terhadap operasi + (penjumlahan). 2. Jika ๐‘š โ‹… ๐‘Ž, ๐‘š โ‹… ๐‘, ๐‘š โ‹… ๐‘ โˆˆ ๐บ maka:

๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘š โ‹… ๐‘ + ๐‘š โ‹… ๐‘ = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘ + ๐‘š โ‹… ๐‘ = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘ + ๐‘

= ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘ + ๐‘ [keassosiatifan penjumlahan bilangan bulat] = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘š โ‹… ๐‘ + ๐‘ [hukum distributif perkalian terhadap penjumlahan]

= ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + {๐‘š โ‹… ๐‘ + ๐‘š โ‹… ๐‘} Jadi, penjumlahan assosiatif di ๐บ.

3. Terdapat 0 โˆˆ โ„ค sedemikian sehingga ๐‘š โ‹… 0 = 0 โˆˆ ๐บ, untuk sembarang elemen ๐‘š โ‹… ๐‘Ž dari ๐บ,

23 = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž [jadi, 0 + ๐‘Ž = ๐‘Ž]

๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘š โ‹… 0 = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + 0 [hukum distributif] = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž [jadi, 0 + ๐‘Ž = ๐‘Ž]

Jadi, ๐‘š โ‹… 0 + ๐‘š โ‹… ๐‘Ž = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘š โ‹… 0 = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž, โˆ€๐‘š โ‹… ๐‘Ž โˆˆ ๐บ

4. Jika ๐‘š โ‹… ๐‘Ž adalah sembarang elemen di ๐บ, maka ๐‘Ž adalah bilangan bulat dan begitu juga โˆ’๐‘Ž dan oleh sebab itu ๐‘š โ‹… โˆ’๐‘Ž adalah elemen ๐บ

๐‘š โ‹… โˆ’๐‘Ž + ๐‘š โ‹… ๐‘Ž = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘š โ‹… โˆ’๐‘Ž = ๐‘š โ‹… 0 = 0

Jadi, setiap elemen ๐‘š โ‹… ๐‘Ž di ๐บ mempunyai invers penjumlahan yaitu ๐‘š โ‹… โˆ’๐‘Ž di ๐บ.

5. Jika ๐‘š โ‹… ๐‘Ž dan ๐‘š โ‹… ๐‘ adalah dua elemen sembarang dari ๐บ maka

๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘š โ‹… ๐‘ = ๐‘š โ‹… ๐‘Ž + ๐‘ [distributif perkalian terhadap penjumlahan]

= ๐‘š โ‹… ๐‘ + ๐‘Ž [kekomutatifan penjumlahan bilangan bulat] = ๐‘š โ‹… ๐‘ + ๐‘š โ‹… ๐‘Ž

Jadi, penjumlahan komutatif di ๐บ. Jadi, (๐บ, +) adalah grup abelian.

2.11 Sifat-Sifat Grup

Jika ๐บ grup dengan operasi โˆ—, maka menurut Dummit dan Foote (1991: 19) berlaku:

1. Identitas di ๐บ adalah tunggal

2. Untuk setiap ๐‘Ž โˆˆ ๐บ, ๐‘Žโˆ’1 adalah tunggal 3. ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1 = ๐‘Ž, untuk setiap ๐‘Ž โˆˆ ๐บ 4. ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ’1 = ๐‘โˆ’1 โˆ— (๐‘Žโˆ’1)

24 Sukirman (2005: 47) menambahkan:

5. (Sifat penghapusan atau kanselasi)

Jika (๐บ,โˆ—) suatu grup, maka โˆ€๐‘Ž, ๐‘, ๐‘ โˆˆ ๐บ berlaku:

i) Jika ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘Ž โˆ— ๐‘, maka ๐‘ = ๐‘ (sifat kanselasi kiri) ii) Jika ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘ โˆ— ๐‘, maka ๐‘Ž = ๐‘ (sifat kanselasi kanan) Bukti :

Bukti dari sifat-sifat grup (1) dan (2) menurut Dummit dan Foote (1991: 19) : (1) Jika ๐‘“ dan ๐‘” keduanya identitas, ๐‘“, ๐‘” โˆˆ ๐บ, maka dengan aksioma

dari definisi grup ๐‘“ โˆ— ๐‘” = ๐‘“ (ambil ๐‘Ž = ๐‘“ dan ๐‘’ = ๐‘”). Dengan aksioma yang sama ๐‘“ โˆ— ๐‘” = ๐‘” (ambil ๐‘Ž = ๐‘” dan ๐‘’ = ๐‘“). Jadi, ๐‘“ = ๐‘”. Jadi, identitas dari ๐บ adalah tunggal.

(2) Diasumsikan ๐‘ dan ๐‘ keduanya invers dari ๐‘Ž, misal ๐‘’ identitas dari ๐บ. Dengan ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘’ dan ๐‘ โˆ— ๐‘Ž = ๐‘’, sehingga

๐‘ = ๐‘ โˆ— ๐‘’ [definisi ๐‘’] = ๐‘ โˆ— (๐‘Ž โˆ— ๐‘) [๐‘’ = ๐‘Ž โˆ— ๐‘]

= ๐‘ โˆ— ๐‘Ž โˆ— ๐‘ [sifat assosiatif]

= ๐‘’ โˆ— ๐‘ [๐‘’ = ๐‘ โˆ— ๐‘Ž]

= ๐‘ [definisi ๐‘’]

Jadi, ๐‘ = ๐‘. Jadi, invers dari ๐‘Ž adalah tunggal. (3) Untuk setiap ๐‘Ž โˆˆ ๐บ maka ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐บ sehingga

๐‘Ž โˆ— ๐‘Žโˆ’1 = ๐‘Žโˆ’1 โˆ— ๐‘Ž = ๐‘’ (๐‘’ adalah elemen identitas). (i) ๐‘Ž โˆ— ๐‘Žโˆ’1 = ๐‘’

25 ๐‘Ž โˆ— ๐‘Žโˆ’1 โˆ— ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1 = ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1 [assosiatif] ๐‘Ž โˆ— ๐‘’ = ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1 ๐‘Ž = ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1 (ii) ๐‘Žโˆ’1โˆ— ๐‘Ž = ๐‘’ ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1โˆ— ๐‘Žโˆ’1 โˆ— ๐‘Ž = ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1 โˆ— ๐‘’ ( ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1โˆ— ๐‘Žโˆ’1) โˆ— ๐‘Ž = ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1 [assosiatif] ๐‘’ โˆ— ๐‘Ž = ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1 ๐‘Ž = ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1

Dari (i) dan (ii), maka ๐‘Ž = ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1. Sehingga ๐‘Žโˆ’1 โˆ’1 = ๐‘Ž

Bukti sifat-sifat grup (4) menurut Arifin (2000: 37) : (4) Misal ๐‘ = ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ’1, sehingga dengan definisi

๐‘, ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘’. Dengan sifat assosiatif diperoleh ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘’. Kedua ruas dioperasikan dengan ๐‘Žโˆ’1 dari kiri untuk memperoleh bentuk:

๐‘Žโˆ’1 โˆ— ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘Žโˆ’1 โˆ— ๐‘’

Pada ruas kiri dikenakan sifat assosiatif operasi dan pada ruas kanan dikenakan definisi identitas ๐‘’, diperoleh:

๐‘Žโˆ’1โˆ— ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘Žโˆ’1

๐‘’ โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘Žโˆ’1 [definisi identitas] ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘Žโˆ’1 [definisi identitas]

Kedua ruas dioperasikan dengan ๐‘โˆ’1 di sebelah kiri dan dengan cara yang sama:

26 ๐‘โˆ’1 โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘โˆ’1โˆ— ๐‘Žโˆ’1 ๐‘โˆ’1โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘ = ๐‘โˆ’1โˆ— ๐‘Žโˆ’1 [sifat assosiatif] ๐‘’ โˆ— ๐‘ = ๐‘โˆ’1 โˆ— ๐‘Žโˆ’1 [definisi identitas] ๐‘ = ๐‘โˆ’1โˆ— ๐‘Žโˆ’1 [definisi identitas] ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ’1 = ๐‘โˆ’1 โˆ— ๐‘Žโˆ’1 [definisi ๐‘]

Jadi terbukti bahwa ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ’1 = ๐‘โˆ’1 โˆ— ๐‘Žโˆ’1 .

Bukti sifat-sifat grup (5) menurut Sukirman (2005: 47) : (5) i) ambil sembarang ๐‘Ž, ๐‘, ๐‘ โˆˆ ๐บ dan diketahui bahwa

๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘Ž โˆ— ๐‘, maka

๐‘Žโˆ’1 โˆ— ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘Žโˆ’1โˆ— (๐‘Ž โˆ— ๐‘) [๐บ grup dan ๐‘Ž โˆˆ ๐บ, maka ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐บ] ๐‘Žโˆ’1โˆ— ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘Žโˆ’1 โˆ— ๐‘Ž โˆ— ๐‘ [sifat assosiatif]

๐‘’ โˆ— ๐‘ = ๐‘’ โˆ— ๐‘ [definisi identitas] ๐‘ = ๐‘

ii) ambil sembarang ๐‘Ž, ๐‘, ๐‘ โˆˆ ๐บ dan diketahui bahwa ๐‘Ž โˆ— ๐‘ = ๐‘ โˆ— ๐‘, maka

๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘โˆ’1 = ๐‘ โˆ— ๐‘ โˆ— ๐‘โˆ’1 [๐บ grup dan ๐‘ โˆˆ ๐บ, maka ๐‘โˆ’1 โˆˆ ๐บ] ๐‘Ž โˆ— (๐‘ โˆ— ๐‘โˆ’1) = ๐‘ โˆ— (๐‘ โˆ— ๐‘โˆ’1) [sifat assosiatif]

๐‘Ž โˆ— ๐‘’ = ๐‘ โˆ— ๐‘’ [definisi identitas] ๐‘Ž = ๐‘

2.12 Tabel Cayley

Dalam sebuah grup senantiasa melibatkan hanya satu operasi tertentu. Pendefinisian dari operasi pada suatu himpunan tak kosong merupakan salah satu

27 syarat cukup untuk dapat mengkontruksi suatu struktur grup. Pendefinisan operasi pada himpunan berhingga (finite) dapat dilakukan dengan cara yang mudah yaitu dengan membuat tabel yang berisi hasil operasi dari masing-masing dua elemen di himpunan tersebut. Tabel ini disebut tabel Cayley (Sulandra, 1996: 55).

Contoh:

Misalkan A grup dengan operasi pada himpunan tersebut adalah operasi biner " โˆ— ". Himpunan ๐ด = ๐‘’, ๐‘Ž , ๐‘’ elemen identitas. Maka tabel Cayley dari himpunan tersebut adalah:

Tabel 2.12: Tabel Cayley Grup A

โˆ— ๐‘’ ๐‘Ž

๐‘’ ๐‘’ ๐‘Ž

๐‘Ž ๐‘Ž ๐‘’

Dari tabel tersebut, ๐‘’ adalah elemen identitas, sehingga ๐‘’ โˆ— ๐‘Ž = ๐‘Ž โˆ— ๐‘’ = ๐‘Ž dan agar himpunan A merupakan suatu grup dengan operasi " โˆ— ", maka elemen a harus mempunyai invers (balikan) ๐‘Žโˆ’1 sedemikian sehingga ๐‘Ž โˆ— ๐‘Žโˆ’1 = ๐‘Žโˆ’1โˆ— ๐‘Ž = ๐‘’. Sehingga diperoleh ๐‘Žโˆ’1 = ๐‘Ž.

2.13 Subgrup

Sub himpunan tak-kosong ๐ป dari suatu grup ๐บ dikatakan subgrup dari ๐บ jika ๐ป membentuk grup terhadap operasi yang sama pada grup ๐บ (Herstein, 1975: 37).

Herstein (1975: 37) menyatakan dalam sebuah teorema bahwa suatu sub himpunan tak-kosong ๐ป dari grup ๐บ adalah subgrup dari grup ๐บ jika dan hanya jika menurut Herstein (1975: 38) berlaku:

28 1. ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ ๐ป maka ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆˆ ๐ป

2. ๐‘Ž โˆˆ ๐ป maka ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐ป Bukti:

Untuk membuktikan teorema tersebut, perlu dibuktikan kondisi perlu dan cukup bagi subgrup. Kondisi perlu bagi subgrup adalah jika ๐ป,โˆ— โ‰ค (๐บ,โˆ—) maka โˆ€๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ ๐ป berlaku ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆˆ ๐ป dan ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐ป. Sedangkan kondisi cukup bagi subgrup adalah jika ๐ป โŠ† ๐บ, ๐ป โ‰  โˆ… dan ๐‘Ž โˆ— ๐‘โˆ’1 โˆˆ ๐ป maka ๐ป,โˆ— โ‰ค (๐บ,โˆ—).

Kondisi perlu:

๐ป,โˆ— โ‰ค (๐บ,โˆ—) maka โˆ€๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ ๐ป berlaku ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆˆ ๐ป dan ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐ป

Diketahui ๐ป,โˆ— โ‰ค (๐บ,โˆ—) maka ๐ป adalah sebuah grup, sehingga memenuhi aksioma-aksioma grup yaitu untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘, ๐‘ โˆˆ ๐ป, maka berlaku sifat assosiatif, ๐ป memuat elemen identitas, dan ๐ป memuat invers dari setiap elemennya. Akan ditunjukkan bahwa untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘, ๐‘ โˆˆ ๐ป berlaku ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆˆ ๐ป dan ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐ป. Karena ๐ป adalah grup. Karena ๐ป grup maka berlaku sifat ketertutupan yaitu untuk setiap ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ ๐ป maka ๐‘Ž โˆ— ๐‘ โˆˆ ๐ป dan ๐ป juga memuat invers dari setiap elemennya yaitu ๐‘Žโˆ’1, ๐‘โˆ’1 โˆˆ ๐ป. Karena ๐‘Žโˆ’1, ๐‘โˆ’1 โˆˆ ๐ป maka berlaku ๐‘Ž โˆ— ๐‘โˆ’1 โˆˆ ๐ป atau ๐‘Žโˆ’1 โˆ— ๐‘ โˆˆ ๐ป (sifat tertutup terhadap operasi " โˆ— "). Jadi kondisi perlu bagi subgrup telah terpenuhi.

Kondisi cukup:

Diketahui ๐ป โŠ† ๐บ, ๐ป โ‰  โˆ… dan ๐‘Ž โˆ— ๐‘โˆ’1 โˆˆ ๐ป Akan ditunjukkan bahwa ๐ป,โˆ— โ‰ค (๐บ,โˆ—).

29 ๐ป adalah sub himpunan dari ๐บ yang memenuhi (1) dan (2). Untuk menunjukkan bahwa ๐ป subgrup perlu ditunjukkan bahwa ๐‘’ โˆˆ ๐ป dan bahwa berlaku sifat assosiatif untuk semua elemen dari ๐ป. Karena sifat assosiatif berlaku di ๐บ, maka hal ini juga terpenuhi untuk sub himpunan dari ๐บ yaitu ๐ป. Jika ๐‘Ž โˆˆ ๐ป, menurut (2), ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐ป dan dengan (1), ๐‘’ = ๐‘Ž โˆ— ๐‘Žโˆ’1 โˆˆ ๐ป. Sehingga kondisi cukup bagi subgrup terpenuhi. Sehingga teorema terbukti.

Contoh 2.11

Misal ๐บ grup bilangan bulat terhadap operasi + (penjumlahan), ๐ป sub himpunan yang terdiri dari kelipatan 5. Maka ๐ป adalah subgrup dari grup ๐บ.

Subgrup yang terdiri dari identitas saja atau semua elemen suatu grup disebut subgrup trivial. Sedangkan subgrup selain identitas dan semua elemen suatu grup disebut subgrup sejati.

2.14 Kajian Agama

Secara umum beberapa konsep dari disiplin ilmu telah dijelaskan dalam Al-Qurโ€™an, salah satunya adalah matematika. Konsep dari disiplin ilmu matematika yang ada dalam Al-Qurโ€™an diantaranya adalah masalah statistik, logika, pemodelan, dan aljabar. Teori tentang grup, dimana definisi dari grup sendiri adalah suatu struktur aljabar yang dinyatakan sebagai (๐บ,โˆ˜) dengan ๐บ tak-kosong dan " โˆ˜ "adalah operasi biner pada ๐บ yang memenuhi sifat-sifat assosiatif, memuat identitas, dan memuat invers dari setiap elemen dalam grup tersebut. Himpunan-himpunan dalam grup mempunyai anggota yang juga merupakan

30 makhluk dari ciptaan-Nya. Sedangkan operasi biner merupakan interaksi antara makhluk-makhluk-Nya, dan sifat-sifat yang harus dipenuhi merupakan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, artinya sekalipun makhluk-Nya berinteraksi dengan sesama makhluk ia harus tetap berada dalam koridor yang telah ditetapkan oleh Allah.

Kajian mengenai himpunan sudah ada dalam Al-Qurโ€™an. Misalnya kehidupan manusia yang terdiri dari berbagai macam golongan. Dimana golongan juga merupakan himpunan karena himpunan sendiri merupakan kumpulan objek-objek yang terdefinisi.

Dalam Al-Qurโ€™an surat Al-fatihah ayat 7 menyebutkan:

๏ธ๏ƒž๏‚บ๏ต๏‚Ž๏ƒ…๏ƒ€ ๏ด๏ƒป๏ƒฏ๏ƒ๏€ฅ๏‚ฉ๏€ก๏€ค๏€ฃ ๏ผ๏๏ƒด๏Š๏น๏ƒจ๏ƒท๏’๏ฒ๏€ฆ ๏ƒถ๏Ž๏ƒŽ๏ง๏ƒธ๏‚‹๏ฎ๏€ฝ๏ด๏ƒฃ ๏ƒŽ๏‚Ž๏ƒถ๏‚๏ธ๏ƒฎ ๏ƒ…๏•๏ฑ๏ƒ ๏ƒ’๏ƒธ๏ƒณ๏น๏Š๏ƒธ๏€น๏€ค๏€ฃ ๏ƒณ๏๏ƒŽ๏ง๏ƒธ๏‚‹๏ฎ๏€ฝ๏ด๏ƒฆ ๏‚Ÿ๏ท๏ต๏ฒ ๏ด๏ƒป๏ƒผ๏ƒ๏ช๏€น๏€ก๏€ค๏‚ž๏ƒ’๏€น๏€ค๏€ฃ ๏ƒ‡๏ƒ๏ƒˆ

Artinya: (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada

mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (Q. S. Al-Fatihah: 7).

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu (1) kelompok yang mendapat nikmat dari Allah, (2) kelompok yang dimurkai, dan (3) kelompok yang sesat (Abdussakir, 2007: 79).

Ayat ini melukiskan permohonan manusia kepada Allah untuk membimbingnya ke jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh-Nya, seperti nikmat berupa petunjuk, kesuksesan, kepemimpinan orang-orang yang benar, pengetahuan, amal yang baik, yaitu jalan lurus para nabi, orang-orang sholeh, dan semua orang yang mendapat nikmat, rahmat, dan kemurahan-Nya. Jalan yang lurus adalah ajaran tauhid, agama kebenaran, dan keimanan kepada perintah Allah. Ayat ini juga memperingatkan kepada manusia tentang adanya dua jalan

31 yang menyimpang di hadapan manusia yaitu jalan orang-orang yang mendapatkan murka-Nya dan orang yang tersesat. Adapun yang dimaksud dengan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah seperti yang ditunjukkan pada Al Quran surat An-Nisaโ€™ [4] ayat 69 :

Artinya: โ€œDan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati

dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya[313] datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.โ€

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang-orang yang mendapat nikmat dan rahmat Allah ada empat kelompok: para nabi, orang-orang yang ikhlas, para saksi, dan orang-orang yang beramal shaleh. Sedangkan pemisahan dua kelompok terakhir dalam Al Quran surat Al Fatihah ayat 7 ini dari kelompok lainnya mengisyaratkan bahwa masing-masing kelompok memiliki karakteristik khusus. Dalam hal ini, Imani (2006: 60-61) membagi karakteristik khusus dua kelompok yang terakhir menjadi tiga tafsir :

1. Orang-orang yang tersesat adalah awam yang tidak terbimbing, sedangkan

magdhubi โ€˜alaihim adalah orang yang tidak terbimbing yang keras kepala

atau munafik. Orang-orang yang mendapatkan murka-Nya adalah orang-orang yang disamping kekufuran mereka, mengambil jalan kedegilan dan permusuhan kepada Allah, dan kapan saja mereka dapat, mereka bahkan

32 melukai para pemimpin Ilahiah dan para nabi sebagaimana disebutkan dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 112.

2. Sebagian ahli tafsir percaya bahwa adh-dhallin (orang-orang yang tersesat) merujuk pada orang-orang Nasrani; sedangkan magdhubi โ€˜alaihim (orang-orang yang mendapatkan murka-Nya) mengacu pada (orang-orang-(orang-orang yahudi. Kesimpulan ini diambil karena respon-respon khas mereka.

3. Bacaan adh-dhallin dimaksudkan kepada orang-orang yang tersesat tapi tidak menekan orang-orang selain mereka untuk tersesat juga, sedangkan magdhubi

โ€˜alaihim mengacu pada orang-orang yang tersesat dan membuat orang lain

tersesat juga. Mereka mencoba mempengaruhi orang lain agar seperti mereka. Acuan makna ini adalah Al Quran surat Asy-Syura ayat 16.

Kembali pada definisi grup yang merupakan suatu himpunan yang tak-kosong dan operasi " โˆ˜ " pada ๐บ adalah suatu operasi biner yang memenuhi sifat-sifat assosiatif, memuat identitas, dan memuat invers dari setiap elemen dalam grup tersebut. Misal " โˆ˜ " adalah operasi pada elemen-elemen ๐‘†, maka ia disebut biner apabila setiap dua elemen ๐‘Ž, ๐‘๏ƒŽ๐‘†, maka (๐‘Ž โˆ˜ ๐‘)๏ƒŽ๐‘†. Jadi, jika anggota dari himpunan S dioperasikan hasilnya juga merupakan anggota ๐‘†. Begitu juga dengan operasi biner dalam dunia nyata. Operasi biner dan sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh grup merupakan interaksi-interaksi dengan berbagai macam pola, ia akan tetap berada dalam himpunan tersebut, yaitu himpunan makhluk ciptaan-Nya.

Aljabar abstrak adalah bidang matematika yang mengkaji struktur aljabar seperti grup, ring, field, modul, dan ruang vektor. Pada dasarnya aljabar abstrak juga membahas tentang himpunan dan operasinya. Sehingga dalam mempelajari

33 materi ini selalu identik dengan sebuah himpunan tidak kosong yang mempunyai elemen-elemen yang dapat dikombinasikan dengan penjumlahan, perkalian, ataupun keduanya atau dapat dioperasikan dengan satu atau lebih operasi biner. Hal tersebut berarti pembahasan-pembahasannya melibatkan objek-objek abstrak yang dinyatakan dalam simbol-simbol (Anonim, 2011:5).

Bidang kajian ini disebut dengan aljabar (saja) sebagai kependekan aljabar abstrak, disebut juga dengan struktur aljabar. Tetapi kebanyakan lebih senang menyebutnya dengan aljabar abstrak untuk membedakannya dengan aljabar elementer. Aljabar abstrak ini banyak digunakan dalam kajian lanjut bidang matematika (teori bilangan aljabar, topologi aljabar, geometri aljabar) (Anonim, 2011:5).

Sistem aljabar merupakan salah satu materi pada bagian aljabar abstrak yang mengandung operasi biner. Himpunan dengan satu atau lebih operasi biner disebut sistem aljabar. Sedangkan sistem aljabar dengan satu operasi biner disebut grup. Kajian himpunan dengan satu operasi biner dalam konsep islam yaitu, bahwa manusia adalah ciptaan Allah secara berpasang-pasangan. Perhatikan firman Allah SWT dalam surat Al-Fathir ayat 11:

๏€ค๏‚ช

๏€ก๏€ค๏€ฃ๏ต๏ฒ

๏€ฏ๏ƒค๏€ณ๏ณ๏€ฉ๏ฎ๏€ฝ๏ณ๏ป

๏ ๏ƒ๏ฉ๏‚

๏€ต๏€พ๏€ฃ๏ด๏‚๏ƒจ๏€ฟ

๏‚ง๏Ž๏ƒจ๏

๏ ๏ƒ๏‚

๏€ท๏ฐ๏ธ๏ƒฟ๏ƒต๏ƒœ๏‚œ๏’

๏‚ข๏๏ƒจ๏

๏ƒถ๏€ฏ๏ƒค๏€ณ๏ฎ๏€ฝ๏น๏ƒจ๏น๏Ÿ

๏€ฅ๏›๏ ๏‚บ๏ต๏ฒ๏ƒธ๏‚—๏ฒ๏€ฆ

๏€ด

๏€ค๏ด๏‚๏ต๏ฒ

๏ƒฃ๏€๏ƒ๏Š๏ƒธ๏ด๏ฒ๏‚

๏ƒด๏ ๏ƒ๏‚

๏€ด๏ƒ“๏ณ๏œ๏’๏ƒฉ๏€ฆ

๏‚Ÿ๏ท๏ต๏ฒ

๏ƒŸ๏ƒฌ๏‚Ÿ๏ƒ’๏ณ๏€ฟ

๏‚ž๏ท๏ƒŽ๏€ฉ

๏‚พ๏ƒ๏ญ๏ƒ๏Š๏ƒน๏€ฝ๏ƒ๏ƒจ๏ƒŽ๏€ฏ

๏€ด

๏€ค๏ด๏‚๏ต๏ฒ

๏ƒฃ๏‚๏‚ฃ๏Š๏น๏ƒจ๏ƒฃ๏‚ƒ

๏ ๏ƒ๏‚

๏€น๏‚๏‚ฃ๏Š๏น๏ƒจ๏‚•๏‚

๏‚Ÿ๏ท๏ต๏ฒ

๏ƒŸ๏ƒˆ๏ณ๏€ฉ๏š๏ƒฃ๏‚ƒ

๏ƒด๏ ๏ƒ๏‚

๏ƒฟ๏‚พ๏ƒ๏ฎ๏ƒŒ๏‚๏ƒŸ๏Š๏ƒฃ๏ƒฃ

๏‚ž๏ท๏ƒŽ๏€ฉ

๏‚’๏ƒŽ๏ƒป

๏๏€ฝ๏‚ป๏ด๏†๏ƒ๏€ฎ

๏€ด

๏‚จ๏ข๏ƒŽ๏€ฉ

๏น๏€ท๏ƒ๏€น๏‚บ๏ณ๏‚Œ

๏‚’๏ฎ๏€ฟ๏ด๏ƒฃ

๏‚ซ๏€ก๏€ค๏€ฃ

๏ƒ—๏‚Ž๏‚๏ƒ…๏‚ก๏ฏ๏‚„

๏ƒ‡๏ƒŠ๏ƒŠ๏ƒˆ

Artinya: โ€œDan Allah menciptakan kamu dari tanah Kemudian dari air mani,

Kemudian dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. dan

34

sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. โ€œ

Dari firman di atas bahwa manusia adalah berpasang-pasangan yaitu

Dokumen terkait