• Tidak ada hasil yang ditemukan

22 BAB II

TEORI PENERJEMAHAN NAMA DIRI

A. Teori Terjemah

Penerjemahan merupakan proses, cara, atau perbuatan penerjemahan (mengalihbahasakan).6 Penerjemahan dapat berupa lisan (interpreting) atau tulisan (translating). Penerjemahan lisan dilakukan secara langsung atau spontanitas dalam menerjemahkannya. Penerjemah disini berfungsi sebagai mediator antara bahasa sumber (pembicara) ke bahasa sasaran (pendengar). Penerjemahan lisan biasanya digunakan untuk hal bisnis, dikarenakan kedua pembisnis tidak mengerti bahasa lawan bicaranya.

Jika penerjemahan secara tulisan membutuhkan teori penerjemahan. Teori tersebut berkedudukan sebagai mediator antara penulis dan pembaca.7 Penerjemahan tulisan membutuhkan waktu cukup lama dalam menerjemahkannya. Hal tersebut dikarenakan penerjemahan harus menggunakan teori-teori penerjemahan dan biasanya penerjemahan berupa buku atau sebuah artikel.

Kegiatan penerjemahan dan kejurubahasaan memiliki skup yang luas dengan tujuan yang sangat beragam yang bukan hanya membutuhkan pengetahuan kebahasaan yang tinggi, namun juga melibatkan seluruh aspek komunikasi,

6

Peter Salim, dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern

English Press, 2002), edisi ke-3 h. 1602.

7

Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora,

23

seperti: pengetahuan, budaya, gaya termasuk dialek, kepercayaan, ideologi, kelas masyarakat, jenis kelamin, suku, bangsa, dan lain-lainnya.8

Selain itu penerjemahan juga merupakan kegiatan komunikasi yang kompleks dengan melibatkan a) penulis yang menyampaikan gagasan dalam bahasa sumber, b) penerjemah mereproduksi gagasan tersebut di dalam bahasa penerima, c) pembaca yang memahami gagasan melalui penerjemahan, dan d) amanat atau gagasan yang menjadi fokus perhatian ketiga pihak tersebut.9

Terjemahan yang baik ialah yang benar, jelas, dan wajar.10 Benar artinya makna yang terdapat dalam terjemahan adalah sama dengan makna pada bahasa sumber. Jelas berarti terjemahan itu mudah dipahami oleh pembaca. Adapun wajar berarti bahasa dan gaya terjemahan itu tidak seperti terjemahan. Namun tidak keluar dari jalur bahasa sumber atau tidak mengurangi pesan yang terkandung dalam teks asli. Menerjemahkan memang lumayan sulit, karena harus mentransfer ide pikiran penulis, gaya bahasa penulis, dan karakter tulisannya. Oleh karena itu, penerjemah harus mengenal betul karakter penulis buku yang akan diterjemahkan.

1. Definisi penerjemahan

Definisi penerjemahan memiliki banyak pandangan dari para tokoh, di antaranya sebagai berikut:

1. Eugene A. Nida dan Charles R. Taber dalam buku mereka The Theory and Practice of Translation.

8

Rahmat Effendi P., Cara Mudah Menulis dan Menerjemahkan, terjemahan dari English

For Translating and Interpreting Study, (Jakarta: Yayasan Bina Edukasi dan Konsultasi Hapsa et Sudia, 2004), cet. ke-1 h. 23.

9

Syihabuddin, Penerjemah Arab Indonesia, h. 10.

10

24

Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalentof the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.

Menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya.11

2. Catford

(Translation is) the replacement of textual material in one language by equivalent textual material in another language. (Catford, 1965:20)

Penerjemahan adalah penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa dengan materi tekstual yang padan dalam bahasa lain.12

3. Moeliono (1989: 195)

Moeliono berpandangan bahwa pada hakikatnya penerjemahan itu merupakan kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat dari segi arti maupun gaya.13

4. Pinhhuck (1977: 38)

11 A.Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), cet. ke-2 h.

11.

12

Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasa Teori dan Penuntun

Praktis Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 11.

13

25

“Translation is a process of finding a TL equivalent for an SL untterance”.

Dalam bahasa Indonesia dikatakan bahwa, “Penerjemahan adalah proses

penemuan padanan ujaran bahasa sumber di dalam bahasa sasaran.”14

5. Newmark (1988)

Rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text (menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang).15

Dari kelima tokoh tersebut di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dengan menggunakan padanan yang tepat dan selaras dalam menerjemahkannya.

2. Cara Menerjemah

Ada dua cara menerjemah:

Pertama Æ penerjemah melihat kata perkata dari bahasa asal dan maksud yang terkandung di dalamnya, lalu ia mengalihkan bahasa itu ke dalam bahasa kedua dengan memperhatikan maksud-maksud yang tertuang dalam bahasa asal, lalu ia tulis kata-kata itu. Kemudian ia melihat kata-kata selanjutnya sehingga sampai pada untaian kalimat yang ingin diterjemahkan. Cara ini disebut aliran terjemah harfiyah.16

14

Suryawinata dan Hariyanto, Translation, h. 13.

15

Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 5.

16

Solihin Bunyamin Ahmad, Metode Granada Sistem 8 Jam Bisa Menerjemah Alquran,

26

Pemungutan konsep baru yang terjadi dalam menerjemahkan suatu teks dengan penerjemahan kata demi kata, sehingga bentuk terjemahan itu memperoleh arti (makna) baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Salah satu akibat proses perubahan makna yang terjadi adalah adanya satuan leksikal kuno dan satuan leksikal usang. Satuan leksikal kuno kehilangan acuannya yang berada di luar masa kini, sedangkan satuan leksikal yang usang menurun frekuensinya karena konotasi yang dimilikinya. Kadang-kadang satuan leksikal yang kuno atau usang digunakan kembali dengan makna baru.

Kata kuno adalah satuan leksikal (kata, frase, bentuk jamak) yang a) kehilangan acuannya di luar bahasa, b) mempunyai konotasi masa yang silang, c) berasal dari leksikon bahasa taraf sebelumnya, atau d) masih dapat dikenali secara tepat ataupun secara kurang tepat oleh penutur bahasa yang bersangkutan. Contoh: Ancala 'gunung', balian 'dukun', baginda 'yang bahagia', graha 'rumah'.

Kata usang adalah satuan leksikon yang sarat dengan konotasi. Contoh: babu 'pembantu rumah tangga(wanita)', pelacur 'tuna susila', serdadu 'prajurit'.17

Sebenarnya terjemahan harfiyah dalam pengertian urut-urutan kata dan cakupan makna persis seperti bahasa sumber tidak mungkin dilakukan, karena masing-masing bahasa (BSu dan BSa) selalu mempunyai ciri khas sendiri dalam urut-urutan kata, adakalanya masing-masing ungkapan mengandung nuansa sendiri-sendiri.18

KeduaÆ penerjemah melihat redaksi bahasa asal sampai memahami maknanya, kemudian ia ungkapkan dalam bahasa lain (bahasa sasaran) dengan redaksi yang

17

Fatimah Djajasudarma, Semantik 2 Pemahaman ilmu makna, (Bandung: Refika

Aditama 1999), h.75.

18

Ismail Lubis, Falsafati terjemahan Alquran Departemen Agama Edisi 1990,

27

sama baik kata perkatanya memiliki kesamaan arti atau tidak. Cara ini disebut aliran terjemah maknawiyah atau terjemah bebas.19

Contoh perbandingan antara dua aliran terjemah tersebut:

1.

ﻚ ﺎ آ

Terjemahan harfiyah, "Bagaimana kabarmu?" Terjemahan maknawiyah, "Apa kabar?"

2.

ﷲا ا ا

terjemahan harfiyah, "tidak ada tuhan selain Allah"

terjemahan maknawiyah, "yang berhak disembah hanya Allah"

3.

ﻬ أ ةﺮﻜ ﻰ اوؤﺎ

Terjemahan harfiyah, "mereka datang di atas unta betina bapak mereka" Terjemahan maknawiyah, "mereka datang semuanya tanpa kecuali".20

3. Tahap-tahap Penerjemahan

19

Solihin Bunyamin Ahmad, Metode Granada, h. 22.

20

28

Tahap atau proses penerjemahan adalah urutan aktifitas yang dimaksudkan untuk menuangkan proses berpikir yang dilakukan penerjemah pada saat menerjemahkan.

Dr. Ronald H. Bathgate, dalam karangannya yang berjudul “A Survey of Translation Theory” mengemukakan tujuh tahap dari proses penerjemahan:

1. Penjajagan (Tuning)

Pada tahap awal ini penerjemah menyelaraskan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Maksudnya penerjemah mengetahui bahasa siapa yang akan diterjemahkan, bahasa seorang pujanggakah, seorang noveliskah, seorang ahli hukumkah, seorang penulis iklankah, dan sebagainya. Sebuah puisi harus menjadi sebuah puisi bukan artikel. Sebuah sanjak harus menjadi sebuah sanjak bukan prosa. Pada tahap ini penerjemah harus dapat menentukan sikap atau pendekatan mental yang tepat, harus dapat membayangkan pilihan kata atau susunan frase dan kalimat yang selaras.

2. Penguraian (Analysis)

Tiap-tiap kalimat dalam bahasa sumber diuraikan ke dalam satuan-satuan berupa kata-kata atau frase. Kemudian penerjemah menentukan hubungan sintaksis antara berbagai unsur kalimat itu. Pada tahap ini penerjemah sudah dapat melihat hubungan antara unsur-unsur dalam bagian teks yang akan diterjemahkan dan mulai berpikir untuk menciptakan konsistensi dalam terjemahannya.

29

Pada bagian ini penerjemah harus dapat menangkap gagasan utama tiap paragraf (alinea) dan ide-ide pendukung dan pengembangnya. Ia harus dapat menangkap hubungan gagasan satu sama lain dalam tiap paragraf dan antar paragraf. Dalam hal ini penerjemah hendaknya satu bidang ilmu dengan pengarang, sehingga penerjemah dapat mengetahui konteks naskah yang akan diterjemahkan. Namun, janganlah seorang penerjemah menjadi pengarang sendiri, meskipun sebidang ilmu dengan pengarangnya.

4. Peristilahan (Terminology)

Setelah pemahaman isi dan bentuk dalam bahasa sumber, penerjemah kemudian berpikir tentang pengungkapannya dalam bahasa sasaran. Terutama dalam mencari istilah-istilah, ungkapan-ungkapan dalam bahasa sasaran yang tepat dan selaras. Kata-kata, ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah yang digunakan jangan sampai menyesatkan pembaca. Oleh karena itu, sebagaimana yang telah Penulis kutip di atas, harus satu bidang ilmu. Jika penerjemah masih kesulitan, hendaknya berkonsultasi langsung pada para ahli bidang tersebut.

5. Perakitan (Restructuring)

Pada tahap ini penerjemah mulai menyusun kata, frase, kalimat, dan paragraf. Model bahasa sumber harus selaras dengan bahasa sasaran .jika bahasa sumber bercorak naturalis, maka bahasa sasaran juga harus bersifat naturalis.

6. Pengecekan (Checking)

Tulisan yang bagus adalah tulisan yang berkali-kali dibaca dan diedit. Demikian juga sebuah penerjemahan jangan merasa puas dengan hasil pertama.

30

Akan tetapi harus diperiksa tanda bacanya dan kalimat yang belum sepadan, sehingga menjadi kalimat yang efektif.

7. Pembicaraan (Discussion)

Untuk mengakhiri proses penerjemahan ialah penerjemah mendiskusikan hasil terjemahannya, baik menyangkut isi maupun menyangkut bahasanya.21

Namun, menurut MacArthur, 1992:1052. Dia memandang bahwa tahapan penerjemahan dapat dibagi menjadi tiga.22

1. Receptive Phase Æ merujuk pada usaha menangkap idea tau pikiran dalam bahasa asal.

2. Code-Switcing Æ mencari padanan dalam bahasa sasaran

3. Productive Phase Æ hasil penyalinan ide tersebut diungkapkan sesuai dengan norma atau aturan dalam bahasa sasaran.

Metode Penerjemahan ada delapan yaitu: Penerjemahan kata demi kata (Word for word translation), Penerjemahan harfiah (Literal translation), Penerjemahan setia (Faithful translation), Penerjemahan semantik (Semantic translation), Saduran (Adaptation), Penerjemahan bebas (Free transaltion), Penerjemahan idiomatik (Idiomatic translation),Penerjemahan komunikasi (Communicative translation.)23

B. Nama Diri dan Metode Penerjemahannya

21

Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, h. 15-18.

22

Muh. Arif Rokhman, Penerjemahan Teks Inggris: Teori dan Latihan, (Yogyakarta:

Pyramid Publisher, 2006), h.10.

23

Lihat“Teori dan permasalahan Penerjemahan”, Diktat yang ditulis oleh moch. Syarif

Hidayatullah untuk jurusan Tarjamah fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007, h. 14-17.

31

Nama diri (proper name, proper noun) merupakan nama orang, tempat, dan benda tertentu (dipertentangkan dengan kata jenis).24 Nama diri digunakan sebagai kata sapaan atau panggilan.25 Dengan kata lain nama diri yaitu, tanda pengenal yang membedakan suatu objek atau individu dari objek atau individu sejenis.26 Namun, nama diri menurut Newmark (1988: 214) yaitu yang meliputi nama orang, nama merk dagang (produk), nama negara, nama kota, ditambah nama peristiwa sejarah. Berbeda dengan pendapat Lapoliwa (1992: 52), menurutnya nama diri adalah tanda pengenal yang membedakan suatu objek atau individu dari objek atau individu yang sejenis.27

Dari pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa nama diri merupakan nama orang, tempat, benda, nama merk dagang, nama negara, kota, dan peristiwa sejarah. Misalnya:

ظﻮ

Najib Mahfudz28

و ﷲا ﻰ ا ل ﺎ

‘Nabi29 Saw. bersabda’

رﺪ ا ةوﺰ

‘Perang Badar’

ةﺪ ا ﺔ آﺮ ﻷا ت ﺎ ﻮ ا

‘Amerika Serikat’

24

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia, 1993), cet. ke-3 h. 144.

25

Fatimah Djajasudarma, Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna, (Bandung: Refika, 1999),

Cet. ke-2 h .47.

26

Departemen Pendidikan dan Keudayaan, Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di RRI

1991/1992, (Jakarta: T.pn., 1994), h. 28.

27

Ibid., h. 5.

28

Fikri, “Zuqaq Al-Midaq Karya Terbesar Najib Mahfudz”, Alo Indonesia, November

2006, h. 24.

29

32

و

‘Wella’ (nama produk)

ناﻮ ا نﺎ

‘Kebun Binatang’

Metode Penerjemahan Nama Diri

Ada tiga macam penerjemahan nama diri: 1. Transliterasi

Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalihan huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain.30

ﺪ اﺮ

Fakhr al-Dîn’ (transliterasi) ‘Fakhrud Din’ (transkipsi)

Pedoman transliterasi ini dapat membantu umat Islam dalam membaca Alquran, karena tidak semua orang Islam dapat membaca huruf Arab. Pembakuan pedoman transliterasi Arab-Latin disusun dengan prinsip sebagai berikut:

™ Sejalan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

™ Huruf Arab yang belum ada padanannya dalam huruf Latin dicarikan padanannya dengan cara member tambahan tanda diakritik,31 dengan dasar “satu fonem satu lambang”.

™ Pedoman transliterasi ini diperuntukkan bagi masyarakat umum.32

30

Tim Puslitbang Lektur Keagamaan, Pedoman Transliterasi Arab-Latin, (Jakarta:

Proyek Pengkajian dan Pengembangan Lektur Pendidikan Agama, 2003), cet. Ke-5 h. 3.

31

Tanda yang diletakkan di atas atau di sebelah huruf untuk menunjukkan pengucapan, aksen, dan sebagainya (dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer).

32

33

Hal-hal yang dirumuskan secara konkrit dalam pedoman transliterasi Arab-Latin meliputi: 1. Konsonan 2. Vokal 3. Maddah 4. Ta Marbûoh 5. Syaddah (Tasydid) 6. Kata Sandang 7. Hamzah 8. Penulisan Kata 9. Huruf kapital 10.Tajwid33

Sistem Transliterasi Arab-Latin

Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri P dan K RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987

Tertanggal 22 Januari 198834 1. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

أ

Alif - tidak dilambangkan

ب

bā’ B -

33

Ibid., h. 3.

34

Kep. Mendikbud No. 0543a Th.1987, Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan,

34

ت

tā’ T -

ث

ā’ ṡ s dengan titik di atasnya

ج

Jim J -

ح

ḥā’ ḥ h dengan titik di bawahnya

خ

khā’ Kh -

د

dāl D -

ذ

Żāl Ż z dengan titik di atasnya

ر

rā’ R -

ز

Zai Z -

س

Sіn S -

ش

syin Sy -

ص

ṣād ṣ s dengan titik di bawahnya

ض

ād ḍ d dengan titik di bawahnya

ط

ṭa´ ṭ t dengan titik di bawahnya

ظ

ẓa’ ẓ z dengan titik di bawahnya

35

غ

gain G -

ف

fā’ F -

ق

qāf Q -

ك

kāf K -

ل

Lām L -

م

mіm M -

ن

nūn N -

و

wāwu W - hā’ H -

ء

hamzah ׳ Apostrof, tetapi lambang

ini tidak dipergunakan untuk hamzah di awal

kalimat

ي

yā’ Y -

2. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap.

ﺔ ﺪ ا

ditulis Ahmadiyah 3. Ta’ marbutah di akhir kata

36

a. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya.

ﺔ ﺎ

ditulis jamā‘ah b. Bila dihidupkan ditulis t

ءﺎ وﻷا ﺔ اﺮآ

ditulis karāmatul-auliyā’ 4. Vokal Pendek

Fathah ditulis a,kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u. 5. Vokal Panjang

A panjang ditulis a, i panjang ditulis i, dan u panjang ditulis u, masing-masing dengan tanda hubung (-) di atasnya.

6. Vokal Rangkap

Fathah + yā’ tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, dan fathah + wāwu mati ditulis au.

7. Vokal-vokal Pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof (‘)

أأ

ditulis a’antum

ditulis mu’anna

8. Kata Sandang Alif + Lām

a. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al-

ناﺮ ا

ditulis Al-Qura’ān

37

b. Bila diikuti huruf syamsiyyah, huruf I diganti dengan huruf syamsiyyah yang mengikutinya.

ﺔ ا

ditulis asy-Syi‘ah 9. Huruf Besar

Penulisan haruf besar disesuaikan dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)

10.Kata dalam Rangkaian Frasa atau kalimat a. Ditulis kata per kata atau

b. Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut.

ا

م ﻹ

ditulis Syaikh al-Islām atau Syaikhul-Islām 2. Transkipsi

Transkipsi merupakan pengalihan bunyi ke bentuk tertulis (harus percis seperti yang diucapkan). Pengubahan teks dari suatu ejaan ke ejaan yang lain, dengan tujuan menyarankan lafal bunyi unsur bahasa yang bersangkutan, disebut transkipsi.35

ل

dhalal mubin’ (transkipsi) ‘dhalāl mubīn’ (transliterasi)

35

Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975) h. 25.

38

Transkipsi huruf Arab ke latin (Rafik: 2005) yang sudah dimodifikasi oleh Zulkarnaen36

Huruf Arab Nama Simbol

أ

Alif tidak dilambangkan

ب

Ba B

ت

Ta T

ث

Tsa Θ

ج

Jim J

ح

Ha H

خ

Kha Kh

د

Dal D

ذ

Żal Δ

ر

Ra R

ز

Za Z

س

Sin S 36

Zulkarnaen, “Penerjemahan Nama Diri Analisis Transliterasi, Transkipsi, dan

Penyerapan Nama diri Arab-Indonesia,” (Skripsi SI fakultas Sastra program studi Sastra Arab, Universitas Al Azhar Indonesia, 2007, h. 30.

39

ش

Syin

ص

Shad Sh

ض

Dad Dh

ط

Tha Th

ظ

Zha Zh

ع

‘ain ‘

غ

Gain Gh

ف

Fa F

ق

Qaf Q

ك

Kaf K

ل

Lam L

م

Mim M

ن

Nun N

و

Waw W Ha H

ء

hamzah

40

ي

Ya Y

Ejaan fonetik termasuk dalam transkipsi. Fonetik dalam bahasa Inggris phonetics, kata sifatnya phonetic, kata sifat Indonesia “fonetis”, berbeda dari “fonetik” sebagai kata benda) adalah penyelidikan bunyi-bunyi bahasa, tanpa memperhatikan fungsinya untuk membedakan makna.37 Namun menurut Trubetzkoy (1962:11-12) menjelaskan bahwa fonetik merupakan studi bunyi bahasa yang berkenaan dengan peristiwa bahasa, murni studi fenomenalistik terhadap bahasa tanpa mempertimbangkan fungsi. Titik tolak fonetik adalah konkret, yaitu bahasa manusia.38

Fonetik ada tiga jenis:

a. Fonetik akustis menyelidiki bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisisnya sebagai getaran udara. Apabila memetik gitar misalnya, maka tali gitar (senar) akan bergetar, sehingga menyebabkan udara bergetar pula, dan terjadilah bunyi yang dapat didengar. Demikian pula halnya dengan bunyi bahasa yang dihasilkan dengan alat-alat bicara. Untuk fonetik akustis dalam penyelidikan spesialistis perlu peralatan elektronis yang rumit, jadi pemyelidikan tersebut dapat dikerjakan hanya dalam laboratorium fonetis.39

b. Fonetik auditoris adalah penyelidikan mengenai cara penerimaan bunyi-bunyi bahasa oleh telinga. Fonetik auditoris tidak banyak dikerjakan dalam

37

J.W.M. Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

1995), cet. ke-20 h. 12.

38

Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta:

Gramedia pustaka Utama, 2005) , h. 45.

39

41

hubungan dengan linguistik, buku-buku standar mengenai linguistikjuga sedikit sekali menguraikan mengenai fonetik auditoris itu, dan keahlian yang dituntut sebenarnya adalah keahliandalam ilmu kedokteran.40

c. Fonetik organis menyelidiki bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan dengan alat-alat (organ) bicara (organ of speech).41

Penutur --- Pendengar

Alat-alat getaran-getaran udara telinga dan sistem bicara yang dihasilkan neorologisnya

FONETIK FONETIK FONETIK

ORGANIS AKUSTIK AUDITORIS

Tujuan dari transkipsi fonetis adalah untuk mencatat setepat mungkin semua ciri dari pada ucapan atau seperakit ucapan yang dapat didengar dan dikenal oleh penulis di dalam arus ujar. Makin tinggi kemahiran penyelidik itu makin dekatlah transkipsinya kepada kenyataan fonetis, tetapi tidak akan mencapai kesempurnaan42 karena bagaimanapun bunyi hanya sesuatu yang kedengaran atau dapat didengar.43 Ahli ilmu bunyi yang paling baikpun tidak dapat membedakan semua bunyi secara obyektif.44 Tidak ada dua orang pendengar, betapapun tinggi kecakapannya di dalam ilmu yang dapat menghasilkan transkipsi yang sama benar tentang bahasa yang sama.45

40 Ibid., h. 12. 41 Ibid., h. 12. 42

Samsuri, Analisa Bahasa: Memahami Bahasa Secara Ilmiah, (Jakarta: Erlangga,

1980), cet. ke-2 h. 124.

43

W.J.S. Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982)

cet.ke-6 h. 169

44

Samsuri, Analisa Bahasa, h. 124

45

42 3. Penyerapan

Metode penerjemahan nama diri juga dapat berupa unsur penyerapan. Kata serapan yang ditulis disesuaikan dengan kaidah bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia atau sebaliknya. Kata penyerapan dalam KBBI adalah a) proses, cara, perbuatan menyerap (mengisap melalui liang-liang kecil). b) proses penerimaan energi sinar matahari oleh zat-zat tertentu dan diubah menjadi energi lain. c) peristiwa penyerapan suatu unsur ke dalam unsur lain sehingga bercampur atau menggantikan unsur yang lama.46 Dari ketiga definisi dalam KBBI yang paling tepat menurut Penulis adalah yang ketiga, karena dalam hal ini definisi itulah yang paling tepat.

Dalam hal ini yang akan dibahas adalah metode penyerapan dengan modifikasi, yaitu menyerap dengan memperhatikan struktur kaidah antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Dalam kenyataan dan perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain,47 baik dari bahasa daerah atau bahasa asing seperti, bahasa Sansekerta, bahasa Latin, bahasa Arab, bahasa Belanda dan bahasa yang lainnya.

Kapan pengambilan kata-kata itu mulai terjadi, sulit ditentukan waktunya dengan pasti. Yang dapat ditentukan hanyalah, pengambilan mulai terjadi pada

46

Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1988), h. 824.

47

Syamsudin, “Penerjemahan Nama Diri Studi Analisis Nama Diri pada Majalah Alo Indonesia dan Buletin Akhbār al-Jami‘ah,”(Skripsi SI jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006), h. 36.

43

waktu terjadi hubungan penutur bahasa sumber dengan penutur bahasa Indonesia.48

Menentukan kata serapan dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab tidak dapat dihitung jumlahnya, karena pastinya akan berbeda pendapat jika ada tiga orang peneliti kata serapan. Misalnya kata briefing dan sholat.

Dari contoh di atas ada yang mengatakan bahwa kedua kata tersebut bukan kata dari bahasa Indonesia. Sebaliknya, ada yang mengatakan bahwa kedua kata tersebut merupakan bagian dari bahasa Indonesia, karena kedua kata itu diketahui maknanya dan sering didengar dalam percakapan yang menggunakan bahasa Indonesia dan sering dijumpai dalam media massa. Malahan mungkin banyak orang Indonesia yang berbahasa Indonesia, bukan hanya mendengar atau membaca kedua kata tersebut, melainkan mengucapkan dan menuliskannya. Jadi kedua kata itu memang benar-benar ada dalam kalimat bahasa Indonesia, ada di antara kata-kata bahasa Indonesia. Untuk pendapat yang ketiga, yang juga lebih tepat menurut Penulis yaitu, sesuai dengan definisi penyerapan yang Penulis telah paparkan di atas. Yaitu, pendapat yang mengatkan bahwa kedua kata tersebut belum menjadi kata bahasa Indonesia, karena wujudnya belum disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Misalnya: brifing dan salat49

Jadi, kata serapan bahasa Indonesia ialah semua kata asing yang terdapat dalam kalimat bahasa Indonesia yang sudah diketahui maknanya dan sudah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.

48

Sudarno, Kata Serapan dari Bahasa Arab, (Jakarta: Arikha Media Cipta, 1992), cet.

ke-2 h. 16.

49

44 Contoh:

Bahasa Asing Bahasa Indonesia

Management Manajemen

Shoping Centre Syoping Senter50

50

45 BAB III

PROFIL JURUSAN TARJAMAH

A. Visi, Misi, Tujuan, dan Sejarah 1. Visi Program Studi

Sesuai dengan visi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, maka visi Prodi Tarjamah adalah membangun Prodi Tarjamah sebagai lembaga pendidikan tinggi berbasis riset dan agama terdepan dalam bidang penerjemahan dan kebahasaan

2. Misi Program Studi

Berdasarkan visi tersebut, maka misi Prodi Tarjamah adalah sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dalam bidang

kebahasaan dan penerjemahan

2. Menyelenggarakan penelitian dalam bidang bahasa dan penerjemahan bagi kepentingan akademik dan masyaraat

3. Menyelenggarakan pengabdian masyarakat dalam bidang bahasa dan

Dokumen terkait