• Tidak ada hasil yang ditemukan

7

G. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memudahkan pembahasan, maka penulis membuat sistematika penulisan penelitian sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bagian awal dari penulisan yang meliputi : (1) latar belakang; (2) rumusan masalah; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) definisi operasional; (6) batasan masalah; dan (7) sistematika pembahasan.

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

Bagian kedua dari penulisan skripsi yang meliputi pembahasan mengenai: (1) bahan ajar; (2) modul pembelajaran; (3) model pengembangan modul; (4) masalah matematika; (5) pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bagian ketiga dari penulisan skripsi yang meliputi: (1) jenis penelitian; (2) subjek dan objek penelitian; (3) prosedur penelitian; (4) desain penelitian; (5) teknik pengumpulan data; dan (6) teknik analisis data.

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Bagian keempat dari penulisan skripsi yang meliputi pembahasan : (1) analisis data; (2) pembahasan.

BAB V: PENUTUP

Bagian kelima dari penulisan skripsi yang meliputi pembahasan : (1) kesimpulan; (2) saran.

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Bahan Ajar

1. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar. Bahan ajar digunakan sebagai acuan bagi seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pembelajaran. Bahan ajar sebagai salah satu alat bantu dalam kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan kompetensi yang diinginkan.

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah mengembangkan bahan ajar. Pengembangan bahan ajar penting dilakukan guru agar pembelajaran menjadi lebih efektif, efisien dan tidak melenceng dari tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan siswa sesuai kurikulum.

Menurut National Center for Competency Based Training, bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis1. Hal senada juga dikemukakan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis2.

Bahan ajar juga dapat didefinisikan sebagai suatu informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktor untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaan3. Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis sehingga tujuan pembelajaran dapat terpenuhi.

Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup : a. Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru) b. Kompetensi yang akan dicapai

1Ibid, halaman 174.

2 Suryosubroto, Strategi Pembelajaran dengan Modul (Jakarta: Bina Aksara, 1983). 5.

10

c. Informasi mendukung d. Latihan-latihan

e. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK) f. Evaluasi4.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan memungkinkan siswa belajar dengan baik sehingga tujuan pembelajaran terpenuhi.

2. Jenis Bahan Ajar

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas mengelompokkan bahan ajar berdasarkan teknologi yang digunakan menjadi empat kategori, yaitu :

a. Bahan ajar cetak (printed), seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/market.

b. Bahan ajar dengar (audio), seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.

c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.

d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact disk interaktif5.

Dari berbagai macam bahan ajar yang telah disebutkan di atas, dalam penelitian ini peneliti hanya mengembangkan bahan ajar cetak berupa modul pembelajaran matematika.

3. Prinsip Pengembangan Bahan Ajar

Pengembangan bahan ajar hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran, diantara prinsip-prinsip pembelajaran tersebut adalah :

a. Relevansi atau keterkaitan materi sesuai dengan tuntutan standar kompetensi/Kompetensi dasar

b. Konsistensi atau keajekan, dimaksudkan jika kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik ada empat macam, maka bahan ajarnya pun harus empat macam

4 Ibid., halaman 174.

11

c. Kecukupan artinya kecukupan materi dalam bahan ajar untuk mencapai kompetensi seperti yang diajarkan oleh guru6.

B. Modul Pembelajaran 1. Pengertian Modul

Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan evaluasi. Modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing7.

Menurut Russel, “A modul is an instructional package dealling with a single conceptual unit of subject matter. It is an attempt to individualize learning by enabling the student to master one unit of content before moving to another. Dalam pengertian ini, modul adalah suatu unit (satuan) paket pembelajaran dengan satu konsep tentang mata pelajaran tertentu. Modul merupakan suatu usaha untuk mengadakan belajar mandiri dengan memberikan kemungkinan kepada siswa untuk menguasai satu satuan isi bahan ajaran sebelum berpindah pada satuan isi lainnya atau berikutnya8.

Selain itu juga, modul dapat dirumuskan sebagai suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas9.

Hal senada juga dikemukakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3KK)

6 Nikmatul Maula, Prinsip Pengembangan Bahan Ajar, diakses dari: http://maulanikmatul.blogspot.co.id/ pada 17 April 2015

7 Mimya Putri Muldash, Tesis Program PascaSarjana :“Pengembangan Modul Matematika Kontekstual Materi Bangun Datar Kelas V SD”., (Surabaya :Perpustakaan UNESA, 2014), 21.

8Erif Ahdhianto, Tesis Program Pasca Sarjana : “Pengembangan Modul Pembelajaran Geometri Bangun Datar Berbasis Teori Van Hile Untuk Siswa Kelas VI Sekolah Dasar”

(Surabaya : Perpustakaan UNESA, 2014), 15.

9 S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar ( Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2013), 205.

12

Departemen P & K bahwasannya “modul adalah suatu unit

program belajar mengajar terkecil yang terperinci

menggariskan” :

a. Tujuan intruksional yang akan dicapai

b. Topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar-mengajar c. Pokok-pokok materi yang akan dipelajari

d. Kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas

e. Peranan guru dalam proses belajar-mengajar f. Alat-alat dan sumber yang akan dipergunakan

g. Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara berturutan

h. Lembaran kerja yang harus diisi oleh anak i. Program evaluasi yang akan dilaksanakan10.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwasannya modul merupakan suatu unit pengajaran terkecil dan lengkap yang disusun dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri, didalamnya terdapat rangkaian kegiatan belajar yang direncanakan dan sistematik.

2.Tujuan Modul

Tujuan digunakannya modul dalam proses belajar mengajar adalah agar supaya :

a. Tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien dan efektif b. Murid dapat mengikuti program pendidikan sesuai dengan

kecepatan dan kemampuannya sendiri

c. Murid dapat sebanyak mungkin menghayati dan melakukan kegiatan belajar sendiri, baik dibawah bimbingan atau tanpa bimbingan guru

d. Murid dapat menilai dan mengetahui hasil belajarnya sendiri secara berkelanjutan

e. Murid benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar

f. Kemajuan siswa dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi melalui evaluasi yang dilakukan pada setip modul berakhir

g. Modul disusun dengan berdasarkan kepada konsep

Mastery Learning” suatu konsep yang menekankan bahwa

13

murid harus secara optimal menguasai bahan pelajaran yang disajikan dalam modul itu11.

3. Jenis Modul

Menurut Mulyati, modul dibedakan menjadi dua, yaitu modul ajar dan modul diklat. Modul ajar merupakan modul yang digunakan oleh siswa sebagai sumber belajar. Sedangkan modul diklat adalah modul yang digunakan oleh peserta diklat guna meningkatkan kompetensi mereka sesuai dengan bidangnya masing-masing12. Namun dalam penelitian ini yang dikembangkan adalah modul ajar, karena modul akan digunakan oleh siswa untuk tujuan pembelajaran materi didalam kelas.

4. Kriteria Modul

Bahan ajar modul yang dikembangkan harus mampu meningkatkan motivasi peserta didik dan efektif dalam mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Untuk menghasilkan modul yang baik, maka penyusunannya harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Depdiknas (2008) sebagai berikut:

a. Self Intructional, yaitu mampu membelajarkan peserta didik

secara mandiri. Melalui modul tersebut, seseorang atau peserta belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tanpa tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self Intructional, maka dalam modul harus :

1) Berisi tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas; 2) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam

unit-unit kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas;

3) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran;

4) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya;

5) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya;

11ibid., 18-19.

14

6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;

7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran; 8) Terdapat instrumen penilaian/assessment;

9) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi;

10) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi;

dan tersedia informasi tentang

rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.

b. Self Contained, yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.

c. Stand Alone (berdiri sendiri), yaitu modul yang

dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pembelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.

d. Adaptive, modul hendaknya memiliki daya adaptif yang

tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.

e. User friendly, modul hendaknya bersahabat dengan

15

tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly. Begitu pula penampilan gambar dan format penyajiannya disesuaikan dengan selera peserta didik13.

Kelima karakteristik modul di atas menjadi acuan bagi penyusun modul dan bagi tim validasi dalam menetapkan dan menilai apakah modul tersebut baik atau tidak.

5. Komponen Modul

Menurut Sungkono, komponen-komponen utama yang perlu ada didalam modul, antara lain:

a. Tinjauan Mata Pelajaran

Tinjauan mata pelajaran merupakan paparan umum mengenai keseluruhan pokok-pokok isi mata pelajaran yang mencakup: deskripsi mata pelajaran, kegunaan mata pelajaran, kompetensi dasar, bahan pendukung lainnya (kaset, kit, dll), dan petunjuk belajar.

b. Pendahuluan

Pendahuluan suatu modul merupakan pembukaan pembelajaran suatu modul. Oleh karena itu dalam pendahuluan seyogyanya memuat hal-hal sebagai berikut : 1) Cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat. 2) Indikator yang ingin dicapai melalui sajian materi dan

kegiatan modul.

3) Deskripsi perilaku awal (entry behaviour) yang memuat pengetahuan dan keterampilan yang sebelumnya sudah diperoleh atau seyogyanya sudah dimiliki sebagai pijakan (anchoring) dari pembahasan modul itu.

4) Relevansi, yang terdiri atas : keterkaitan pembahasan materi dan kegiatan dalam modul itu dengan materi dan kegiatan dalam modul lain dalam satu mata pelajaran atau dalam mata pelajaran (cross reference); pentingnya

13 Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran (Jakarta : Referensi, 2012), 155-156.

16

mempelajari materi modul itu dalam pengembangan dan pelaksanaan tugas guru secara profesional.

5) Urutan butir sajian modul (kegiatan belajar) secara logis. 6) Petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari

modul itu agar berhasil dikuasai dengan baik. c. Kegiatan Belajar

Pada bagian ini memuat materi pembelajaran yang harus dikuasai siswa. Materi tersebut disusun sedemikian rupa, sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. Agar materi pelajaran mudah diterima siswa, maka perlu disusun secara sistematis.

d. Latihan

Latihan adalah berbagai bentuk kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa setelah membaca uraian sebelumnya. Tujuan latihan ini agar siswa benar-benar belajar secara aktif dan akhirnya menguasai konsep yang sedang dibahas dalam kegiatan belajar tersebut. Latihan disajikan secara kreatif sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Latihan dapat ditempatkan di sela-sela uraian atau diakhir uraian.

e. Rambu-rambu Jawaban Latihan

Rambu-rambu jawaban latihan merupakan hal-hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan. Kegunaan rambu-rambu jawaban latihan ini adalah untuk mengarahkan pemahaman siswa tentang jawaban yang diharapkan dari pertanyaan atau tugas dalam latihan dalam mendukung tercapainya kompetensi pembelajaran. f. Rangkuman

Rangkuman adalah inti dari uraian materi yang disajikan pada kegiatan belajar dari suatu modul, yang berfungsi menyimpulkan dan memantapkan pengalaman belajar (isi dan proses) yang dapat mengkondisikan tumbuhnya konsep atau skemata baru dalam pikiran siswa.

g. Tes Formatif

Pada setiap modul selalu disertai lembar evaluasi (evaluasi formatif) yang biasanya berupa tes. Tes formatif merupakan tes untuk mengukur penguasaan siswa setelah

17

suatu pokok bahasan selesai dipaparkan dalam satu kegiatan belajar berakhir.

h. Kunci Jawaban Tes Formatif dan Tindak Lanjut

Kunci jawaban formatif pada umumnya diletakkan di bagian paling akhir suatu modul. Hal ini bertujuan agar siswa benar-benar berusaha mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Didalam kunci jawaban tes formatif, terdapat bagian tindak lanjut yang berisi kegiatan yang harus dilakukan siswa atas dasar tes formatifnya14. 6. Keuntungan Pengajaran Modul

Modul yang disusun dengan baik dapat memberikan banyak keuntungan bagi siswa dan guru. Adapun keuntungan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bagi siswa

1) Balikan atau feedback

Modul memberikan feedback yang banyak dan segera sehingga siswa dapat mengetahui taraf hasil belajarnya. Kesalahan segera dapat diperbaiki dan tidak dibiarkan begitu saja seperti halnya dalam pembelajaran tradisional. Ulangan sering hanya diberikan beberapa kali dalam satu semester.

2) Penguasaan tuntas atau mastery

Setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai angka tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas. Dengan penguasaan itu ia memperoleh dasar yang lebih mantap untuk menghadapi pelajaran baru.

3) Tujuan yang jelas

Modul disusun sedemikian rupa sehingga tujuannya jelas, spesifik dan dapat dicapai oleh murid. Dengan tujuan yang jelas usaha murid terarah untuk mencapainya dengan segara.

4) Motivasi

Pengajaran yang membimbing siswa untuk mencapai sukses melalui langkah-langkah yang teratur tentu akan menimbulkan motivasi yang kuat untuk berusaha segiat-giatnya.

14 Erif Ahdhianto, Op. Cit., hal 31-35

18

5) Fleksibilitas

Pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa antara lain mengenai kecepatan belajar, cara belajar, dan bahan pelajaran.

6) Kerja-sama

Pengajaran modul mengurangi atau menghilangkan sedapat mungkin rasa persaingan dikalangan siswa karena semua dapat mencapai hasil tertinggi. Dengan sendirinya akan lebih terbuka jalan kearah kerjasama. Juga kerjasama antara murid dengan guru dikembangkan karena kedua belah pihak merasa sama bertanggung jawab atas berhasilnya pengajaran15. b. Bagi Guru

Bagi seorang guru pembelajaran dengan modul dapat memberikan keuntungan, diantaranya berupa kepuasan. Modul yang disusun dengan cermat sehingga memudahkan siswa belajar untuk menguasai bahan pelajaran menurut metode yang sesuai bagi murid yang berbeda-beda sehingga hasil belajar semua murid lebih terjamin, tentu hal ini akan memberikan kepuasan bagi seorang guru karena telah melakukan profesinya dengan baik.

7. Kekurangan Pengajaran Modul

Mengajarkan siswa dengan modul memiliki beberapa kelemahan diantaranya :

a. Ikatan kelas menjadi renggang

b. Perkembangan sosial kelas menjadi kurang mendapat perhatian, karena adanya prinsip individualisasi belajar. c. Aspek kemanusiaan serta harkat manusia seolah diabaikan

karena manusia dianggap seperti mesin yang dapat berproduksi tinggi16.

C. Model Pengembangan Modul

Model pengembangan modul pembelajaran pada penelitian ini adalah model pengembangan bahan ajar yang dilahiran pada tahun 1900-an oleh Reiser dan Mollenda. Model ini dikenal dengan model pengembangan ADDIE, yaitu analysis, design, development, implementation, evaluate. Salah satu fungsi ADDIE,

15 S. Nasution, M.A. Op.Cit., hal 206-207.

19

yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri17. Alasan peneliti menggunakan model pengembangan ini, karena model pengembangan bahan ajar ADDIE mempunyai prosedur pelaksanaan yang jelas dan sistematis. Perangkat pembelajaran yang dimaksud disini terbatas pada bahan ajar yaitu modul.

Tahapan-tahapan model ADDIE tersebut adalah sebagai berikut :

1. Analysis, yaitu menganalisa kebutuhan, identifikasi masalah, dan identifiksi tugas pembelajaran.

2. Design, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR;

specific, measurable, applicable, and realistic, menyusun tes, memilih strategi, metode, dan media pembelajaran yang tepat.

3. Development, yaitu mewujudkan desain tadi dalam bentuk

nyata, misalnya dengan mencetak modul, kemudian mengembangkan modul dengan sebaik mungkin.

4. Implementation, yaitu langkah nyata menerapkan sistem

pembelajaran yang kita buat.

5. Evaluation, yaitu menganalisis keefektifan sistem pembelajaran

yang dikembangkan18.

Tahap pengembangan model ADDIE dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1

Model Pengembangan ADDIE

17 Husamah dan Yanur Setyaningrum. Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi (Jakarta : Prestasi Pustakarya, 2013), 64.

18 Iibid., 64. Analysis Design Development Imlement Evaluation

20

Pada prinsipnya inti dari pengembangan suatu produk sudah terwakili disini, sehingga model ini dapat digunakan untuk mengembangkan produk yang lain seperti model, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan bahan ajar (LKS, modul dan buku ajar). Peneliti perlu memahami bahwa proses pengembangan memerlukan beberapa kali pengujian dan revisi, sehingga produk yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria produk yang baik, teruji secara empiris dan tidak ada kesalahan-kesalahan lagi.

D. Masalah Matematika

1. Pengertian Masalah Matematika

Tidak semua persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat dikatakan masalah. Munandir mengemukakan

bahwa “Suatu masalah dapat diartikan sebagai suatu situasi, dimana seseorang diminta menyelesaikan persoalan yang belum pernah dikerjakan, dan belum memahami

pemecahannya”19. Selanjutnya Resnick dan Gleser

mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugasnya yang tidak diketahui sebelumnya. Masalah pada umumnya timbul karena adanya kebutuhan untuk memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara kondisi nyata dengan kondisi yang seharusnya20.

Matematika merupakan pengetahuan yang berkenaan dengan ide-ide atau konsep yang abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalaran secara deduktif. Russefandi mendefinisikan masalah dalam matematika sebagai suatu persoalan yang ia (siswa) sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin21.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa masalah merupakan situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.

19Herlambang, Tesis Program Pasca Sarjana: “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Kepahiang Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele” (Bengkulu : Universitas Bengkulu,2013), 14.

20 Agus Naibaho, Problem Solving, diakses dari http://agusjnaibaho.blogspot.co.id/, pada 5 Mei 2015

21

2. Pemecahan Masalah Matematika

Suatu masalah dapat dipandang sebagai “masalah” ,

merupakan hal yang sangat relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, belum tentu bagi orang lain dianggap sebagai masalah. Hal ini dikarenakan ia telah memperoleh jawaban atau pemecahan masalah dari soal yang ia hadapi tersebut22.

Untuk memperoleh suatu penyelesaian dari suatu masalah, mendorong seseorang untuk mencari solusi dalam menyelesaikannya. Dengan demikian ia akan melakukan segala macam usaha agar bisa memecahkan masalahnya, dengan cara berfikir, memprediksi ataupun mencoba-coba. Akan tetapi usaha dan cara seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan bisa jadi berbeda satu sama lainnya.

Menurut Sternberg dan Ben-Zeev : “pemecahan masalah

adalah suatu proses kognitif yang membuka peluang pemecahan masalah untuk bergerak dari suatu keadaan yang tidak diketahui bagaimana pemecahannya ke suatu keadaan

tetapi tidak mengetahui bagaimana cara memecahkannya”23.

Adapun menurut Djamarah, pemecahan masalah merupakan suatu metode yang merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam pemecahan masalah dapat digunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan pencarian data sampai kepada penarikan kesimpulan. Karena itu, pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah24.

Selain itu Polya mengartikan “pemecahan masalah sebagai

suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera

dicapai”. Polya juga menggarisbawahi bahwa “untuk

pemecahan masalah yang berhasil harus selalu disertakan dengan upaya-upaya khusus yang dihubungkan dengan jenis-jenis persoalan sendiri serta pertimbangan-pertimbangan

22 Tim MKMB Jurusan Pendidikan Matematika. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung : JICA-UPI, 2001), 87.

23 Herlambang, Op,cit., hal 35.

22

mengenai isi yang dimaksudkan”. Konsep-konsep dan aturan-aturan harus disintesis menjadi bentuk-bentuk kompleks yang

Dokumen terkait