• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENUTUP

Dalam dokumen Proyeksi geometri fuzzy pada ruang (Halaman 29-116)

10

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Vektor

Vektor adalah besaran yang mempunyai besar dan arah, seperti perpindahan (displacement), kecepatan, gaya dan percepatan (Spiegel, 1999:1).

Vektor digambarkan oleh suatu anak panah ๐‘‚๐‘ƒ yang mendefinisikan arahnya sedangkan besarnya dinyatakan oleh panjang anak panah. Ujung pangkal ๐‘‚ dari anak panah disebut titik asal atau titik pangkal vektor dan ujung kepala ๐‘ƒ disebut titik terminal dan besarnya dinyatakan oleh ๐ด atau ๐‘จ (Spiegel, 1999:1).

Gambar 2. 1 Vektor OP

Sedangkan skalar adalah besaran yang mempunyai besar tetapi tanpa arah, seperti massa, panjang, waktu, suhu dan sebarang bilangan riil. Skalar dinyatakan oleh huruf-huruf biasa seperti dalam aljabar elementer. Operasi-operasi dengan skalar mengikuti aturan-aturan yang sama seperti dalam aljabar elementer (Spiegel, 1999:1).

Definisi 1

Jika ๐‘‰ adalah vektor yang memiliki titik awal dan akhir ๐‘ฃ1, ๐‘ฃ2, ๐‘ฃ3 , maka komponen pembentuk ๐‘‰ diberikan oleh:

Koordinat ๐‘ฃ1, ๐‘ฃ2dan ๐‘ฃ3 disebut komponen ๐‘‰ . Jika kedua titik awal dan akhir tetap pada asalnya, maka ๐‘‰ disebut vektor nol (zero vector) dan dinotasikan oleh 0 = 0, 0, 0 (Larson dan Edward, 2010:765).

2.1.1 Panjang (Besaran) Vektor

Jika ๐‘ƒ(๐‘1, ๐‘2, ๐‘3) dan ๐‘„(๐‘ž1, ๐‘ž2, ๐‘ž3) merupakan titik awal dan akhir ๐‘‰ pada segmen garis, komponen pembentuk vektor ๐‘‰ direpresentasikan oleh ๐‘ƒ๐‘„ yaitu ๐‘ฃ1, ๐‘ฃ2, ๐‘ฃ3 = ๐‘ž1โˆ’ ๐‘1, ๐‘ž2โˆ’ ๐‘2, ๐‘ž3โˆ’ ๐‘3 . Formula panjang (atau besaran) ๐‘‰ adalah

๐‘‰ = (๐‘ž1โˆ’ ๐‘1)2+ (๐‘ž2โˆ’ ๐‘2)2+ (๐‘ž3โˆ’ ๐‘3)2

= ๐‘ฃ12+ ๐‘ฃ22+ +๐‘ฃ32 (Larson dan Edward, 2010: 765). Contoh:

Diberikan titik ๐‘ƒ(1,1,1) dan ๐‘„(2,4,3), untuk mengetahui besaran ๐‘‰ , digunakan rumus panjang vektor.

๐‘‰ = (๐‘ž1โˆ’ ๐‘1)2+ (๐‘ž2โˆ’ ๐‘2)2+ (๐‘ž3โˆ’ ๐‘3)2 = (2 โˆ’ 1)2+ (4 โˆ’ 1)2+ (3 โˆ’ 1)2

= 3,74

Jadi ๐‘‰ memiliki besaran 3,74

2.1.2 Penjumlahan Vektor dan Perkalian Skalar

๐ด + ๐ต = ๐ด๐ต adalah vektor yang diwakili oleh segmen garis berarah yang pangkalnya berimpit dengan pangkal ๐ด dan ujungnya berimpit dengan ujung ๐ต dan pangkal ๐ต berimpit dengan ujung ๐ด (Soebari, 1995:1-2).

Definisi 2

Diberikan vektor ๐ด = ๐ด1, ๐ด2, ๐ด3 dan vektor ๐ต = ๐ต1, ๐ต2, ๐ต3 , dan ๐‘ scalar, didefinisikan:

1. Penjumlahan vektor ๐ด dan ๐ต adalah ๐ด + ๐ต = ๐ด1+ ๐ต1, ๐ด2+ ๐ต2, ๐ด3+ ๐ต3 . 2. Perkalian skalar ๐‘ dan ๐ด adalah vektor ๐‘๐ด = ๐‘๐ด1, ๐‘๐ด2, , ๐‘๐ด3 .

3. Bentuk negatif ๐ต adalah vektor โ€“ ๐ต = โˆ’1 ๐ต = โˆ’๐ต1, โˆ’๐ต2, โˆ’๐ต3

4. Selisih ๐ด dan ๐ต adalah ๐ด โˆ’ ๐ต = ๐ด + โˆ’๐ต = ๐ด1โˆ’ ๐ต1, ๐ด2โˆ’ ๐ต2, ๐ด3โˆ’ ๐ต3 (Larson dan Edward, 2010:766).

2.1.3 Perkalian antara Dua Vektor

Perkalian vektor antara dua vektor ๐ด dan ๐ต ditulis ๐ด ร— ๐ต (dibaca ๐ด kros๐ต ) dan didefinisikan ๐ด ร— ๐ต = ๐ด ๐ต sin ๐œƒ ๐‘€ dengan ๐œƒ adalah sudut antara ๐ด dan ๐ต dan ๐‘€ adalah vektor satuan yang tegak lurus ๐ด dan tegak lurus ๐ต sesuai dengan sistem yang digunakan (sistem putar kanan atau putar kiri).

Suatu skrup putar kanan jika diputar sesuai arah sumbu ๐‘ฅ positif menuju sumbu ๐‘ฆ positif, skrup tersebut akan bergerak ke arah ๐‘ง positif. Sistem semacam ini dinamakan sistem putar kanan. Sedangkan sebaliknya disebut sistem putar kiri. Pada sistem putar kanan, berlaku:

๐‘– ร— ๐‘– = ๐‘— ร— ๐‘— = ๐‘˜ ร— ๐‘˜ = 0 ๐‘– ร— ๐‘— = ๐‘˜ ๐‘— ร— ๐‘– = โˆ’๐‘˜ ๐‘— ร— ๐‘˜ = ๐‘– ๐‘˜ ร— ๐‘— = โˆ’๐‘– ๐‘˜ ร— ๐‘– = ๐‘— ๐‘– ร— ๐‘˜ = โˆ’๐‘— Jadi : ๐‘‚๐ด ร— ๐‘‚๐ต = ๐‘ฅ๐‘Ž๐‘– + ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘— + ๐‘ง๐‘Ž๐‘˜ ร— ๐‘ฅ๐‘๐‘– + ๐‘ฆ๐‘๐‘— + ๐‘ง๐‘๐‘˜

= ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ฅ๐‘โˆ’ ๐‘ง๐‘Ž๐‘ฆ๐‘ ๐‘– โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ž๐‘ง๐‘โˆ’ ๐‘ง๐‘Ž๐‘ฅ ร—๐‘ ๐‘— โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ฅ๐‘ ๐‘˜ = ๐‘ฆ๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘ง๐‘Ž ๐‘ ๐‘ง๐‘ ๐‘– โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ž ๐‘ง๐‘Ž ๐‘ฅ๐‘ ๐‘ง๐‘ ๐‘— + ๐‘ฅ๐‘Ž ๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘ฅ๐‘ ๐‘ฆ๐‘ ๐‘˜ = ๐‘– ๐‘— ๐‘˜ ๐‘ฅ๐‘Ž ๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘ง๐‘Ž ๐‘ฅ๐‘ ๐‘ฆ๐‘ ๐‘ง๐‘

(Larson dan Edward, 2010:769).

Pada perkalian vektor dua vektor berlaku hukum-hukum sebagai berikut: 1. ๐ด ร— ๐ต = โˆ’๐ต ร— ๐ด (Hukum Komutatif tak berlaku Hasil-Kali Silang) 2. ๐ด ร— ๐ต + ๐ถ = ๐ด ร— ๐ต + ๐ด ร— ๐ถ (Hukum Distributif) 3. ๐‘š ๐ด ร— ๐ต = ๐‘š๐ด ร— ๐ต = ๐ด ร— ๐‘š๐ต = ๐ด ร— ๐ต ๐‘š di mana m scalar 4. ๐‘– ร— ๐‘– = ๐‘— ร— ๐‘— = ๐‘˜ ร— ๐‘˜ = 0, ๐‘– ร— ๐‘— = ๐‘— ร— ๐‘˜ = ๐‘˜ ร— ๐‘– = 1

5. Jika ๐ด = ๐ด 1๐‘– + ๐ด 2๐‘— + ๐ด 3๐‘˜ dan ๐ต = ๐ต 1๐‘– + ๐ต 2๐‘— + ๐ต 3๐‘˜, maka

๐ด ร—๐ต = ๐‘– ๐‘— ๐‘˜ ๐ด 1 ๐ด 2 ๐ด 3 ๐ต 1 ๐ต 2 ๐ต 3

6. Besarnya ๐ด ร— ๐ต sama dengan luas jajaran genjang dengan sisi-sisi ๐ด dan ๐ต . 7. Besarnya ๐ด ร— ๐ต = 0 dan ๐ด beserta ๐ต bukanlah vektor-vektor nol, maka ๐ด dan

๐ต sejajar (Larson dan Edward, 2010:771).

2.2 Sistem Koordinat Kartesius Ruang (R3)

Dalam sistem ini (sistem koordinat kartesius siku-siku) terdapat tiga sumbu yang saling tegak lurus diantaranya, yaitu sumbu ๐‘‹, sumbu ๐‘Œ dan sumbu ๐‘. Disamping koordinat siku-siku ada pula koordinat miring. Koordinat ini pada dasarnya sama, hanya bedanya pada koordinat kartesius miring ketiga sumbunya tidak saling tegak lurus. Sebuah titik ๐‘ƒ dengan koordinat ๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง , berarti jarak titik ๐‘ƒ terhadap ๐‘Œ๐‘‚๐‘ , ๐‘‹๐‘‚๐‘ dan ๐‘‹๐‘‚๐‘Œ berturut-turut ๐‘ฅ, ๐‘ฆ dan ๐‘ง disebut absis, ordinat dan aplikat. Harga ๐‘ฅ, ๐‘ฆ dan ๐‘ง dapatn positif, dapat pula negatif, maupun

nol. Positif jika searah dengan sumbu positif dan negatif jika searah dengan negatif (Soebari, 1995:6).

Gambar 2. 2 Oktan Pertama Koordinat ๐‘‹๐‘Œ๐‘

Dalam sistem koordinat kartesius, ruangan dibagi menjadi 8 (delapan) oktan dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Oktan Sistem Koordinat Kartesius

Koord. Okt.1 Okt.2 Okt.3 Okt.4 Okt.5 Okt.6 Okt.7 Okt.8

๐‘ง + + + + โˆ’ โˆ’ โˆ’ โˆ’

๐‘ฅ + โˆ’ โˆ’ + + โˆ’ โˆ’ +

๐‘ฆ + + โˆ’ โˆ’ + + โˆ’ โˆ’

Sumber: Soebari, 1995:6

2.3 Geometri Tegas

2.3.1 Titik, Garis, dan Bidang

Titik dinyatakan dengan noktah, dan diberi nama dengan huruf besar. Contoh: ๐‘ƒ ๐‘ฅ๐‘ƒ, ๐‘ฆ๐‘ƒ, ๐‘ง๐‘ƒ (Rich, 2002:2). Titik juga ditunjukkan atau dilukiskan dengan โ€œ โ€™โ€™. Melalui dua titik yang berlainan, dapat dibuat tepat satu garis (Alisah dan Idris, 2009:237).

Garis lurus terbetuk oleh suatu titik yang selalu bergerak kearah yang sama. Suatu garis lurus dapat diperpanjang ke segala arah secara tidak terbatas (Rich, 2002:2). Garis tidak memiliki batas, baik ke kiri maupun kekanan,

sehingga panjangnya tidak terbatas, dan yang digambar hanya sebagai wakilnya saja. Garis biasanya diberi simbol, yaitu dengan huruf kecil, misalnya: a, b, c, d dan seterusnya (Alisah dan Idris, 2009:237). Gambar suatu garis adalah sebagai berikut:

Gambar 2. 3 Garis ๐‘” dan Garis yang Melalui Titik ๐ด dan ๐ต

Garis yang melalui titik A dan B dilambangkan dengan ๐ด๐ต. Di samping itu dikenal pula ruas garis (segmen), ruas garis adalah bagian dari garis lurus yang terbatas pada pangkal dan ujungnya. Sedangkan bidang adalah suatu permukaan di mana suatu garis yang menghubungkan dua titik pada permukaan tersebut secara keseluruhan akan terletak pada permukaan tersebut (Rich, 2002:2).

Gambar 2. 4 Bidang ABCD

2.3.2 Persamaan Bidang

Persamaan umum bidang datar adalah ๐ด๐‘ฅ + ๐ต๐‘ฆ + ๐ถ๐‘ง + ๐ท = 0 , bidang tersebut tegak lurus dengan vektor ๐ด๐‘– + ๐ต๐‘— + ๐ถ๐‘˜ atau yang sering disebut dengan normal bidang dan dinotasikan dengan ๐‘› . Jika suatu bidang melalui titik ๐‘ƒ dan mempunyai normal ๐ด๐‘– + ๐ต๐‘— + ๐ถ๐‘˜ , maka persamaan bidang tersebut adalah (Soebari, 1995:12-13).

2.3.3 Persamaan Garis

Garis lurus dapat diartikan sebagai perpotongan antara dua bidang datar, jadi persamaan suatu garis lurus merupakan gabungan antara persamaan dua bidang datar (Soebari, 1995:20).

Persamaan garis yang melalui misal titik ๐‘ƒ(๐‘ฅ1, ๐‘ฆ1, ๐‘ง1) dan mempunyai vektor arah ๐‘๐‘– + ๐‘ž๐‘— + ๐‘Ÿ๐‘˜ adalah:

๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฅ1 ๐‘ = ๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฆ1 ๐‘ž = ๐‘ง โˆ’ ๐‘ง1 ๐‘Ÿ

Persamaan tersebut dikatakan persamaan garis dalam bentuk standar. Dengan jalan yang sama, akan diperoleh persamaan garis yang misalnya melalui titik ๐‘ƒ(๐‘ฅ๐‘, ๐‘ฆ๐‘, ๐‘ง๐‘) dan ๐‘„(๐‘ฅ๐‘ž, ๐‘ฆ๐‘ž, ๐‘ง๐‘ž), yaitu:

๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘ ๐‘ฅ๐‘žโˆ’ ๐‘ฅ๐‘ = ๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘ ๐‘ฆ๐‘ž โˆ’ ๐‘ฆ๐‘ = ๐‘ง โˆ’ ๐‘ง๐‘ ๐‘ง๐‘žโˆ’ ๐‘ง๐‘ Dalam bentuk parameter, persamaan garis dapat dituliskan:

๐‘ฅ = ๐‘Ž + ๐‘๐‘ก, ๐‘ฆ = ๐‘ + ๐‘ž๐‘ก, ๐‘ง = ๐‘ + ๐‘Ÿ๐‘ก dengan t merupakan parameter

Sedangkan ๐‘, ๐‘ž, ๐‘Ÿ dinamakan bilangan arah garis. Jika ada ๐‘, ๐‘ž atau ๐‘Ÿ yang sama dengan nol, maka persamaan garis harus dinyatakan dalam gabungan persamaan dua bidang. Maka persamaan garis tersebut

๐‘” โ‰ก ๐ด๐ด1๐‘ฅ + ๐ต1๐‘ฆ + ๐ถ1๐‘ง + ๐ท = 0

2๐‘ฅ + ๐ต2๐‘ฆ + ๐ถ2๐‘ง + ๐ท = 0 (Soebari, 1995:21). Vektor arah garis ๐‘” tersebut adalah:

๐‘” =

๐‘– ๐‘— ๐‘˜ ๐ด1 ๐ต1 ๐ถ1 ๐ด2 ๐ต2 ๐ถ2

2.3.4 Jarak Titik ke Garis pada Ruang (R3)

Untuk menentukan jarak antara titik dan garis, ditentukan titik yang terletak pada garis. Misalkan akan ditentukan jarak antara titik P dengan garis ๐‘”. Tentukan sebarang titik Q pada ๐‘”, maka berlaku:

Gambar 2. 5 Jarak Titik ๐‘ƒ ke Garis ๐‘”

๐‘ƒ๐‘„ ร— ๐‘” = ๐‘ƒ๐‘„ โ‹… ๐‘” sin ๐œƒ ๐‘ƒ๐‘„ ร— ๐‘” = ๐‘ƒ๐‘„ โ‹… ๐‘” ๐‘‘

๐‘ƒ๐‘„ Jadi jarak titik ๐‘ƒ ke garis ๐‘” adalah

๐‘‘ = ๐‘ƒ๐‘„ ร— ๐‘”

๐‘” Soebari, 1995: 25 . Contoh :

Untuk menentukan jarak titik ๐‘ƒ(2, 5, 1) ke garis ๐‘” = 4๐‘ฅ + 5๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ง = 7

2๐‘ฅ + 3๐‘ฆ โˆ’ 4๐‘ง = 1 , maka ditentukan terlebih dahulu titik ๐‘„ (sebarang yang terletak pada ๐‘”) untuk lebih mudahnya peneliti memilih titik yang berpotongan dengan bidang koordinat ๐‘‹๐‘‚๐‘Œ, yang berarti koordinat ๐‘ง = 0. Misalkan titik potong tersebut ๐‘„(๐‘ฅ๐‘ž, ๐‘ฆ๐‘ž, 0).

4๐‘ฅ๐‘ž+ 5๐‘ฆ๐‘ž = 7 dan 2๐‘ฅ๐‘ž + 3๐‘ฆ๐‘ž = 1 Dari perhitungan subtitusi didapatkan nilai ๐‘ฅ๐‘ž = 8 dan ๐‘ฆ๐‘ž = โˆ’5. Jadi titik potong tersebut adalah ๐‘„(8, โˆ’5, 0) dan ๐‘ƒ๐‘„ adalah

8 โˆ’ 2 ๐‘– + โˆ’5 โˆ’ 5 ๐‘— + (0 โˆ’ 1)๐‘˜ , atau 6๐‘– โˆ’ 10๐‘— โˆ’ ๐‘˜ Sedangkan vektor arah garis ๐‘” adalah

๐‘” = 4 5๐‘– ๐‘— โˆ’1๐‘˜ 2 3 โˆ’4 = โˆ’20 + 3 ๐‘– โˆ’ โˆ’16 + 2 ๐‘— + (12 โˆ’ 10)๐‘˜ = โˆ’17๐‘– + 14๐‘— + 2๐‘˜ ๐‘” ร— ๐‘ƒ๐‘„ = โˆ’17๐‘– 14๐‘— ๐‘˜ 2 6 โˆ’10 โˆ’1 = โˆ’14 + 20 ๐‘– โˆ’ 17 โˆ’ 12 ๐‘— + (170 โˆ’ 84)๐‘˜ = 6๐‘– โˆ’ 5๐‘— + 86๐‘˜ ๐‘” ร— ๐‘ƒ๐‘„ = 36 + 25 + 7396 = 7457 = 86,35 Jadi jarak titik ๐‘ƒ terhadap garis ๐‘” adalah

๐‘‘ = ๐‘ƒ๐‘„ ร— ๐‘”

๐‘” =

7475 289 + 196 + 4

2.3.5 Jarak Titik ke Bidang

Untuk menentukan jarak titik ๐‘ƒ(๐‘, ๐‘ž, ๐‘Ÿ) terhadap bidang ๐‘‰ โ‰ก ๐ด๐‘ฅ + ๐ต๐‘ฆ + ๐ถ๐‘ง + ๐ท = 0, ditentukan terlebih dahulu sebarang titik yang terletak pada bidang tersebut (Soebari, 1995:16).

Untuk lebih mudahnya, ambil salah satu titik potongnya dengan sumbu koordinat, misal sumbu ๐‘ฅ, yaitu: ๐‘„ โˆ’๐ท

๐ด, 0,0 dengan pemisalan posisi ๐‘„ pada gambar berikut:

๐‘„๐‘ƒ = ๐‘ +๐ท ๐ด ๐‘– + ๐‘ž๐‘— + ๐‘Ÿ๐‘˜ ๐‘›๐‘‰ = ๐ด๐‘– + ๐ต๐‘— + ๐ถ๐‘˜ ๐‘„๐‘ƒ โˆ™ ๐‘› = |๐‘„๐‘ƒ|๐‘‰ โˆ™ |๐‘› ๐‘๐‘œ๐‘ ๐œƒ โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ (1) ๐‘‰|

๐œƒ = Sudut antara ๐‘› dan ๐‘„๐‘ƒ๐‘‰

๐‘๐‘œ๐‘  ๐œƒ = ๐‘‘

| ๐‘„๐‘ƒ |โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ (2) ๐‘‘ = Jarak antara titik ๐‘ƒ terhadap bidang ๐‘‰

Berdasarkan Persamaan (1) dan (2) diperoleh:

๐‘„๐‘ƒ โˆ™ ๐‘› = |๐‘„๐‘ƒ|๐‘‰ โˆ™ |๐‘› ๐‘‰| ๐‘‘ ๐‘„๐‘ƒ (๐‘‘ harus positif) ๐‘‘ =๐‘„๐‘ƒ โˆ™ ๐‘› ๐‘‰ |๐‘› ๐‘‰| = ๐‘ + ๐ท ๐ด ๐ด + ๐‘ž๐ต + ๐‘Ÿ๐ถ ๐ด2+ ๐ต2+ ๐ถ2 Perhitungan lebih lanjut diperoleh:

๐‘‘ = ๐ด๐‘ + ๐ต๐‘ž+ ๐ถ๐‘Ÿ + ๐ท

๐ด2+ ๐ต2+ ๐ถ2 (Soebari, 1995: 17) Contoh:

Diberikan titik ๐‘ƒ(4,1,2) dan bidang ๐‘‰ โ‰ก ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฆ + ๐‘ง โˆ’ 1 = 0, untuk mengetahui jarak titik ๐‘ƒ ke bidang ๐‘‰ (๐‘‘), digunakan rumus jarak titik ke bidang.

๐‘‘ = ๐ด๐‘ฅ๐‘+ ๐ต๐‘ฆ๐‘ + ๐ถ๐‘ง๐‘ + ๐ท

๐ด2+ ๐ต2+ +๐ถ2 = 1 4 โˆ’ 1 1 + 1 2 โˆ’ 1 (1)2+ (โˆ’1)2+ (1)2 = 2,31 Jadi jarak titik ๐‘ƒ ke bidang ๐‘‰ adalah 2,31.

2.3.6 Titik pada Segmen Garis

Ditentukan titik ๐‘ƒ(๐‘ฅ๐‘, ๐‘ฆ๐‘, ๐‘ง๐‘) dan titik ๐‘„(๐‘ฅ๐‘ž, ๐‘ฆ๐‘ž, ๐‘ง๐‘ž) untuk menentukan koordinat titik ๐‘… yang terletak pada segmen garis ๐‘ƒ๐‘„ sedemikian sehingga ๐‘ƒ๐‘…

โˆถ ๐‘…๐‘„ adalah ๐‘š โˆถ ๐‘› (Soebari, 1995:9).

Gambar 2. 7 Perbandingan ๐‘š dan ๐‘› Terlihat pada gambar 2.7 bahwa

๐‘ƒ๐‘…

โˆถ ๐‘…๐‘„ = ๐‘š โˆถ ๐‘› Dengan demikian:

๐‘› ๐‘ฅ๐‘Ÿโˆ’ ๐‘ฅ๐‘ ๐‘– + ๐‘ฆ๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘ ๐‘— + ๐‘ง๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘ง๐‘ ๐‘˜

= ๐‘š ๐‘ฅ๐‘ž โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ ๐‘– + ๐‘ฆ๐‘ž โˆ’ ๐‘ฆ๐‘Ÿ ๐‘— + ๐‘ง๐‘ž โˆ’ ๐‘ง๐‘Ÿ ๐‘˜ Persamaan tersebut benar, jika:

๐‘› ๐‘ฅ๐‘Ÿโˆ’ ๐‘ฅ๐‘ = ๐‘š ๐‘ฅ๐‘ž โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ , ๐‘› ๐‘ฆ๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘ = ๐‘š ๐‘ฆ๐‘ž โˆ’ ๐‘ฆ๐‘Ÿ , ๐‘› ๐‘ง๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘ง๐‘ = ๐‘š ๐‘ง๐‘ž โˆ’ ๐‘ง๐‘Ÿ . Berdasarkan ketiga persamaan tersebut diperoleh koordinat ๐‘…:

๐‘ฅ๐‘Ÿ = ๐‘š ๐‘ฅ๐‘ž + ๐‘› ๐‘ฅ๐‘ ๐‘š + ๐‘› , ๐‘ฆ๐‘Ÿ = ๐‘š ๐‘ฆ๐‘ž + ๐‘› ๐‘ฆ๐‘ ๐‘š + ๐‘› , ๐‘ง๐‘Ÿ = ๐‘š ๐‘ง๐‘ž + ๐‘› ๐‘ง๐‘ ๐‘š + ๐‘›

Jika ๐‘… berada pada perpanjangan ๐‘ƒ๐‘„ sedemikian sehingga ๐‘ƒ๐‘… โˆถ ๐‘…๐‘„ = ๐‘š โˆถ โˆ’๐‘› maka koordinat titik ๐‘… adalah

๐‘ฅ๐‘Ÿ = ๐‘š ๐‘ฅ๐‘ž โˆ’ ๐‘› ๐‘ฅ๐‘ ๐‘š โˆ’ ๐‘› , ๐‘ฆ๐‘Ÿ = ๐‘š ๐‘ฆ๐‘ž โˆ’ ๐‘› ๐‘ฆ๐‘ ๐‘š โˆ’ ๐‘› , ๐‘ง๐‘Ÿ = ๐‘š ๐‘ง๐‘ž โˆ’ ๐‘› ๐‘ง๐‘ ๐‘š โˆ’ ๐‘› (Soebari, 1995: 10).

2.3.7 Teorema Pythagoras

Pythagoras adalah seorang ahli matematika dan filsafat berkebangsaan Yunani yang hidup pada tahun 569 โ€“ 475 sebelum Masehi. Sebagai ahli metematika, Pythagoras terkenal dengan teorema Pythagoras yang berbunyi : kuadrat panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi-sisi yang lain (Sundawa, 2009).

Gambar 2. 8 Segitiga Siku-siku

Gambar 2.8 di atas menunjukkan suatu segitiga siku-siku ABC dengan panjang sisi miring b, panjang sisi alas a, dan tinggi c. Berdasarkan teorema Pythagoras, dalam segitiga siku-siku tersebut berlaku :

๐‘2 = ๐‘2+ ๐‘Ž2 atau ๐‘ = ๐‘2+ ๐‘Ž2

Untuk menentukan panjang sisi-sisi yang lainnya seperti panjang sisi alas a atau tinggi c, dengan menggunakan rumus umum teorema Pythagoras diperoleh perhitungan sebagai berikut :

๐‘2 = ๐‘2+ ๐‘Ž2 โ†’ ๐‘2 = ๐‘2โˆ’ ๐‘Ž2 atau ๐‘ = ๐‘2โˆ’ ๐‘Ž2 ๐‘2 = ๐‘2+ ๐‘Ž2 โ†’ ๐‘Ž2 = ๐‘2 โˆ’ ๐‘2 atau ๐‘Ž = ๐‘2 โˆ’ ๐‘2

Dari uraian tersebut, penulisan teorema Pythagoras pada setiap sisi segitiga siku-siku dapat dituliskan sebagai berikut (Sundawa, 2009):

2.4 Proyeksi Geometri Tegas

Proyeksi suatu titik adalah pembentukan bayangan suatu titik terhadap satu garis atau bidang, dengan syarat garis hubung titik dan titik hasil proyeksinya harus tegak lurus dengan garis atau bidang tersebut (Sundawa, 2009).

Menentukan panjang proyeksi titik P (x, y, z), jika titik hasil proyeksi Pโ€™ (x, y, z) diketahui yaitu :

Panjang proyeksi = (๐‘ฅ2โˆ’ ๐‘ฅ1)2+ (๐‘ฆ2โˆ’ ๐‘ฆ1)2+ (๐‘ง2โˆ’ ๐‘ง1)2

Sedangkan untuk menentukan panjang jarak proyeksi titik P (x, y, z), jika persamaan garis ๐ด๐‘ฅ + ๐ต๐‘ฆ + ๐ถ๐‘ง + ๐ท = 0 diketahui yaitu :

Panjang jarak proyeksi = ๐ด๐‘ฅ๐‘+๐ต๐‘ฆ๐‘+๐ถ๐‘ง๐‘+๐ท ๐ด2+๐ต2+๐ถ2

Selain pada titik, proyeksi pun dapat dilakukan pada suatu garis. Gambar di bawah ini terdapat berbagai macam proyeksi suatu garis terhadap garis yang lain. Misalkan suatu garis AB di proyeksikan terhadap ๐‘”. Hasil yang diperoleh adalah garis Aโ€™Bโ€™. Kedua garis yang diproyeksikan selalu tegak lurus dengan garis proyektornya (Sundawa, 2009).

Gambar 2. 9 Garis ๐ดโ€™๐ตโ€™ โˆˆ ๐‘” Merupakan Hasil Proyeksi dari Garis ๐ด๐ต

Gambar 2. 11 Garis ๐ด๐ต Tegak Lurus Garis ๐‘” terhadap Garis Proyektor

2.4.1 Definisi Proyeksi Ruang (Tegas)

Proyeksi geometri merupakan pembentukan bayangan suatu unsur geometri yang diproyeksikan terhadap unsur proyektor, dengan sifat tegak lurus yang diwakili oleh masing-masing unsurnya (Stein dan Barchellos, 1992:688). Pembahasan proyeksi pada ruang ditekankan pada tiga hal, yaitu proyeksi titik ke garis, proyeksi titik ke bidang, dan proyeksi garis ke bidang.

Gambar 2. 12Proyeksi Garis ๐ด๐ต pada Bidang ๐‘‰

Diberikan segmen garis ๐ด๐ต dan ruang ๐‘‰. Tegak lurus dari A dan B pada ๐‘‰, lihat gambar 2.13, dua titik A dan B bertemu di ๐‘‰ di titik Aโ€™ dan Bโ€™. Segmen ๐ดโ€ฒ๐ตโ€ฒ disebut proyeksi pada ๐ด๐ต pada Bidang ๐‘‰. Maka akan ditemukan panjang pada ๐ดโ€ฒ๐ตโ€ฒ

, gambar garis L sejajar ๐ดโ€ฒ๐ตโ€ฒ dan melewati A. Jika ๐œƒ sudut antara ๐ด๐ต dan L, 0 โ‰ค ๐œƒ โ‰ค ๐œ‹ 2 . Sudut ๐œƒ disebut sudut antara ๐ด๐ต dan bidang ๐‘‰.

๐ดโ€™๐ตโ€™

2.4.2 Prosedur Proyeksi Geometri Tegas pada Ruang (R3)

1. Proyeksi Titik pada Garis

Gambar 2. 13Proyeksi Titik ๐‘ƒ pada Garis ๐‘”

Misalkan suatu titik ๐‘ƒ(๐‘ฅ๐‘ƒ, ๐‘ฆ๐‘ƒ, ๐‘ง๐‘ƒ) diproyeksikan terhadap garis ๐‘” โ‰ก ๐ด1๐‘ฅ + ๐ต1๐‘ฆ + ๐ถ1๐‘ง = ๐ท

๐ด2๐‘ฅ + ๐ต2๐‘ฆ + ๐ถ2๐‘ง = ๐ท . Untuk mencari hasil proyeksi, yaitu koordinat titik ๐‘ƒโ€ฒ, dapat ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Menentukan sebarang dua titik pada garis ๐‘”, misal titik ๐ด(๐‘ฅ๐‘Ž, ๐‘ฆ๐‘Ž ,๐‘ง๐‘Ž) dan ๐ต(๐‘ฅ๐‘, ๐‘ฆ๐‘,๐‘ง๐‘), sedemikian hingga ๐ด โ‰  ๐ต.

Gambar 2. 14Sebarang Titik ๐ด dan ๐ต pada ๐‘”

Kemudian menurut Larson dan Edward (2010:765) dapat dicari besar dari vektor ๐ด๐‘ƒ dan ๐‘ƒ๐ต sebagai berikut:

๐ด๐‘ƒ = ๐‘ฅ๐‘ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ž 2+ ๐‘ฆ๐‘ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘Ž 2+ ๐‘ง๐‘ โˆ’ ๐‘ง๐‘Ž 2

Setelah itu menurut Soebari (1995:25) dapat ditentukan jarak antara titik ๐‘ƒ dan ๐‘ƒโ€ฒ.

๐‘ƒ๐‘ƒโ€ฒ = ๐ด๐‘ƒ ร— ๐‘”

๐‘” โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ (4)

Setelah diketahui ๐‘ƒ๐‘ƒ , ๐ด๐‘ƒโ€ฒ , dan ๐‘ƒ๐ต . Selanjutnya akan dicari nilai ๐ด๐‘ƒ dan โ€ฒ

๐‘ƒ dengan menggunakan teorema Pythagoras. โ€ฒ๐ต

Gambar 2. 15 Sebarang Titik ๐‘š dan ๐‘› di ๐‘”

๐ด๐‘ƒ = m = APโ€ฒ 2โˆ’ ๐‘ƒ๐‘ƒโ€ฒ 2 ๐‘ƒ = n = ๐‘ƒ๐ตโ€ฒ๐ต 2โˆ’ ๐‘ƒ๐‘ƒโ€ฒ 2โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ . โ€ฆ . . โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ . . (5)

Setelah didapatkan ๐‘š dan ๐‘› maka koordinat ๐‘ƒโ€ฒ menurut Soebari (1995:10) dapat dicari dengan perbandingan.

Gambar 2. 16 Perbandingan antara ๐‘š dan ๐‘›

๐ด๐‘ƒโ€ฒ โˆถ ๐‘ƒ = ๐‘š โˆถ ๐‘› โ€ฒ๐ต ๐‘š ๐‘ฅ๐‘โˆ’ ๐‘ฅ๐‘โ€ฒ + ๐‘ฆ๐‘ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘โ€ฒ + ๐‘ง๐‘ โˆ’ ๐‘ง๐‘โ€ฒ = ๐‘› ๐‘ฅ๐‘โ€ฒโˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ž + ๐‘ฆ๐‘โ€ฒ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘Ž + ๐‘ง๐‘โ€ฒ โˆ’ ๐‘ง๐‘Ž ๐‘ฅ๐‘โ€ฒ =๐‘š ๐‘ฅ๐‘ + ๐‘› ๐‘ฅ๐‘Ž ๐‘š + ๐‘›

๐‘ฆ๐‘โ€ฒ = ๐‘š ๐‘ฆ๐‘ + ๐‘› ๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘š + ๐‘›

๐‘ง๐‘โ€ฒ =๐‘š ๐‘ง๐‘ + ๐‘› ๐‘ง๐‘Ž ๐‘š + ๐‘› Jadi didapatkan koordinat ๐‘ƒโ€ฒ(๐‘ฅ๐‘โ€ฒ, ๐‘ฆ๐‘โ€ฒ, ๐‘ง๐‘โ€ฒ). 2. Proyeksi Titik pada Bidang

Gambar 2. 17Proyeksi Titik ๐‘ƒ ke Bidang ๐‘‰

Misalkan suatu titik ๐‘ƒ(๐‘ฅ๐‘ƒ, ๐‘ฆ๐‘ƒ, ๐‘ง๐‘ƒ) di proyeksikan terhadap bidang ๐‘‰ โ‰ก ๐ด๐‘‰๐‘ฅ + ๐ต๐‘‰๐‘ฆ + ๐ถ๐‘‰๐‘ง + ๐ท = 0 . Untuk mencari hasil proyeksi, yaitu koordinat titik ๐‘ƒโ€ฒ, dapat ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Menetukan sebarang titik di bidang ๐‘‰ (misalnya titik ๐ด, untuk lebih mudahnya, ambil titik ๐ด berpotongan dengan koordinat misal sumbu ๐‘‹ dan titik ๐ต berpotongan dengan koordinat misal sumbu ๐‘Œ).

Kemudian menurut Larson dan Edward (2010:765) dapat dicari besar dari vektor ๐ด๐‘ƒ dan ๐‘ƒ๐ต seperti pada persamaan (3) sebagai berikut:

๐ด๐‘ƒ = ๐‘ฅ๐‘ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ž 2+ ๐‘ฆ๐‘ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘Ž 2+ ๐‘ง๐‘ โˆ’ ๐‘ง๐‘Ž 2

๐‘ƒ๐ต = ๐‘ฅ๐‘ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘ 2 + ๐‘ฆ๐‘โˆ’ ๐‘ฆ๐‘ 2 + ๐‘ง๐‘ โˆ’ ๐‘ง๐‘ 2

Setelah itu menurut Soebari (1995:17) dapat ditentukan jarak antara titik ๐‘ƒ dan ๐‘ƒโ€ฒ sebagai berikut:

๐‘ƒ๐‘ƒโ€ฒ = ๐ด๐‘ฅ๐‘ + ๐ต๐‘ฆ๐‘ + ๐ถ๐‘ง๐‘ + ๐ท

๐ด2 + ๐ต2 + ๐ถ2 โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ . โ€ฆ . . โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ . . (6)

Setelah diketahui ๐‘ƒ๐‘ƒโ€ฒ , ๐ด๐‘ƒ , dan ๐‘ƒ๐ต . Selanjutnya akan dicari ๐ด๐‘ƒโ€ฒ dan ๐‘ƒโ€ฒ๐ต dengan teorema Pythagoras seperti pada persamaan (5).

๐ด๐‘ƒ = m = APโ€ฒ 2โˆ’ ๐‘ƒ๐‘ƒโ€ฒ 2 ๐‘ƒ = n = ๐‘ƒ๐ตโ€ฒ๐ต 2โˆ’ ๐‘ƒ๐‘ƒโ€ฒ 2

Setelah didapatkan ๐‘š dan ๐‘› maka koordinat ๐‘โ€ฒ menurut Soebari (1995:10) dapat dicari dengan perbandingan sebagai berikut:

Gambar 2. 19Perbandingan antara ๐‘š dan ๐‘›

๐ด๐‘ƒโ€ฒ โˆถ ๐‘ƒ = ๐‘š โˆถ ๐‘› โ€ฒ๐ต ๐‘š ๐‘ฅ๐‘โˆ’ ๐‘ฅ๐‘โ€ฒ ๐‘– + ๐‘ฆ๐‘ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘โ€ฒ + ๐‘ง๐‘โˆ’ ๐‘ง๐‘โ€ฒ = ๐‘› ๐‘ฅ๐‘โ€ฒ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ž ๐‘– + ๐‘ฆ๐‘โ€ฒ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘Ž + ๐‘ง๐‘โ€ฒ โˆ’ ๐‘ง๐‘Ž ๐‘ฅ๐‘โ€ฒ =๐‘š ๐‘ฅ๐‘ + ๐‘› ๐‘ฅ๐‘Ž ๐‘š + ๐‘›

๐‘ฆ๐‘โ€ฒ = ๐‘š ๐‘ฆ๐‘ + ๐‘› ๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘š + ๐‘›

๐‘ง๐‘โ€ฒ =๐‘š ๐‘ง๐‘ + ๐‘› ๐‘ง๐‘Ž

๐‘š + ๐‘› (Soebari, 1995: 10). Jadi didapatkan koordinat ๐‘ƒโ€ฒ(๐‘ฅ๐‘โ€ฒ, ๐‘ฆ๐‘โ€ฒ, ๐‘ง๐‘โ€ฒ).

3. Proyeksi Garis pada Bidang

Gambar 2. 20Proyeksi Garis ๐ด๐ต ke Bidang ๐‘‰

Misalkan suatu garis ๐ด๐ต = ๐ด1๐‘ฅ + ๐ต1๐‘ฆ + ๐ถ1๐‘ง = ๐ท

๐ด2๐‘ฅ + ๐ต2๐‘ฆ + ๐ถ2๐‘ง = ๐ท diproyeksikan terhadap bidang ๐‘‰ โ‰ก ๐ด๐‘‰๐‘ฅ + ๐ต๐‘‰๐‘ฆ + ๐ถ๐‘‰๐‘ง + ๐ท = 0. Untuk mencari hasil proyeksi, yaitu koordinat garis ๐ดโ€ฒ๐ตโ€ฒ , dapat ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Menentukan sembarang titik ๐ด dan titik ๐ต pada ๐‘” (perpanjangan garis ab), untuk lebih mudahnya ambil titik ๐ด yang merupakan perpotongan antara garis ๐‘” dengan bidang ๐‘‹๐‘‚๐‘Œ, sedangkan titik ๐ต merupakan perpotongan antara garis ๐‘” dengan bidang ๐‘Œ๐‘‚๐‘.

Setelah itu mencari persamaan bidang ๐‘Š yang melalui titik ๐ด dan titik ๐ต serta tegak lurus dengan bidang ๐‘‰.

Gambar 2. 22Bidang ๐‘Š Tegak Lurus Bidang ๐‘‰

Karena ๐‘Š tegak lurus dengan ๐‘‰, berarti ๐‘› tegak lurus ๐‘›๐‘Š dan karena ๐‘Š melalui ๐‘‰ A dan B berarti ๐‘› tegak lurus ๐ด๐ต๐‘Š , menurut Soebari (1995:16) maka:

๐‘›๐‘Š

= ๐‘› ร— ๐ด๐ต๐‘‰

Sehingga dapat diketahui persamaan garis ๐‘”โ€™ (hasil proyeksi) yang mana perpotongan antara bidang ๐‘‰ dan bidang ๐‘Š . Jadi persamaan ๐‘”โ€™ merupakan gabungan persamaan bidang ๐‘‰ dan bidang ๐‘Š.

Bentuk proyeksi garis ke bidang di atas dapat dibilang jika garis dan bidang sejajar. Selain bentuk tersebut terdapat bentuk lain yakni di antaranya:

a. Bentuk proyeksi jika garis dan bidang saling tegak lurus

Gambar 2. 23Proyeksi Jika Garis ๐‘” dan Bidang ๐‘‰ Saling Tegak Lurus

Gambar 2.23 di atas menunjukkan garis ๐‘” tegak lurus dengan bidang ๐‘‰ dan proyeksinya diwakili titik ๐‘ƒ dan hasilnya juga berupa titik

bukan berupa garis. Kemungkinan proyeksi ini terjadi jika garis ๐‘” tegak lurus dengan setiap garis pada bidang ๐‘‰ (Krismanto, 2008:9).

b. Bentuk proyeksi jika garis dan bidang tidak saling tegak lurus dan sejajar

Gambar 2. 24Proyeksi Jika Garis ๐‘” dan Bidang ๐‘‰ Tidak Saling Tegak Lurus dan Tidak

Sejajar

Gambar 2.24 menunjukkan garis ๐‘” saling berpotongan dengan bidang ๐‘‰ dan proyeksinya diwakili titik ๐ด dan titik ๐ต dan hasilnya berupa titik ๐ด โ€™ dan titik ๐ต โ€™ yang apabila dihubungkan menjadi garis ๐ดโ€™๐ตโ€™ . Kemungkinan ini terjadi jika terdapat garis ๐‘” tidak tegak lurus dengan bidang ๐‘‰, serta garis ๐‘” menembus bidang ๐‘‰ (Krismanto, 2008:8).

2.5 Teori Himpunan Fuzzy

Teori himpunan fuzzy diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai keangotaannya menunjukkan bahwa suatu unsur dalam semesta pembicaraanya tidak hanya berada interval 0 atau 1, namun juga terletak di antaranya. Dengan kata lain, nilai kebenarannya suatu unsur tidak hanya bernilai benar atau salah. Nilai 0 menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada nilai-nilai yang terletak antara benar dan salah (Kusumadewi dkk, 2002:17).

Teori himpunan fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk mempresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan (Kusumadewi dkk, 2006:2).

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qurโ€™an, di mana pada manusia sering terjadi ketidak jelasan dalam hal kepercayaan, seperti dalam surat An-Nisaa ayat 142-143 yang berbunyi :

๏‚จ๏ข๏ƒŽ๏€ฉ ๏ด๏ƒป๏ƒผ๏ƒ‰๏€ฉ๏ƒ๏ƒฟ๏‚ป๏ต๏š๏ƒŸ๏Š๏ƒธ๏€น๏€ค๏€ฃ ๏ด๏ข๏ฑ๏ƒฃ๏ƒฃ๏ƒ๏‚‰๏‚ป๏ณ๏‚ƒ๏ƒค๏‚† ๏‚ฉ๏€ก๏€ค๏€ฃ ๏ต๏ฑ๏ƒจ๏ค๏ต๏ฒ ๏ƒถ๏Ž๏ƒŸ๏ง๏ƒฃ๏ƒฃ๏ƒ๏‚‰๏‚ป๏น๏บ ๏€ฃ๏ณ๏‚Œ๏ƒŽ๏€ฉ๏ต๏ฒ ๏€จ๏€ฃ๏ƒพ๏ฑ๏ƒฃ๏‚๏€ค๏ณ๏€ฅ ๏‚’๏ฎ๏€ผ๏ƒŽ๏€ฉ ๏ƒ๏ฏ๏€ด๏ฑ๏ฎ๏€ฝ๏‚ข๏ƒ๏€น๏€ค๏€ฃ ๏€จ๏€ฃ๏ฑ๏ƒฃ๏‚๏€ค๏ณ๏€ฅ ๏€ด๏‚’๏ฎ๏€ผ๏€ค๏ผ๏‚ก๏ƒค๏€ฎ ๏ด๏ข๏ฒ๏ƒข๏ƒค๏€ก๏€ฃ๏ด๏‚๏ƒฃ๏‚ƒ ๏ฝ๏‚จ๏€ค๏‚จ๏š๏€น๏€ค๏€ฃ ๏‚Ÿ๏ท๏ต๏ฒ ๏‚š๏ฃ๏ฒ๏ƒฃ๏‚๏ƒค๏€ฎ๏ƒต๏‚‹๏ด๏‚ƒ ๏‚ฉ๏€ก๏€ค๏€ฃ ๏‚ž๏ท๏ƒŽ๏€ฉ ๏—๏ธ๏‚Š๏ƒŽ๏€ฝ๏ณ๏€ฅ ๏ƒ‡๏ƒŠ๏ƒ๏ƒ‹๏ƒˆ ๏ด๏ƒป๏ƒผ๏ƒŽ๏€ฏ๏ธ๏‚‹๏ƒถ๏€ฏ๏ธ๏‚‹๏‚•๏‚ ๏ด๏ƒป๏ƒท๏ƒผ๏ด๏€ฏ ๏น๏€ท๏ƒ๏€น๏‚บ๏ณ๏‚Œ ๏‰๏ท ๏€ด๏‚’๏ฎ๏€ผ๏ƒŽ๏€ฉ ๏ƒ๏ƒค๏‰๏ท๏ƒ ๏ณ๏‚ฏ๏‚ป๏น๏ค ๏‰๏ท๏ต๏ฒ ๏€ด๏‚’๏ฎ๏€ผ๏ƒŽ๏€ฉ ๏ƒ๏ƒค๏‰๏ท๏ƒ ๏ณ๏‚ฏ๏‚ป๏น๏ค ๏€ด ๏ ๏ด๏‚๏ต๏ฒ ๏ƒˆ๏€๏ƒŽ๏€ฝ๏ƒด๏ƒ’๏ƒฃ๏‚ƒ ๏‚ช๏€ก๏€ค๏€ฃ ๏ ๏ฎ๏€ฝ๏ณ๏ƒน ๏น๏‚‰๏ƒ…๏ง๏ฒ๏‚ ๏‚ผ๏ƒฃ๏€ฆ๏ณ๏€ก ๏—๏ธ๏‚‹๏ƒŽ๏€ถ๏น๏‚™ ๏ƒ‡๏ƒŠ๏ƒ๏ƒŒ๏ƒˆ

Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. mereka dalam Keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.

Akan tetapi karena orang munafik memiliki sifat-sifat khusus yang membuat beberapa orang menganggap munafik dan fasik itu berbeda. Sehingga dianggap perlu untuk memperlakukan munafik sebagai kategori yang berbeda yang sama tingkatannya dengan kafir dan iman dalam pembagian seluruh bidang akhlak islam menjadi 3 kategori utama: (1) Mukmin โ€orang yang percayaโ€, (2) Kafir โ€orang yang tidak percayaโ€, (3) Munafik โ€hipokritโ€. Beberapa ahli filologi Arab menilai munafik sebagai salah satu jenis dari kafir, dan menyebutkan โ€kufr al- nifaq โ€, yang secara harfiah โ€jenis munafik dari kafir โ€. Akan tetapi terdapat pendapat tertentu di mana munafik muncul lebih diperlakukan secara tepat sebagai suatu kategori semantik independen yang terdapat diantara โ€percayaโ€ dan

โ€tidak percayaโ€. Jika diintegrasikan dalam teori fuzzy, maka orang munafik merupakan suatu anggota himpunan yang memiliki derajat keanggotaan pada interval [0, 1]. Di mana derajat keanggotaan 1 untuk orang yang beriman dan derajat keanggotaan 0 untuk orang yang kafir (Izutsu, 1993: 213).

2.5.1 Konsep Dasar Himpunan Fuzzy

Pada dasarnya konsep himpunan fuzzy merupakan perluasan dari konsep himpunan klasik. Pada teori himpunan tegas (Crisp), keberadaan suatu unsur pada suatu himpunan (A), hanya akan memiliki dua kemungkinan keanggotaan, yaitu menjadi anggota himpunan (A) atau tidak manjadi anggota (A). Suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar tingkat keanggotaan suatu elemen (๐‘ฅ) dalam suatu himpunan (๐ด) , sering dikenal dengan nama derajat keanggotaan, dinotasikan dengan ๐œ‡๐ด(๐‘ฅ). Pada himpunan tegas, hanya ada dua nilai derajat keanggotaan, yaitu ๐œ‡๐ด(๐‘ฅ) = 1 untuk ๐‘ฅ adalah anggota himpunan (๐ด) dan ๐œ‡๐ด(๐‘ฅ) = 0 untuk ๐‘ฅ bukan anggota himpunan (๐ด) (Kusumadewi dkk, 2006:3).

Secara matematis suatu himpunan fuzzy ๐ด dalam semesta wacana ๐‘‹ dapat dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut

๐ด = ๐‘ฅ|๐œ‡๐ด ๐‘ฅ |๐‘ฅ โˆˆ ๐‘‹

di mana ๐œ‡๐ด adalah fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy ๐ด, yang merupakan suatu pemetaan dari himpunan semesta ๐‘‹ ke selang tertutup 0,1 . Apabila semesta ๐‘‹ adalah himpunan yang kontinu, maka himpunan fuzzy ๐ด dinyatakan dengan

๐ด = ๐‘ฅ|๐œ‡๐ด ๐‘ฅ ๐‘ฅโˆˆ๐‘‹

di mana lambang โˆซ di sini bukan lambang integral seperti yang dikenal dalam kalkulus, tetapi melambangkan keseluruhan unsur-unsur ๐‘ฅ โˆˆ ๐‘‹ bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan fuzzy ๐ด . Apabila semesta ๐‘‹ adalah himpunan yang diskrit, maka himpunan fuzzy ๐ด dinyatakan dengan

๐ด = ๐‘ฅ|๐œ‡๐ด ๐‘ฅ ๐‘ฅโˆˆ๐‘‹

Susilo, 2006: 51 .

lambang ฮฃ di sini tidak melambangkan operasi penjumlahan seperti yang dikenal dalam aritmatika, tetapi melambangkan keseluruhan unsur-unsur ๐‘ฅ โˆˆ ๐‘‹ bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan fuzzy ๐ด (Susilo, 2006:51).

Pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Apabila ๐‘ฅ memiliki nilai keanggotaan fuzzy ๐œ‡๐ด ๐‘ฅ = 0 berarti ๐‘ฅ tidak menjadi anggota himpunan ๐ด, demikian pula apabila ๐‘ฅ memiliki nilai keanggotaan fuzzy ๐œ‡๐ด ๐‘ฅ = 1 berarti ๐‘ฅ menjadi anggota penuh pada himpunan ๐ด.

a. Jika derajat keanggotaan 1, maka elemen itu pasti anggota himpunan. b. Jika derajat keanggotaan 0 , maka elemen itu pasti bukan anggota

himpunan.

c. Jika derajat keanggotaan 0 โ€“ 1 maka nilai itu menyatakan derajat kepercayaan bahwa elemen itu didalam anggota himpunan (Kusumadewi dan Purnomo, 2004:6).

2.5.2 Notasi-notasi Himpunan Fuzzy

Himpunan fuzzy mempunyai dua atribut yaitu Linguistik dan Numeris. Himpunan fuzzy linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: muda, parobaya, tua. Sedangkan numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan

ukuran dari suatu variable seperti: 40, 25, 50, dan sebagainya (Kusumadewi dan Purnomo, 2004:6).

Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu:

1. Variabel fuzzy

Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy. Contoh: umur, temperature, permintaan, dan lain-lain.

2. Himpunan fuzzy

Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy.

Contoh :

a. Variabel umur terbagi menjadi tiga himpunan fuzzy, yaitu: muda, parobaya, dan tua.

b. Variabel temperatur terbagi menjadi lima himpunan fuzzy, yaitu: dingin, sejuk, normal, hangat, dan panas.

3. Semesta pembicaraan

Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas atasnya. Contoh :

b. Semesta pembicaraan untuk variabel temperature: 0, 40 (Kusumadewi dan Purnomo, 2004:8).

4. Domain

Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif (Kusumadewi dan Purnomo, 2004:6-8). Contoh: a. Muda = 0, 45 b. Parobaya = 35, 55 c. Tua = [45, +โˆž] 2.5.3 Fungsi Keanggotaan

Setiap himpunan fuzzy dapat dinyatakan dengan suatu fungsi keanggotaan. Ada beberapa cara untuk menyatakan himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan. Untuk semesta hingga diskrit biasanya dipakai cara daftar, yaitu daftar anggota-anggota semesta bersama dengan derajat keanggota-anggotaannya. Seperti misalnya, dalam semesta X = {Rudi, Eny, Linda, Anton, Ika} yang terdiri dari para mahasiswa dengan indeks prestasi berturut-turut 3.2, 2.4, 3.6, 1.6, 2.8, himpunan

fuzzy ๐ด = โ€œhimpunan mahasiswa yang pandaiโ€ dapat dinyatakan dengan cara daftar sebagai berikut (Susilo, 2006:55):

Untuk semesta tak hingga yang kontinu, cara yang paling sering digunakan adalah cara analitik untuk mempresentasikan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy yang bersangkutan dalam bentuk suatu formula matematis yang dapat disajikan dalam bentuk grafik. Misalnya ๐ด adalah himpunan kabur โ€œbilangan real yang dekat dengan 2โ€. Maka ๐ด dapat disajikan dengan

๐ด = ๐‘ฅ|๐‘’โˆ’(๐‘ฅ โˆ’2)2 ๐‘ฅ โˆˆ๐‘…

Susilo, 2006: 55 .

2.5.4 Operasi Dasar Himpunan Fuzzy

Operasi-operasi dasar himpunan fuzzy menurut Kusumadewi dan Purnomo (2004:25-26):

1. Operasi โ€œDanโ€ (Intersection)

Operasi ini berhubungan dengan operasi interseksi pada himpunan klasik. ๐›ผ -predikat sebagai hasil operasi dengan operator โ€œDanโ€ diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terkecil antar element pada himpunan-himpunan yang bersangkutan. Ditunjukkan sebagai ๐ด โˆฉ ๐ต adalah suatu fuzzy subset ๐ถ dari ๐‘ˆ sehingga ๐ถ = ๐ด โˆฉ ๐ต dan derajat keanggotaannya:

๐œ‡๐ดโˆฉ๐ต = min ๐œ‡๐ด ๐‘ฅ , ๐œ‡๐ต ๐‘ฆ Contoh: ๐‘ˆ = {1, 2, 3, โ€ฆ , 10} ๐ด = {1|1, 2|0.8, 3|0.2, 4|0.1, 7|0,6} ๐ต = {1|0.1, 2|0.2, 3|0.7, 4|0,7 5|0.8} ๐ด๏ƒ‡๐ต = min ๐œ‡๐ด, ๐œ‡๐ต = {1|0.1,2|0.2,3|0.2, 4|0,1}

2. Operasi โ€œAtauโ€ (Union)

Operasi ini berhubungan dengan operasi union pada himpunan tegas. ๐›ผ-predikat sebagai hasil operasi dengan operator โ€œAtauโ€ diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan. Ditunjukkan sebagai ๐ด โˆช ๐ต adalah suatu fuzzy subset ๐ท dari ๐‘ˆ sehingga ๐ท = ๐ด โˆช ๐ต dan derajat keanggotaannya:

๐œ‡๐ดโˆช๐ต = max ๐œ‡๐ด ๐‘ฅ , ๐œ‡๐ต ๐‘ฆ Contoh: ๐‘ˆ = {1, 2, 3, โ€ฆ , 10} ๐ด = {1|1, 2|0.8, 3|0.2, 4|0.1, 7|0,6} ๐ต = {1|0.1, 2|0.2, 3|0.7, 4|0,7 5|0.8} ๐ด โˆช ๐ต = max ๐œ‡๐ด, ๐œ‡๐ต = {1|1, 2|0.8, 3|0.7, 4|0.7, 5|0.8, 7|0.6} 3. Operasi โ€œTidakโ€ (Complement)

Operasi ini berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan tegas. ๐›ผ-predikat sebagai hasil operasi dengan operator โ€œTidakโ€ diperoleh dengan mengurangkan nilai-nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1. Ditunjukkan sebagai Aโ€™ (a komplemen) dan derajat keanggotaannya:

๐œ‡๐ดโ€ฒ = 1 โˆ’ ๐œ‡๐ด Contoh: ๐‘ˆ = {1, 2, 3, โ€ฆ , 10} ๐ด = {1|1, 2|0.8, 3|0.2, 4|0.1, 7|0,6} ๐ดโ€ฒ = 1 โˆ’ ๐œ‡๐ด = {1|0, 2|0.2, 3|0.8, 4|0.9, 5|1, 6|1, 7|0.4, 8|1, 9|1, 10|1}

4. Operasi Relasi (Fuzzy Relation)

Relasi fuzzy ๐‘… antara elemen dalam himpunan ๐‘‹ dengan elemen-elemen dalam himpunan ๐‘Œ didefinisikan sebagai himpunan bagian fuzzy dalam ๐‘‹ ร— ๐‘Œ, yaitu himpunan fuzzy

๐‘… = ๐‘ฅ, ๐‘ฆ , ๐œ‡๐‘… ๐‘ฅ, ๐‘ฆ ๐‘ฅ, ๐‘ฆ โˆˆ ๐‘‹ ร— ๐‘Œ

Relasi fuzzy ๐‘… itu juga disebut relasi fuzzy pada himpunan (semesta) ๐‘‹ ร— ๐‘Œ. Jika ๐‘‹ = ๐‘Œ, maka ๐‘… disebut relasi fuzzy pada himpunan ๐‘‹.

Relasi tegas hanya menyatakan adanya (yaitu (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) โˆˆ ๐‘… ) atau tidak adanya (yaitu (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) โˆ‰ ๐‘…) hubungan antara elemen-elemen dari suatu himpunan dengan elemen-elemen dari himpunan lainnya, sedangkan relasi fuzzy lebih luas dari itu juga menyatakan derajat eratnya hubungan tersebut. Dengan demikian relasi fuzzy memperluas konsep relasi tegas untuk dapat menangkap dan menyajikan realita dunia nyata dengan baik.

Contoh:

Misalnya X={31, 78, 205}, Y={1, 27, 119}, dan ๐‘… adalah relasi fuzzy โ€œjauh lebih besarโ€ antara elemen-elemen dalam ๐‘‹ dengan elemen-elemen dalam ๐‘Œ . Maka relasi tersebut dapat disajikan sebagai

๐‘… = 31,1 |0.3 + 31,27 |0.1 + 31,119 |0.2 + 78,1 0.5 + 78,27 0.3 + 78,119 0.4 + 205,1 0.9 + 205,27 0.7 + 205,119 0.4

Jika ๐‘… adalah suatu relasi fuzzy pada semesta ๐‘‹ ร— ๐‘Œ, maka invers dari ๐‘… , yang dinyatakan dengan ๐‘… โˆ’1, adalah relasi fuzzy pada semesta ๐‘Œ ร— ๐‘‹ dengan fungsi keanggotaan

5. Operasi komposisi (Fuzzy Compotition)

Dalam dokumen Proyeksi geometri fuzzy pada ruang (Halaman 29-116)

Dokumen terkait