• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang merupakan hasil analisa penulis dalam menganalisis rumusan masalah serta pemaparan dari masing-masing Bab sebelumnya.

BAB III

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP ORGANISASI INTERNASIONAL DAN ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI)

A. Organisasi Internasional

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Organisasi Internasional menurut Hukum Internasional

Sebagai anggota dari masyarakat internasional, suatu negara tidak dapat hidup tanpa adanya hubungan dengan anggota masyarakat internasional lainnya. Dengan perkataan lain, ada kebutuhan saling ketergantungan antar negara. Terciptanya masyarakat antarbangsa pada hakikatnya dimodifikasikan dengan waktu.34 Untuk mengaturnya agar mencapai tujuan bersama yang merupakan kepentingan bersama, negara-negara membutuhkan pembentukan wadah, yaitu organisasi internasional.35

L. Leonard juga mengemukakan pendapatnya yang berhubungan dengan alasan negara membutuhkan organisasi internasional, di dalam bukunya “International Organization” bahwa “Souverign states recognized the need for more sustained Mengapa suatu negara membutuhkan organisasi internasional ? Pertama, karena ada kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi suatu negara. Kedua, karena interpedensi atau ketergantungan ekonomi terhadap organisasi internasional yang dimaksud. Ketiga, dikarenakan kecanggihan telekomunikasi yang menyederhanakan komunikasi lintas negara.

34

Sumarsono Mestoko, Indonesia dan Hubungan Antar Bangsa,1985.Sinar Harapan.Jakarta hal 14

35

method on numerous problems states established international organization to meet these specific needs.”36

Setelah kita memahami latar belakang mengapa organisasi internasional diperlukan oleh masyarakat internasional dalam hal ini adalah negara, maka kita perlu mengetahui pengertian dari organisasi internasional itu. Pengertian organisasi internasional mempunyai arti ganda, dalam arti luas dan arti sempit. Organisasi internasional dalam arti luas menunjuk pada setiap organisasi yang melintasi batas-batas (internasional) baik yang bersifat publik maupun privat sedangkan organisasi internasional dalam arti sempit menunjuk pada setiap organisasi yang bersifat publik.

(Negara-negara berdaulat menyadari perlunya pengembangan cara atau metode kerjasama berkesinambungan yang lebih baik mengenai penanggulangan berbagai masalah. Negara–negara membentuk organisasi internasional untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut).

37

Organisasi internasional dalam arti luas digunakan untuk menunjuk setiap organisasi yang melintasi batas-batas negara (internasional) baik yang bersifat publik maupun privat.38 Perbedaan antara kedua organisasi tersebut adalah syarat pendirian organisasi publik ini mencakup tiga persyaratan39

36

Koesnadi Kartasasmita, Administrasi Internasional, 1987. FISIP Press UNPAD.Bandung hal 24 dan 39

37

J.Pareire Mandalangi, Segi-segi Hukum Organisasi Internasional, 1986. Binacipta.Bandung hal 1

38

Ibid

39

Ade Maman Suherman, SH.M.Sc, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional

dalam Prespektif Hukum dan Globalisasi. 2003. Ghalia Indonesia.Jakarta hal 56

yaitu : Pertama, harus didirikan berdasarkan perjanjian internasional. Kedua, harus memiliki organ. Ketiga, didirikan berdasarkan hukum

internasional. Sedangkan organisasi privat didirikan berdasarkan hukum internasional privat bukan hukum internasional publik, yang dalam hal ini sudah masuk ke dalam yuridiksi hukum nasional suatu negara.40

Di dalam hukum internasional positif, tidak ada satu pasal pun yang memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan organisasi internasional, namun demikian para ahli hukum berusaha mengemukakan pendapat mereka mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan organisasi internasional.

Sedangkan organisasi internasional privat merupakan organisasi yang dibentuk atas dasar non-pemerintah, karena itu sering disebut Organisasi Non Pemerintah (Non Govermental Organization) atau yang biasa disebut Lembaga Swasta Masyarakat yang anggotanya badan-badan swasta atau perorangan.

41

Para sarjana hukum internasional pada umumnya tidak merumuskan definisi organisasi internasional secara langsung, namun cenderung memberikan gambaran yang substansinya mengarah kepada kriteria-kriteria serta elemen-elemen dasar atau minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama organisasi internasional.42

Bowett D.W dalam bukunya “Hukum Organisasi Internasional” mengakui tidak ada batasan yang umum tentang pengertian organisasi internasional. Walaupun demikian ia mencoba memberikan batasan dengan mengatakan bahwa :

40

Ibid 41

Hasnil Basri Siregar, Perkembangan Hukum Organisasi

Internasional,1998.KSHM(Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas

Hukum)USU.Medan hal 1 42

“… tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya”.43

“The term “international organization” is an organization established by a treaty to which three or more states are parties.”

Menurut N.A Maryan Green :

44

Mengenai syarat minimal tiga negara sebagai peserta perjanjian merupakan suatu syarat yang wajar, mengingat kenyataan bahwa jika perjanjian itu dilakukan oleh dua negara saja, tidaklah dapat melahirkan organisasi internasional melainkan hanya sebuah perjanjian bilateral.

(Organisasi internasional adalah organisasi yang dibentuk berdasarkan suatu perjanjian, di mana tiga atau lebih negara menjadi peserta).

45

Selanjutnya yang perlu dipahami bahwa perjanjian yang dimaksudkan adalah perjanjian yang benar-benar untuk membentuk suatu organisasi internasional. Artinya tidak semua perjanjian multilateral (yang dibentuk oleh tiga negara atau lebih), akan menghasilkan sebuah organisasi internasional, oleh karena ada perjanjian multilateral yang hanya bertujuan membentuk “law making treaty”. Perjanjian itupun haruslah sebuah perjanjian dalam bentuk tertulis (in

43

D.W Bowwet, Hukum Organisasi Internasional (terj),1995,Sinar Grafika.Jakarta hal 3 44

N.A Maryan Green, International Law,3rd Ed.1987.Pitman Publishing.London hal 55 45

written form) sebagaimana dimaksudkan dalam Konvensi Wina 1969 mengenai hukum perjanjian internasional.46 Dengan adanya Konvensi Wina 1986 mengenai Hukum Perjanjian Antara Negara dan organisasi internasional, maka pihak-pihak dalam suatu perjanjian internasional pada masa sekarang tidaklah hanya negara saja, melainkan juga organisasi internasional.47

Sedangkan menurut Werner Levi, “International organizations are creatures of states.”48 (Organisasi internasional dibentuk oleh negara-negara). Dapat ditafsirkan bahwa beliau mengartikan organisasi internasional dalam arti sempit dan hanya menunjuk setiap organisasi internasional yang bersifat publik saja.49 Hal ini juga berlandaskan bahwa dalam studi hukum internasional, yang dimaksud dengan “organisasi internasional” biasanya adalah organisasi dalam arti sempit, yaitu organisasi yang dibentuk atau didirikan oleh pemerintah-pemerintah atau yang biasanya disebut dengan Inter Governmental Organization.50

Selanjutnya Boer Mauna dalam bukunya Hukum Organisasi Internasional menegaskan bahwa “Organisasi internasional adalah suatu perhimpunan negara

46 Ibid 47 Ibid 48

Werner Levi, Temporary International Law: a concise introduction 2nd

Ed,1991.Westview Press.Bounder-Colorado hal 67 49

J.Pareira Mandalangi, Segisegi Hukum Organisasi Internasional,1986.Binacipta.Bandung hal 1

50

Hasnil Basri Siregar, Perkembangan Hukum Organisasi Internasional,1998.KSHM (Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum)USU.Medan hal 4

negara yang merdeka dan berdaulat yang bertujuan untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ-organ dari perhimpunan itu sendiri.”51

“in the first place, just as the function of the modern state and the rights,duties and powers of its instrumentalities are governed by a branch of municipal law called state constitutional law, so international institution are similarly conditioned by body of rules may will be described as international constitutional law.”

Starke dalam bukunya “An Introduction to International Law” juga tidak memberi batasan yang khusus mengenai pengertian organisasi internasional, ia hanya membandingkan fungsi, hak dan kewajiban serta wewenang berbagai organ lembaga internasional dengan negara yang modern, yakni sebagai berikut :

52

“the definition of international organization will vary depending on whether one looks at formal qualification or at the actual power to perform an independent function and in the latter case on what amount of independence is required. Usually definition of international organization are based on formal requirements rather than on the amount of ( Pada awalnya seperti fungsi suatu negara modern mempunyai hak dan kewajiban, dan kekuasaan yang dimiliki beserta alat perlengkapannya semua itu diatur oleh hukum nasional yang dinamakan Hukum Tata Negara sehingga dengan demikian organisasi internasional sama halnya dengan alat perlengkapan negara modern yang diatur oleh hukum konstitusi internasional).

Schermers juga memberikan pendapatnya mengenai organisasi internasional sebagai berikut :

51

J.Pareira Mandalangi Opcit hal 4 52

Starke dari Syahmin AK, Pokok-pokok Hukum Organisasi Internasional,1986, Bina Cipta. Bandung hal 3-4

independence with which the organizations perform a governmental role”.53

Sumaryo Suryokusumo, beliaupun tidak menjabarkan definisi organisasi internasional secara terperinci dalam satu kalimat yang secara limitatif. Beberapa penjelasannya dapat dijelaskan sebagai berikut: “Organisasi internasional adalah suatur proses; organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam rangka kerjasama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul. Mengenai ciri organisasi internasional yang permanen untuk melanjutkan fungsinya yang telah ditetapkan. Organisasi itu mempunyai suatu instrument dasar (constituent instrument) yang akan memuat prinsip-prinsip dan tujuan, struktur maupun cara organisasi itu bekerja. Organisasi internasional dibentuk berdasarkan perjanjian. Organisasi itu mengadakan

(Definisi organisasi internasional akan bervariasi tergantung pada apakah suatu organisasi internasional dilihat dari kualifikasi formal atau kekuasaan yang sesungguhnya untuk menyelenggarakan fungsi yang berdiri sendiri, dan dalam hal terakhir berapa banyak kemandirian tersebut diperlukan. Biasanya definisi dari organisasi internasional adalah didasarkan pada persyaratan formal daripada berapa banyaknya independensi dari organisasi tersebut menyelenggarakan tugas pemerintahan).

53

kegiatannya sesuai dengan persetujuan atau rekomendasi serta kerjasama dan bukan semata-mata bahwa kegiatan itu haruslah dipaksakan atau dilaksanakan.“54

Adapun A Leroy Bennet yang menyatakan organisasi internasional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut55

a. a permanent organization to carry on a continuing set of functions (organisasi tetap untuk melaksanakan fungsi yang berkelanjutan);

:

b. voluntary membership of eligible parties (keanggotaan yang bersifat sukarela dari peserta yang memenuhi syarat);

c. basic instrument stating goals, structure and methods of operation (instrument dasar yang menyatakan tujuan, struktur dan metode operasional);

d. a broadly representative consultative conference organ (badan pertemuan perwakilan konsultatif yang luas);

e. permanent secretariat to carry on continous administrative, research and formation functions (sekretariat tetap untuk melanjutkan fungsi administrasi, penelitian dan informasi secara berkelanjutan).

Maka organisasi internasional, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai “Any cooperative arrangement instituted among states, usually by a basic agreement, to 54

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional,1990.UIPress.Jakarta hal 10 55

perform some mutually advantageous functions implemented through periodic meetings and staff activities.56

Awal mula kemunculan organisasi internasional adalah merupakan wujud dari manifestasi kerjasama internasional yang mulai berkembang sejak akhir abad ke-19 dan memasuki awal abad ke-20 seiring dengan makin berkembangnya masyarakat internasional dan hukum internasional.

(Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang dijalankan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala).

57

Misalnya negara-negara Eropa pada saat menghadapi kekuasaan Napoleon mendirikan Holly Alliance atas inisiatif Czar Alexander I, pada tanggal 26 September 1815. Holly Alliance didirikan oleh Austria, Prusia, dan Rusia yang bertujuan untuk tetap mempertahankan kekuasaan absolut dari Raja sebagai reaksi terhadap adanya tekanan akibat adanya revolusi Prancis di mana kedaulatan ada di tangan rakyat bukan di tangan Raja.58

Organisasi-organisasi internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat antarbangsa untuk adanya wadah serta alat untuk melaksanakan kerjasama internasional. Sarana untuk mengkoordinasikan

56

Daniel S Cheever dan H. Field Haviland Jr, Organizing For Peace : International

Organization in World Affairs, 1967.Houghton Mifflin Co.Newyork hal 6

57

Hasnil Basri Siregar, Perkembangan Hukum Organisasi

Internasional,1998.KSHM(Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas

Hukum)USU.Medan hal 6 58

kerjasama antarnegara dan antarbangsa kearah pencapaian tujuan yang sama dan yang perlu diusahakan secara bersama-sama.59 Organisasi internasional yang mulai berkembang baik dalam jumlah, jenis dan aktifitasnya itu, juga memberikan sumbangan yang khusus pada perkembangan hukum internasional secara umum. Organisasi internasional itu sudah mampu menunjukkan kemandiriannya maka dalam pergaulan internasional telah pula menjadi subjek hukum internasional.60

Organisasi internasional kemudian dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor tertentu dengan maksud untuk mengetahui fungsi dan tujuan serta ruang lingkup aktifitas lembaga tersebut.61

Menurut Schwarzenberger62

1. Lamanya diharapkan, ad hoc, provisional dan lembaga yang permanen. menyatakan bahwa berdasarkan fungsinya, organisasi internasional dibagi dalam lima klasifikasi, yaitu sesuai dengan :

2. Sifat kekuasaannya : judicial, conciliatory, governmental, administrative, co-operative dan lembaga legislative. Jika lembaga memberikan bantuan secara menyeluruh atau sebagaian dari kekuasaannya, maka lembaga tersebut adalah comprehensive, sebaliknya apabila tidak disebut non-comprehensive.

3. Sifat homogen atau heterogen sasarannya, yakni lembaga yang memiliki satu atau beberapa maksud dan tujuan sejalan dengan sifat sesungguhnya,

59

Teuku May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, 1998.Refika

Aditama.Bandung hal 4 60

Hasnil Basri Siregar Opcit hal 8 61

Ibid hal 91 62

juga tujuannya adalah politis dan fungsional yang disebutkan dalam ekonomi, sosial serta kemanusiaan dan kelembagaan.

4. Bidang yurisdiksinya :

a. Personal Scope (ratione personae) menyangkut universal, universalist dan sektoral. Terhadap lembaga yang bertujuan hidup bersama-sama, tetapi tidak cukup dengan universalist. Sedangkan apabila negara-negara anggota termasuk diuji kebenaran lembaga-lembaga terbatas tersebut saling berlawanan jajarannya, maka mereka adalah sectional group.

b. Geographical scope (ratione loci) berupa : global, regional, dan lokal. c. Substantive scope (ratione materiae), berbentuk general dan limited. d. Temporal scope (ratione tempors), dimana yurisdiksi lembaga

pengadilan internasional fungsinya terbatas pada perselisihan yang timbul setelah diadakan perjanjian tertentu.

5. Tingkat integrasi : yang meliputi lembaga internasional dan lembaga supranasional.

Klasifikasi organisasi internasional berikutmya akan dibedakan menurut prinsip-prinsip keanggotaannya yang akan dianutnya, seperti : 63

a. Prinsip universitalitas (universality) yang dianut oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk badan-badan khususnya dimana keangotaannya tidak membedakan besar kecilnya negara, walaupun untuk menjadi 63

Prof Dr. Sumaryo Suryokusuma, Studi Kasus Hukum Organisasi

anggota dari organisasi jenis ini masih mempunyai syarat-syarat tertentu. Seperti apa yang termuat dalam pasal 4 Piagam PBB bahwa keanggotaan PBB terbuka untuk semua negara yang cinta damai yang menerima kewajiban-kewajiban internasional dan ditetapkan oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan.

b. Prinsip kedekatan wilayah (geographic proximity) yang anggotanya hanya dibatasi pada negara-negara yang berada di wilayah tertentu saja seperti ASEAN yang dapat meliputi tidak hanya 6 negara tetapi juga termasuk 4 negara lainnya seperti Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar. Negara diluar kawasan tersebut tidak dapat menjadi anggota.

c. Prinsip selektivitas (selectivity) yang melihat dari segi kebudayaan, agama, etnis, pengalaman sejarah seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI).

2. Organisasi Internasional sebagai Subjek Hukum Internasional

Sebelum memahami organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional maka perlu diketahui bahwa terdapat 6 (enam) subjek hukum internasional sebagai berikut, yaitu :

1. Negara atau negara-negara; 2. Tahta suci (Vatican);

3. Organisasi-organisasi Internasional; 4. Palang Merah Internasional (ICRC);

6. Individu (perorangan) dan kelempok tertentu.64

Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum internasional adalah sebagai tatanan hukum yang mengatur hubungan antara masyarakat internasional. Dalam hal ini organisasi internasional juga merupakan salah satu anggota dari masyarakat internasional. Status organisasi internasional di dalam hukum internasional adalah65

a. Sebagai subjek hukum internasional. :

b. Membantu pembentukan hukum internasional.

c. Sebagai forum untuk membicarakan, mencari jalan yang dihadapi anggotanya.

d. Sebagai alat untuk memaksakan agar kaidah hukum internasional ditaati.

Dasar hukum bahwa organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional terdapat pada Pasal 104 Piagam PBB yaitu, “ Organisasi ini dalam wilayah anggota-anggotanya masing-masing akan memperoleh kedudukan hukum yang sah apabila diperlukan untuk pelaksanaan fungsi dan perwujudan tujuan-tujuannya”.

Pada umumnya, para ahli hukum organisasi internasional menggunakan istilah “international person” untuk organisasi internasional dan “subject of

64

Teuku May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional,1998.Refika Aditama.Bandung hal 20

65

Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional.2004.UIPress.Jakarta hal 7

international law” untuk negara dan entitas lainnya secara kolektif atau sebaliknya.66

Sebagai subjek hukum internasional, maka organisasi internasional memegang hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Hak dan kewajiban itu adalah kemampuan untuk mengadakan hubungan-hubungan hukum dengan sesama pemegang hak dan kewajiban hukum. Hak dan kewajiban organisasi internasional tersebut adalah benar-benar hak dan kewajiban organisasi internasional dan bukan hak dan kewajiban negara-negara yang menjadi anggota organisasi internasional tersebut secara individual.67

Tidak semua organisasi internasional diakui sebagai subjek hukum internasional. Agar diakui statusnya di dalam hukum internasional, organisasi internasional harus memenuhi 3 (tiga) syarat68

Adanya persetujuan internasional seperti instrument pokok itu akan membuat prinsip-prinsip dan tujuan, struktur maupun cara organisasi itu bekerja. Dalam beberapa hal organisasi internasional juga dapat bertindak sebagai badan pembuat hukum (treaty-making power) yang menciptakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam berbagai instrument hukum. Persetujuan internasional tersebut memerlukan ratifikasi atau aksesi dari negara anggotanya menurut proses konstitusional masing-masing. Namun di dalam Piagam PBB yang juga sebagai

:

66

Ade Maman Suherman,S.H,MS.c, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional

dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi,2003.Ghalia Indonesia.Jakarta hal 71

67

Teuku May Rudy, Opcit hal 9 68

Prof Dr Sumaryo Suryokusuma, Studi Kasus Hukum Organisasi

instrument pokok membuat ketentuan mengenai ratifikasi dalam Bab XIX Pasal 110-111 yang menyatakan negara yang telah meratifikasi instrument pokok akan menjadi anggota PBB. Berbeda dengan Prof. Schermer yang menyatakan bahwa persetujuan antara negara dapat dinyatakan dengan cara-cara lain. Wakil-wakil negara tersebut dapat memutuskan untuk membentuk organisasi internasional publik tanpa menggunakan bentuk sebuah perjanjian, tanpa ketentuan yang umum seperti ratifikasi lebih lanjut yang harus dilakukan oleh setiap negara.69

Mengenai kedudukan instrumen pokok dari suatu organisasi internasional, terdapat pendapat yang menyatakan bahwa suatu organisasi internasional akan tetap mendapatkan kapasitasnya untuk diakui sebagai subjek hukum meskipun tidak tertulis di dalam instrument pokok dari organisasi internasional yang di maksud. Seperti yang diungkapkan oleh Sumaryo Suryokusumo bahwa “walaupun kepribadian hukum suatu organisasi internasional tidak dicantumkan

Sebagai syarat kedua, organisasi internasional haruslah mempunyai paling tidak satu badan. Tugas-tugas organisasi internasional tersebut tidaklah dapat dilimpahkan kepada badan nasional suatu negara anggota, karena jika ada sesuatu persetujuan yang dicapai oleh suatu badan nasional tidak dapat melimpahkan kepada organisasi internasional. Suatu organisasi internasional hanya bertindak melalui salah satu badan-badannya yang dibentuk. Namun organisasi internasional tetap sebagai kesatuan hukum, karena badan-badan tersebut biasanya tidak mempunyai personalitas hukum. Ketiga, organisasi internasional tersebut haruslah dibentuk di bawah hukum internasional.

69

dalam instrument pokoknya sebagai subjek hukum internasional, organisasi tersebut tidak perlu akan kehilangan kepribadian hukum karena organisasi internasional itu akan mempunyai kapasitas untuk melaksanakan suatu prestasi hukum sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip hukum internasional.”70

Sebagai subjek dari hukum internasional, maka sudah seharuslah organisasi internasional mempunyai kepribadian hukum untuk menjalankan hak dan kewajibannya di dunia internasional. Kepribadian hukum atau legal personality yang dimiliki organisasi internasional berawal dari kapasitas untuk me`ngajukan claim yang timbul dari pelanggaran hukum internasional, untuk memutuskan sebuah perjanjian internasional yang sah, untuk menikmati hak imunitas, dan untuk privilege dari jurisdiksi nasional.71 Organisasi internasional harus mempunyai kemampuan melaksanakan fungsinya atas nama semua negara anggotanya. Tindakan yang dilakukan tersebut merupakan hak yang dijamin oleh hukum internasional.72

Beberapa pendapat ahli berikut di dalam buku Sumaryo

73

70

Ibid hal 112 71

Ade Maman Suherman,S.H,M.Sc, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi

Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi,2003.Ghalia Indonesia.Jakarta hal 22

72

Sumaryo Suryokusuma , Opcit

73

Ibid

menjabarkan esensi legal personality dari organisasi internasional di dalam menjalankan fungsinya di dalam hukum internasioal.

Menurut Maryan Green “ the endowment of international organization with legal personality in public international law is therefore a sine qua non of achieving the object for which the organization was set up”.

(Penganugerahan terhadap sebuah organisasi internasional dengan kepribadian hukum dalam hukum internasional publik tidak lain adalah mutlak demi pencapaian pokok dari tujuan organisasi tersebut dibentuk.)

Selanjutnya Schemers juga memberikan pendapatnya bahwa,

“the acceptance of international organization as international persons is important mainly for doctrinal purposes.it confirms that organizations and States belong to the same category of legal persons acting under international law. It confirms the capacity of international organizations to performs administrative acts in the international field.”

(Penerimaan organisasi internasional sebagai pribadi internasional adalah penting terutama untuk tujuan doktrinal. Doktrin tersebut menegaskan bahwa organisasi dan negara termasuk kategori yang sama dari pribadi hukum yang bertindak di bawah hukum internasional. Doktrin itu juga menegaskan kapasitas dari organisasi internasional untuk melakukan tindakan-tindakan administrasi dalam urusan internasional.)

Hal yang sama dikatakan oleh I Wayan Parthiana bahwa : “ dengan mempunyai kepribadian internasional, maka organisasi internasional dengan itu mampu mengadakan hubungan hukum baik dengan negara-negara maupun

Dokumen terkait