• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

RIWAYAT HIDUP HARUN AL-RASYID

A.Latar Belakang Keluarga

Khalifah Abu Ja‟far Harun Al-rasyid dilahirkan di Raiyi pada tahun 145 H, ibundanya ialah Khaizuran, bekas seorang hamba yang juga ibunda al-Hadi (Saudara Rasyid). Ayahanda beliau adalah Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi.10 Karena berasal dari keluarga keturunan khalifah Bani Abbasiyah ke-3 yakni Khalifah al-Mahdi yang berasal dari keluarga besar Kekhalifahan Bani Abbasiyah, maka sangat berpengaruh terhadap kepribadian serta pendidikan Harun Al-rasyid. Berikut adalah silsilah keluarga Harun Al-rasyid:11

Gambar 1. Silsilah Keluarga Harun Al-rasyid

10

Ahmad Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1993), h. 107.

11

Jika melihat silsilah di atas, maka khalifah-khalifah pendahulu sebelum Harun Al-rasyid berasal dari garis keturunan yang lurus, di mana khalifah ke-2 Al-Mansur merupakan kakek dari khalifah Harun Al-rasyid, khalifah ke-3 al-Mahdi adalah ayahnya, dan khalifah ke-4 al-Hadi adalah kakaknya. Sementara khalifah setelah Harun Al-rasyid yakni: khalifah ke-6 Amin, khalifah ke-7 al-Makmun khalifah ke-8 al-Mu‟tasyim merupakan putra Harun Al-rasyid sendiri.12

B.Latar Belakang Pendidikan

Khalifah Harun Al-rasyid memperoleh pendidikan di istana baik pendidikan agama maupun ilmu pemerintahan. Harun Al-rasyid banyak memperoleh pendidikan dari Yahya ibn Khalid dari keluarga Barmak.13 Sejak kecil ayah Harun Al-rasyid yaitu al-Mahdi telah menyediakan keluarga Barmak untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada Harun Al-rasyid, sehingga ia menjadi terpelajar, cerdas, pasih berbicara dan berkepribadian yang kuat.

Karena kecerdasannya, walaupun usianya masih muda, ia sudah terlibat dalam urusan pemerintahan ayahnya. Ia pun mendapatkan pendidikan ketentaraan. Pada masa pemerintahan ayahnya, Harun Al-rasyid dipercayakan dua kali memimpin ekspedisi militer untuk menyerang Bizantium (779-780) dan (781-782) sampai ke pantai Bosporus. Ia didampingi oleh para pejabat tinggi dan jenderal veteran.14

Beliau juga seorang sastrawan, penyair, pencipta cerita-cerita lama dan

syair-syair, berperasaan tajam dan disegani oleh semua pihak dan golongan.15

12

K, merupakan tanda tahun kekuasaan. 13

Didin Saefuddin, Zaman Keemasan Islam, (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 39. 14

Kasmiati, Harun Ar-Rasyid, (Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 1 Maret 2006:91-100), h. 93. 15

C. Pribadi dan Akhlak Harun Al-rasyid

Pribadi dan akhlak Harun Al-rasyid beliau ialah seorang yang suka bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kebaikan orang kepadanya dan tidak pernah menangguh-nangguhkan untuk membalasnya. Beliau merupakan seorang cendikiawan yang memiliki wawasan yang luas, beliau memiliki cita rasa yang tinggi terhadap syair dan bahasa dan menggemari tokoh-tokoh sastra dan fikih, sehingga beliau sangat menghormati dan merendahkan diri kepada alim ulama. Namun Demikian, ia pun sangat mencintai isterinya sehingga kalau ada yang berbuat salah pada isteri dan pembantu-pembantunya maka orang tersebut akan mendapat hukuman.16

Perhatian dan penghormatan yang begitu besar dari khalifah Harun Al-rasyid pada ilmu Fikih dan ulama misalnya, dapat dilihat ketika Khalifah Harun Ar-Rasyid memanggil imam Malik untuk mengajarkan kitab Muwattha’ kepada kedua putranya Al-Amin dan Al-Makmun. Imam Malik dengan tegas menolak dalam suratnya yang dikirim kepada Al-Rasyid : “Amirul Mukminin yang mulia, untuk memperoleh ilmu itu diperlukan usaha. Ilmu akan menjadi akan terhormat jika Anda menghormatinya., tetapi jika Anda merendahkannya, maka ilmu tidak akan ada artinya. Ditegaskan bahwa ilmu itu didatangi dan bukan datang dengan sendirinya. Al-Rasyid tidak marah dengan sindirin Imam Malik tetapi malah menyuruh kedua putranya untuk pergi mengaji bersama banyak orang.17 Bahkan Al-Rasyid pula yang meminta Abu Yusuf untuk menyusun buku yang mengatur tentang administrasi, keuangan dan masalah-masalah ketatanegaraan sesuai

16

DR. Syauqi Abu Khalil, Harun Ar-Rasyid Amir Para Khalifah dan Raja Teragung di Dunia, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,1997), h. 57.

17

H. Roibin, Penetapan Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang: UIN Maliki Press 2010), h. 62

dengan ajaran Islam. Dalam bukunya Al-Kharaj yang dipersembahkan kepada khalifah. Abu Yusuf memberi pesan dalam kata pengantarnya. Tegakkanlah kebenaran, jauhkan diri anda dari memutuskan segala bentuk perkara dengan hawa nafsu dan kemarahan. Pandanglah setiap manusia itu sama, yang dekat ataupun jauh. Saya menasehati Anda ya Amrul Mukminin agar menjaga apa yang diperintahkan Allah dan memelihara amanah-Nya.18 Demikian perhatiannya khalifah Harun Al-rasyid fiqih dan fuqaha telah dicatat sejarah sebagai salah satu faktor membantu mengantarkan fiqih menuju puncak kecermelangan.

Harun Al-rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan.19

Di antara sifat-sifat khalifah Harun ar-Rasyid yang amat menonjol ialah beliau kadang-kadang diumpamakan sebagai angin ribut yang kencang dan kadang pula sebagai angin yang bertiup sepoi-sepoi basah, beliau lebih mengutamakan akal daripada emosi, kalau marah beliau begitu garang dan menggeletar seluruh tubuh dan kalau memberi nasihat beliau menangis terseduh-seduh.20

18

Ibid., h. 62 19

Fandi Firmansyah, Harun Ar-Rasyid Sang Khalifah Abbasiyah, (http://fandifirmansyah. blogspot.co.id/2013/04/harun-ar-rasyid-sang-khalifah-abbasiyah.html, diakses pada tanggal 20 agustus 2015), h. 2.

20

D.Kekhalifahan Harun Al-rasyid

Sebelum menjadi khalifah, ia pernah memegang jabatan gubernur selama dua kali, di as-Saifah pada tahun 163 H \779 M dan di Magribi pada tahun 780 M. Setelah sempat dua kali menjadi gubernur, pada tahun 166 H/782 M Khalifah Al-Mahdi mengukuhkannya menjadi putra Mahkota untuk menjadi khalifah sesudah saudaranya, Al-Hadi, dan setelah pengukuhannya empat tahun kemudian yakni tepatnya pada tanggal 14 September 786 M Harun ar-Rasyid memproklamirkan diri menjadi khalifah, untuk menggantikan saudaranya yang telah wafat.21

Pada masa pemerintahan Harun Al-rasyid, pemerintahannya merupakan pemerintahan yang paling baik dan terhormat, bersih dan penuh kebijakan serta paling luas daerah pemerintahannya. Khalifah Harun Al-rasyid adalah khalifah paling diminati oleh para alim ulama, para penyair, ahli-ahli fiqih, pembaca-pembaca al-Quran, juri-juri, penulis-penulis dan teman-teman. Harun Al-rasyid mempunyai hubungan yang rapat dengan setiap orang dari mereka dan menyanjung mereka dengan setinggi-tingginya.22

Harun Al-rasyid memperhatikan keamanan dan kesejahteraan rakyat, untuk itu Harun Al-rasyid sangat teguh menghadapi pemberontakan yang muncul di berbagai wilayah, tidak menyia-nyiakan rakyat yang berbuat baik, tidak melambatkan pembayaran upah dan dikenal amat pemurah.23 Pada masa pemerintahan khalifah Harun Al-rasyid, kekuasaannya sangat luas, yang terbentang dari daerah-daerah Laut Tengah di sebelah barat sampai India disebelah timur.

21

Kasmiati, Harun Ar-Rasyid, h. 93. 22

Syalaby, op.cit., h. 110. 23

Pada tahun 800 M / 184 H Baghdad telah menjadi kota metropolitan dan kota utama bagi dunia Islam, yakni sebagai pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, pemikiran, dan peradaban Islam, serta pusat perdagangan, ekonomi, dan politik.24

Di masa pemerintahannya, Harun Al-rasyid mampu: 1. Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat. 2. Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah. 3. Membangun tempat-tempat peribadatan.

4. Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.

5. Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.

6. Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana.

E.Wafatnya Khalifah Harun Al-rasyid

Pada perjalanan untuk menumpas kaum pemberontak di Khurasan, Harun Al-rasyid tertimpa penyakit dan terpaksa berhenti bersama rombongan di desa

Sanabat di dekat Tus, dan di tempat ini pula beliau meninggal dunia, tepatnya pada tanggal 4 Jumaditsani, 193 H /809 M.25

Kejayaannya memimpin Dinasti Abbasiyah selama 23 tahun 6 bulan menyebabkan Amer Ali memberi penghormatan terhadap Pemerintah ar-Rasyid yang cemerlang tersebut dengan kata-kata berikut: “Nilailah dia seperti yang

Anda sukai dalam ukuran kritik sejarah“ Harun ar-Rasyid senantiasa akan disejajarkan dengan raja dan penguasa terbesar di dunia.26

24

Ibid, h. 41. 25

Kasmiati, Harun ar-Rasyid, h. 98. 26

BAB III

KEBIJAKAN HARUN AL-RASYID DALAM PENDIDIKAN

A.Memberikan Beasiswa dan Memajukan Perpustakaan

Pada masa Dinasti Abbasiyah, pada khalifah Harun Al-rasyid, sekolah dasar (Kuttab) berkurikulum utamanya yaitu dipusatkan pada al-Quran sebagai bacaan utama para siswa, dan diajari keterampilan baca-tulis dengan rujukan dari puisi-puisi Arab tempo dulu. Keterampilan menulis bukan dengan rujukan al-Quran karena diyakini bahwa tindakan menghapus lafad Allah berarti menghina dan merendahkan-Nya. Hampir dalam seluruh kurikulum yang diterapkan pada masa itu adalah metode menghafal yang sangat dipentingkan.

Murid-murid terbaik di sekolah dasar biasanya akan mendapat kehormatan atau biasa disebut pada zaman ini yaitu beasiswa, beasiswa yang diberikan kepada siswa yang berhasil menghafal salah satu juz al-Quran yaitu memberi murid dengan liburan sekolah.27

Sedangkan, kebijakan Harun Al-rasyid dalam memajukan perpustakaan pada masa itu karena perpustakaan merupakan sarana paling penting dalam menyebarkan pengetahuan sepanjang masa, dan untuk mengembangkan pengetahuan bagi masyarakat pada masa itu yang menggemari dalam hal menggali ilmu pengetahuan dengan membaca.

Peradaban Islam di era kekhalifahan tak hanya memiliki perpustakaan yang banyak. Masyarakat Muslim di masa keemasan juga memperkenalkan konsep perpustakaan modern. Bagi masyarakat Islam, perpustakaan bukan hanya tempat

27

untuk menyimpan risalah belaka. Namun, umat Islam menjadikan dar al-‘ilm

sebagai pusat penyebaran ilmu pengetahuan dan peradaban.28 Di antara sejumlah perpustakaan yang diketahui dalam peradaban Islam adalah:29

1. Perpustakaan Akademi

Perpustakaan ini merupakan perpustakaan yang paling terkenal dalam peradaban Islam setelah Baitul Hikmah.

2. Perpustakaan Khusus

Perpustakaan ini menyebar diseluruh penjuru negeri Islam dengan bentuk yang luas dan baik. Perpustakaan ini juga memiliki buku yang begitu banyak dan tersedia segala macam bidang ilmu dan pembahasan dari ilmu hukum dan adab, yang jumlahnya hampir mencapai seratus wiqr30.

3. Perpustakaan Umum

Perpustakaan ini merupakan dasar peradaban yang memelihara peninggalan-peninggalan peradaban manusia dan kegemilangannya. Diantara contoh ini adalah perpustakan Cordove yang didirikan khalifah al-Umawi al-Hakam al-Muntashir tahun 350 H / 961 M di Cordove. Dalam perpustakaan ini dipekerjakan pegawai khusus untuk memelihara buku-buku, mengumpulkan naskah-naskah, menentukan atau mengatur beberapa besar buku yang berjilid-jilid. Selain itu terdapat perpustakaan Bani Imar di Tripoli Syam, yang terdapat biro-biro konsultasi yang menjawab tentang dunia Islam, membahas kecermelangan yang

28

Heri Ruslan, Khazanah Menelisik Warisan Peradaban Islam Dari Apotek Hingga Komputer Analog, (Jakarta: Penerbit Republika, 2010), cet.1, h. 80.

29

Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (trj), Sonif dari judul asli

Madza Qaddamal Muslimuna Lil ‘Alam Ishamaatu al-Muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), cet.1, h. 237-239.

30

terkandung atau tercermin dalam perpustakaan. Disana terdapat 85 penyalin naskah yang bekerja siang malam untuk menyalin naskah kitab.

4. Perpustakaan Sekolah

Setiap sekolah Islam dilengkapi dengan perpustakaan untuk menunjang serta penyempurna kehebatan dan kecermelangan dalam menuntut ilmu.

5. Perpustakaan Masjid dan Universitas

Perpustakaan jenis ini ditetapkan sebagai perpustakaan pertama Islam. Perpustakaan tumbuh dalam sejarah Islam seiring tumbuh dan didirikannya masjid. Diantara perpustakaan ini adalah Maktabah Universitas al-Azhar, Maktabah Universitas al-Kabir di Qarawain.31

Berkembangnya perpustakaan yang didirikan hampir di setiap sudut daerah Arab, berawal dari masjid yang menjadikan tempat beribadah dan menjadikan masjid pusat kegiatan intelektualitas. Pada masa kekhalifahan masjid merupakan tempat para sarjana dan ulama Muslim menyusun buku.

Baghdad mempunyai 36 perpustakaan yang menjadi kebanggaan pada masa itu, tetapi itu semua sudah hancur oleh bangsa Mongol. Diantara perpustakaan-perpustakaan itu adalah perpustakaan-perpustakaan Umar al-Waqidi, Baitul Hikmah, Darul Ilmi, perpustakaan Sekolah Tinggi Nizamiyyah, perpustakaan Sekolah Mustansiriyyah (Madrasah), perpustakaan al-Baiqani, perpustakaan Muhammad ibnul Husain, dan perpustakaan ibnul Kamil.32

31

As-Sirjani, op.cit., h. 239. Yang dikutif dari Raihi Mushthafa Ulyan, Maktabah Al-Arabiyah Al-Islamiyah, h. 134.

32

Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam (trj.), Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah dari judul asli History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800-1350; with an Introduction to Medieval Muslim Education, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), cet.2, h. 93.

Masjid dan perpustakaan pada zaman kejayaan Islam tak bisa dipisahkan. Sebab, masjid juga memainkan peran yang penting lainnya, yakni sebagai perpustakaan. Menurut Pedersen, pada masa itu masyarakat Muslim menyerahkan koleksi bukunya ke masjid untuk di simpan di dar al-kutub (perpustakaan).33

Koleksi buku yang dimiliki perpustakaan masjid begitu melimpah karena banyak cendikiawan-cendikiawan Muslim atau tokoh-tokoh ternama atau ilmuwan-ilmuwan pada masa ini yang menyumbangkan koleksi-koleksi bukunya ke perpustakaan masjid.

B.Mendirikan Baitul Hikmah

Lembaga pendidikan Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi tingkatannya adalah Bait Hikmah (Rumah Kebijakan) yang didirikan oleh

al-Ma‟mun (830 M) di Baghdad, ibu kota negara. Selain berfungsi sebagai biro

penerjemahan, lembaga ini juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan perpustakaan umum, serta memiliki sebuah obervatorium.34 Baitul Hikmah ini berisi tidak kurang dari 100.000 volume, boleh jadi sebanyak 600.000 jilid buku, termasuk 2.400 buah al-Quran berhiaskan emas dan perak disimpan di ruang terpisah.35

Baitul Hikmah berkembang pesat seperti perpustakaan khusus dan menjadi pusat penerjemahan, pusat penelitian dan penulisan, dan kemudian menjadi rumah ilmu atau rumah kebijakan yang memberi pelajaran sempurna dan mendapatkan ijazah ilmiah, dan setelah itu dijadikan tempat pengembangan ilmu falak (astronomi). Baitul Hikmah terbagi menjadi enam bagian, yaitu sebagai berikut:36 33 Ruslan, op.cit., h. 82. 34 Hitti, h. 514-515. 35 Nakosteen, h. 95. 36 As-Sirjani, h. 240-247.

1. Perpustakaan

Perpustakaan ini merupakan divisi untuk meneliti kitab-kitab dari tiap-tiap penyimpangan dan kebenaran. Kitab-kitab itu disusun diatas rak dan bisa diambil untuk siapa saja yang membutuhkannya. Karena itu, harus ada bagian naskah dan penjilidan yang mengikat ruang tempatnya untuk mentranskip kitab-ktab lalu menjilidnya dan menghindari sesuatu yang mungkin dapat merusak.

2. Pusat Penerjemahan

Pusat penerjemahan ini menerjemahkan buku dari berbagai bahasa yang berbeda-beda ke dalam bahasa Arab. Terkadang dari bahasa Arab ke bahasa lain. Peran para ilmuan tidak terbatas hanya dalam bidang penerjemahan. Para ilmuan juga memberikan ta’liq (komentar) atas kitab-kitab tersebut. Para ilmuan menafsirkan teori atau pandangan dalam kitab itu dan menukilnya sebagaimana bisa dilihat dalam penyusuaian konteks, menyempurnakan kekurangan dan mengoreksi setiap kesalahan. Di masa sekarang, aktifitas ini dikenal dengan

tahqiq (penelitian).

3. Markas Kajian dan Karangan

Markas kajian dan karangan ini adalah para penulis mengarang kitab-kitab khusus. Para penulis berada dibawah Divisi Penulisan dan Penelitian dalam perpustakaan. Adapun yang menulis dan meneliti diluar perpustakaan, kemudian memberikan karyanya kepada pihak perpustakaan.

4. Menara Astronomi (Observatorium Astronomi)

Menara astronomi ini didirikan supaya ilmu falak termasuk pendidikan ilmu pengetahuan agar para penuntut ilmu bisa mempraktikkan teori-teori ilmu

astronomi yang dipelajarinya. Dan menara astronomi ini juga digunakan oleh para ilmuan astronomi, geografi, dan matematika.

5. Sekolah

Pendidikan meliputi cabang-cabang ilmu seperti filsafat, falak, kedokteran, matematika, dan berbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Persia, India disamping bahasa Arab. Metode sekolah dalam pendidikan yang berada di Baitul Hikmah ini dibuat dalam dua aturan, yaitu metode muhadharah (ceramah), metode dialog dan wacana serta debat. Guru-guru yang mengisi ceramah-ceramah perkuliahan berada ditempat yang besar. Guru yang mengajarkan ceramah itu naik ketampat tinggi atau kenal dengan mimbar pada zaman sekarang, kemudian murid-murid berkumpul dan guru pun menerangkan kepada mereka apa yang menjadi uraian dari muhadharah, lalu murid-murid berdialog sesuai bidangnya, dan ustadz atau guru itu menjadi rujukan terakhir dari materinya.

6. Kantor Baitul Hikmah

Kantor Baitul Hikamah dikelola oleh sejumlah mudir (direktur) para ilmuan

dan mendapat gelar “Shahib”. Mudir Baitul Hikmah ini disebut dengan “Shahib Baitul Hikmah”, sedangkan mudir pertama Baitul Hikmah ini adalah Sahal bin

Harun al-Farisi (830 M / 215 H) yang diangkat oleh Harun Al-rasyid sebagai penanggung jawab perbendaharaan kitab-kitab Hikmah yang disalin dari bahasa Persia ke bahasa Arab dan apa yang didapatinya dari semua hikmah Persia.

C.Penerjemahan Buku-Buku Ilmu Pengetahuan ke Dalam Bahasa Arab Penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab merupakan peranan yang paling besar dalam mempelajari ilmu pengertahuan yang

lebih berkembang. Pada dasarnya, penerjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab telah dilakukan sejak masa Dinasti Umayyah, seperti yang dilakukan oleh Khalid bin Yazid.

Khalid bin Yazid memerintahkan kepada sekelompok orang di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku kedokteran, perbintangan, dan kimia yang berbahasa Yunani ke bahasa Arab. Akan tetapi, penerjemahan buku-buku pada masa Dinasti Umayyah hanya dilakukan oleh orang-orang yang berkepentingan atau untuk kebutuhan spesifik serta dilakukan terhadap buku-buku yang ada kaitannya langsung dengan kehidupan sehari-hari.37

Gerakan penerjemahan yang berlangsung di Baghdad tidak dapat dilepaskan dari gerakan penerjemahan yang sebelumnya dilakukan pada masa kekaisaran Sassaniyah, yakni yang berpusat di sebuah akademi bernama Jundishapur. Akademi ini merupakan pusat penerjemahan karya-karya ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani serta Hindu ke dalam bahasa Pahlavi dan Syiria ke dalam bahasa Arab.38 Terjadinya pemindahan ilmu dari luar Islam ke dalam Islam dapat digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu ilmu-ilmu kealaman dan filsafat di transfer dari Yunani, ilmu-ilmu kedokteran dan pengobatan dari Persia, dan ilmu-ilmu terapan dari India dan Cina.39

Pada masa Dinasti Abbasiyah pada kekhalifahan al-Manshur, seorang pengembara India memperkenalkan naskah astronomi ke Baghdad yang berjudul

Siddhanta, naskah tersebut diterjemahkan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari atas perintah khalifah al-Manshur, dan Muhammad ibn al-Farazi ini menjadi astronom Islam pertama.

37Fa‟al, op.cit., h. 63-64. 38 Nakosteen, op.cit., h. 33. 39 Buchori, op.cit., h. 103.

Salah satu penerjemah dari bahasa Yunani adalah Abu Yahya ibn al-Bathriq (meninggal antara 796 dan 806), yang dikenal karena menerjemahkan karya-karya Galen dan Hippocrates (w. ± 436 S.M.) untuk al-Manshur, dan karya Ptolemius,

Quadripartitum, untuk khalifah lainnya.40

Pada masa Dinasti Abbasiyah, penerjemahan buku-buku terus berlanjut dan semakin berkembang dengan pesat. Pada kekhalifahan Harun Al-rasyid, buku-buku ilmu pengetahuan Yunani mulai diterjemahkan. Buku-buku-buku itu diterjemahkan dahulu ke dalam bahasa Suriani (Bahasa ilmu penegetahuan di Mesopotamia pada waktu itu), setelah itu baru diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Akan tetapi, aktifitas penerjemahan mencapai puncaknya pada masa

al-Ma‟mun.41

Nama yang dianggap sebagai penerjemahan besar atau dikenal sebagai

“Ketua Para Penerjemah” adalah Hunayn ibn Ishaq (810 M-877 M / 194 H-263 H).42 Dalam melakukan penerjemahan, Hunayn biasanya mengalih bahasakan karya Yunani ke dalam bahasa Syiria, lalu anaknya dan teman-teman yang lain melakukan penerjemahan dari bahasa Syiria ke dalam bahasa Arab.43

Menurut keterangan, ia dibantu oleh 90 pembantu dan murid-muridnya.44 Nama-nama penerjemah lainnya adalah Tsabit ibn Qurrah, Abu Yahya al-Batriq, Qasta ibn Luqa, Hubaysh ibn Hasan, dan Abu Bishr Matta ibn Yunus.45 Di antara buku-buku berbahasa Arab lainnya, Hunayn tampaknya telah mempersiapkan penerjemahan buku Galen, Hippocrates, dan Dioscorides (w. ± 50 M.), juga Plato, 40 Hitti, op.cit., h. 387. 41Fa‟al, op.cit., h. 65. 42 Hitti, History., h. 155. 43

Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 156. Yang dikutip dari Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1990), h. 408.

44

Ibid., yang dikutip dari Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam, The Classical Periode A.D. 700-1300, (Rowman Publishing, 1990), h. 79.

45

Republic (Siyasah), dan karya Aristoteles, Categories (Maqulat), Physics

(Thabi’iyat), dan Magna Moralia (Khulqiyat). Di antara semua karya itu, karya

utamanya adalah terjemahan bahasa Suriah dan bahasa Arab hampir semua tulisan ilmiah Galen.46

Sebagian dari para penerjemah Persia yang paling terkenal dan produktif adalah sebagai berikut: Abu Zakariyya Yuhanna ibnu Musa, seorang dokter dari Jundi-Shapur yang selama masa pemerintahan Harun Al-rasyid dan masa-masa berikutnya telah melakukan penerjemahan penting di Baghdad sebagai kepala Darul Hikmah (Rumah Ilmu Pengetahuan), Rabban at-Tabari yang juga dipanggil Sahl at-Tabari dari Mary yang menerjemahkan Almagest ke dalam bahasa Arab untuk pertama kalinya, Ibnul Muqaffa, penerjemahan karya-karya Pahlavi ke dalam bahasa Arab. Naubakht dari Ahwaz menerjemahkan karya-karya matematika Pahlavi ke dalam bahasa Arab.47

Sebelum era penerjemahan berakhir, semua karya Aristoteles yang ada, termasuk juga yang palsu, sudah tersedia bagi para pembaca Arab. Ibn Abi

Ushaybi‟ah dan kemudian al-Qifthi, mencatat tidak kurang dari seratus karya

yang dinisbatkan kepada “sang filsuf Yunani” ini.48

D.Melahirkan Para Ilmuwan Muslim.

Dokumen terkait