• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan hasil penyajian data dan analisis data pada bab sebelumnya. Maka kesimpulan yang terkait dengan penelitian mengenai strategi promosi Indie Book Corner dalam pemasaran buku melalui media sosial adalah dengan menerapkan tiga cara yaitu pertama menciptakan posting-an dengan menggunakan gimmick-gimmick yang akan membuat teman di media sosialnya ikut senang dan terbawa dalam interaksi yang sedang dibangun oleh IBC, interaksi ini bertujuan untuk tercapainya kedekatan yang lebih nyata, yang mana akan menjadikan mereka percaya dengan IBC, dan nantinya sampai ditahap IBC mempengaruhi pemikiran mereka dalam keputusan membeli. Strategi yang kedua yaitu dengan posting-an berpola, dalam hal ini IBC telah menerapkan bahasan yang akan di-posting sudah terjadwal dan disepakati untuk diulang kembali minggu berikutnya, misalnya di hari Senin adalah kultweet, Selasa mengenai isu buku dan penulis, Rabu belajar penulisan yang baik dan benar, untuk Kamis, IBC berpromosi dengan mengkaitkan desain seperti sebar meme, sebar poster, video dan sebagainya, dan Jumat tentang memperkenalkan IBC.

Strategi yang terakhir adalah dengan memanfaatkan salah satu sifat media sosial yaitu viral, IBC menyebarluaskan promosinya dengan sarana

156 tersebut. Viral sendiri memiliki arti sebagai penggambaran sesuatu yang sangat cepat dan menjadi populer di kalangan pengguna internet dengan cara mempublikasikan atau mengirim email ke orang-orang, misalkan foto, video, atau cuplikan informasi (http://www.kanalinfo.web.id diakses pada 22 November 2016). Kecepatan dan kepopularitasan yang dijanjikan dari viral media ini membuat IBC menggunakannya sebagai strategi promosi di media sosial, dengan cara mewajibkan setiap crew-nya untuk mem-posting apa saja kegiatan atau produk-produk yang mendukung citra baik IBC. Dengan cara yang telah diterapkan IBC ini, berpromosi menjadi lebih mudah dan hasil pun tidak mengkhianati usaha, omzet stabil meski kadang mengalami penurunan tetapi tidak seberapa.

Ketiga strategi yang diterapkan IBC belum mampu untuk dikatakan efektif karena strategi yang diterapkan tersebut memang belum sesuai dengan hasil analisis SWOT. Peneliti berpendapat bahwa, menentukan strategi dengan berpacu pada analisis SWOT, menjadikan IBC memanfaatkan kekuatan dan peluang untuk mengatasi kelemahan dan mencegah ancaman dari luar. Meski strategi IBC masih kurang maksimal, dengan ala kadarnya saja, ia telah memperlihatkan keberhasilan, dikatakan sebagai penerbitan indie terpopuler dikalangannya saat ini, kesuksesan telah banyak diraihnya dengan pembuktian buku-buku terbitannya yang masuk ajang-ajang buku terbaik, komentar positif dari beberapa konsumennya, dan juga pemasukan di setiap bulannya. Peneliti melihat akan ada peluang besar yang didapatkan IBC saat ia mampu menerapkan hasil analisis SWOT secara maksimal.

157 B. Saran

Berdasarkan pemaparan dari hasil penelitian ini, maka peneliti berharap agar hasil dari penelitian ini mampu memberikan kontribusi bagi pihak-pihak yang terkait. Khususnya bagi Indie Book Corner dan perusahaan lainnya yang sedang menjalankan promosi dengan memanfaatkan media sosial. Selain itu, berdasarkan beberapa temuan yang peneliti dapatkan dari hasil penelitian ini, adapun saran yang dapat diberikan sebagai berikut:

1. Bagi Indie Book Corner

a. Penerapan strategi yang dilakukan IBC belum maksimal, terlebih jika berpacu dengan hasil analisis SWOT IBC belum keseluruhan menerapkannya. IBC harus mulai menerapkan strategi sesuai dengan hasil analisis SWOT peneliti, agar hasil yang ingin dicapai jauh lebih memuaskan pemasukan. Selain itu dalam strategi berpola yang dijalani, terkadang tidak sesuai dengan keputusan, membuat posting -an masih tidak menentu d-an kerapi-an juga menjadi kur-ang menarik. Mulailah mentaati pola yang sudah disepakati untuk diterapkan setiap harinya, agar jalan berpromosi menjadi lebih lancar karena telah terjadwalkan, dan menggencarkan promosi untuk terus teringat dipikiran pengikut juga tidak setengah-setengah.

b. Buatlah konten yang berbeda setiap minggunya untuk menghiasa akun instagram, karena di sana orang-orang akan lebih tertarik ketika apa yang di-upload adalah bertema dan mempunyai konten jelas. Hal

158 ini akan mempengaruhi tampilan di dalam rumah instagram IBC, warna dan kontras yang senada akan membuat khalayak berlama-lama dan sering berselancar atau stalking di akun IBC.

c. Pengoptimalan dan pemfokusan di setiap akun media sosial IBC perlu ditingkatkan kembali, dengan melakukan evaluasi melalui kritikan dan saran konsumen yang lebih mengerti akan bagaimana tampilan atau kehidupan IBC di media sosial, apa telah cukup memuaskan bagi mereka atau belum.

d. Perlu adanya apresiasi atau benefit untuk para pembeli setia, untuk menjaga loyalitas konsumen semakin erat. Terkadang kurangnya apresiasi membuat sebagian orang enggan berkunjung kembali. Mungkin bisa memberikan ucapan terima kasih untuk pembelian terbanyak dua bulan ini, atau dengan mengadakan lomba review buku terbitan IBC, atau mungkin bisa dengan lomba upload buku terbitan IBC yang mereka miliki. Selain menjaga loyalitas, itu juga bisa membuat mereka yang belum menjadi konsumen akan tertarik mengikutinya.

e. Kurangnya sumber daya manusia menjadikan pekerjaan dua sampai tiga diampuh oleh satu orang. Hal ini membuat dalam pelayanan di media sosial kurang respon yang cukup baik, masih ada beberapa pesan yang tidak terbalas. Pemfokusan dalam masing-masing bidang sangat dibutuhkan dalam hal ini.

159 f. Gunakan fungsi hastag #IBC #katalogIBC atau hastag lainnya untuk

memudahkan pencarian dan mendalami sifat viral media social g. Pengamatan secara langsung ke setiap konsumennya untuk sekedar

mempertanyakan bagaimana kepuasan yang mereka dapatkan, bagaimana pelayanan IBC, dan apa-apa saja kekurangan yang IBC berikan selama mereka menjadi konsumennya.

2. Bagi Perusahaan

Sebuah perusahaan saat akan menentukan strategi promosi ada baiknya terlebih dahulu melakukan proses analisis SWOT dengan matang. Dari hasil analisis SWOT tersebut nantinya akan menjadikan strategi yang diterapkan itu efektif dan mendapat hasil yang memuaskan, dikarenakan analisis SWOT ini telah fokus untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada pada perusahaan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada perusahaan, dan mencegah ancaman dari luar. Jika sebuah perusahaan tidak melalui analisis SWOT dalam menentukan strategi, ia tidak akan pernah tahu dengan ancaman dan peluang yang nantinya akan menjadi api bagi perusahaannya.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Adanya penelitian yang berkelanjutan di sini yang mana nantinya penelitian tersebut menggali bagaimana resistensi yang terjadi di antara penerbitan indie dengan penerbitan major, karena saat peneliti melakukan penelitian ini, peneliti melihat adanya peluang yang perlu digali lebih

160 dalam tentang bagaimana sebenarnya sikap antara persaingan di dunia indie dan major dalam ruang lingkup penerbitan buku ini.

161 DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Adhe (2016). Declare! Kamar Kerja Penerbit Jogja (1998-2007).

Yogyakarta, Octopus Publishing

Andam, Lucya (2015). Industri Penerbitan Buku Indonesia: Dalam Data dan Fakta. Jakarta, Ikatan Penerbit Indonesia

Branna, Tom (2005). Integrated Marketing Communication. Jakarta, Penerbit PPM

Boyd, Walker, Larreche (1997). Manajemen Pemasaran. Dialihbahasakan oleh Nurmawan, Imam, Edisi kedua, Jilid kedua. Jakarta; Erlangga

Herdiansyah, Haris (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta, Salemba Humanika

Hermawan, Agus (2012). Komunikasi Pemasaran. Jakarta, Erlangga Herujito, M. Yayat (2001). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta, Grasindo Juju, Dominikus dan Sulianta, Feri (2010). Branding Promotion With

Social Network. Jakarta, Elex Media Komputindo

Junaedi, Fajar (2011). Teoritis Baru Pornografi: Pornografi 2.0, dalam Junaedi, Fajar [ed] (2011). Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan

162

Implikasi. Yogyakarta, Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi

Kotler, Philip dan Armstrong, Gary (1993). Marketing An Introduction, 3rd ed. New Jersey, Simon & Schuster Company Englewood Cliffs Kotler, Philip dan Armstrong, Gary (2001). Prinsip-prinsip Pemasaran

Edisi Kedelapan. Jakarta, Erlangga

Kriyantono, Rachmat (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta, Kencana.

Lamb, Hair dan McDaniel (2001). Pemasaran Buku 1. Penerjemah David Octarevia. Jakarta, Salemba Empat

Lister, Martin, Dovey, Jon, Kelly, Kieren (2009). New Media: A Critical Introduction, Second Edition. London and New York, Routledge Melissa, Ezmieralda dan Hamidati, Anis (2011). Teknologi Media Baru

dan Interaksi Sosial, dalam Junaedi, Fajar [ed] (2011). Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan Implikasi. Yogyakarta, Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi

Moekijat (2000). Manajemen Pemasaran. Bandung, Penerbit Mandar Maju

Morissan, Alexander (2010). Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta, Ramdina Prakarsa

163 Mufarrih, Zein (2015). Periklanan Sebuah Pendekatan Praktis.

Yogyakarta, Litera

Nurhakim, Syerif (2015). Dunia Komunikasi dan Gadget: Evolusi Alat Komunikasi, Menjelajah Jarak dengan Gadget. Jakarta, Bestari Buana Murni

Nuryanto, Hery (2012). Sejarah Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta, Balai Pustaka

Prigunanto, Ilham (2014). Komunikasi Pemasaran Era Digital. Jakarta, CV. Prisani Cendikia

Puntoadi, Danis (2011). Menciptakan Penjualan melalui Media Sosial. Jakarta, Elex Media Komputindo

Rahardjo, Turnomo (2011). Isu-isu Teoritis Media Sosial, dalam Junaedi, Fajar [ed] (2011). Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan Implikasi. Yogyakarta, Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi

Rakhmat, Jalaludin (2012). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung, Remaja Rosda Karya

Rangkuti, Freddy (2009). Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

Rangkut, Freddy (2013). Analisis SWOT: teknik membedah kasus bisnis (17th ed.). Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

164 Sandjaja, Sasa Djuarsa (1999). Pengantar Komunikasi. Jakarta,

Universitas Terbuka

Shimp, Terence A (2003). Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Terpadu Jilid 1 Edisi 5. Jakarta, Erlangga

Soekartawi, (1993). Manajemen Pemasaran Dalam Bisnis Modern. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan

Sugiyono (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung, Alfa Beta

Suhandang, Kustadi (2005). Periklanan: Manajemen, Kiat dan Strategi. Bandung, Nuansa

Swasta, Basu dan Irawan (2002). Manajemen Pemasaran Modern Edisi II. Yogyakarta, Liberty

Winardi (1992). Promosi dan Reklame. Bandung, Mandar Maju Wiryanto (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo

Yin, Robert K (2000). Studi Kasus: Desain dan Metode. Terjemahan.

Jakarta, Raja Grafindo Persada

Yulianti (2002). Periklanan sebagai Sarana Komunikasi Marketing. Bandung, Remaja Rosdakarya.

Zarrella, Dan (2010). The Social Media Marketing Book. Sebastopol, O`Reillly Media

165 Sumber Internet

http://www.bukuindie.com/penerbitan/langkah-langkah-menerbitkan-buku-di-indie-book-corner/ (diakses pada 25 Oktober 2016)

http://hot.detik.com/book/d-3293984/kusala-sastra-khatulistiwa-2016-umumkan-10-besar-karya-terbaik (diakses pada 01 November 2016)

http://www.ikapi.org/statistik (diakses pada 24 Juli 2016) http://nulisbuku.com/faq (diakses pada 24 Oktober 2016)

http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/15/08/15/nt4cot3 54-industri-buku-bertahan-di-tengah-gempuran-digital (diakses pada 27 Mei 2016)

http://pewartayogya.com/indie-book-corner-sebuah-penerbitan-buku-yang-independen/ (diakses pada 1 Juni 2016)

http://pindai.org/2015/11/16/anomali-industri-buku/ (diakses pada 12 Oktober 2016)

166 Sumber Jurnal

Ayu, Prima (2014). Media Sosial dan Gaya Komunikasi, dalam Jurnal Komunikator Vol 6 Edisi 1 Tahun 2014

Priambada, Swasta (2015). Manfaat Penggunaan Media Sosial Pada Usaha Kecil Menengah, dalam Jurnal Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia

Purnama, Hadi (2011). Media Sosial Di Era Pemasaran Marketing Communication, dalam Jurnal Pusat Studi Komunikasi dan Bisnis Program Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana Jakarta Pp 107-124

Umami, Zahrotul (2015). Social Strategy Pada Media Sosial untuk Promosi Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam Jurnal Interaksi Vol 2 Edisi 2 Tahun 2015

Suhartini, Ely (2011). Sistem Penerbitan Buku Pada Penerbitan USU Press Medan, dalam Jurnal Online Universitas Sumatera Utara, Tahun 2015

Sumber Koran

Han. “Dari Gang Pitu, Lalu Terbitkan Buku.” Jogja Raya, 8 April 2011, 3

167

LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1

Interview Guide A. Internal

1. Nama : Irwan Bajang

Jabatan : Pendiri IBC sekaligus Pemimpin Redaksi 2009-2015

Waktu Wawancara : 26 September dan 31 Oktober 2016 Lokasi Wawancara : Indie Book Corner dan Dongeng Kopi,

Jl. Wahid Hasyim no 3 Caturtunggal Depok, Sleman.

Pertanyaan :

a. Bagaimana sejarah berdirinya IBC?

Awalnya itu tahun 2008 saya punya naskah novel dan diterbitkan di sebuah penerbit di Jogja. Setelah itu sedikit demi sedikit saya ngintip proses penerbitan buku. Dari situ saya kenal apa itu editing, proof reader, bagaimana mengkonsep cover, ilustrasi dan model kerjasama dengan distributor. Saya tertarik menerbitkan sendiri, waktu itu saya punya komputer dan printer, serta seorang temen yang pinter desain. Materi puisinya saya layout sendiri, saya edit dan print. Lalu saya potong dan jilid. Jadilah ia buku, buku pertama saya yang saya kerjakan dari menulis sampai jadi berbentuk semacam buku. Itulah buku saya pertama yang memperkenalkan saya pada dunia buku indie. Kemudian dirikanlah IBC di tanggal 9 bulan September 2009, cuma berdua sama mba Yayas, 2009-2011 awal produksinya di kos-kosan. Terus di awal 2011 mengontrak rumah yang akhirnya dijadikan kantor, itu sebagai penanda bahwa kami serius mengerjakan IBC, dan mulai mengajak teman-teman yang bisa menggambar, mengedit,

168

membaca, untuk bergabunng. Dari editor, layouter, desainer. Satu orang kemampuannya harus ganda, dari edit bisa layout, dan lainnya. b. Mengapa diberi nama Indie Book Corner?

Kenapa milih nama Indie Book Corner, karena sebuah cita-cita yang dimiliki Bajang untuk dapat mebuat sebuah wadah para produk indie dari penulis, musik indie, desainer, dan lainnya, yang nantinya bisa didisplay, dijual, membuat acara-acara untuk mensuport produk itu, label itu. Karena dimulainya dari buku, jadi dinamakan indie book corner.

c. Apa alasan yang paling mendasar dan kuat dari berdirinya IBC? Keadaan dunia perbukuan yang sudah terlalu mainstream, dan banyak penulis bagus yang punya kompeten tapi tidak dilirik oleh penerbit major label karena sebuah tuntutan pasar

d. Mengapa memilih jalur indie?

Agar lebih bebas dan tidak terikat pasar e. Apa filosofi dari logo IBC?

Filosofi logo simpel, identitas yang simpel jika melihat langsung ingat karena bentuknya juga seukuran stampel, kenapa lingkaran juga menggambarkan kegiatan ini tidak terputus dan berlanjut jaringannya selalu nyambung berkesinambungan dengan penulis dan teman-teman penerbit lainnya. Warna merah menegaskan semangat, terlebih fokus kami kan ke anak muda, merah adalah warna yang tepat.

f. Siapa saja pelaku dibalik berdirinya IBC? Saya dan Yayas, teman sekaligus istri saya g. Apa visi misi IBC?

Bagaimana meyakinkan kepada para penulis dan pembaca bahwa model yang kami tempuh model penerbitan buku secara mandiri ini adalah cara lain menerbitkan buku, selama ini kan stigmanya mereka yang memilih menerbitkan dengan cara indie adalah mereka yang gagal memasuki penerbitan major, atau karena punya uang saja jadi bisa mencetak buku. Jadi visi misinya ya menghancurkan paradigma

169

tersebut. Selain itu, kami mengampanyekan bagaimana buku biar mudah diproduksi, diedarkan, dibaca dan diapresisi. Fokus kami bukan di industri perbukuan itu sendiri, tapi bagaimana menghadirkan sebuah “cara” menerbitkan alternatif, di tengah pusaran dunia perbukuan yang memang tak bisa terlepas dari “kapital”. Berbicara penerbitan konvensional atau mayor, jelas tak bisa lepas dari bagaimana menimbang untung rugi, marketable atau tidak buku yang diterbitkan. Indie Book berusaha memberi tahu, bagaimana cara menerbitkan buku. Jadi, kalau semua orang sudah tahu bagaimana cara menerbitkan buku, bisa jadi kelak IBC sudah tidak dibutuhkan lagi. Dan kami akan bahagia sebab cita-cita kami terpenuhi: semua penulis bisa menerbitkan karyanya dalam bentuk buku

h. Apa-apa saja yang berada dalam struktur organisasi IBC?

Layout, Webmaster, Pemimpin Redaksi, Tim Marketing merangkap Admin media sosial, dan Tim Editor.

i. Siapa saja orang yang menjabat di struktur organisasi itu dari pertama IBC berdiri hingga masa jabatan mas Bajang berakhir?

Dulu cuma ada satu editor, pemimpin redaksi, dan layouter

j. Kesulitan apa saja yang dialami IBC pada saat pertama kali berdiri? Kesulitan di awal itu teknis, antusiasme masyarakat kepada IBC itu tinggi, bisa dibilang kami salah satu yang mengawali, masyarakat yang ingin menerbitkan buku dengan cara yang lebih mudah tapi tetap mempunyai kualitas banyak saat itu, tapi sumberdaya kami masih terbatas. Dengan bermodalkan nol cuma memanfaatkan PC atau laptop di kostan, tidak ada dana yang disiapkan di awal, perkembangan tidak sekencang sebuah pranata bisnis yang disusun sebagai sebuah bisnis dari awal, basic kitakan komunitas, teman-teman sendiri yang menjadi penulis, dan komunitas-komunitas. Kesullitan yang masih sampai sekarang ya merubah paradigma tadi itu. Paradigma itu yang menjadi kendala besar sampai sekarang, kami masih berusaha menghancurkan paradigma tersebut.

170

k. Bagaimana cara mengatasi kesulitan yang terjadi di awal itu, hingga akhirnya IBC tetap bertahan sampai sekarang?

Caranya dengan mengedukasi publik bahwa IBC bisa menghasilkan buku-buku bagus yang sama kualitasnya dari penerbit secara umum, memilih kami bukan karena frustasi tapi memang jalan yang dari awal telah dipilih, bukan pengalihan tapi jalan yang berbeda dengan goal yang sama dengan penerbitan umum. Dengan banyak mengabarkan lewat tulisan yang kami posting blog, media sosial, menyampaikan di

talkshow, pelatihan-pelatihan yang kami adakan, dan tentu saja juga dengan meningkatkan kualitas produk yang lebih baik, konten, cover, editan, dan lainnya sampai akhirnya buku kami bisa masuk diajang penilaian yang dinilai publik, seperti masuk di katulistiwa literary award, buku festival Indonesia. Dengan menang beberapa kali diajang seperti itu, akhirnya publik tahu dan mulai melirik.

l. Bagaimana hambatan di dalam IBC saat sudah mulai gencar berpromosi menggunakan media sosial?

Semua orang yang menghubungi kami di jam malam ya minta dilayani saat itu juga, mereka menganggap kami masih bangun saat itu juga. Itu menjadi satu hambatan berpromosi di media sosial, kami mengatasinya dengan menambah kadar sabar kami. Konsumen di Indonesi secara umum juga tidak mau repot, kami sudah menyediakan

website yang cukup bagus, ada robot yang bekerja di sana, akan mengarahkan mereka dan memberitahukan segala yang mereka butuhkan, belanja tinggal pilih dan robot akan memberitahu berapa yang harus dibayar, ke mana harus transfer uang, kapan buku akan sampai, dan lainnya sebagainya. Tetapi masyarakat Indonesia itu suka sekali dilayani, mereka masih tanya buku ini berapa harganya, apa isi bukunya, kapan sampainya, masih ada tidak stoknya, semua itu ingin ditanyakan kepada kami, dan kalau mau menyesuaikan kami harus menganggarkan waktu banyak untuk itu

171

m. Bagaimana pahit manis yang dirasakan mas Bajang sebagai pemimpin sejak awal sampai masa jabatan itu berakhir?

Pahit manis di awal membangun IBC itu, karena dibangun atas dasar pertemanan dan komunitas, kami saling percaya saja ke semua orang. Mengirim buku, mencetak banyak di awal lalu mengirim ke penulis sebelum pelunasan, banyak orang yang memanfaatkan itu untuk mengelabuhi. Pernah buku selesai cetak dan dikirimkan sebelum lunas, penulisnya kabur. Pernah tidak dibayar puluhan juta juga, akhirnya kami mulai menabung untuk menutup hutang di percetakan, buku yang kata distributor layak cetak ulang tapi tidak dilakukannya kontrol yang bagus di toko buku, eh buku itu jadi return dan menumpuk, itukan akan menyusahkan bagi sebuah cikal bakal usaha, akan mengganggu kestabilan. Di awal juga banyak komplain spesifikasi kertas, terlambat kirim, banyak mendapatkan kritik yang membuat kami mengevaluasi diri, terus mendengarkan kata orang, dan mulai memperbaiki segalanya. Perlahan membaik sampai sekarang. Manisnya itu melihat penulis-penulis yang tumbuh, mengawali debut nulisnya di IBC lalu mulai diundang di festival-festival sastra seperti Ubud Writers and Readers Festival, lalu mereka menemukan penerbit majornya, mendapat penghargaan, makin banyaknya jaringan yang terkumpul, banyak follower yang membuat kami semakin bersemangat dan menjadikan kami seperti pohon yang terus tumbuh.

n. Perubahan apa saja yang terjadi di IBC selama mas Bajang menjabat sebagai pimpinan redaksi?

Basic aku dan yayas bukan di bisnis, tapi berjalannya waktu aku mulai mempelajari semuanya. Belajar dari buku-bukunya Steve Jobs, Marx pendiri Facebook. Semua orang bisa belajar dan bertumbuh jika memiliki keinginan yang keras. Dibantu teman kami yang tahu tentang web, mulai berubahlah web kami. Kami terus menggandeng mereka untuk terus belajar, 2012 baru beralih ke bukuindie.com. IBC

172

mulai pembenaha, IBC didirikan bukan langsung plek direncanakan menjadi sebuah bisnis, tapi bertahap, dari komunitas terus ke bisnis kecil-kecilan, dari tidak serius menjadi serius, sampai akhirnya sekarang bergabung dengan Dongengkopi.

o. Siapa saja pesaing IBC waktu pertamakali berdiri?

Pesaing IBC banyak, seperti Nulisbuku.com yang memfasilitasi banyak orang dengan harga nol, tidak seperti IBC yang menentukan harga edit, layout, dan sebagainya. Bahkan ada juga yang menjual jasa lebih murah, 100rb tiga hari jadi, sudah editing dan layout. Tapi apa itu kualitasnya bagus? Mereka yang menawarkan kemurahan bagi kami itu bukan kompetitor IBC, bukan musuh yang stimpal bagi model bisnis penerbitan IBC, karena kami dari awal membidik penulis muda untuk mengkawal mereka dan menjadikan mereka tumbuh ke penulis yang lebih bagus, jadi kontrol kualitas benar-benar kami jaga. Mereka membidik jumlah pengguna, sedang kami membidik kualitas yang dihasilkan oleh penulis agar mereka lebih berkembang nantinya, dan karena mereka bermain di lini yang jauh dari IBC jadi kami tidak memperdulikan. Bagi kami, pesaing IBC adalah Bentang, Gramedia. p. Bagaimana perbedaan persaingan di awal berdiri hingga sekarang?

Sekarang tentunya lebih banyak pesaing yang mulai menyadari manfaat media sosial, jadi mereka juga berjualan di sana.Tapi gak