• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh langkah-langkah dalam pembahasan dan analisis data dari hasil penelitian, keterbatasan dalam penelitian dan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian ini dan penelitian selanjutnya.

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Anggaran Daerah Sektor Publik

Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber- sumber kekayaan daerah.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting karena di dalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Tujuan utama proses perumusan anggaran adalah menterjemahkan perencanaan ekonomi pemerintah, yang terdiri dari perencanaan input dan output dalam satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran harus dapat menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik. Proses pembuatan satu tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah penganggaran.

Penganggaran mempunyai tiga tahapan, yaitu (1) perumusan proposal anggaran, (2) pengesahan proposal anggaran, (3)

pengimplementasian anggaran yang telah ditetapkan sebagai produk hukum (Samuels, 2000). Von Hagen (2002) dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa penganggaran dibagi ke dalam empat tahapan, yaitu executive planning, legislative approval, executive implementation, and ex post accountability. Pada tahapan executive planning dan legislative approval

terjadi interaksi antara eksekutif dengan legislatif dimana politik anggaran paling mendominasi, sementara pada tahapan executive implementation dan

ex post accountability hanya melibatkan birokrasi sebagai agent.

Menurut Mardiasmo (2004), anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Anggaran operasional

Anggaran operasional merupakan anggaran yang digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran yang termasuk anggaran operasional antara lain belanja umum, belanja operasi dan belanja pemeliharaan.

2. Anggaran modal

Anggaran modal merupakan anggaran yang menunjukkan anggaran jangka panjang dan pembelajaran atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan biaya pemeliharaan.

B. Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia

Perubahan paradigma baru dalam pengelolaan dan penganggaran daerah merupakan akibat dari penerapan otonomi daerah di Indonesia. Penganggaran kinerja (performance budgeting) merupakan konsep dalam penganggaran yang menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian sumberdaya dengan pencapaian hasil yang dapat diukur.

Proses penyusunan APBD dimulai dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), selanjutnya RPJMD dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode 1 tahun. Berdasarkan RKPD tersebut, Pemerintah Daerah menyusun Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang dijadikan dasar dalam penyusunan APBD. Kemudian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menerima penyerahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang sebelumnya disusun oleh Pemda untuk disetujui. Setelah Pemda menyetujui PPAS, selanjutnya disusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang kemudian disahkan menjadi APBD.

Mardiasmo (2002) proses penyusunan anggaran mempunyai empat tujuan yaitu:

1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah.

2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik dalam proses pemrioritasan.

3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja. 4. Meningkatkan transparansi dan tanggung jawab pemerintah kepada

DPR/DPRD dan masyarakat luas.

C. Teori Keagenan

Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara prinsipal sebagai pihak pertama dengan agen sebagai pihak lainnya yang terikat kontrak perjanjian. Pihak prinsipal merupakan pihak yang bertugas membuat suatu kontrak, mengawasi, dan memberikan perintah atas kontrak tersebut. Sedangkan pihak agen bertugas menerima dan menjalankan kontrak yang sesuai dengan keinginan pihak prinsipal.

1. Hubungan Keagenan antara Eksekutif dan Legislatif

Dalam hubungan keagenan antara eksekutif dan legislatif, eksekutif (Pemda) bertindak sebagai agen dan legislatif (DPRD) bertindak sebagai prinsipal. Pemda menyusun anggaran daerah dalam bentuk RAPBD yang selanjutnya diserahkan kepada DPRD untuk diperiksa. Jika RAPBD telah sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), maka pihak legislatif (DPRD) akan melakukan pengesahan RAPBD menjadi APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah oleh pihak legislatif (DPRD) dijadikan alat kontrol untuk mengawasi kinerja pihak eksekutif (Pemda).

2. Hubungan Keagenan antara Legislatif dan Publik

Dalam hubungan antara legislatif dan publik, legislatif (DPRD) bertindak sebagai agen dan publik bertindak sebagai prinsipal. Menurut Von Hagen (2003) bahwa hubungan yang terjadi antara publik dan legislatif pada dasarnya menunjukkan bagaimana publik memilih politisi untuk membuat keputusan-keputusan tentang belanja publik dan memberikan dana dengan membayar pajak. Kemudian legislatif terlibat dalam pembuatan keputusan atas pengalokasian belanja dalam anggaran, maka DPRD diharapkan mewakili kepentingan publik. Jadi walaupun legislatif menjadi pihak prinsipal, disisi lain dapat bertindak senagai agen dalam hubungannya dengan publik. Sehingga legislatif menempatkan dirinya sebagai pihak yang menerima tugas dari publik, dan melakukan pendelegasian kepada eksekutif untuk menjalankan penganggaran.

3. Hubungan Keagenan dalam Penyusunan Anggaran Daerah di Indonesia Penyusunan APBD yang dibuat antara eksekutif dan legislatif berpedoman pada Kebijakan Umum APBD dan Plafon Anggaran. Pihak eksekutif membuat rancangan APBD yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Perda. Dalam perspektif keagenan, APBD merupakan bentuk kontrak yang dijadikan alat oleh legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif (Darwanto, 2007).

D. Belanja Modal Dalam Anggaran Daerah

Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan jaminan sosial dengan mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang- undangan (UU 32/2004). Kewajiban daerah tersebut tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja modal dengan membeli melalui proses lelang atau tender.

Aset tetap yang dimiliki pemerintah daerah sebagai akibat adanya belanja modal merupakan syarat utama dalam memberikan pelayanan publik. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam

bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial.

Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa (service quality management), yakni upaya meminimasi kesenjangan (gap) antara tingkat layanan dengan harapan konsumen (Bastian, 2006). Dengan demikian, Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik.

Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama: 1. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan

manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam criteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian

barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

E. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai barang dan jasa (komoditas) yang diproduksi pada suatu wilayah domestik/regional tanpa memperhatikan pemilikan faktor-faktor produksinya. Nilai PDRB atas harga pasar dapat diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah domestik/regional. Nilai tambah adalah produksi (output) dikurangi biaya antara, perhitungan nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto.

Penyajian angka-angka dalam PDRB dibedakan menjadi dua, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga berlaku tahun berjalan setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Menurut Arsyad (1999) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan output atau nilai tambah seluruh produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari beberapa sektor ekonomi yaitu : Pertanian, Pertambangan dan penggalian, Industri pengolahan, Listrik, gas dan air, Bangunan / konstruksi, Perdagangan, restoran dan hotel, Pengangkutan dan telekomunikasi, Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta Jasa-jasa.

Dari pengertian tersebut diatas maka PDRB identik dengan pendapatan, yaitu pendapatan suatu rumah tangga negara atau dalam hal ini adalah daerah. Data PDRB tersebut menggambarkan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya. PDRB juga digunakan sebagai indikator untuk mengukur besarnya laju pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan

output perkapita diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono, 1985).

Sesuai dengan konsep ekonomi makro, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut penggunaan terbagi menjadi empat kelompok pengeluaran utama, yaitu pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga, pengeluaran untuk kegiatan investasi, pengeluaran atau belanja sektor pemerintah dan ekspor netto (ekspor dikurangi impor). Untuk lebih jelasnya, PDRB dapat dilihat dari tiga pendekatan sebagai berikut :

1. Segi Produksi 2. Segi Pendapatan 3. Segi Pengeluaran

F. Pendapatan Asli Daerah

Menurut UU 33/2004, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber pendapatan daerah asli yang bersumber dari daerah tersebut yang kemudian digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah. Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan :

1. Pajak Daerah

Sesuai UU 28/2009 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari :

a. Pajak hotel b. Pajak restoran c. Pajak hiburan d. Pajak reklame

e. Pajak penerangan jalan

f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C g. Pajak parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang bersumber dari retribusi. Sesuai dengan UU 28/2009 jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 30 objek yang dikelompokkan kedalam tiga golongan retribusi, yaitu : retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup :

a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.

b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN.

c. Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

4. Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut :

a. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan b. Jasa giro

c. Pendapatan bunga

d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah

e. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.

f. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. h. Pendapatan denda pajak.

i. Pendapatan denda retribusi. j. Pendapatan eksekusi atas jaminan. k. Pendapatan dari pengembalian l. Fasilitas sosial dann umum.

m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. n. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pembiayaan untuk anggaran belanja modal. PAD didapatkan dari iuran langsung dari masyarakat, seperti pajak, restribusi, dan lain sebagainya. Tanggung jawab agen (pemerintah daerah) kepada prinsipal (masyarakat) adalah memberikan pelayanan publik (public service) yang baik kepada masyarakat melalui anggaran belanja modal, karena masyarakat telah memberikan sebagian uangnya kepada pemerintah daerah. Bentuk pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai di daerahnya. Pengadaan infrastruktur atau sarana prasana tersebut dibiayai dari alokasi anggaran belanja modal dalam APBD tiap tahunnya. Dengan demian, ada hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pengalokasian belanja modal.

G. Dana Alokasi Umum

Dalam pengaturan keuangan menurut UU 32/2004 dana perimbangan adalah provorsi berupa transfer antar pemerintah dari pusat ke kabupaten dan kota, yang disebut dengan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU 33/2004). Hal ini berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dan merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pusat kepada daerah. Transfer dari pusat ini cukup signifikan sehingga pemerintah daerah dengan leluasa dapat menggunakannya untuk memberi pelayanan publik yang lebih baik atau untuk keperluan lain.

Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik.

H. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan kegiatan daerah dan merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional (UU 33/2004). Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat. Program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun anggaran bersangkutan. Daerah tertentu adalah daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK, berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

Kebijakan Dana Alokasi Khusus secara spesifik (www.depkeu.djpk.go.id) :

a. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah;

b. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir danpulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata;

c. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur;

d. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur;

e. Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur;

f. Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan;

g. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD;

h. Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.

Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi pengalokasian anggaran belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.

I. Review Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Ringkasan penelitian terdahulu

Peneliti (Tahun) Variabel Penelitian Hasil Penelitian Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) Variabel dependen : belanja modal Variabel independen : pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU

PAD dan DAU berpengaruh positif terhadap belanja modal. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap belanja modal.

Yohanes Avun (2007) Variabel dependen : Belanja Pembangunan Variabel independen PDRB

Pengeluaran Belanja Pembangunan sektor pertanian, sektor

pertambangan, sektor perdagangan secara bersama-sama mempunyai pengaruh dan hubungan yang positif terhadap penerimaan PDRB

Anggiat Situngkir (2009) Variabel dependen : belanja modal Variabel independen : pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU, DAK

Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Modal. Sedangkan PAD, DAU, dan DAK berpengaruh signifikan positif terhadap anggaran Belanja Modal.

Sumber: Review dari beberapa artikel.

J. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah mengenai Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Anggaran Belanja Modal. Gambar 2.1 menyajikan kerangka pemikiran untuk pengembangan hipotesis pada penelitian ini.

(+) (+)

(+) (+)

Gambar 2.1. : Kerangka Pikir Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Pendapatan Asli Daerah, Dana Akolasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal

Produk Domestik Regional Bruto (X1)

Pendapatan Asli Daerah (X2)

Belanja Modal (BM) Dana Alokasi Umum (X3)

Setiap pemerintahan kabupaten/kota pasti menginginkan adanya pertumbuhan ekonomi di daerah yang ada di bawah wewenangnya. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi merupakan suatu bukti nyata hasil usaha dari pemerintah daerah dalam upaya memajukan daerahnya, pertumbuhan ekonomi ini diproksikan melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB suatu daerah dapat diciptakan apabila didukung oleh infrastruktur atau sarana prasarana daerah yang baik. Infrastruktur atau sarana prasarana tersebut bisa didapat dari belanja modal yang dianggarkan pemerintah daerah setiap tahunnya. Bila PDRB suatu daerah baik maka berpengaruh pula pada alokasi belanja modal pemerintah daerah tersebut, semakin baik PDRB daerah tersebut maka semakin menuntut pemerintahan daerah untuk mengalokasikan belanja modalnya semakin banyak lagi.

Kemampuan daerah dalam merealisasikan potensi ekonomi daerah

Dokumen terkait