KALIMANTAN TENGAH
5. Penutup penganut agama Kaharingan dianggap Kebudayaan Dayak di Sampit, sebagai upaya pembersihan
masing-Kotawaringin Timur, apabila dipahami masing daerah atau wilayah yang d a r i d i m e n s i d i a k r o n i s a d a l a h mengadakan upacara itu dari gangguan merupakan wadah dari semua hal yang makhluk-makhluk halus yang jahat telah dibangun selama berabad-abad: menandakan hapusnya seluruh dendam
ingatan, lambang-lambang, pranata- kesumat dari warga masyarakat
pranata, bahasa, karya seni, semua hal Kotawaringin Timur.
yang membuat warga masyarakat Dayak D a l a m k o n s t r u k s i b u d a y a
di Kotawaringin Timur terikat satu masyarakat Dayak, resolusi konflik dengan lainnya. Dalam konteks kultural dapat diselesaikan secara damai melalui masyarakat Dayak di Sampit, terdapat mekanisme hukum adat. Warga
simbol, kepercayaan dan ungkapan- masyarakat keturunan etnis Madura
ungkapan yang digunakan untuk diharapkan dapat menghormati belom
memahami dan mengungkapkan bahadat sehingga dapat diterima sebagai
permasalahan yang berkaitan dengan bagian integral dari masyarakat konflik. Aspek nilai-nilai budaya dan Kotawaringin Timur yang mejemuk tradisi masyarakat yang terangkum namun tetap menjunjung tinggi
nilai-dalam filosofi budaya huma betang dan nilai budaya masyarakat Dayak. Perda
belom bahadat yang tidak dihormati oleh Kabupaten Kotawaringin Timur Nomor warga pendatang dianggap sebagai akar 5 Tahun 2004 Tentang Penanganan permasalahan dari konflik tersebut. Penduduk Dampak Konflik Etnik P e m e r i n t a h D a e r a h d a n D P R D mengatur permasalahan ini secara jelas Kotawaringin Timur sepenuhnya dan mendetail. Perda ini bersifat mengakomodasi wacana pemikiran ini diskrimatif karena tidak semua orang
dan memasukkan filosofi budaya huma Madura diperkenankan pulang ke
betang dan belom bahadat sebagai Kotawaringin Timur, tokoh masyarakat substansi penting dalam Peraturan Madura yang duduk sebagai pengurus
Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur dalam organisasi IKAMA (Ikatan
N o m o r 5 Ta h u n 2 0 0 4 Te n t a n g Keluarga Madura) dilarang pulang
Penanganan Penduduk Dampak Konflik kembali dan tinggal permanen di
Etnik. Kotawaringin Timur karena dianggap
Entitas budaya 'asli' masyarakat s e b a g a i p r o v o k a t o r d a n Dayak khususnya upacara-upacara yang bertanggungjawab terhadap munculnya terkait dengan agama Kaharingan konflik berdarah di daerah ini. Dalam memberikan mekanisme penyelesaian Pasal 7 ayat 2b Perda No. 5 tahun 2004 konflik seperti pendirian Tiang Pantar disebutkan bahwa orang Madura yang
ISSN 1907 - 9605
dapat diterima kembali di Kotawaringin s e b a g a i a c u a n r e s o l u s i k o n f l i k Timur harus memenuhi salah satu merupakan terobosan yang relatif kriteria, ”Tidak terlibat langsung pada berhasil karena setelah Perda tersebut peristiwa konflik dan tidak terdaftar ditetapkan tercatat sekitar 80% dari
dalam pengurus IKAMA”. Semua orang seluruh populasi warga keturunan
Madura yang menjabat sebagai pengurus Madura yang mengungsi keluar daerah IKAMA merupakan orang kaya dan telah pulang kembali dan diterima lapisan elit komunitas Madura di Sampit dengan damai di kampung halamannya
seperti anggota DPRD, pemilik hotel dan di Sampit dan wilayah Kabupaten
pemilik beberapa stasiun pompa bensin. Kotawaringin Timur. Keberhasilan Dengan demikian konflik Sampit itu resolusi konflik di Kotawaringin Timur telah 'memangkas' lapisan elit dari n a m p a k s a n g a t j e l a s a p a b i l a kelompok etnis Madura. Para pengungsi dibandingkan dengan kasus konflik Madura yang bisa pulang kembali ke Sambas, semenjak tahun 1999 sampai Sampit atau Kotawaringin Timur pada saat ini lebih dari seratus ribu orang umumnya hanya warga masyarakat biasa Madura terusir dari Kabupaten Sambas, yang miskin seperti petani, tukang becak Kalimantan Barat, dan tidak pernah bisa dan pedagang kecil. Meskipun bersifat kembali lagi ke Sambas.
diskriminatif, Perda No. 5 Tahun 2004
Daftar Bacaan
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak, 2003, Laporan Kegiatan Temu
Budaya di Kalimantan Tengah. Pontianak: Proyek P2ST Kalimantan Barat .
Banwell, Anne Mason, 2001, Konflik Antarsuku Bangsa di Kalimantan Tengah.
Depok: Tugas Akhir Penulisan Karya Ilmiah Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Chalmers, Ian, 2006, “The Dynamics of Conversion: the Islamisation of Dayak peoples of Central Kalimantan”, makalah yang dipresentasikan dalam
th
The 16 Biennial Conference of the Asian Studies Association of Australia (ASAA) di Wollongong, 26-29 Juni.
Gerry van Klinken, 2005, “Pelaku baru, identitas baru: Kekerasan antar suku pada masa pasca Soeharto di Indonesia”, dalam Dewi Fortuna Anwar; Helene
Bouvier; Glenn Smith; Roger Tol (Editor), Konflik Kekerasan Internal:
Tinjauan Sejarah, Ekonomi-Politik, dan Kebijakan di Asia Fasifik.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia; LIPI; LASEMA_CNRS; KITLV-Jakarta, halaman 91-116.
---, 2007, Perang Kota Kecil: Kekerasan Komunal dan Demokratisasi di
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Marjanto, Damardjati Kun, 1999, Eksistensi Agama Kaharingan di Kotawaringin
Timur. Jakarta: Puslitbang Kebudayaan, Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (laporan penelitian tidak diterbitkan).
Mashad, Dhurorudin, dkk, 2005, Konflik Antarelit Politik Lokal Dalam Pemilihan Kepala Daerah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Pusat Penelitian Politik LIPI.
Meyer, Thomas, 2004, Politik Identitas: Tantangan Terhadap Fundamentalisme
Moderen. Jakarta: Friedrich-Eben-Stiftung dan Pemuda Muhammadiyah.
Petebang, Edi, 2001, “Masyarakat Dayak telah Dituduh dan Dilukai! Peringatan para Uskup Kalimantan yang disampaikan kepada Presiden Gusdur”,
Kalimantan Review No.68/Th.X/10 April-10 Mei.
Purwana, Bambang H. Suta, 2008, Konflik dan Resolusi Konflik Dalam Perspektif
Budaya Masyarakat Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Jakarta: Puslitbang Kebudayaan, Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (laporan penelitian tidak diterbitkan).
Tim Lab-Socio UI, 2004, “Etnik Konflik dan Perdamaian di Kalimantan Tengah”
dalam Ringkasan Laporan Daerah dari Lab-Socio UI, Seminar
Nasional Perdamaian dan Pembangunan di Indonesia.
Diselenggarakan oleh Bappenas dan UNDP di Jakarta 30 November 2 Desember.
Usop, K.M.A., 2001, “Membangun Masa Depan Yang Berpengharapan di Kalimantan Tengah: Pengembangan Nilai-nilai Sosial Budaya “,
makalah yang dipresentasikan dalam Kongres Rakyat Kalimantan
Tengah Tahun 2001. Palangkaraya: Panitia Penyelenggara Kongres Rakyat Kalimantan Tengah 4-7 Juni.
Weber, M, 1971, “Major Features of World Religions”, Roland Robertson (editor),
Sociology of Relegion: Selected Readings. Middlesex, England: Penguin Books.
Mass Media
“Kongres Dayak Kalteng Ricuh. Makalah Selo Soemardjan Dicibir”, Banjarmasin
Post 6 Juni 2001.