• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini akan menjelaskan tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan yang ditemukan selama penelitian dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengauditan

1. Pengertian Pengauditan

Pengauditan merupakan proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian yang ada dan melaporkan hasilnya kepada pihak-pihak yang berwenang (Jusup, 2010: 11).

2. Jenis-Jenis Audit

Audit memiliki banyak jenis yang dikelompokkan menjadi tiga jenis golongan. Ketiga jenis golongan audit tersebut adalah audit laporan keuangan, audit kesesuaian, audit operasional (Jusup, 2010: 15-17). Pengertian dari ketiga jenis audit tersebut akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

a. Audit Laporan Keuangan

Audit ini dilakukan untuk menentukan apakah suatu laporan keuangan sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang akan diperiksa dan dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Tujuan audit ini adalah laporan-laporan tersebut akan digunakan oleh berbagai pihak untuk berbagai tujuan.

b. Audit Kesesuaian

Audit kesesuain dilakukan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Sebagian besar pekerjaan audit semacam ini biasanya dapat dilakukan oleh auditor yang bekerja pada unit organisasi yang bersangkutan, namun audit kesesuain dapat juga dilakukan oleh auditor yang ditunjuk dari luar organisasi yang diaudit.

c. Audit Operasional

Audit Operasional merupakan pengkajian (review) atas setiap bagian dari prosedur dan metode yang diterapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Hasil akhir dari suatu audit ini biasanya berupa rekomendasi kepada manajemen untuk perbaikan operasional.

B. Audit Internal

1. Pengertian Audit Internal

American Accounting Association dalam buku Sawyer, Mortimer, James (2003: 8)mendefinisikan bahwa audit internal merupakan proses yang sistematis secara obyektif untuk memperoleh dan mengevaluasi asersi tindakan dan kejadian-kejadian ekonomis, Sawyer juga mengungkapkan bahwa penilaian yang dilakukan tersebut untuk

meyakinkan derajat kesesuaian antara asersi dengan kriteria yang ditetapkan dan mengkomunikasikannya ke pihak yang berkepentingan. Audit internal membantu suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan resiko, pengendalian dan proses governance.

2. Tujuan Audit Internal

Audit internal memiliki tujuan untuk melakukan suatu penilaian apakah manajemen atau pegawai suatu entitas telah melaksanakan atau belum melaksanakan suatu hukum, peraturan, kebijakan, prosedur atau standar dalam menggunakan sumber daya yang ada secara ekonomis, efisien, dan efektif. Penilaian yang dilakukan dengan cara menganalisis, konsultasi, menilai anggota-anggota organisasi atas efektifitas dalam melaksanakan tanggung jawab mereka, menginformasikan tindakan-tindakan yang telah di review dan memberikan rekomendasi kepada pihak organisasi atau entitas (Andayani: 2008).

Menurut Andayani (2008: 103) dalam melakukan audit internal yang dimaksud dengan ekonomis merupakan penghematan atau penggunaan sumber daya untuk mendapatkan keuntungan terbaik tanpa ada sisa. Efisiensi adalah meminimalkan kerugian atau penghamburan tenaga ketika memberikan dampak, menghasilkan atau memfungsikan. Efektifitas adalah menekankan hasil actual dari dampak atau kekuatan untuk menghasilkan dampak tertentu.

3. Ruang Lingkup Audit Internal

Ruang lingkup audit internal menurut Tugiman (2006) adalah penilaian efektivitas sistem pengendalian internal dan evaluasi terhadap kelengkapan dan keefektivan sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh suatu organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab kegiatan yang diberikan. Sedangkan COSO berpendapat bahwa ruang lingkup audit internal adalah efektivutas dan efisiensi operasional, keandalan pelaporan keuangan, serta kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Tujuan dalam melakukan pengamanan harta termasuk dalam tujuanefektivitas dan efisiensi operasi.

Tugiman menyebutkan bahwa seorang pemeriksa internal harus memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Mereview (reliabilitas dan integritas) informasi finansial dan operasional serta cara yang digunakan untuk indentifikasi, mengukur, mengklasifikasi, dan melaporkan informasi finansial dan operasional yang telah didapatkan.

b. Mereview berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan keseuaian dengan berbagai kebijaksanaan, prosedur, hukum, dan peraturan yang berakibat penting terhadap kegiatan organisasi. c. Mereview berbagai cara yang digunakan dengan tujuan untuk

melindungi harta dan melakukan verifikasi keberadaan harta-harta yang dimiliki.

d. Menilai tingkat ekonomis dan efisien penggunaan sumber daya oleh organisasi.

e. Mereview berbagai operasi atau program untuk menilai hasil yang didapatkan, apakah konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan apakah kegiatan atau program dilaksanakan sesuai dengan rencana organisasi.

4. Teknik-Teknik Audit Internal

Untuk melakukan seberapakah kesesuaian pelaksanaan kegiatan penyaluran kredit simpan pinjam yang ada dalam Koperasi Artha Nugraha dengan standard dan prosedur yang sudah ditetapkan maka akan dilakukan dengan melakukan tahapan audit. Berikut beberapa teknik audit yang dapat digunakan untuk melakukan audit internal menurut Sawyer, Mortimer, James, (2003) dan Kumaat (2011: 52): a. Penentuan Resiko

Tujuan dari penentuan resiko ini adalah untuk membuat karyawan sadar akan beragam resiko yang ada serta prioritas, dan keterbatasan dari daftar resiko tersebut.

b. Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dapat menjadi senjata terbaik bagi auditor untuk memperoleh pemahaman informasi dan perspektif yang dibutuhkan untuk mendukung kesuksesan suatu audit seperti sejarah, struktur organisasi maupun latar belakang serta informasi-informasi umum terhadap objek yang diaudit. Survei pendahuluan

yang baik akan menghasilkan program audit yang tepat, dan program audit yang tepat akan menunjang keberhasilan audit. Jadi, keberhasilan atau kegagalan audit bisa jadi sangat tergantung pada survei. Jika survei pendahuluan direncanakan dan dilaksanakan dengan baik, maka survei tersebut akan menjadi lebih dari sekedar cara untuk mendapatkan pemahaman yang efektif melainkan juga menjadi penentu keberhasilan audit.

Suvei pendahuluan merupakan sarana penting untuk membuat auditor lebih memahami tujuan, proses, resiko, dan kontrol yang terkait dengan audit. Dalam survei pendahuluan dilakukan adanya pendokumentasian yang memiliki beberapa langkah yang akan mengarah pada pertemuan awal antara auditor dengan manajer klien dengan membuat kuisioner yang akan digunakan dalam wawancara dan diskusi dengan manajer klien dan yang lainnya

c. Program Audit

Program Audit internal merupakan pedoman bagi seorang auditor dan merupakan suatu kesatuan dengan supervise audit dalam pengambilan langkah-langkah audit tertentu. Program audit ini dirancang untuk menjadi pedoman bagi auditor mengenai apa yang akan dilakukan, kapan akan dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang akan melakukannya dan berapa lama waktu yang dibutuhkan.

Program audit memiliki beberapa manfaat apabila disusun dengan baik. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari program audit tersebut adalah sebagai berikut:

1) Memberikan rencana sistematis untuk setiap tahap pekerjaan audit.

2) Menjadi dasar penugasan auditor.

3) Menjadi sarana pengawasan dan evaluasi kemajuan pekerjaan audit.

4) Memungkinkan supervisor audit dan manajer membandingkan apa yang dikerjakan dengan apa yang direncanakan.

5) Membantu melatih staf-staf yang belum berpengalaman dalam tahap-tahap pelaksanaan audit.

6) Memberi ringkasan catatan pekerjaan yang dilakukan. 7) Membantu auditor pada audit selanjutnya.

8) Mengurangi waktu supervise langsung yang dibutuhkan. 9) Menjadi titik awal bagi penilai fungsi audit inernal. d. Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan lapangan merupakan proses yang sistematis dan merupakan persyaratan professional. Auditor internal melakukan skeptisme yang sehat. Tujuan dari pekerjaan lapangan adalah untuk membantu pemberian keyakinan dengan melaksanakan prosedur-prosedur audit yang ada di program audit, sesuai tujuan audit yang ingin dicapai.

Dalam melakukan pekerjaan lapangan, seorang auditor internal akan menerapkan teknik-teknit audit. Teknik-teknik audit yang akan diterapkan adalah melakukan pengamatan, mengajukan pertanyaan, menganalisis, memverifikasi, menginvestigasi dan melakukan evaluasi yang diterapkan pada beragam kondisi. Teknik-teknik tersebut digunakan dengan cara sendiri maupun secara gabungan, kapan pun sesuai dengan waktu auditor melakukan pemeriksaan. e. Temuan Audit

Temuan audit merupakan suatu penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma atau kriteria yang dapat diterima. Beberapa temuan yang memiliki kelemahan kecil dan tidak membutuhkan perhatian manajemen tidak perlu dilaporkan oleh seorang auditor. Berikut merupakan syarat temuan yang bisa dilaporkan oleh auditor: 1) Cukup signifikan agar layak dilaporkan ke manajemen.

2) Didokumentasikan dengan fakta, bukan opini, dan dengan bukti yang memadai, kompeten dan relevan.

3) Secara objektif dibuat tanpa bias atau prasangka. 4) Relevan dengan masalah-masalah yang ada.

5) Cukup meyakinkan untuk memaksa dilakukannya tindakan untuk memperbaiki kondisi-kondisi yang mengandung kelemahan.

Tidak ada temuan yang benar-benar sama. Setiap temuan mencerminkan tingkat kerugian atas resiko aktual atau potensialnya

masing-masing. Temuan audit bisa diklasifikasikan menjadi tidak signifikan, kecil, atau besar. Temuan tidak signifikan merupakan temuan semacam kesalahan klerikal yang dialami semua organisasi dan tidak memerlukan tindakan formal. Temuan-temuan kecil (minor findings) perlu dilaporkan karena kesalahan manusiawi yang bersifat acak, jika tidak diperbaiki maka akan berlanjut sehingga merugikan; dan walaupun tidak mengganggu tujuan operasi organisasi namun cukup signifikan untuk diperhatikan oleh manajemen. Sedangkan untuk temuan-temuan besar (major findings) merupakan temuan yang akan menghalangi pencapaian tujuan uatama suatu organisasi atau suatu unit dalam organisasi. f. Penyajian hasil audit (Audit “Deliverable”)

Tahap ini merupakan tahap penyampaian konfirmasi temuan (finding confirmation) kepada pihak perusahaan sampai pada penyajian Laporan Hasil Audit (audit report) kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

C. Piutang

1. Pengertian Piutang

Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2001: 386) mendefinisikan piutang sebagai klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya. Adanya piutang timbul apabila suatu perusahaan melakukan penjualan barang atau adanya jasa yang

diberikan secara kredit kepada pihak lain. Menurut Jusup (2011: 71) piutang merupakan hak untuk menerima sejumlah uang di waktu yang akan datang yang timbul dari transaksi pada saat ini, piutang menjadi milik perusahaan dan menjadi asset perusahaan.

Giri (2012: 129) mengungkapkan bahwa piutang merupakan tuntutan kepada pelanggan dan pihak lain untuk memperoleh uang, barang, dan jasa (asset) tertentu pada masa yang akan datang, sebagai akibat penyerahan barang atau jasa yang dilakukan saat ini dan akan menimbulkan aliran kas masuk di masa yang akan datang.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa piutang merupakan suatu klaim atau tuntutan baik dalam bentuk uang atau barang terhadap pihak lain dalam periode tertentu.

2. Jenis-jenis Piutang

Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2001: 386) mengungkapkan bahwa untuk kepentingan pelaporan keuangan, perusahaan diklasifikasikan menjadi piutang lancar (current receivable) dan piutang tidak lancar (noncurrent receivable). Piutang lancar atau piutang jangka pendek ini diharapkan dapat tertagih dalam satu tahun atau selama satu siklus operasi berjalan. Piutang tidak lancar atau piutang jangka panjang merupakan semua piutang diluar piutang lancar. Sedangkan untuk kepentingan neraca Kieso mengklasifikasikan adanya piutang dagang dan piutang nondagang. Berikut merupakan

penjelasan lebih lanjut mengenai piutang dagang dan piutang nondagang:

a. Piutang dagang (trade receivable)

Merupakan jumlah yang terhutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis normal. Piutang dagang sendiri dapat dibedakan menjadi piutang usaha (accounts receivable) dan wesel tagih (notes receivable). Piutang usaha merupakan janji lisan dari pembeli untuk membayar barang atau jasa yang dijual yang biasanya ditagih dalam waktu 30 sampai 60 hari. Wesel tagih merupakan janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal tertentu di masa depan. Wesel tagi ini dapat berasal dari penjualan, pembiayaan, atau transaksi lainnya dan bisa bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.

b. Piutang nondagang (nontrade receivable)

Piutang yang berasal dari berbagai transaksi dan dapat berupa janji tertulis untuk membayar atau mengirimkan sesuatu

D. KREDIT

1. Pengertian

Menurut Astiko (1996: 5) kredit merupakan kemampuan dalam melakukan suatu pembelian atau pinjaman dengan sebuah perjanjian

dengan pembayaran akan dilakukan pada jangka waktu yang telah disepakati.

Dalam kehidupan sehari-sehari sebuah pinjaman kredit akan dilakukan dengan adanya perjanjian tertulis disertai jaminan pinjaman yang akan diserahkan baik berupa benda maupun bukan benda.

2. Jenis-Jenis Kredit

Beberapa pengelompokan kredit menurut Kasmir (2003: 99-102), adalah sebagai berikut

a. Jenis Kredit Berdasarkan Jangka Waktu Kredit, yaitu

1) Short Term Credit, dengan jangka waktu maksimum 1 tahun. 2) Intermediate Credit, dengan jangka waktu sampai 3 tahun. 3) Long Term Credit, dengan jangka waktu lebih dari 3 tahun. b. Jenis Kredit Berdasarkan Lembaga yang Menerima Kredit, yaitu:

1) Kredit untuk badan usaha pemerintah/daerah adalah kredit yang diberikan kepada perusahaan/badan usaha yang dimiliki pemerintah.

2) Kredit untuk badan usaha swasta adalah kredit yang diberikan kepada perusahaan/badan usaha miliki swasta.

3) Kredit perorangan, diberikan kepada perorangan.

4) Kredit untuk bank Koresponden, lembaga pembiayaan dan perusahaan asuransi.

c. Jenis Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaannya, yaitu:

1) Kredit Modal Kerja (KMK) adalah kredit untuk modal kerja perusahaan dalam rangka pembiayaan aktiva lancar perusahaan. 2) Kredit Investasi adalah kredit (berjangka menengah atau panjang) yang diberikan kepada usaha-usaha guna perbaikan, perluasan atau pendirian proyek baru.

3) Kredit Konsumtif adalah kredit yang digunakan untuk keperluan konsumsi yang diberikan bank kepada pihak ketiga/perorangan. d. Jenis Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi, yaitu:

Didasari atas kebutuhan untuk menentukan kebijakan pengarahan kredit bank secara kualitatif yang dititikberatkan pada sektor ekonomi yang diutamakan dalam pembiayaan dengan bank tersebut. Sektor ekonomi yang dimaksud adalah sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, konstruksi, jasa social, jasa dunia usaha, dan lain-lain.

e. Jenis Kredit Berdasarkan Sifat, yaitu:

1) Kredit atas dasar satu kali (eenmalig) adalah kredit jangka pendek untuk pembiayaan transaksi tertentu

2) Kredit atas dasar transaksi berulang (revolving) adalah kredit jangka pendek yang diberikan kepada nasabah untuk usaha yang merupakan satu seri transaksi

3) Kredit atas dasar plafon terkait adalah kredit yang diberikan dengan jumlah dan jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk

dipergunakan sebagai tambahan modal kerja bagi suatu unit produksi atas dasar penilaian kapasitas produksi/kebutuhan modal kerja dimana maksimum kredit yang diberikan tidak terikat pada kapasitas produksi normal atau realisasi

4) Kredit atas dasar plafon terbuka adalah kredit untuk kebutuhan modal kerja dimana maksimum kredit yang diberika tidak terikat pada kapasitas produksi normal atau realisasi penjualan

5) Kredit atas dasar penurunan plafon secara berangsur adalah kredit yang diberikan kepada nasabah yang pelunasannya harus dilaksanakan secara berangsur sesuai dengan jadwal pelunasan yang telah disetujui oleh bank

f. Jenis Kredit Berdasarkan Sumber Dana, yaitu 1) Kredit dengan dana bank sendiri

2) Kedit dengan dana bersama-sama dengan bank lain 3) Kredit dengan dana dari luar negeri.

3. Prinsip Pemberian Kredit

Pemberian Kredit yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam kepada seseorang harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan prinsip 5C dan 7P. Prinsip 5C ini dapat digunakan untuk meminimalisir resiko pemberian kredit.

Menurut Kasmir (2012:95) kelima pinsip tersebut adalah sebagai berikut:

a. Character

Prinsip ini berkaitan dengan watak calon debitur untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, seperti memegang teguh janji dan bersedia melunasi utangnya tepat waktu. Berisi data tentang kepribadian calon pelanggannya seperti sifat-sifat, kebiasasn, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobi. Kegunaan dari penilaian tersebut untuk mengetahui sampai sejauh mana kemauan calon pelanggan untuk memenuhi kewajibannya.

b. Capacity

Merupakan suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajiban dari kegiatan usaha yang dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit yang diberikan. Pengukuran capacity dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain pengalaman mengelola usahanya, sejarah perusahaan yang sedang atau telah dikelola (pernah mengalami masa sulit atau tidak, bagaimana cara mengatasi kesulitan). Capacity sendiri merupakan kemampuan calon debitur dalam membayar.

c. Capital

Merupakan kondisi yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelola oleh calon debitur. Kondisi ini dapat dilihat melalui neraca, laporan

laba rugi, truktur permodalan, ratio-ratio keuntungan yang diperoleh.

d. Condition of economy

Perlunya pertimbangan kondisi ekonomi yang dialami oleh calon debitur.

e. Collateral

Collateral diperhitungkan paling akhir apabila masih terdapat kesangsian atau keraguan dalam pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa dijadikan jaminan.

Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7P adalah sebagai berikut:

a. Personality

Menilai nasabah dari segi kepribadian aau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Selain itu juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi masalah.

b. Party

Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya, sehingga nasabah akan mendapat fasilitas yang berbeda pula.

c. Perpose

Merupakan analisis dengan mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinkan nasabah.

d. Prospect

Analisis yang dilakukan dengan menilai usaha nasabah di masa yang akan datang, apakah menguntungkn atau tidak.

e. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah akan mengembalikan kredit yang diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.

f. Profotability

Menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dari periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang diperolehnya.

g. Protection

Tujuan dari tahap ini adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.

E. Koperasi

1. Pengertian Koperasi

Koperasi merupakan salah satu lembaga keuangan yang turut berpartisipasi dalam bidang keuangan di Indonesia. Untung menyampaikan dalam bukunya tentang Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia koperasi berasal dari kata Cooperation atau

Cooperative yang memiliki arti bekerjasama (2005: 1). Menurut Muljono (2012: 1), koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan seorang atau badan hukum yang berlandaskan pada prinsip koperasi sekaligus merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

Sedangkan menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 pasal 1 koperasi merupakan suatu badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum yang berlandaskan berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

Dapat disimpulkan bahwa koperasi merupakan badan usaha yang terdiri dari seorang atau lebih yang berlandaskan kekeluargaan.

2. Prinsip Koperasi

Koperasi memiliki prinsip yang mengatur hubungan antara koperasi dengan para anggotanya dan hubungan antara sesama anggota koperasi agar tujuan yang telah di buat dapat tercapai. Undang-undang Nomor 25 Tahum 1992 pasal 5 menyebutkan prinsip koperasi adalah sebagai berikut:

a. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka

Tidak ada paksaan dalam menjadi anggota koperasi dan siapa saja boleh menjadi anggota koperasi dengan memenuhi syarat dan patuh pada aturan koperasi. Prinsip ini menegaskan bahwa pengelolaan dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota yang ada

dalam koperasi. Anggota memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.

b. Pengelolaan dilaksanakan secara demokratis

Pengelolaan dilakukan secara demokratis, artinya tidak ada wewenang mutlak untuk mengatur koperasi.

c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota

Pembagian laba dalam suatu koperasi lebih dikenal dengan Sisa Hasil Usaha (SHU), yang dibagi berdasarkan kontribusi jasa usaha anggota terhadap koperasi.

d. Pemberian balas jasa terbatas terhadap modal

Setiap anggota koperasi dapat menempatkan modal mereka pada koperasi, yang oleh koperasi modal yang telah diberikan diakui sebagai Modal Penyertaan.

e. Kemandirian

Koperasi merupakan badan hukum yang mandiri, dimana pemerintah tidak perlu ikut serta dalam menentukan Anggaran Dasar Koperasi. Pendanaan dalam koperasi di usahakan berasal dari anggotanya, sehingga bisa berdiri sendiri dan tidak tergantung pada pihak luar koperasi.

f. Pendidikan perkoperasian

Tujuannya agar pengetahuan dan kesadaran dari tiap anggota tentang kesamaan tujuan tetap terjaga, apabila kesamaan terjaga maka kelangsungan hidup koperasi terjaga pula.

g. Kerjasama antar koperasi

Koperasi bisa saling melakukan kerjasama dengan tujuan agar dapat menghadapi persaingan yang sangat berat dari para pelaku ekonomi lain yang memiliki basis rakyat pula. Kerja sama yang terjadi antar koperasi ini tidak membuat tujuan dari setiap koperasi berubah, melainkan akan memperkokoh kesamaan tujuan anggota dalam membentuk koperasi.

3. Tujuan dan Fungsi Koperasi

Sebagai suatu lembaga yang bergerak dalam bidang keuangan, koperasi memiliki tujuan menurut Muljono (2012, 5). Koperasi memiliki beberapa fungsi dan manfaat, berikut merupakan fungsi dan manfaat koperasi.

Fungsi dan peranan koperasi antara lain sebagai berikut:

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.

b. Berperan serta secara aktif dalam upaya menaikkan kualitas kehidupan manusia dan msyarakat.

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional Dengan koperasi sebagai sakagurunya.

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi

4. Jenis-jenis Koperasi

Menurut Muljono (2012, 4), koperasi dibedakan berdasarkan kegiatan usaha koperasi, latar belakang anggota, dan kondisi anggota koperasi. Berbagai jenis kopersi tersebut akan dibahas lebih lanjut di berikut ini:

a. Jenis Koperasi Berdasarkan Kegiatan Usaha Koperasi Jenis koperasi ini dikelompokkan menjadi:

1) Koperasi konsumen yang usahannya memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota koperasi.

2) Koperasi produsen yang anggotanya menghasilkan produk yang kemudian dijual atau dipasarkan melalui koperasi.

3) Koperasi simpan pinjam yang melayani kegiatan peminjaman dan penyimpan uang para anggotanya.

b. Jenis Koperasi Berdasarkan Latar Belakang Anggota

Dokumen terkait