• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.5Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pemanfaatan teknologi dari proses desalinasi yang berbasis pompa kalor

dengan menggunakan humidifikasi dan dehumidifikasi.

2. Mengetahui pengaruh temperatur preheating feed water (air laut) terhadap unjuk kerja

unit desalinasi berbasis pompa kalor dan produktivitas air tawar.

Hasil penelitian yang didapat diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Mampu memberikan pengetahuan baru tentang proses desalinasi yang berbasis pompa

kalor.

2. Dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari sebagai alat alternatif untuk

menghasilkan air tawar dari air laut

3. Mampu mengatasi kekurangan air tawar yang terjadi di beberapa daerah di dunia ini

khususnya bagi bangsa Indonesia.

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Dasar Teori, berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan pengujian alat desalinasi

berbasis pompa kalor dengan menggunakan proses humidifikasi dan dehumidifikasi,

metode desalinasi, pompa kalor, dan proses desalinasi dengan humidifier dan

dehumidifier.

BAB III : Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat dan

pelaksanaan penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data.

BAB IV : Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data hasil pengujian

serta analisa hasil dari perhitungan.

BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.

 

commit to user

6 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Dai Y.J dan Zhang H.F (2000) melakukan penelitian mengenai solar desalination dengan humidifier dan dehumidifier. Humidifier yang digunakan memiliki panjang 0,6 m dan keseluruhan unit memiliki dimensi 1 m x 1 m x 1,5 m. Sirkulasi udara dalam sistem dilakukan secara paksa (forced) oleh sebuah fan yang dihubungkan ke pengukur putaran (rotation meter) untuk mengetahui kecepatan putar fan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan putar fan maka laju aliran udara juga semakin besar. Temperatur air laut yang masuk semakin tinggi maka efisiensi termal dan produktivitas air tawar juga semakin tinggi. Efisiensi termal pada sistem ini sekitar 0,85.

Yuan Guofeng, dkk (2005) melakukan penelitian mengenai sebuah unit desalinasi dan pengkondisian udara (air conditioning) yang menyatu. Dari alat yang digunakan terdiri dari 2 kondensor, 2 blower, humidifier, cross valve, evaporator, kompresor, sprayer, dan penukar kalor (heat exchanger). Penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh laju aliran air laut dan temperatur air laut yang masuk ke sistem. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi laju aliran air laut yang masuk ke sistem maka produksi air tawar juga semakin tinggi sampai mencapai titik puncak dan kemudian berangsur konstan. Semakin tinggi temperatur air laut yang masuk ke sistem juga meningkatkan produksi air tawar dan temperatur ini memiliki pengaruh yang besar terhadap produksi air tawar. Ketika digunakan sebagai pengkondisian udara, sistem ini mampu mencapai temperatur yang keluar evaporator dapat diatur dari 100C sampai 280C di musim panas.

Orfi J, dkk (2007) melakukan penelitian mengenai sistem desalinasi menggunakan humidifikasi dan dehumidifikasi udara dengan memanfaatkan energi surya. Dalam penelitian yang dilakukan, sistem terdiri dari 2 solar collector dimana solar collector pertama digunakan untuk memanaskan air (solar water collector) dan solar collector kedua digunakan untuk memanaskan udara (solar air collector), sebuah evaporator dan sebuah kondensor. Dalam penelitian ini juga

commit to user

7   

menggunakan pemanas air elektrik di samping solar water collector dan evaporator yang digunakan dipasang secara horizontal. Untuk meningkatkan produktivitas digunakan kalor laten dari kondensor untuk pemanasan awal (preheat) air laut yang akan masuk ke sistem. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa peningkatan efisiensi secara keseluruhan dari sistem tergantung pada efisiensi setiap bagian/komponen (solar water and air heater, evaporator, dan condenser).

Gao Penghui, dkk (2008) meneliti tentang unjuk kerja unit desalinasi berbasis pompa kalor dengan humidifikasi dan dehumidifikasi. Pada sistem ini, udara dipanaskan melalui kolektor surya (solar collector) dan kemudian dilembabkan (humid) di honeycomb (alveolate humidifier) melalui blower. Udara lembab kemudian didinginkan ketika melewati pre-kondensor (pre-condensor) dan dilanjutkan didinginkan melalui evaporator (evaporative condenser) dan air tawar akan didapat. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa laju aliran massa air laut dan temperatur air laut yang masuk ke sistem mempunyai pengaruh yang besar dalam memproduksi air tawar.

Amer E.H, dkk (2009) meneliti secara teoritis dan eksperimen unit desalinasi dengan humidifikasi dan dehumidifikasi. Sistem ini didasarkan pada siklus terbuka untuk air dan siklus tertutup untuk aliran udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas dari sistem meningkat seiring dengan kenaikan temperatur air laut yang masuk ke humidifier.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Desalinasi (Desalination)

Desalinasi adalah proses menghilangkan kadar garam berlebih sampai pada level tertentu untuk mendapatkan air yang dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup melalui suatu metode. Hasil sampingan dari proses desalinasi adalah brine. Brine adalah larutan garam dengan konsentrasi yang tinggi (lebih dari 35.000 mg/l garam terlarut). Proses desalinasi air laut dapat dilakukan melalui 2 metode yaitu metode pemisahan secara termal dan membran.

commit to user

8   

2.2.1.1. Metode Pemisahan Termal

Metode pemisahan termal yaitu dengan penguapan (evaporation) yang diikuti dengan pengembunan (condensation). Pada proses penguapan terdiri atas Multistage Flash Desalination (MSF), Multiple Effect Evaporation (MEE), Single Effect Vapour Compression (SEE), Humidification – Dehumidification (HDH), dan Solar still.

Pada Single Effect Vapour Compression (SEE) termasuk diantaranya : Mechanical Vapour Compression (MVC), Thermal Vapour Compression (TVC),

Absorption Vapour Compression (ABVC), Adsorption Vapour Compression

(ADVC), dan Chemical Vapour Compression (CVC).

a. Multistage Flash Desalination

Multistage flash desalination merupakan proses desalinasi air laut dimana air laut dipanaskan sampai mencapai titik didih kemudian didinginkan dengan media air laut itu sendiri. Stage terdiri dari penukar kalor (heat exchanger) dan penampung kondensat. Prinsip kerja dari Multistage Flash Desalination, air laut dipompa melalui penukar kalor di setiap tingkat (stage) sampai ke pemanas

(heater). Pemanas menaikkan temperatur mendekati temperatur maksimumnya

dan dialirkan kembali ke dalam tingkat yang memiliki temperatur dan tekanan yang lebih rendah melalui katup (valve). Air laut yang masuk kembali ke tingkat ini disebut brine. Temperatur brine diatas temperatur didihnya pada tekanan di dalam tingkat dan sebagian fraksi dari brine akan mendidih (flash) menjadi uap. Uap memiliki temperatur lebih panas daripada air laut di penukar kalor yang akan mengembun di pipa-pipa penukar kalor.

commit to user

9   

b. Multiple Effect Evaporation

Multiple Effect Evaporation merupakan peralatan yang dirancang dengan tujuan meningkatkan efisiensi energi dari proses evaporasi yang berlangsung

dengan menggunakan energi panas dari uap (steam) untuk menguapkan air.

Prinsip dasar dari proses ini adalah menggunakan panas yang dilepaskan dari proses kondensasi pada satu efek untuk memberikan panas bagi efek lainnya.

Gambar 2.2 Multiple Effect Evaporation

c. Single Effect Vapour Compression

Single Effect Vapour Compression memiliki komponen utama yaitu evaporator dan kondensor. Prinsip kerjanya air laut dipanaskan (preheat) melalui pipa-pipa kondensor oleh uap panas (steam) dari hasil pengembunan di evaporator yang kemudian dialirkan menuju evaporator. Di evaporator air laut hasil preheat disemprotkan dari atas yang waktu bersamaan uap panas mengalir di evaporator sehingga terjadi proses pengembunan dan terbentuk air tawar dan brine yang di tampung di bagian bawah evaporator.

commit to user

10   

Gambar 2.3 Single effect vapour compression

d. Humidification – Dehumdification (HDH)

Proses desalinasi dengan humidifikasi-dehumidikasi terdapat perbedaan dengan proses yang lain, dimana pada proses humidifikasi-dehumidifikasi air laut dipanaskan pada temperatur dibawah temperatur titik didih dan terdapat perbedaan konsentrasi antara uap air dengan udara. Prinsip kerja proses HDH adalah pemanasan awal air laut (preheat) dari pemanfaatan kalor laten kondensor di samping sumber panas yang lain kemudian dialirkan menuju humidifier. Di humidifier air laut yang panas disemprotkan menjadi kabut yang bersamaan dialirkan udara sehingga terjadi proses humidifikasi dan sebagian uap air tercampur dengan udara. Udara lembab (humid air ) didinginkan dengan media air laut itu sendiri sehingga menghasilkan air hasil pengembunan.

commit to user

11   

Sistem ini sangat cocok diaplikasikan ketika kebutuhan air tawar terpusat pada satu daerah. Beberapa keuntungan dari sistem ini antara lain fleksibilitasnya dalam kapasitas air tawar yang dibutuhkan, instalasinya yang mudah dan sederhana serta dapat dikombinasikan dengan energi panas tingkat rendah (low grade thermal energy) seperti energi surya dan geothermal. Dalam perkembangannya desalinasi dengan humidifikasi dan dehumidifikasi dikombinasikan dengan siklus kompresi uap pada pompa kalor.

Gambar 2.5 Sistem desalinasi dengan humidifikasi dan dehumidifikasi berbasis pompa kalor.

commit to user

12   

Sistem desalinasi dengan humidifikasi dan dehumidifikasi berbasis pompa kalor ditunjukkan gambar 2.5. Proses desalinasi air laut dengan menggunakan proses humidifikasi dan dehumidifikasi berbasis pompa kalor adalah proses pengurangan kandungan garam untuk menghasilkan air tawar yang dikombinasikan dengan pemanfaatan sistem pompa kalor. Teknologi ini dapat digunakan untuk multi fungsi yaitu untuk proses desalinasi dan sebagai pengkondisian udara. Komponen utama terdiri atas sistem pompa kalor (kondensor, evaporator, katup ekspansi, kompresor, motor, dan receiver / dryer), humifidifier, dan pemanas udara.

Prinsip kerja sistem ini adalah pemanasan awal air laut oleh pemanas untuk mempercepat proses pemanasan. Kalor laten dari kondensor digunakan untuk memanaskan udara yang dibantu pemanas udara. Air laut yang panas dialirkan ke humidifier dan disemprotkan di dalam humidifier melalui sprinkler, dimana saat bersamaan mengalir udara melewati humidifier dari kondensor. Udara mengalami peningkatan kelembaban (humidifikasi) akibat kontak dengan air laut yang panas. Sehingga terjadi perpindahan panas dan massa antara udara dengan air laut. Air laut yang keluar dari humidifier disebut brine yang dialirkan kembali ke penampungan air laut untuk dipanaskan kembali. Sebagian uap air yang tercampur dengan udara terbawa menuju evaporator untuk proses pengembunan. Di dalam evaporator yang merupakan bagian dari pompa kalor mengalir refrigeran dengan suhu yang rendah. Air hasil pengembunan jatuh ke bawah yang ditampung oleh wadah dan dialirkan keluar.

Keuntungan dari pemanfaatan teknologi di atas adalah desain yang sederhana, mampu dikombinasikan dengan energi terbaharukan (matahari, panas bumi), memiliki efisiensi yang tinggi, dan dapat digunakan sebagai pengkondisian udara / multi fungsi. Sedangkan kerugiannya adalah tidak cocok untuk aplikasi industri / skala besar.

e. Solar Still

Proses desalinasi ini dengan memanfaatkan matahari untuk menguapkan air laut yang kemudian dilakukan pengembunan. Solar still merupakan proses desalinasi air laut konvensional yang memiliki kekurangan diantaranya; efisiensi

commit to user

13   

rendah, biaya awal yang tinggi, rentan terhadap cuaca ekstrim, resiko pembentukan alga dan endapan debu di permukaan hitam, dan dibutuhkan perawatan khusus untuk menghindari pembentukan alga dan endapan debu. Keuntungan dari solar still adalah struktur alat yang sangat sederhana dan mudah diaplikasikan.

Gambar 2.7 Solar still

2.2.1.2. Metode Pemisahan Membran

Pada metode pemisahan membran terdiri 2 proses yaitu : osmosis balik (reverse osmosis) dan electrodialysis. Proses osmosis balik adalah sebuah proses pemaksaan sebuah molekul dari konsentrasi tinggi ke molekul yang konsentrasinya rendah melalui sebuah membran semipermeabel dengan menggunakan tekanan yang melebihi tekanan osmotik sehingga menghasilkan air yang kaya kandungan garamnya dan air yang sedikit kandungan kadar garamnya. Membran semipermeabel ini hanya bisa dilalui oleh molekul-molekul zat pelarut dan tidak bisa dilalui oleh zat terlarut.

Gambar 2.8 Proses osmosis balik

Sebuah unit desalinasi dengan sistem osmosis balik umumnya terdiri dari empat komponen utama yaitu komponen untuk perlakuan awal air umpan (feed

commit to user

14   

water pre-treatment), pompa bertekanan tinggi, membran pemisahan, dan perlakuan akhir air hasil pemisahan.

Gambar 2.9 Desalinasi dengan osmosis balik

Perlakuan awal diperlukan untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan dalam air laut yang dapat menjadi pengotor membran. Perlakuan awal air laut meliputi klorinasi, koagulasi, penambahan asam, multi-media filtrasi dan deklorinasinya. Jenis perlakuan awal yang digunakan sebagian besar tergantung pada karakteristik air umpan, jenis dan konfigurasi membran dan kualitas air tawar yang dihasilkan. Membran yang digunakan harus mampu menahan tekanan dari air laut yang melewatinya. Umumnya sejumlah kecil garam masih bisa melewati membran dan bercampur dengan air tawar hasil produksi. Dua jenis konfigurasi membran yang paling sukses secara komersial adalah spiral wound dan serat halus berongga atau hollow fine fiber (HFF). HFF terbuat dari selulosa triasetat dan poliamida.

Proses electrodialysis pada dasarnya proses dialisis dibawah pengaruh medan listrik. Cara kerja dari proses ini, listrik dengan tegangan tinggi dialirkan melalui 2 lapisan (layer) logam yang menyokong selaput membran semipermeabel sehingga partikel-partikel zat terlarut dalam sistem koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju elektroda yang bermuatan berlawanan. Karena adanya pengaruh medan listrik akan mempercepat proses pemurnian sistem koloid.

commit to user

15   

Gambar 2.10 Proses elektrodialisis

Dalam pembangkit (plant), proses desalinasi dapat dikombinasikan dengan pemanfaatan energi terbaharukan (renewable energy/RE) sebagai sumber tenaga dalam proses desalinasi melalui berbagai cara. Energi terbarukan dan desalinasi adalah dua teknologi yang berbeda, yang dapat dikombinasikan dalam berbagai cara. Energi terbarukan hasil dari sistem RE dapat diaplikasikan dalam sistem desalinasi.Energi ini bermacam – macam bentuknya seperti: energi termal, listrik, dan angin. Gambar 2.11. berikut menunjukkan jenis energi terbaharukan yang dapat dikombinasikan dengan proses desalinasi

commit to user

16   

2.2.2. Pompa kalor (heat pump)

Pompa kalor adalah mesin yang memindahkan panas dari satu lokasi (atau sumber) ke lokasi lainnya menggunakan kerja mekanis. Pompa kalor bisa disamakan dengan mesin kalor yang beroperasi dengan cara terbalik. Mesin kalor membuat energi mengalir dari lokasi yang lebih panas ke lokasi yang lebih dingin, menghasilkan fraksi dari proses tersebut sebagai kerja. Kebalikannya, pompa kalor membutuhkan kerja untuk memindahkan energi termal dari lokasi yang lebih dingin ke lokasi yang lebih panas.

Gambar 2.12 Siklus dasar pompa kalor

Pompa kalor memindahkan panas melalui suatu zat yang bersirkulasi yang disebut dengan refrigeran, yang melewati sebuah siklus penguapan (evaporation) dan pengembunan (condensation). Sebuah kompresor yang memompa refrigeran berada diantara dua koil penukar kalor yaitu kondensor dan evaporator. Pada evaporator, refrigeran diuapkan pada tekanan rendah dan menyerap panas dari lingkungan. Refrigeran kemudian dikompresikan mengalir menuju kondensor, dimana refrigeran akan diembunkan pada tekanan tinggi. Pada umumnya pompa kalor bekerja berdasarkan siklus kompresi uap yang terdiri dari : evaporator, kompresor, kondensor, dan katup ekspansi.

commit to user

17   

Gambar 2.13 Komponen pompa kalor pada proses pemanasan

Gambar 2.14 Komponen pompa kalor pada proses pendinginan

2.2.3. Siklus Kompresi Uap Standar

Pada siklus kompresi uap standar ini, refrigeran mengalami empat proses ideal, sesuai dengan gambar 2.15 di bawah ini :

commit to user

18   

Gambar 2.15 Siklus kompresi uap standar (a) Diagram alir proses, (b) Diagram tekanan-entalpi

(Training Manual, 2004)

Proses 1-2: refrigeran meninggalkan evaporator dalam wujud uap jenuh

dengan temperatur dan tekanan rendah, kemudian oleh kompresor uap tersebut dinaikkan tekanannya menjadi uap dengan tekanan yang lebih tinggi (tekanan kondensor). Kompresi ini diperlukan untuk menaikkan temperatur refrigeran, sehingga temperatur refrigeran di dalam kondensor lebih tinggi daripada temperatur lingkungannya. Dengan demikian perpindahan panas dapat terjadi dari refrigeran ke lingkungan. Proses kompresi ini berlangsung secara isentropik (adiabatik dan reversibel).

Proses 2-3: setelah mengalami proses kompresi, refrigeran berada dalam fasa

panas lanjut dengan tekanan dan temperatur tinggi. Untuk mengubah wujudnya menjadi cair, kalor harus dilepaskan ke lingkungan. Hal ini dilakukan pada penukar kalor yang disebut kondensor. Refrigeran mengalir melalui kondensor dan pada sisi lain dialirkan fluida pendingin (udara atau air) dengan temperatur lebih rendah daripada temperatur refrigeran. Oleh karena itu kalor akan berpindah dari refrigeran ke fluida pendingin dan sebagai akibatnya refrigeran mengalami penurunan temperatur dari kondisi uap panas lanjut menuju kondisi uap jenuh, selanjutnya mengembun menjadi wujud cair jenuh. Proses ini berlangsung secara reversibel pada tekanan konstan.

Proses 3-4: refrigeran, dalam wujud cair jenuh (tingkat keadaan 3, gambar 4),

commit to user

19   

konstan dan berlangsung secara tak-reversibel. Selanjutnya refrigeran keluar dari katup ekspansi berwujud campuran uap-cair pada tekanan dan temperatur sama dengan tekanan serta temperatur evaporator.

Proses 4-1: refrigeran, dalam fasa campuran uap-cair, mengalir melalui sebuah

penukar kalor yang disebut evaporator. Pada tekanan evaporator, titik didih refrigeran haruslah lebih rendah daripada temperatur lingkungan (media kerja atau media yang didinginkan), sehingga dapat terjadi perpindahan panas dari media kerja ke dalam refrigeran. Kemudian refrigeran yang masih berwujud cair menguap di dalam evaporator dan selanjutnya refrigeran meninggalkan evaporator dalam fasa uap jenuh. Proses penguapan tersebut berlangsung secara reversibel pada tekanan konstan.

Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung unjuk kerja sistem pompa kalor standar :

COPHP =  .

.        (2.1) 

dimana:

Qkond = kalor yang dilepas oleh kondensor (kW) Wkomp = daya kompresor (kW)

= laju aliran massa refrigeran (kg/s)

h1 = entalpi refrigeran yang keluar evaporator (kJ/kg) h2 = entalpi refrigeran yang masuk kondensor (kJ/kg) h3 = entalpi refrigeran yang keluar kondensor (kJ/kg)

2.2.4. Siklus Kompresi Uap Aktual

Pada kenyataannya siklus kompresi uap mengalami penyimpangan dari kompresi uap standar, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 2.16. Perbedaan penting siklus kompresi uap aktual dari siklus standar, adalah:

a. Terjadi penurunan tekanan di sepanjang pipa kondensor dan evaporator.

b. Adanya proses pembawah dingin (sub-cooling) cairan yang

commit to user

20   

c. Pemanasan lanjut uap yang meninggalkan evaporator sebelum memasuki kompresor.

d. Terjadi kenaikan entropi pada saat proses kompresi (kompresi tak

isentropik)

e. Proses ekspansi berlangsung non-adiabatik.

Walaupun siklus aktual tidak sama dengan siklus standar, tetapi proses ideal dalam siklus standar sangat bermanfaat dan diperlukan untuk mempermudah analisis siklus secara teoritik.

Gambar 2.16 Siklus kompresi uap aktual dan standar (Training Manual, 2004)

Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung unjuk kerja sistem pompa kalor aktual :

• COP aktual

COPHP  =  .

.        (2.2) 

dimana:

= entalpi refrigeran keluar evaporator (kJ/kg) = entalpi refrigeran masuk kondensor (kJ/kg) h3 = entalpi refrigeran keluar kondensor (kJ/kg)

= laju aliran massa refrigeran (kg/s)

• Laju aliran massa aktual

.        (kg/s) (2.3) 

commit to user

21   

densitas refrigeran (kg/m3) = debit aliran refrigeran (m3/s)

laju massa refrigeran kg/s

• Kapasitas pemanasan (Qkond)

.  (kW)       (2.4) 

dimana:

= laju aliran massa refrigeran (kg/s)

= entalpi refrigeran masuk kondensor (kJ/kg) = entalpi refrigeran keluar kondensor (kJ/kg)

= kapasitas pemanasan (kW)

• Beban Pendinginan (Qevap)

  . kW        (2.5) 

Dimana:

= laju aliran massa refrigeran (kg/s)

= entalpi refrigeran keluar evaporator (kJ/kg) = entalpi refrigeran masuk evaporator (kJ/kg)

= Beban pendinginan (kW)

2.2.5. Psikrometrik

Psikrometrik adalah studi tentang sifat - sifat campuran udara dan uap air yang mempunyai arti penting dalam dunia pengkondisian udara, karena udara atmosfir tidak kering sempurna tetapi merupakan campuran antara udara dan uap air.

commit to user

22   

Gambar 2.17 Diagram psikrometrik

Istilah-istilah dalam diagram psikrometrik :

• Temperatur Bola Kering (Dry Bulb Temperature)

Temperatur tersebut dapat dibaca pada termometer dengan sensor kering dan terbuka. Namun penunjukkannya tidaklah tepat karena adanya pengaruh radiasi panas, kecuali jika sensornya memperoleh ventilasi yang cukup baik.

• Temperatur Bola Basah (Wet Bulb Temperature)

Wet Bulb Temperature adalah temperatur yang ditunjukkan oleh termometer yang ”Bulb” nya dibungkus kain atau kapas basah yang digunakan untuk menghilangkan radiasi panas dan adanya aliran udara yang melaluinya sekurang-kurangnya 5 m/s.

• Temperatur Titik Embun (Dew Point Temperature)

Temperatur dimana uap air mulai mengembun ketika campuran udara-air didinginkan, untuk mengkondensasi uap air maka campuran uap air dan udara harus didinginkan dahulu mencapai titik embun (dew point).

• Kelembaban Relatif (Relative Humidity)

Rasio antara tekanan parsial aktual uap air yang ada dalam udara terhadap tekanan parsial jenuh uap air pada temperatur bola kering tertentu.

commit to user

23   

• Rasio Kelembaban (Humidity Ratio)

Didefinisikan sebagai massa air yang terkandung dalam setiap kg udara kering, atau dapat juga disebut dengan specific humidity.

• Entalpi

Didefinisikan sebagai energi kalor yang dimiliki oleh suatu zat pada temperatur tertentu.

• Volume Spesifik

Volume campuran udara dan uap air, biasanya dalam satuan meter kubik udara kering atau campuran per kilogram udara kering.

2.2.5.1Proses-proses yang terjadi pada udara dalam diagram psikrometrik

2.2.5.1.1 Pemanasan (heating)

Proses pemanasan udara terjadi apabila terjadi penambahan kalor sensibel yang akan mengakibatkan kenaikan temperatur bola kering udara tanpa perubahan rasio kelembaban.

Gambar 2.18. Proses pemanasan udara dalam diagram psikrometrik

 

2.2.5.1.2 Pendinginan (cooling)

Proses pendinginan udara terjadi apabila terjadi pengurangan kalor sensibel yang akan mengakibatkan penurunan temperatur bola kering udara tanpa perubahan rasio kelembaban.

commit to user

24   

Gambar 2.19. Proses pendinginan udara dalam diagram psikrometrik

2.2.5.1.3 Humidifikasi

Humidifikasi adalah proses perpindahan/penguapan cairan ke dalam campuran (gas) dan uap cairan karena adanya kontak antara cairan yang temperaturnya lebih tinggi dengan campurannya. Proses humidifikasi terjadi apabila terjadi penambahan kadar uap air ke udara tanpa disertai perubahan temperatur bola kering.

Gambar 2.20 Proses humidifikasi

commit to user

25   

Pada kenyataannya proses humidifikasi selalu disertai dengan penambahan atau pengurangan temperatur bola kering. Proses humidifikasi dengan disertai penambahan temperatur bola kering udara dinamakan heating and humidification, dimana pada proses ini udara dengan temperatur yang lebih rendah mengalami kontak dengan cairan yang memiliki temperatur lebih tinggi.

Gambar 2.22. Proses heating and humidification dalam diagram psikrometrik

Dokumen terkait