• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berisikan tentang Kesimpulan dan rekomendasi pengembangan sistem Dapodikmen

BAB II

KONSEP PENGEMBANGAN SISTEM DAPODIKMEN

2.1 Rasional

Sistem Dapodikmen lahir karena ketidakberdayaan sistem pendataan yang selama ini berjalan untuk melayani kebutuhan kementerian dan stakeholder pendidikan yang semakin meningkat. Beberapa unit kerja yang melaksanaan pendataan kurang mampu meyakinkan pengambil keputusan bahwa data yang disediakan adalah akurat, terbaru, dan disampaikan tepat waktu. Kadangkala data yang telah dikumpulkan oleh unit kerja yang satu sering dianggap tidak valid oleh unit kerja lain yang juga melakukan pendataan pada entitas pendataan yang sama.

Hal ini terjadi karena mekanisme yang dilaksanakan berbeda dan tidak lagi sesuai dengan kecepatan kebutuhan data.

2.1.1. Kebutuhan Data Kemdikbud

Sampai dengan tahun 2010, pendataan di lingkungan Kemdikbud bertumpu pada kegiatan pendataan yang dilakukan oleh Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan pendataan yang dilaksanakan oleh Direktorat Teknis di lingkungan Kemdikbud. Data yang dijaring bersumber pada instrumen yang diisi oleh Dinas Kabupaten/Kota dan sekolah namun belum lengkap dan belum terintegrasi.

Instrumen yang disebarkan ke seluruh satuan pendidikan belum menjaring informasi individu. Data siswa hanya dicatat berdasarkan jumlah menurut jenis kelamin dan tingkat. Demikian juga data PTK yang dicatat hanyalah jumlah menurut mata pelajaran yang diajarkan dan latar belakang pendidikan.

Data agregat yang terkumpul melalui instrumen tersebutcukup membantu perencanaan dan penganggaran di lingkungan Kemdikbud.

Masalah kemudian muncul ketika Kemdikbud berencana mencanangkan pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal. Data yang dimiliki Kemdikbud tidak sepenuhnya dapat mendukung perencanaan program tersebut. Misalnya ketika akan menghitung nilai Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk seluruh pendidikan menengah di Indonesia. Terdapat banyak sumber data yang dimiliki beberapa satker di lingkungan Ditjen Dikmen. Keseluruhan data tersebut tidak ada yang sama sehingga tidak ada yang dapat dijadikan acuan menentukan data mana yang paling benar.

Belum lagi ketika harus menjawab pertanyaan tentang nama-nama siswa miskin yang akan diberi Bantuan Siswa Miskin (BSM) atau Program Indonesia Pintar (PIP) saat ini. Data yang dimiliki Kemdikbud tidak menyediakan data individu siswa secara detail. Ketika itu data siswa hanya berbentuk data agregat berdasarkan jenis kelamin, agama, tingkat dan jurusan. Akibatnya penyaluran dana BSM menjadi terhambat.

Permasalahan Angka Partisipasi Kasar (APK) juga sering muncul ketika mempersiapkan perencanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU).

Permasalahan yang berkaitan tentang banyaknya sumber data menyebabkan sulit menentukan data mana yang paling benar.

Dari kondisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Kemdikbud tidak bisa lagi mengandalkan data berbasis agregat. Harus segera dirintis pelaksanaan pengumpulan data persekolahan yang berbasiskan satuan pendidikan dan detail sarana dan prasarana, individu guru, dan individu siswa.

Ketika diungkapkan bahwa kebutuhan data kementerian untuk mendukung Pendidikan Menengah Universal bersifat detail individu, banyak kalangan yang meragukan tingkat keberhasilannya.

Mengumpulkan data agregat saja mengalami banyak kendala, apalagi mengumpulkan data individu siswa. Belum lagi ketika membahas berapa biaya yang dibutuhkan untuk menjaring data tersebut. Biaya mencetak instrumen, biaya mendistribusikan, dan biaya entri dapat dipastikan akan sangat besar.

Oleh karena itu dibutuhkan mekanisme pendataan baru yang dapat memenuhi kebutuhan data di lingkungan Kemdikbud sebagai acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program Pendidikan Menengah Universal.

Mekanisme pendataan nantinya tidak bisa lagi mengandalkan instrumen yang disebarkan ke satuan pendidikan secara masal, melainkan harus menggunakan aplikasi yang mengelola data individu sekolah secara nasional. Penggunaan instrumen akan memakan biaya besar sementara itu jika menggunakan aplikasi komputer akan terjadi penghematan besar-besaran.

2.1.2. Keterpaduan Data Untuk Mendukung Perencanaan Pendidikan

Sumber data menjadi poin penting ketika data tersebut akan digunakan secara bersama-sama. Tidak mungkin suatu unit kerja menggunakan sumber data yang berbeda untuk pengambilan keputusan yang sama terkait perencanaan pendidikan.

Poin ini mendorong seluruh unit kerja untuk memikirkan bagaimana supaya seluruh sumber data tersebut menjadi terpadu diantara unit-unit kerja yang ditugaskan untuk melakukan pengumpulan dan pengelolaan data. Makna “Terpadu” berarti seluruh struktur data yang digunakan di tiap-tiap unit kerja harus sama, tujuannya agar setiap data yang dikumpulkan di suatu unit kerja dengan mudah disinkronisasikan dengan unit kerja lainnya. Dengan kata lain, walaupun disimpan di tempat yang berbeda tetapi item data yang disimpan selalu sama.

Keterpaduan data juga memudahkan Kemdikbud dalam melakukan verifikasi dan validasi. Sebagai contoh untuk memverifikasi apakah siswa yang didaftarkan sebagai peserta Ujian Nasional benar-benar siswa yang berhak. Jika data persekolahan tidak terpadu (integrated), maka pihak yang bertugas melakukan verifikasi akan mengalami kesulitan. Disinyalir selama ini terjadi kecurangan bahwa siswa yang

seharusnya masih duduk dibangku kelas XI tiba tiba ikut Ujian Nasional.

Jika data Kemdikbud terpadu, akan sangat mudah untuk melacak kecurangan-kecurangan yang akan terjadi. Dalam hal ini Ditjen Dikmen bertanggung jawab sebagai pengumpul data dan memastikan bahwa seluruh data individu sekolah saling terkait. PDSP memvalidasi data dari Ditjen Dikmen tersebut dan Puspendik memanfaatkan data tersebut untuk menetapkan calon peserta Ujian Nasional. Sementara itu PTK Dikmen memanfaatkannya untuk penerbitan tunjangan sertifikasi.

Secara umum, keterpaduan data akan memudahkan seluruh stakeholder pendidikan dalam merumuskan kebijakan. Dengan keterpaduan data pokok pendidikan ini akan menuntun kebijakan yang saling sinergi terhadap obyek kebijakan yang sama. Sehingga motto kita dalam menjaring data berupa Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, dan Satu Data dapat terwujud.

2.1.3. Efisiensi Pelaksanaan Pendataan

Kegiatan pendataan pada tahun-tahun yang lalu di Kemdikbud membutuhkan biaya yang sangat besar. Komponen pembiayaan meliputi pencetakan instrumen penjaringan data, pengiriman instrumen ke sekolah, pengolahan data, dan pembuatan publikasi.

Walau biaya yang dikeluarkan sudah besar, tetap saja data yang terkumpul tidak pernah 100%. Pernah pada satu tahun pembelajaran hanya terkumpul 60% data persekolahan.

Ketidakmampuan menjaring data hingga 100% bukanlah masalah aneh. Sepertinya sudah menjadi tradisi dan dijadikan maklum bahwa data persekolahan tersebut tidak akan pernah terkumpul 100%.

Selalu saja ada beberapa Provinsi atau Kabupaten/Kota yang datanya tidak sampai ke pusat. Kendalanya beragam diantaranya, mungkin sekolahnya memang tidak mengisi instrumen, atau dinas tidak mengirimkan instrumen yang sudah diisi karena ketidak tersediaan anggaran, atau instrumen berhenti di Provinsi karena akan di olah

sendiri di tingkat Provinsi. Berbagai macam alasan selalu muncul di setiap tahun pendataan.

Belum lagi masalah keterlambatan data. Data yang dikumpulkan tahun ini adalah rekapitulasi data persekolahan tahun lalu. Data persekolahan tahun ini baru akan diolah tahun depan, begitu seterusnya tiap tahun. Keadaan ini terus berulang karena tidak ada solusi lain yang lebih cepat untuk mengejar ketertinggalan. Banyak waktu yang dibutuhkan untuk pencetakan instrumen, kemudian dilanjutkan pengiriman instrumen melalui jasa pengantaran dokumen.

Setelah instrumen tiba di sekolah, perlu waktu untuk melakukan pengisian, kemudian sekolah perlu mengirimkan kembali dokumen yang sudah terisi ke Dinas Kabupaten/Kota. Setelah sampai di Dinas Pendidikan masih harus menunggu lagi instrumen tersebut tiba di Provinsi. Setelah beberapa waktu barulah instrumen tersebut tiba di pusat. Biasanya ketika instrumen tiba di pusat, sudah tidak ada waktu lagi untuk mengolah data di tahun berjalan.

Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah peluang yang sangat baik untuk memotong jalur birokrasi dan alur pengiriman data yang selama ini digunakan. Sehingga efisiensi proses pendataan dapat terwujud baik dari segi waktu maupun anggaran yang dikeluarkan.

2.2 Dasar Hukum

Dasar Hukum dalam penulisan Roadmap Pengembangan Sistem Dapodikmen ini adalah :

1. Permendiknas nomor 36 tahun 2010 yang diperbarui dengan Permendikbud nomor 1 tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemdikbud.

Permendikbud tersebut menjelaskan keterkaitan antara kedudukan, tugas dan fungsi Ditjen Dikmen. Poin penting yang terkait dengan pendataan adalah perubahan tanggung jawab pengumpulan data persekolahan yang tadinya dibebankan kepada Pusat Data dan Statistik Pendidikan, pada permendikbud tersebut dialihkan menjadi tanggung jawab masing-masing unit utama

yang salah satu diantaranya adalah Ditjen Dikmen. Pada Permendikbud nomor 1 tahun 2012 kemudian pada Pasal 328 dinyatakan bahwa Bagian Perencanaan dan Penganggaran mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana, program, anggaran, evaluasi, dan laporan Direktorat Jenderal.

SelanjutnyaPasal 329 dinyatakan juga bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 328 yaitu Bagian Perencanaan dan Penganggaran menyelenggarakan fungsi diantaranya pada butir (a.) berbunyi pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan informasi di bidang pendidikan menengah.

Terkahir padaPasal 331 ayat (1) Subbagian Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan informasi serta penyusunan bahan kebijakan di bidang pendidikan menengah.

2. Instruksi Menteri Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 2011 tentang Kegiatan Pengelolaan Data Pendidikan,

Memperjelas kedudukan Ditjen Dikmen melalui Sekretariat Direktorat Jenderal terkait tugas pendataan. Sekretaris Ditjen Dikmen diberi kewenangan untuk merancang prosedur pengumpulan data, melakukan sosialisasi formulir dan prosedur yang dihasilkan untuk tiap kelompok pendidikan, membangun sistem pengumpulan, dan penyimpanan data, dan mengkoordinir pengumpulan semua data pokok pendidikan dari satuan pendidikan yang berada di bawah pembinaan masing-masing Ditjen Dikmen dengan kriteria :

a. Individual artinya data yang dijaring bukan berupa data agregat. Data satuan pendidikan, guru, siswa, dan

sarana/prasarana didata secara lengkap untuk setiap individu yang ada berikut atribut yang melekat padanya.

b. Relasional artinya data individu yang dijaring harus saling terhubung sesuai dengan atribut penghubungnya. Seorang guru harus terhubung dengan nama sekolah tempatnya mengajar. Seorang siswa harus terhubung dengan nama sekolah tempatnya menimba ilmu, dan terhubung dengan guru yang mengajarnya.

c. Longitudinal artinya data yang tersimpan dalam sistem pendataan sambung menyambung dengan tahun sebelumnya dan tidak ada data yang dibuang.

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Salah satu tujuan dari undang-undang ini adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2018 ini maka data hasil Pendataan DAPODIKMEN ini merupakan alat bukti hukum yang sah yang dapat dipergunakan diberbagai kepentingan kebijakan pendidikan menengah.

Pada Pasal 4 dinyatakan bahwa Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggar Teknologi Informasi.

Lebih lanjut pada Pasal 5 menjelaskan bahwa Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 adalah

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Direktorat Jenderal setelah melakukan Pendataan DAPODIKMEN menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh publik sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008. Adapun Pasal yang mengatur tentang definisi subyek dan obyek informasi publik, yaitu:

a. Pasal 1 Ayat (1) menyatakan bahwa Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda- tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

b. Pasal 1 Ayat (2) menyatakan bahwa Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

c. Pasal 1 Ayat (3) menyatakan bahwa Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Di antara informasi yang dikelola oleh Ditjen Dikmen, terdapat beberapa diantaranya adalah informasi yang dikecualikan, yaitu informasi yang tidak boleh diungkapkan ke umum, seperti yang tertulis pada:

a. Pada Pasal 17 menyatakan bahwa Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali kecuali pada Point (h):

informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:

 Ayat (1) menyatakanbahwa riwayat dan kondisi anggota keluarga;

 Ayat (3)menyatakanbahwa kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;

 Ayat (4)menyatakanbahwa hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau

 Ayat (5) menyatakanbahwa catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.

5. Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 0293/MPK.A/PR/2014 tentang Pelaksanaan Instruksi Menteri Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 2011

Surat edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang pelaksanaan intruksi menteri nomor 2 tahun 2011 disampaikan kembali kepada semua unit yang diamanatkan dalam instruksi dimaksud melaksanakan dengan penuh tanggungjawab. (Surat Edaran terlampir).

2.3 Kronologi Perkembangan Sistem Dapodikmen 2.3.1. Awal Diusulkannya Sistem Dapodikmen

Pada akhir tahun 2011, Ditjen Dikmen menyusun konsep Sistem Pendataan Pendidikan Menengah yang dijadikan dasar pelaksanaan pendataan di lingkungan Ditjen Dikmen. Prinsip kerjanya adalah, Sekolah diminta untuk melaksanakan program pengelolaan sekolah berbasis TIK (ICT Based School Management), data hasil pengelolaan sekolah tersebut disinkronisasi dengan server pusat. Dengan begitu

kementerian akan memiliki data individu yang lengkap sekaligus valid karena digunakan sebagai data transaksi di sekolah.

Untuk jenjang SMA, aplikasi yang digunakan adalah Paket Aplikasi Sekolah (PAS)-SMA. Aplikasi ini dikembangkan oleh Direktorat Pembinaan SMA dan saat itu sudah mencapai versi 6.0. Untuk jenjang SMK dan PKLK aplikasi nya baru dikembangkan pada awal tahun 2012 dan diberi nama PAS-SMK dan PAS-SMALB. Pengembangan kedua aplikasi tersebut merujuk pada fitur aplikasi PAS-SMA.

Setelah melalui proses pengembangan aplikasi PAS SMA, SMK dan SMALB selama 4 bulan tepatnya di pertengahan bulan Mei 2012,aplikasi PAS SMA, SMK dan SMALB siap untuk di uji coba untuk yang pertama kali. Dengan berbagai masukan dan saran saat ujicoba maka dilakukan perbaikan-perbaikan mulai dari aplikasi dan sistem sinkronisasinya.

PAS sebagai alat penjaring data persekolahan disosialisasikan pada kurun waktu Juli sampai dengan November 2012. Data hasil proses penjaringan dikumpulkan di server pusat dengan nama Sistem Informasi Pendataan Online Pendidikan Menengah (SIPO Dikmen).

Berbekal SIPO Dikmen ini, Sekretariat Ditjen Dikmen melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Setiap Dinas Pendidikan Provinsi dan Kab/Kota diberi hak akses ke sistem SIPO Dikmen dengan harapan dinas ikut melakukan verifikasi dan validasi data sekolah-sekolah yang berada di wilayahnya.

Dinas dapat memonitor secara online sekolah-sekolah yang sudah atau belum melakukan proses pengisian data. Efeknya sangat besar, Dinas melakukan teguran kepada sekolah-sekolah yang tidak mengirimkan data sehingga pada masing-masing dinas terjadi pergerakan dinamis konten data yang dikirim oleh sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.

Gambar 1 Sistem Informasi Pendataan Online

Dalam perjalanannya, ada masukan dari beberapa pihak yang intinya meminta agar SIPO Dikmen diubah menjadi Dapodikmen. Ini supaya tidak membingungkan dan supaya sejalan dengan nama pengelolaan di Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar yang saat itu sudah menggunakan istilah Dapodik.

Akhirnya mulai saat itu SIPO Dikmen dirubah menjadi Dapodikmen dengan seluruh mekanismenya tetap seperti semula. Pada Bulan Juli 2013 SIPO berubah nama menjadi Dapodikmen.

Gambar 2 Laman Manajemen Dapodikmen 2013

Setelah dicanangkannya mekanisme pendataan menggunakan Paket Aplikasi Sekolah, sekolah-sekolah mulai bergerak untuk melakukan pengiriman data individu sekolah. Data yang masuk dimonitor terus, jika ada yang belum melakukan pengiriman data, maka dilakukan koordinasi dengan dinas terkait agar segera melakukan pengiriman data.

Ditengah-tengah gencarnya sosialiasi pendataan menggunakan Paket Aplikasi Sekolah muncul kegiatan pendataan lain yang dilakukan oleh unit-unit lain. Direktorat Pembinaan SMA juga melakukan penjaringan data sekolah menggunakan instrumen baru pengganti Lembar Isian Sekolah/Madrasah (LISM) yaitu Lembar Informasi Data Individual SMA (LIDI). Direktorat SMK masih menjalankan pendataan menggunakan aplikasi Data Pokok SMK. Sementara itu ada unit lain yang melakukan kegiatan verifikasi dan validasi data guru tetapi disertai dengan

melakukan pendataan individu sekolah lainnya, mereka menggunakan aplikasi Padamu Negeri.

Kondisi ini memunculkan kebingungan di kalangan sekolah. Di satu sisi, Sekretariat Ditjen Dikmen telah mencanangkan PAS sebagai satu-satunya alat penjaringan data persekolahan sementara unit kerja lain mensosialisasikan aplikasi lain yang fungsinya sama. Kejadian ini menjadikan kegiatan pengumpulan data persekolahan sedikit terhambat. Akhirnya berhasil diatasi setelah Direktur Jenderal Pendidikan Menengah mengirimkan surat edaran yang intinya menetapkan bahwa satu-satunya pendataan individu persekolah di lingkungan Ditjen Dikmen adalah menggunakan aplikasi Paket Aplikasi Sekolah.

ada tahun 2013, Ditjen Dikmen melakukan perbaikan sistem dengan cara mengkonversi database yang sudah dikumpulkan melalui PAS menjadi database baru yang telah disesuaikan dengan kebutuhan data Kementerian. Seluruh data tersebut dimigrasi dan aplikasi yang digunakan pun berganti nama menjadi aplikasi Dapodikmen.

2.3.2. Periode Konsolidasi Antar Unit Kerja

Proses transformasi dari pelaksanaan ICT Based School Management untuk menjaring data yang valid menjadi pengembangan sistem Dapodikmen sebagai alat penjaringan data individu sekolah telah merubah tradisi sekolah dalam pengelolaan data di lingkungan sekolah. Awalnya sekolah sudah merasa cukup mengelola database sekolah menggunakan aplikasi non-database, misalnya menggunakan aplikasi kertas kerja (worksheet). Dengan Kata lain, hampir seluruh sekolah menggunakan aplikasi jenis ini untuk mengelola data persekolahan.

Ketika aplikasi ICT Based School Management dijadikan alat untuk penjaringan data beberapa sekolah mulai melihat bahwa aplikasi

spreadsheet yang mereka gunakan banyak menyisakan permasalahan terkait validitas data. Beberapa sekolah mulai menemukan bahwa selama ini mereka mengelola data Nomor Induk Pegawai (NIP) ganda untuk guru, Nomor Induk Siswa (NIS) ganda untuk siswa, dan beberapa data ganda lainnya. Terlepas dari kelemahannya, aplikasi spreadsheet sangat membantu sekolah khususnya pada saat proses awal mengembangkan database awal di suatu sekolah. Data di aplikasi spreadsheet dijadikan sebagai data awal untuk diimpor menjadi database. Proses impor akan gagal jika data awal nya mengandung data ganda. Dengan demikian data sekolah menjadi lebih valid.

Selain mengatasi data ganda, proses transformasi ini membuat standar pengelolaan data sekolah menjadi lebih pasti. Jika sebelumnya sekolah tidak yakin terkait dengan model data yang akan dikelolanya. Setelah adanya ICT Based School Management, sekolah menjadi lebih percaya diri dalam menyusun instrumen untuk pengumpulan data awal yang akan dientrikan ke database.

Kondisi ini berimbas pada Dinas kabupaten/kota. Dalam beberapa kegiatannya, dinas meminta sekolah untuk mengisi instrumen yang formatnya tidak jauh berbeda dengan format database yang dimiliki sekolah sehingga sekolah sangat cepat dalam memenuhinya.

Kesamaan standar dan format database berimplikasi pada kecepatan aliran data.

Beberapa dinas kabupaten/kota memiliki inisiatif yang lebih jauh, database yang tersedia di sekolah dicoba untuk dikumpulkan di server dinas dengan harapan terjadi proses agregasi di tingkat kabupaten/kota. Secara teknis hal ini bisa dilakukan tetapi tidak sesuai dengan konsep pendataan yang dikembangkan oleh Kemdikbud.

Oleh karena struktur database yang dikembangkan sudah mulai terstandarisasi pada periode ini diusulkan untuk segera memanfaatkan database dapodikmen untuk mendukung pelaksanaan program di lingkungan Kemdikbud. Bantuan operasional sekolah dicairkan berdasarkan data dapodikmen, penyaluran bantuan sosial disalurkan berdasarkan data dapodikmen, bantuan siswa miskin datanya divalidasi dan dicek ulang dengan data dapodikmen, dan banyak program kegiatan Kementerian yang segala sesuatunya selalu berdasarkan data dapodikmen yang terkumpul.

Namun demikian, pelaksanaan di lapangan tidak sepenuhnya mulus.

Karena data yang terkumpul belum lengkap, beberapa unit kerja tidak

Karena data yang terkumpul belum lengkap, beberapa unit kerja tidak

Dalam dokumen ROADMAP PENGEMBANGAN SISTEM DAPODIKMEN TAHUN (Halaman 17-197)

Dokumen terkait