PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Imam Syafii berpendapat bahwasa ada empat macam penyakit yang
menyebabkan dibolehkannya pasangan suami istri memutuskan ikatan
perkawinan, yaitu penyakit karena gila, lepra, kusta, sakit sopak dan
penyakit kelamin, atau sesuatu yang tumbuh pada kelamin wanita yang
gatal dan penyakit kelamin bukan alasan untuk memutuskan ikatan
perkawinan.1
2. Pasal 72 KHI diatas adalah perkawinan yang dilangsungkan dibawah
ancaman, status hukumnya sama dengan orang yang dipaksa, dan tidak
mempunyai akibat hukum. Sama halnya dengan orang yang salah sangka
terhadap diri suami atau istrinya. Status hukumnya sama dengan orang
yang khilaf, karena itu tindakan hukum maka tidak berakibat hukum,
kecuali bila ada indikasi lain seperti yang diatur dalam ayat 3 pasal 72
diatas.
3. Perbedaan dan persamaan pembatalan nikah menurut Imam Syafii ataupun
KHI ,menurut Imam Syafii bila mana seorang laki-laki menikahi
perempuan,lalu dari perpempuan tersebut terdapat tanda gila,kusta,balak
,lalu disetubuhi perpempuan itu maka perkawinannya sempurna,dan yang
demikian itu hak bagi suaminya utang atas walinya. Dalam KHI Pasal 71
1 Abu A’la Al-Maududi.,
Pedoman Perkawinan dalam Islam., alih bahasa Alawiyah (Jakarta, Darul Ulum Press, 1999), 97
sudah diatur mengenai perkara apa saja yang dapat membatalkan
perkawinan, Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila melakukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;
b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain
yang mafqud;
c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam idah dari suami lain;
d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan
dalampasal 7 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974;
e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak
f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan
Sedangkan persamaannya Sedangkan persamaan pendapat Imam Syafii dengan
Kompilasi Hukum Islam dari Umar r.a bahwa ia pernah berkirim surat kepada pembesar-
pembesar tentara, tentnag laki-laki yang telah jauh dari istri mereka supaya pemimpin-
pemimpin itu menangkap mereka agar mereka mengirimkan nafkah atau menceraikan
istrinya, apabila mereka telah menceraikan istrinya, hendaklah mereka kirim semua
nafkah yang telah mereka tahan. Menurut pasal 75 dan 76 Kompilasi Hukum Islam
Meskipun telah terjadi pembatalan perkawinan, akibat hukumnya jangan sampai
menimbulkan kerugian dan kesengsaraan bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan,
suami atau istri yang bertindak dengan beriktikad baik terhadap harta bersama bila
perkawinan didasarkan atas perkawinan lain.
Karena pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan yang
seketika juga dan talak raj’i ialah tidak mengakhiri ikatan suami istri
dengan seketika, kalau memang mau memfasakh kan cukup mengatakan
lafal fasakh yang berbunyi “aku fasakh kan nikah mu dari suami mu yang
bernama fulan bin ma’un pada hari ini
B. Saran
pasal 72 KHI diatas adalah perkawinan yang dilangsungkan dibawah ancaman, status
hukumnya sama dengan orang yang dipaksa, dan tidak mempunyai akibat hukum. Sama
halnya dengan orang yang salah sangka terhadap diri suami atau istrinya. Status hukumnya
sama dengan orang yang khilaf, karena itu tindakan hukum maka tidak berakibat hukum,
kecuali bila ada indikasi lain seperti yang diatur dalam ayat 3 pasal 72 diatas.
pasal 72 KHI diatas adalah perkawinan yang dilangsungkan dibawah ancaman, status
hukumnya sama dengan orang yang dipaksa, dan tidak mempunyai akibat hukum. Sama
halnya dengan orang yang salah sangka terhadap diri suami atau istrinya. Status hukumnya
sama dengan orang yang khilaf, karena itu tindakan hukum maka tidak berakibat hukum,
kecuali bila ada indikasi lain seperti yang diatur dalam ayat 3 pasal 72 diatas.
Penulis sangat mengharapkan kepada penegak hukum di pelosok negeri Indonesia
untuk menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya, dan para pembuat undang-undang agar
dipikirkan betul ketika sedang membuat undang-undang, dan tegaslah kepada pemilihan
undang-undang yang akan ditegaskan untuk dimasyarakatkan.
Kepada para tokoh ulama dan pemimpin umat agar selalu mendampingi
masyarakatnya, memberikan penjelasan, dan perhatian kepada khalayak umat agar tidak
dengan harapan umat islam agar senantiasa menjaga rumah tangga dan pernikahan dengan
mentaati dan menjalankan semua aturan yang telah diperintahkan oleh Allah SWT agarkita
1
DAFTAR PUSTAKA
Afianto, Ahda Bina. Murtad Sebagai Sebab Putusnya Perkawinan Pada
Kompilasi Hukum Islam Dalam Perspektif Kitab Klasik Dan Modern. Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya. 2013
Aminah, Wiwin Siti. Konsep Fasakh Nikah Menurut Imām asy-Syāfi’i dan
Kompilasi Hukum Islam, Relevansinya dengan Kepentingan Hukum Masyarakat Dewasa Ini. Skripsi--UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2009.
Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. 2002
Departemen Agama RI. Al Qur’an dan Terjemahan nya. Jakarta: Departemen
Agama RI. 2012.
Farida, Nur Lailatul. Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pembatalan
Perkawinan Campuran Dengan Alasan Penipuan Status
Kewarganegaraan: Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Blitar No.2492/Pdt.G/2014/Pa.Bl. Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya. 2015.
Latif, Djamil. Aneka Hukum Perceraian di Indonesia cet. ke-2. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 2010.
Masruhan. Metode Penelitian Hukum. Surabaya: Hilal Pustaka. 2013.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia cet. Ke-6\. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 2003.
Sahrani, Thiami Sobari. Fiqih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta:
PT Raja Grapindo Persada. 2009.
Saifuddin Azwar, Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. IV, 2003), 91.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, (Jakarta: UI-PRESS, 2002), 132.
Stuart, Sundeen. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC. Sunarto.
1998.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta. 2010.
Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.Pengertian Kompilasi Hukum Islam. http://google.com/kompilasi-hukum-islam. diakses pada tanggal 10 Juni 2016.