• Tidak ada hasil yang ditemukan

13 BAB II

Puasa Menurut Agama-agama

A. Puasa Menurut Agama Islam

Pengertian puasa dalam kaidah bahasa bisa diartikan sebagai menahan. Menahan di sini, yaitu menahan dari hal-hal yang masuk ke dalam mulut dalam bentuk makanan dan minuman, bahkan juga diartikan menahan dari perbuatan dan bicara. Sementara Pengertian puasa menurut secara syariat Islam disepakati para ulama, yaitu menahan dari apa pun yang membatalkan puasa, disertai niat untuk berpuasa dari terbit fajar sampai tenggelam matahari (maghrib). Ada pula sebagian ulama yang mendefinisikan kata-kata “membatalkan puasa” itu sebagai perbuatan dua anggota badan, yaitu perut dan alat kelamin.18

Dalam Islam perintah puasa memang hanya secara khusus diwajibkan oleh Allah bagi orang-orang yang beriman. Yaitu mayakini Allah sebagai Rabb mereka; yang menciptakan, melahirkan, memberi rizki, menganugrahi kehidupan, menentukan ajal, dan menempatkan mereka pada kehidupan abadi kelak di akhirat19. Sebagaimana perintah puasa di dalam (QS. al-Baqarah/2: 183). Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa. Sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian. Agar kalian bertakwa”.20

Sedikit memaparkan tentang “takwa”. Takwa secara harfiah. yaitu, memelihara diri. Kaerna orang-orang yang bertakwa ia

18

Abdul Aziz Muhammad Azam, Fiqih Ibadah (Jakarta: Penerbit Amzah , 2003), h. 433.

19M. Syamsul Yakin, Meraih Ramadhan Sepanjang Masa Serpihan Mutiara Puasa

Untuk Bekal Menjadi Takwa (Depok: Semesta, 2005), h. 1.

20

14

akan memelihara dirinya dari perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan oleh Allah. Menurut ulama, pengertian takwa adalah “menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala apa-apa yang dilarang oleh Allah.”21 Jika manusia bertakwa dengan sebenar-benarnya maka ia akan memperoleh kebahagian yang hakiki, kebahagiaan yang abadi dengan masuk ke dalam surga-nya Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, yang artinya “Bersegeralah kalian menuju kepada ampunan Allah, dan memohon surge yang luasnya seluas langin dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.22 Oleh karena itu, kita harus mencantumkan puasa Ramadhan dalam agenda ibadah agar tidak kehilangan kesempatan emas yang hanya dijumpai sekali dalam setahun untuk mendapatkan ampunan Allah.

Lantas, mengapa Al-Qur’an menghendaki hal itu? Pertama, dengan berpuasa orang akan berfikir. Kedua, puasa mengajarkan disiplin diri, ia yang mampu menjalankan tuntutan bulan puasa ini tidak akan mengalami kesukaran dan bisa mengendalikan keinginannya. Dengan berpuasa akan meningkatkan dia secara jelas akan kelemahan dasarnya dan ketergantungannya. Akhirnya puasa akan memperhalus rasa kasih sayang.23

Selain puasa wajib di bulan Ramadhan, Allah masih memberikan akses dan kesempatan kepada umatnya untuk melakukan komunikasi dengan jalur khusus, yaitu dengan melakukan puasa-puasa sunah yang dijanjikan oleh Allah

21Yusuf Al-Qardhawy, Hidup Menjadi Taqwa (Pustaka Al-Kautsar, 2004), h. 65.

22 QS. 3:133.

23Huston Smith, Agama-agama Manusia. Penerjemah: Saafrudin Bahar (Jakarta, 2008), h. 282.

15

dengan pahala yang sangat luar biasa. Apa saja puasa sunah itu, diantaranya: puasa sunah hari Senin dan Kamis, puasa sunah Nabi Daud, puasa sunah syawal, puasa sunah muharram, puasa sunah asyura, puasa sunah syakban, puasa sunah hari arafah dan puasa sunah ayyamul bidh (puasa yang dilakukan selama tiga hari pada tanggal 13,14 dan 15).24

Sebagai tambahan, pahala bagi ibadah puasa juga disebutkan dalam Hadis Rasulullah SAW.

“Sesungguhnya di dalam surga ada pintu yang bernama Ar-Rayyan (pintu kesegaran), ketika nanti pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk lewat pintu itu, dan tidak ada seorang pun yang masuk lewat pintu itu selain mereka yang berpuasa, ketika penjaga pintu itu mengucapkan, “Mana orang-orang yang berpuasa”? kemudian mereka pun berdiri dan masuk pintu surga maka ditutuplah pintu itu. Maka dari itu, tidak ada seorang pun yang masuk lewat pintu itu selain mereka yang ahli berpuasa”. (HR. Bukhari dan Muslim).25

Berdasarkan hadis diatas, sungguh berbahagialah bagi orang-orang yang berpuasa, karena Allah menjanjikan surga baginya pada kehidupan di akhirat nanti. Di dunia saja orang yang berpuasa ia akan merasa hidup bahagia karena dicukupi semua kebutuhan dan keperluannya oleh Allah.

B. Puasa Menurut Agama Kristen Protestan

Kata “puasa” adalah tsom dalam bahasa Ibrani, dan nesteia dalam bahasa Yunani. Kata ini berarti berpantang secara sukarela terhadap makanan. Kata Ibrani adalah komposisi dari kata negatif ne yang digandengkan dengan kata kerja esthio, “makan” yang dengan demikian berarti “tidak makan”.

24Teguh Purwadi, Membangkitkan Kembali Spiritualitas Anda (Jakarta: PT unilever Indonesia), h. 45.

25

16

Sebagian besar serjana percaya bahwa praktik puasa dimulai dengan hilangnya nafsu makan selama masa kesusahan dan tekanan.26

“Hana, yang kemudian menjadi ibu Samuel, sangat berusaha hati karena ia mandul sehingga “ia menangis dan tidak mau makan”.27

“ketika Raja Ahab gagal dalam usahanya untuk membeli kebun anggur Nabot, ia “tidak mau makan”.28

Puasa tampaknya bermula sebagai suatu ekspresi alamiah dari kesedihan; namun, lama kelamaan hal ini menjadi suatu kebiasaan untuk menunjukan atau membuktikan kesedihan seseorang kepada orang lain dengan memantangkan diri dari makanan, atau bisa disebut menunjukan dukacita. Misalnya raja Daud berpuasa untuk menunjukan dukacitanya ataas kematian Abner. Berpuasa dipraktikan sebagai cara eksternal untuk menunjukan dan kemudian mendorong perasaan internal akan penyesalan yang dalam karena dosa. Disamping itu, puasa merupakan ekspresi alamiah manusia akan kesedihannya; oleh karena itu, hal ini menjadi kebiasaan keagamaan untuk menenangkan kemarahan Allah. Orang-orang mulai berpuasa untuk menjauhkan kemarahan Allah agar tidak mebinasakan mereka. Akhirnya, berpuasa menjadi dasar untuk membuat permohonan seseorang kepada Allah menjadi efektif. Ketika Allah menunjukan kemarahannya terhadap suatu bangsa karena kejahatannya, berpuasa menjadi cara untuk mencari kemurahan dan perlindungan ilahi. Oleh karena itu, alami untuk sekelompok orang untuk

26Elmer L. Towns, Puasa Untuk Melakukan Terobosan Rohani (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil), h. 26.

27Injil Perjanjian Lama (1 Samuel: 1:7).

28

17

menyatukan diri mereka dalam pengakuan dosa, menyesali dosa mereka dan berdoa syafaat kepada Allah.29

Dr Ahmad Shalabi buku Perbandingan Agama, memaparkan puasa dikalangan umat Nasrani meliputi puasa hari Rabu yang merupakan hari pengkhianatan terhadap Nabi Isa hingga tertangkap, dan puasa pada hari Jumat. Sesudah itu, puasa Agung selama 55 hari, yang 40 hari merupakan puasa yang dilakukan Nabi Isa ditambah dua minggu (dua pekan) sebagai persiapan dan penderitan. Dalam menjalankan puasa-puasa tersebut mereka tidak dibenarkan memakan daging hewan apapun juga atau apa saja yang bersifat hewani. Yang dibolehkan hanyalah jenis-jenis tumbuhan. Dalam Kristen pada umumnya, ajaran puasa umat Kristen Intinya adalah pertobatan, melawan keiginan duniawi, dan dilarang untuk memakan daging,30 yang diperbolehkan hanyalah memakan tumbuh-tumbuhan. Dalam beberapa aliran Kristen hanya pelaksanaan dan tatacaranya saja yang berbeda inti dan tujuanya sama.31

C. Puasa Menurut Agama Kristen Katolik

Puasa bagi umat Kristen Katolik, kini lebih menekankan dalam soal kenyang satu kali serta menahan hal-hal dari keinginan manusia terkait duniawi, yaitu daging, seperti halnya puasa umat Kristen yang lainnya. Disamping puasa resmi, secara pribadi umat Katolik juga disarankan untuk berpuasa pada hari-hari yang disukai atau yang dipilih, hal ini sebagai

29Elmer, Terobosan Rohani, h. 212-213.

30

Daging yang dimaksud dalam agama Kristen adalah manusia itu sendiri. Jadi artinya keinginan daging yaitu keinginan manusia itu sendiri, dan juga mengerjakan puasa agar sebisa mungkin tidak diketahui oleh sesama yang sedang berpuasa atau yang sedang tidak puasa termasuk merahasiakan hari apa dia akan mulai berpuasa.

18

ungkapan taubat.32 Tradisi puasa dalam agama Kristen Katolik, telah bermula pada kebiasaan kuno, berpuasa selama 40 hari 40 malam, sebagai praktek Nabi Musa menjelang beliau menerima 10 perintah Tuhan di pegunungan Sinai. Begitu pula Nabi Ilyas (Elias) ketika ia hendak pergi ke gunung Horeb menerima wahyu. Terakhir tradisi berpedoman pada puasa Jesus 40 hari, yang pernah terjadi beliau tampil di muka umum. Tetapi kenyataan Katolik dewasa ini, mereka telah menempatkan puasanya selama 40 hari itu pada hari-hari menjelang paskah.33 Puasa dalam Katolik ini dilakukan melalui perenungan tentang sengsara Jesus menebus salibnya, dilakukan pula tirakat, matiraga, berbagai pantang dan puasa sebagai usaha untuk memperbaiki kehidupan yang penuh dosa, cacat dan serba kelemahan-kelemahan lainnya.34

Dahulu dalam Agama Katolik memang ada ketetapan Gereja bagi tata tertib puasa, ketatnya bagaikan juga puasa dalam Islam. Namun kini kenyataan-kenyataan sudah meminta lain. Gereja menginsafi dan memberikan keringanan dengan jalan menghapus tata tertib di sekitar puasa. Bagaimana pun puasa Katolik tidak lagi bersifat jasmani dan rohani, tetapi rohaniah semata. Itulah yang pokok. Pelaksanaan puasa diserahkan sepenuhnya kepada pribadi-pribadi anggota jamaat yang melakukannya, dengan tidak melupakan jiwa Injil.35

Untuk itu tertulis dalam Injil sebagai berikut:

“Apabila kamu berpuasa janganlah murah seperti orang munafik, mereka mengerutkan mukanya supaya puasanya Nampak kepada orang.

32 http://www.pastvnews.com./nasional-hal-1/bedanya-puasa-umat-Islam-Budha-Khatolik-Protestan-konghucu-dan-Tionghoa.html, diakses pada tanggal 20 Mei 2016.

33Hari Paskah adalah hari wafat dan hari kebangkitan Jesus. Dimana umat Kristen meyakini kembalinya Jesus.

34Abujamin Roham, Puasa Perisai Hidup (Jakarta: Media Dakwah), h. 11.

35

19

Sesungguhnya aku bersabda kepadamu, mereka sudah menerima pahalanya. Akan tetapi engkau bila berpuasa minyakilah kepala-mu dan basuhlah muka-mu supaya jangan ada yang melihatmu berpuasa, melainkan hanya Bapak-mu yang hadir dalam kesunyian dan ia yang melihat dalam kesunyian juga akan mengganjari engkau”. 36

Jadi pelaksanaan puasa dalam agama Kristen Katolik, mempunyai aturan-aturan yang telah ditentukan sama seperti umat-umat yang lainnya. Para penganut Kristen Katolik meyakini bahwasannya dengan melaksanakan puasa menjadikan sebuah mengampunan diri terhadap kesalahan atau dosa-dosa yang telah dilakukan. Disamping itu, dalam agama Kristen Katolik ada hari-hari yang tertentu untuk melaksanakan ibadat puasa, yaitu hari Rabu dan Jumat. masing-masing uskup dapat mengatur rincian ketentuan atas hal tersebut disesuaikan dengan keadaan di keuskupannya. Untuk umat Katolik juga diharapkan dapat meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian untuk berdoa, beribadat, melaksanakan taubat dan banyak beramal.

D. Puasa Menurut Agama Konghucu

Definis puasa dalam agama Konghucu tidak sama persis dengan pemahaman secara umum yang dikenal dalam keseharian masyarakat Indonesia, yakni tidak makan dalam waktu tertentu atau tidak makan hewan (vegetarian). Dalam agama Konghucu puasa ini bertujuan mendukung terciptanya kondisi untuk membina diri, yaitu mempunyai dua prinsip tujuan yang akan dicapai, pertama: dalam bentuk pengendalian nafsu, kedua: untuk

36

20

memperbaiki kekeliruan.37 Jika kita mengamati kata puasa dalam agama Konghucu “Zhai”. Dapat juga diartikan sebagai yang agung, bersih, jernih, lurus, polos, sederhana, menjaga larangan dan prilaku yang benar. Maka makna puasa menurut ajaran Konghucu bukan hanya dilihat dari sudut pandang berpuasa makanan saja tapi dalam perbuatan harus selaras dengan watak sejati.38

Banyak orang yang berpuasa meskipun demikian hakekat dan makna atau tujuannya adalah satu yaitu “Membersihkan Hati”. Dengan cara mengendalikan diri dan kembali kepada ke Susilaan, agar dapat mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Dalam Kitab Zhong Yong (Tiong Yong) tertulis:

“Sungguh Maha Besarlah Kebijakan Kwi Sien, (Gui Shen; Tuhan Yang Maha Roh). Dilihat tidak nampak, didengar tidak terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa dia. Demikianlah menjadikan umat manusia di dunia berpuasa, membersihkan hati dan mengenakan pakaian lengkap sujud bersembahyang kepadanya. Sungguh maha besar dia, terasakan di atas dan di kanan kiri kita”. (ZY XV:1:3)

Hakikat puasa tidak lain adalah untuk membersihkan hati agar selalu sejalan dengan kehendak Tuhan. Yaitu agar segala tindakan dan perkataan kita senantiasa mengikuti sesuai dengan kehendak watak sejati yang di kenal dengan lima sifat “Kekekalan Sifat Rohani”. Perwujudannya dapat dipraktekan dengan mengikuti atau menjalankan ke lima sifat kekekalan, yaitu: Ren (cinta

37 http://www.spocjoumal.com/budaya/499-perkembangan-agama-Konghucu-dan-pemahaman-puasa. diakses-pada-tanggal-20-Mei-2016.

38 http//newmarinatan.blogspot.co.id/2013/07/makna-puasa-dalam-agama-Konghucu.html.diakses-pada-tanggal-28-September-2016.

21

kasih), Yi (kebenaran), Li (kesusilaan), Zhi (bijaksana) dan keyakinan (dapat dipercaya).39

Tidak ada kewajiban di dalam agama Konghucu untuk berpuasa, akan tetapi itu semua kembali kepada pribadi masing-masing bagi penganutnya. Jadi puasa dalam agama Konghucu, mempunyai dua keutamaan dalam pelaksanaannya, yaitu berpantang untuk tidak terjerumus kedalam hawa nafsu dan menjaga diri untuk bisa memperbaiki dari kekeliruan. Dua hal ini yang menjadi keutamaan bagi umat Konghucu yang menjalankan ibadah puasa. Dengan demikian, puasa yang dilaksanakan umat Konghucu akan berbeda sesuai dengan maksud tujuan dilaksanakan puasa itu, namun memiliki ending yang intinya sama (membina diri).

E. Puasa Menurut Agama Hindu

Dalam agama Hindu, Puasa berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata Upa dan Wasa, di mana Upa artinya dekat atau mendekat, dan Wasa artinya Tuhan atau Yang Maha Kuasa. Upawasa atau puasa artinya mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha esa. Puasa menurut Hindu adalah tidak sekedar menahan haus dan lapar, tidak untuk merasakan bagaimana menjadi orang miskin dan serba kekurangan, Puasa menurut Hindu adalah untuk mengendalikan napsu indra, mengendalikan keinginan. Indra haruslah berada dibawah kesempurnaan pikiran, dan pikiran berada dibawah kesadaran budhi. Berpuasa melibatkan pengendalian diri dan beberapa pengorbanan.

39 http//newmarinatan.blogspot.co.id/2013/07/makna-puasa-dalam-agama-Konghucu.html.diakses-pada-tanggal-28-September-2016.

22

Setelah dalam kurun waktu tertentu, semangat pengorbanan dan prilaku terkendali akan mengakibatkan karakter moral seseorang dan yang jelas akan mengangkat status sosial dan profesionalisme seseorang. Komitmen untuk berpuasa akan membuat seseorang sadar akan ketaatan dan nilai-nilai mulai di dalam dirinya. Seseorang yang berpuasa akan cenderung bertumbuh menjadi lebih baik. Ingatlah bahwa berpuasa adalah menuju jalan kehidupan berdisiplin secara profesional dan spiritual. Secara profesional dapat memberi anda kesuksesan, dan yang disebutkan terakhir mungkin dapat membuka pintu-pintu surga bagi anda.40 Dari uarayan diatas, puasa menurut Hindu bukan hanya sekedar mendekatkan diri kepada Sang Kholik. Akan tetapi, banyak keutamaan yang akan diperoleh bagi umat Hindu yang menjalankan ibadat puasa. Diantaranya: secara individual akan menjadi pribadi yang lebih baik, yang bisa menjaga dari perbuatan-perbuatan jahat. Disamping itu pula, akan memperoleh kesuksesan dalam kehidupan, serta menggapai tujuan yang abadi yaitu surga. Upawasa dapat dibedakan dalam pengertian yang sempit dan luas. Dalam pengertian yang sempit upawasa dapat diartikan sebagai dengan sengaja tidak makan dan tidak minum, termasuk pengendalian panca indra. Sedangkan dalam pengertian luas, upawasa dapat diartikan sebagai melaksanakan pantangan, pengekangan atau pengendalian keinginan, dan pengendalian diri untuk berkata dan berbuat yang bertentangan dengan ajaran agama Hindu. Selanjutnya dapat dijelskan mengenai pelaksanaan upawasa, tapa dan brata itu sendiri.

40

Kaisanlal Sharma, Mengapa Tradisi dan Upacara Hindu? (Surabaya: PT Paramita, 2007), h. 111.

23

Pelaksanaan upawasa, tapa dan brata itu ada berbagai macam ragamnya, tergantung dari pada niat orang yang melakukannya.

Ada yang berpuasa atau bertapa pada waktu siang hari saja atau selama 12 jam. Tetapi ada juga yang berpuasa atau membrata pada waktu siang plus malam hari atau selama 24 jam. Bahkan ada juga yang sampai 36 jam atau lebih, tergantung dari pada niat, keyakinan, atau kebutuhan setiap orang, bahkan dapat pula dilakukan selama 40 hari. Makin lama melaksanakan upawasa atau tapa brata makin baik, sebab dapat mengakibatkan iman kita semakin kuat.41 Ritual berpuasa juga dikenal dikalangan para pendeta Hindu (Brahmana). Para pengikut Brahmanisme memang dikenal sangat fanatik, sangat patuh tehadap perintah puasa yang dibuat oleh para pendeta Brahma. Sejak masa kanak-kanak para pengikut Brahmanisme telah mengenal aturan puasa yang sangat keras. Terutama pada aliran Yogi, ada yang berpuasa sampai 10 hari atau 15 hari bahkan lebih lama lagi dari itu, tidak memakan sesuatu apa pun, atau paling tidak hanya minum beberapa tetes air saja. Penganut Hindu-Brahma juga terbiasa berpuasa pada hari ke-11 setelah munculnya bulan baru dan bulan penuh. Sementara pemuja Syiwa juga berpuasa tiap hari Senin pada bulan November. Wanita-wanita Hindu lama (kuno) biasa berpuasa kalau suami atau kekasih mereka pergi berperang. Kebiasaan ini terutama dilakukan oleh para wanita di kalangan keratin, dengan alasan agar menang perang.42

41

K.M. Suhardana, Upawasa, Tapa, Brata Berdasarkan Agama Hindu (Surabaya: Paramita 2006), h. 4-5.

42

24

Selain itu, umat Hindu menjalankan puasa dengan tujuan memurnikan jiwa pada hari-hari tertentu dalam setiap tahun serta selama perayaan keagamaan. Setiap kelompok dalam agama Hindu memiliki hari mereka sendiri untuk berdoa dan beribadah. Pada hari itu, sebagian besar para penganut agama Hindu tidak makan dan menghabiskan seluruh malam untuk membaca Kitab Suci serta bermeditasi kepada Tuhan.43 Dengan demikian, puasa dalam agama Hindu mempunyai aturan tersendiri dan tujuan masing-masing.

43Ali Budak, Sebuah Panduan Lengkap Puasa dan Bulan Ramadhan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 13.

25 BAB III

A. Pengertian Puasa Menurut Agama Buddha

Puasa dalam agama Buddha adalah suatu usaha untuk menghindarkan diri dari mengambil makanan atau minuman pada waktu yang salah, yang disebut dengan istilah Upovasa, akan tetapi didalam pengertian sehari-hari, mereka lebih suka menyebutnya dengan istilah Uposatha. Istilah ini berasal dari bahasa Pali, yang tertulis dalam Kitab Tipitaka.44

Istilah Uposatha mengandung dua arti, yaitu:

1. Uposatha berarti nama atau sebutan hari untuk menjalankan peraturan-peraturan khusus, sehingga disebut sebagai hari Uposatha.

2. Uposatha berarti nama atau sebutan terhadap peraturan-peraturan yang dijalankan, sehingga disebut sebagai Uposathasila.45

Dalam Buddhist Dictionary, Uposatha ini diartikan sebagai berpuasa, hari puasa, yaitu hari Purnama Sidhi, hari bulan baru dan hari seperempat bulan yang pertama dan yang terakhir.46

Kata Uposatha, juga mengandung makna “masuk dan berdiam diri”, dalam pengertian berdiam di vihara atau komplek vihara. Maksud berdiam disini bukan berarti diam dan tidak melakukan sesuatu tetapi tinggal atau berada di vihara atau komplek vihara, untuk belajar dhamma melalui buku,

44Tipitaka adalah kitab agama Buddha yang tertua, ditulis sekitar tahun 300 SM. Kitab tersebut utamanya ditulis dengan bahasa “Pali”. Dalam bahasa Indonesia kita menyebutnya Tipitaka Pali dan dalam buku/ceramah ini dikenal dengan beragam nama termasuk “teks Pali” atau “kitab suci”, mungkin juga hanya “teks saja”.

45Anjali G.S, Tuntunan Uposatha dan Athasila (Jakarta: Lembaran Khusus Agama Buddha), h. 21.

46

26

diskusi, mendengarkan khutbah, menjalankan delapan sila dan berlatih meditasi.

Uposatha ini merupakan suatu istilah yang dipakai untuk melaksanakan suatu upacara keagamaan yang ketat, yang berhubungan dengan menahan diri (puasa).47 Menahan diri disini maksudnya untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu jahat, seperti rasa dengki, iri hati, marah, serakah dan sebagainya.

Selain untuk menghindari makanan dan minuman, puasa atau Uvopasa (Bahasa Pali) di dalam agama juga mempunyai pengertian lain:

1. Mengendalikan diri untuk tidak berbuat sesuatu yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.

2. Meningkatkan kualitas diri, artinya segala kebijakan atau perbuatan baik yang pernah dilakukan, perlu selalu di ulang-ulang, dan kebijakan atau perbuatan baik yang belum pernah dilakukan perlu dilakukan.48

Singkatnya apa yang disebut puasa atau Uposatha itu bukan hanya mengendalikan diri dari makan dan minum, tetapi meliputi seluruh gerak gerik pikiran, ucapan, dan jasmani. Dalam pikiran agar tidak berprasangka yang negatif terhadap orang lain, ketika berucap harus mengandung yang manfaat buat orang lain, tidak mencemooh dan tidak berkata kotor. Sedangkan dalam berprilaku, harus melakukan prilaku yang sopan, tentunya yang baik-baik. Di dalam Kitab Tripitaka, tidak ada anjuran untuk berpuasa. Akan tetapi, jika penganut Buddha yang ingin melaksanakan ibadah puasa itu diperbolehkan

47Bhikku Subalaratano, Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha, 1988), h. 28.

48Bhikku Utomo, Dasar-dasar Uposatha (Yogyakarta: Vihara Vidyaloka Vidyasena, 1993), h. 1-2.

27

karena puasa termasuk di dalam ajaran sila, dan harus melaksanakan sila yang telah ditentukan.49

Puasa di dalam agama Buddha merupakan pelaksanaan sila, yang termasuk suatu ajaran kesusilaan yang didasarkan atas konsepsi cinta kasih dan belas kasihan kepada semua makhluk. Sehingga yang termasuk di dalam kelompok sila ini adalah:

1. Pembicaraan benar (samma Vaca) 2. Perbuatan benar (samma kammanta) 3. Mata pencaharian benar (samma ajiva).50

Jadi puasa di dalam agama Buddha, mempunyai tiga poin penting dalam ajaran kesusilaan. Pertama, harus berbicara benar, tentunya tidak berbohong. Berbohong terhadap diri sendiri maupun berbohong terhadap orang lain. kedua, harus berbuat benar, dengan ajaran kesusilan ini ketika umat Buddha

Dalam dokumen NILAI-NILAI SOSIAL PUASA DALAM AGAMA BUDDHA (Halaman 22-77)

Dokumen terkait