• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENUTUP

Dalam dokumen PROFIL KESEHATAN TAHUN 2014 (Halaman 7-45)

BAB II

GAMBARAN UMUM

Kabupaten Bantaeng adalah salah satu kabupaten diantara 23 kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan yang terletak ± 120 km arah selatan Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dengan posisi antara 5°21’13” - 5°35’26” Lintang Selatan dan 119°51’42” – 120°05’27” Bujur Timur, yang berbatasan dengan Kabupaten Gowa di sebelah utara, Kabupaten Bulukumba di sebelah timur, Laut Flores di sebelah selatan dan Kabupaten Jeneponto di sebelah barat.

Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang memanjang pada bagian barat dan timur kota yang salah satunya berpotensi untuk perikanan. wilayahnya mulai dari tepi Laut Flores sampai ke pegunungan sekitar Gunung Lompobattang mempunyai wilayah dengan ketinggian tempat dari permukaan laut 0-25 m sampai dengan ketinggian lebih dari 1.000 M dari permukaan laut.

Kabupaten Bantaeng dengan ketinggian antara 100-500 M dari permukaan laut merupakan wilayah yang terluas atau 29,6 persen dari luas wilayah seluruhnya, dan terkecil adalah wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut 0-25M atau hanya 10,3 persen luas wilayah.

Wilayah Kabupaten Bantaeng dengan lereng 2-15 persen seluas 16.877 hektar atau 42,64 persen, sedangkan wilayah dengan lereng 0-2 persen hanya seluas 5.932 hektar atau 14,99 persen dari luas wilayah. Daerah yang berlereng lebih dari 40 persen tidak diusahakan seluas 8.588 hektar atau 21.69 persen dari luas wilayah.

Kabupaten Bantaeng sebagai daerah agraris yang mengandalkan bidang pertanian dan perkebunan, memiliki beberapa jenis tanah yang cocok dan subur untuk pertanian.

Luas wilayah daratan Kabupaten Bantaeng 395,83 km2 atau 39.583 hektar dengan rincian penggunaan lahan serta luasnya terdiri dari lahan sawah 7.253 hektar (18,33%) dan lahan kering 32.330 hektar (81,68%).

Di Kabupaten Bantaeng terdapat 11 buah sungai sedang dan kecil, diantaranya sungai Calendu yang mengalir melintasi kota Bantaeng dan bermuara pada bagian selatan kota, dengan debit maksimum 4,75 meter kubik perdetik.

Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Bantaeng terdiri atas 8 wilayah Kecamatan yaitu, Kecamatan Bissappu yang terdiri dari 4 desa dan 7 kelurahan, Kecamatan Uluere yang terdiri dari 6 desa, Kecamatan Bantaeng yang terdiri dari 1 desa dan 8 kelurahan, Kecamatan Eremerasa yang terdiri dari 9 desa, Kecamatan Tompobulu terdiri dari 6 desa dan 4 kelurahan, Kecamatan Pa’jukukang terdiri dari 10 desa, Kecamatan Sinoa terdiri dari 6 desa dan Kecamatan Gantarangkeke terdiri dari 4 desa dan 2 kelurahan.

Letak geografis Kabupaten Bantaeng yang strategis memiliki alam tiga dimensi yaitu bukit pegunungan, lembah dataran dan pesisisr pantai, dengan dua musim dan perubahan iklim setiap tahunnya yang dikenal dengan musim barat yang terjadi antara bulan Oktober sampai dengan bulan Maret dan musim timur antara bulan April sampai dengan bulan September.

Iklim di daerah ini tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan tahunan rata-rata setiap bulan 7ª1,8 mm dengan jumlah hari hujan berkisar 64 hari, musim hujan dengan angin barat jatuh pada bulan Oktober sampai Maret, sedangkan musim hujan dengan angin timur jatuh pada bulan April sampai September, dengan adanya kedua musim tersebut sangat menguntungkan bagi sektor pertanian.

A. KEADAAN PENDUDUK

Masalah utama kependudukan di Indonesia pada dasarnya meliputi tiga hal pokok, yaitu : jumlah penduduk yang besar, komposisi penduduk yang kurang menguntungkan dimana proporsi penduduk berusia muda masih relatif tinggi, dan persebaran penduduk yang kurang merata.

1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Penduduk Kabupaten Bantaeng berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng tahun 2014 berjumlah 182.283 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 88.012 jiwa dan perempuan sebanyak 94.271 jiwa yang tersebar di 8 kecamatan dengan jumlah rumah tangga sebanyak 68.369 KK.

Jumlah penduduk yang terbesar dari 8 Kecamatan adalah di kecamatan Bantaeng yaitu 37.989 jiwa (20,78%). ini disebabkan karena Kecamatan Bantaeng merupakan ibukota Kabupaten Bantaeng sebagai pusat pendidikan, pemerintahan dan konsentrasi kegiatan ekonomi.

Sumber : BPS Kab. Bantaeng, 2014

2. Komposisi Penduduk menurut kelompok umur

Komposisi penduduk menurut kelompok umur dapat menggambarkan tinggi/rendahnya tingkat kelahiran. Selain itu komposisi penduduk juga mencerminkan angka beban tanggungan yaitu perbandingan antara jumlah penduduk produktif (umur 15-64 tahun) dengan umur tidak produktif (umur 0-14 tahun dan umur 65 tahun keatas)

Proporsi penduduk usia muda (umur 0-14 tahun) adalah sebesar 30,3 %, angka ini menunjukkan bahwa proporsi tersebut masih berada diatas rata-rata Nasional sebesar 29,83 %.

Adapun jumlah penduduk Kabupaten Bantaeng menurut jenis kelamin dan kelompok umur dapat dilihat pada diagram berikut :

3. Persebaran dan Kepadatan Penduduk

Penduduk Kabupaten Bantaeng pada tahun 2014 tercatat sebanyak 182.283 jiwa tersebar di 8 kecamatan, 46 desa dan 21 kelurahan.

TABEL JUMLAH PENDUDUK, LUAS WILAYAH,KEPADATAN DAN

JUMLAH RUMAH TANGGA MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2014 NO KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK LUAS WILAYAH (Km) KEPADATAN JUMLAH RUMAH TANGGA 1 Tompobulu 22.903 76,99 297.48 9.021 2 Pajukukang 30.049 48,9 614,50 11.644 3 Bantaeng 37.989 28,85 1316,78 14.168 4 Bissappu 32.310 32,84 983,86 12.050 5 Eremerasa 18.462 45,01 410,18 6.931 6 Uluere 11.315 67,29 168.15 3.574 7 Gantarangkeke 17.123 52,95 323,38 6.619 8 Sinoa 12.132 43.0 282.14 4.362 Jumlah Kabupaten 182.283 395.8 461 68.369

Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Bantaeng Tahun 2014

Kepadatan penduduk perkecamatan masih sangat timpang. Kecamatan Bantaeng yang luasnya hanya sekitar 28,85 km dihuni oleh 20,8 % penduduk sedang kecamatan Tompobulu yang merupakan wilayah terluas 76,99 km2 dihuni oleh 12,9 % penduduk .

Kepadatan penduduk di Kabupaten Bantaeng sebesar 457 jiwa / km2. Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissappu terpadat penduduknya sebesar 1.303 jiwa / km2 dan 965 jiwa / km2 . Hal ini disebabkan Kec. Bantaeng merupakan ibukota Kabupaten sehingga menjadi pusat konsentrasi penduduk. Kondisi kepadatan dan persebaran penduduk tersebut mempengaruhi kemampuan sumber daya kesehatan dalam memberikan upaya pelayanan kesehatan kepada penduduk di seluruh wilayah kabupaten.

diagram berikut ini menggambarkan mengenai Kepadatan penduduk dan luas wilayah per kecamatan di Kab.Bantaeng :

Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Bantaeng Tahun 2014

Dalam perencanaan kesehatan, wilayah dengan penduduk yang besar memerlukan biaya operasional yang lebih besar dan upaya lebih intensif dari puskesmas untuk pelayanan kesehatan.

B. TINGKAT PENDIDIKAN

Kemampuan membaca dan menulis ( baca tulis ) mempengaruhi kemampuan penduduk untuk menyerap informasi dan memperoleh pelayanan kesehatan yang diberikan.

B. KEADAAN EKONOMI

1. PDRB ( Produk Domestik Regional Bruto )

Kemampuan daerah untuk mengembangkan sumber daya dan segala potensi yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian daerah tersebut.

Dalam mengembangkan potensi yang dimiliki berbagai kebijakan dan upaya pemerintah telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB yang berhasil dicapai dari tahun ke tahun di Kabupaten Bantaeng.

Berdasarkan hasil perhitungan PDRB Kabupaten Bantaeng pada tahun 2014 nilai PDRB atas dasar harga berlaku telah mencapai Rp. 2.181 milyar rupiah, jika dibandingkan dengan nilai PDRB tahun 2012 sebesar 2.536,7 milyar rupiah maka terjadi kenaikan.

2. Pendapatan Perkapita

PDRB perkapita penduduk Kabupaten Bantaeng dari tahun ke tahun telah berkembang sangat cepat. PDRB perkapita penduduk Kabupaten Bantaeng pada tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup signifikan mencapa 8,15 persen dari sekitar 14,1 juta pada tahun 2012 menjadi 16,2 juta pada tahun 2013.

Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu daerah diliahat dari Produk Domestik Bruto masyarakat Daerah tersebut, dibawan ini adalah tabel PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha Kabupaten Bantaeng 2009-2012.

SEKTOR/LAPANGAN USAHA 2009 2010 2011* 2012**

1. Pertanian 795,08 911,96 1.070,53 1.196,14

2. Pertambangan & Penggalian 12,14 15,99 18,75 23,4 3. Industri Pengolahan 45,20 51,22 58,13 69,39 4. Listrik, Gas & Air Bersih 10 11,65 12,53 16,29 5. Bangunan 84,9 112,44 125,94 151,15 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 172,06 207,34 270,77 345,06 7. Pengangkutan & Komunikasi 45,89 52,15 66,32 81,42 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 90,98 107,32 127,42 160,27 9. Jasa-Jasa 276,66 361,71 430,72 493,59 JUMLAH 1.532,91 1.831,77 2.181,11 2.536,71

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN KABUPATEN

BANTAENG

Gambaran derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Bantaeng, berikut ini disajikan dalam situasi Mortalitas, Morbiditas dan Status Gizi Masyarakat yang juga sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku dan lingkungan

1. Angka Kematian/Mortality

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survey dan penelitian.

Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir dari berbagai penyebab kematian langsung dan tidak langsung. Secara umum kejadian kematian pada manusia berhubungan erat dengan permasalahan kesehatan sebagai akibat dari gangguan penyakit atau akibat dari proses interaksi berbagai faktor yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama mengakibatkan kematian dalam masyarakat.

Beberapa angka kematian yang cukup peka menggambarkan status kesehatan di Kabupaten Bantaeng adalah :

a. Angka Kematian Bayi ( Infant Mortality Rate )

Infant Mortality Rate adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-anak termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 2014 2013 0 0 0 0

IMR KAB. BANTAENG

Angka IMR adalah indikator derajat kesehatan yang cukup baik (peka) dan sangat erat kaitannya dengan kualitas lingkungan / sanitasi lingkungan dan keadaan gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan. IMR menunjukkan bobot masalah perinatal : komplikasi kehamilan, perawatan kehamilan, komplikasi persalinan dan pertolongan persalinan dan perawatan / pemeliharaan bayi.

Berdasarkan Laporan Bidang Bina Kesehatan Keluarga dan Gizi tidak ditemukan kasus kematian bayi dari 3.037 kelahiran hidup, begitu juga tahun 2014 tidak ada kasus kematian dari 3.311 jumlah kelahiran (dilaporkan), angka tersebut dapat tercapai berkat tersedianya sarana pelayanan kesehatan ambulance mobile yang berada di Kab.Bantaeng berupa sebuah wadah yang bernama Brigade Siaga Bencana (BSB) untuk melayani masalah emergency kesehatan pada masyarakat termasuk pelayanan kesehatan ibu dan anak yang sakit dan biasa terlambat dalam memperoleh akses pelayanan, Diagram berikut adalah IMR Kab.Bantaeng tahun 2103 & 2014.

Sumber : Bidang Bina Kesga dan Gizi Dinkes. Bantaeng2014

b. Angka Kematian Balita

Angka Kematian Balita adalah jumlah anak berusia dibawah 5 tahun yang mati selama setahun per 1000 anak dalam kelompok usia tersebut dalam tahun yang bersangkutan. Angka kematian balita sangat berkaitan dengan kualitas sanitasi rumah tangga dan keadaan gizi anak.

Untuk tahun 2013 tidak ada kasus kematian balita dan pada tahun 2014 terdapat 2 kematian balita namun diakibatkan karena Lakalantas bukan disebabkan oleh permasalahan kesehatan .

c. Angka Kematian Ibu

AKI adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) per 100.000 kelahiran hidup.

Angka kematian ibu berguna untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan ibu, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, ibu waktu melahirkan dan masa nifas.

Angka kematian ibu maternal ( MMR ) pada tahun 2013 tidak ada kasus kematian dari 3.037 ibu melahirkan , sedangkan ditahun 2014 juga tidak ada kasus kematian ibu maternal dari 3.311 ibu melahirkan, Penurunan angka kematian ini disebabkan karena semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang ada, terutama sarana kesehatan yang bersifat inovatif seperti adanya emergency service .

Angka kematian Ibu di Kab. Bantaeng terlihat pada diagram sebagai berikut :

Sumber : Bidang Bina Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Bantaeng2014

2. Umur hararapan waktu lahir (Eo)/Life Expectancy at Birth(LE)

Angka Harapan Hidup Waktu Lahir menunjukkan status kesehatan rata-rata penduduk sejak lahir dan sangat dipengaruhi oleh keadaaan kesehatan penduduk serta angka kematian rata-rata penduduk. Periode tahun 1998-2002, umur harapan hidup di Kab. Bantaeng mencapai 67 tahun selanjutnya pada kurun waktu tahun 2008 – 2014 Umur Harapan hidup antara 73 tahun.

3. Kesakitan / Morbidity

Morbiditas dapat diukur dari 10 ( sepuluh ) penyakit utama di suatu wilayah menurut fasilitas kesehatan yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit.

Angka kesakitan berarti jumlah penduduk yang datang ke sarana kesehatan dengan keluhan penyakit tertentu. Dari laporan pengelola SP2TP 10 Jenis penyakit utama di puskesmas pada tahun 2014 terlihat berikut ini :

DAFTAR 10 PENYAKIT UTAMA DI PUSKESMAS KAB. BANTAENG TAHUN 2014

NO P E N Y A K I T 2014(%)

1 Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas 22,9

2 Penyakit Kulit Alergi 14,19

3 Penyakit pada Sistem Otot & Jaringan Pengikat 10,48

4 Gatritis 9,92

5 Diare 8,14

6 Hipertensi Esensial 7,84

7 Penyakit Lain pada saluran Nafas Atas 7,42

8 Infeksi Akut Lain pada Saluran Nafas Atas 6,97

9 Demam yang tidak diketahui sebabnya 6,46

10 Batuk 5,61

Sumber : SP2TP Dinkes Kab. Bantaeng 2014

4. Status Gizi

Status gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan secara umum, karena disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi secara langsung juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan individual. Bahkan status gizi janin yang masih berada dalam kandungan dan bayi yang sedang menyusui sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil atau ibu menyusui.

Status gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan nasional.

Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status gizi bayi, balita dan ibu hamil. Kelompok penduduk tersebut yang menderita gizi kurang akan menimbulkan masalah sumber daya manusia.

Indikator dari status Gizi antara lain :

a. BBLR ( Berat Badan Lahir Rendah )

Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu BBLR karena prematur (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang, banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat hamil.

Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah berpengaruh pada angka kematian bayi dan balita serta gangguan pada pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak. BBLR diakibatkan oleh ibu yang menderita KEK ( Kekurangan Energi Kronis) waktu hamil dan hal ini secara tidak langsung berkaitan dengan ketidak berdayaan keluarga mengatasi masalah rawan pangan, dan ketidak mampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.

Berdasarkan Laporan Subdin Kesehatan Keluarga dan Gizi jumlah kasus BBLR pada tahun 2013 sebesar 60 kasus dari 3.037 bayi lahir hidup atau 1,98 %, dan pada tahun 2014 kasus BBLR sebanyak 47 kasus dari 3.305 bayi lahir hidup atau 1,4 %.

b. Status Gizi Balita

Status gizi balita merupakan salah satu yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi pada Balita adalah anthropometri yang diukur melalui indeks Berat Badan menurut umur (BB/U) atau berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Berdasarkan hasil laporan bulanan Puskesmas dan direkap oleh Bidang Bina Kesga dan Gizi selama tahun 2014 diperoleh data jumlah balita sebanyak 18.047 tidak ditemukan anak dengan status gizi buruk sama halnya pada tahun 2013 dari 19.349 balita juga tidak ditemukan kasus gizi buruk. Hal ini terjadi oleh karena adanya antisipasi pemerintah daerah Kabupaten Bantaeng melalui program pemberian susu pada ibu hamil dan menyusui selama 9 bulan dan selama masa nifas.

Penyebab gizi buruk dan kurang pada anak disebabkan oleh faktor-faktor yang langsung dan tidak langsung. Faktor yang langsung berpengaruh adalah dari kecukupan zat gizi makanan yang diberikan kepada anak serta kemungkinan adanya penyakit infeksi pada anak yang di derita. Sedangkan penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan dalam keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

c. Kekurangan Vitamin A ( KVA )

Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk meningkatkan daya tahan (imunitas) dan kesehatan mata. Anak yang kekurangan Vitamin A, bila terserang campak, diare atau penyakit infeksi lain, penyakit tersebut akan bertambah parah dan dapat mengakibatkan kematian. Infeksi akan menghambat kemampuan tubuh untuk menyerap zat-zat gizi dan pada saat yang sama akan mengikis habis simpanan Vitamin A dalam tubuh. Kekurangan Vitamin A untuk jangka waktu lama juga akan mengakibatkan terjadinya gangguan pada mata, bila anak tidak segera mendapat Vitamin A akan mengakibatkan kebutaan.

Distribusi kapsul Vitamin A ini diberikan kepada balita yang berumur 1 - 4 tahun dan diberikan 2 kali setahun terutama pada bulan Februari dan Agustus dimaksudkan untuk memenuhi cadangan vitamin A dalam hati, agar tidak terjadi kekurangan vitamin A. Akibat buruk yang dapat ditimbulkan pada kekurangan Vitamin A seperti xeropthalmia, kebutaan dan kematian.

Pendistribusian kapsul Vitamin A pada Balita tahun 2014 di Kabupaten Bantaeng dapat dilihat pada diagram berikut :

PENDISTRIBUSIAN VITAMIN A DOSIS TINGGI

PADA BALITA PER PUSKESMAS SE KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2014

Sumber : Bidang Bina Kesga dan Gizi Dinkes Kab. Bantaeng 2014

A. PERILAKU SEHAT MASYARAKAT

Komponen perilaku dan lingkungan sehat merupakan garapan utama promosi kesehatan. Promosi kesehatan adalah upaya memberdayakan masyarakat agar dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya (WHO). Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan bukanlah pekerjaan yang mudah, karena menyangkut aspek perilaku yang erat kaitannya dengan sikap, kebiasaan, kemampuan, potensi dan faktor budaya pada umumnya.

Selanjutnya perilaku kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan oleh manusia yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan kemampuan yang dapat berdampak positif atau negative terhadap kesehatan.

Perilaku sehat yang dimaksud adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan.

Keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan digambarkan melaui indikator-indikator persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, persentase posyandu purnama dan mandiri.

1. Rumah Sehat

Rumah merupakan tempat berkumpul anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya sehingga kondisi perumahan sangat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga dan tetangga sekitarnya.

Keberadaan rumah yang sehat, aman, lokasi, kualitas sarana dan prasarana kesehatan lingkungan merupakan salah satu faktor penentu dalam terwujudnya kesehatan masyarakat di rumah. Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik, kimia dan biologi didalam rumah di lingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni dan masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Pada tahun 2014, di Kab. Bantaeng dilakukan penilaian terhadap 28.603 rumah dari 44.122 total rumah yang ada. Dari hasil penilaian tersebut diperoleh kategori Rumah sehat sebanyak 64,83 %. Sedang pada tahun 2013 dilakukan penilaian terhadap 26.482 rumah dari 44.072 rumah yang ada, dan dari penilaian tersebut kategori rumah sehat sebanyak 60,09%.

PROSENTASE RUMAH SEHAT BERDASARKAN KEGIATAN INSPEKSI SARANA DI KAB. BANTAENG TAHUN 2014

Sumber : Bidang Bina P2PL Dinkes BantaengTahun 2014

2014

64,83%

2013

2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku sehat yang diterapkan oleh keluarga dapat dilihat dari jumlah rumah tangga yang menerapkan PHBS. Berbagai upaya promosi kesehatan yang mengubah agar masyarakat berperilaku sehat telah dilakukan melalui kegiatan-kegiatan antara lain pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan gerakan hidup sehat, promosi kesehatan dan lain-lain.

RUMAH TANGGA BER PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT BERDASARKAN PUSKESMAS

DI KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2014

Sumber : Bidang Bina P2PL Dinkes Bantaeng Tahun 2014

Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa dari 14.545 rumah tangga yang dilakukan penilaian terhadap perilaku hidup bersih dan sehat hanya terdapat 10.587 rumah tangga ( 72,8 % ) yang melakukan PHBS.

Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan cukup besar. Wujud dari peran serta masyarakat adalah berkembangnya upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti posyandu.

Di Kab. Bantaeng pada tahun 2014 terdapat 236 posyandu dengan rincian posyandu Purnama sebanyak 128 (54,24%), posyandu Mandiri sebanyak 14 (5,93 %), posyandu Pratama sebanyak 4 (1,69%) dan Posyandu Madya sebanyak 90 (38,14 %).

GRAFIK TINGKAT KEMANDIRIAN POSYANDU BERDASARKAN PUSKESMAS DI KAB. BANTAENG

TAHUN 2014

Sumber : Bidang Bina P2PL Dinkes Bantaeng Tahun 2014

B. LINGKUNGAN SEHAT

Kesehatan lingkungan merupakan prasyarat utama pembinaan kesehatan secara menyeluruh. Lingkungan yang tidak kondusif bagi kesehatan masyarakat mengakibatkan timbulnya berbagai wabah seperti muntaber, demam berdarah dan berbagai penyakit yang membahayakan. Berbagai indikator lingkungan sehat dapat dirincikan sebagai berikut :

1. Penyediaan Air Bersih

Penyehatan air meliputi pengamanan dan penetapan kualitas air untuk kebutuhan dan kehidupan manusia. Air bersih yang digunakan selain harus mencukupi dalam arti kuantitas untuk kebutuhan sehari-hari juga harus memenuhi persyaratan kualitas yang telah ditetapkan baik kualitas fisik, bakteriologis maupun kimia.

Berdasarkan Laporan Bidang Bina P2PL Dinkes Bantaeng tahun 2014 di Kabupaten Bantaeng, jumlah penduduk yang menggunakan sumber air bersih dari berbagai jenis sarana sebanyak 151.312 keluarga dari 33.393 sarana yang memenuhi syarat (83,65%),Penggunaan air bersih menunjukkan cakupan yang lebih baik disebabkan oleh :

a. Penyediaan sarana air bersih yang mulai merata b. Pengelolaan sarana air bersih mulai profesional

DIAGRAM PROSENTASE CAKUPAN KELUARGA YANG MENGGUNAKAN SARANA AIR BERSIH

DI KAB. BANTAENG TAHUN 2014

Sumber : Bidang Bina P2PL Dinkes Bantaeng 2014

2. Pembuangan Kotoran Manusia

Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan prilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.

Fasilitas rumah tinggal yang berkaitan dengan kesehatan adalah ketersediaan jamban sendiri dengan tangki septik. Sehubungan dengan itu pemerintah telah melaksanakan program sanitasi lingkungan, diantaranya beberapa pengadaan jamban keluarga.

Sistem pembuangan kotoran manusia sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dan resiko penularan penyakit, khususnya penyakit saluran pencernaan. Pada tahun 2014 berdasarkan laporan Bidang Bina P2PL Dinkes Bantaeng, dengan akses sanitasi layak (jamban sehat) mencapai 139.284 jiwa atau 76,4 % dari jumlah penduduk 182.283 jiwa, dimana jumlah sarana yang tersedia sebanyak 26.931 dan sarana yang memenuhi syarat sebanyak 26.911 . ini disebabkan oleh semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi lingkungan

DIAGRAM CAKUPAN KEPEMILIKAN JAMBAN DI KAB. BANTAENG TAHUN 2014

Sumber : Bidang Bina P2PL Dinkes Bantaeng Tahun 2014

a. Pelayanan Kesehatan

Tujuan pokok upaya kesehatan adalah meningkatkan pemerataan dan

Dalam dokumen PROFIL KESEHATAN TAHUN 2014 (Halaman 7-45)

Dokumen terkait