Bab ini berisi saran dan kesimpulan-kesimpulan dari yang telah diuraikan oleh bab-bab sebelumnya.
1
14 2.1 Konsep Dasar Penunjang Keputusan 2.1.1 Pengertian Keputusan
Keputusan adalah kegiatan memilih suatu strategi atau tindakan dalam memecahkan permasalahan, memberikan solusi dan untuk mencapai suatu tujuan dari beberapa tujuan (Kusrini, 2007). Keputusan yang akan dibuat merupakan suatu pemilihan di antara alternatif-alternatif. Dalam definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu:
1. Ada pilihan yang berdasarkan logika atau pertimbangan
2. Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik
3. Ada tujuan yang ingin dicapai dan keputusan itu membantu mencapai tujuan tersebut.
Terdapat beberapa jenis keputusan menurut Laudon dan Laudon (2012) dalam buku Management Information System: Managing the Digital Firm:
1. Keputusan Terstruktur
Keputusan yang berulang atau rutin, serta terdapat prosedur yang jelas dalam penyelesainnya.
2. Keputusan Semi Terstruktur
Keputusan tengah-tengah antara terstruktur dan tidak terstruktur sebagian dari keputusan memiliki jawaban yang jelas dan terdapat prosedur penyelesainnya.
3. Keputusan Tidak Terstruktur
Keputusan yang menyediakan penilaian, evaluasi dan visi untuk menyelesaikan masalah, keputusan-keputusan tersebut penting, tidak teratur dan tidak ada prosedur pasti dalam pembuatan keputusannya.
Untuk mencapai sebuah keputusan yang baik perlu melakukan proses perhitungan yang akurat dan melibatkan kriteria yang mendukung keputusan sehingga keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara logis, saintis dan objektif terstruktur.
2.1.2 Keputusan dalam Alquran
Dalam Islam, makna keputusan tertuang dalam Q.S. Asy-Syuura ayat 38:
yang artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka”. Kata syura’ terambil dari kata syaur. Kata syuura bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan memperhadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain secara bermusyawarah dalam upaya mencapai suatu keputusan.
2.1.3 Kualitas Keputusan
Menurut Jain dan Lim (2010), keputusan yang berkualitas bisa dilihat dari beberapa faktor di antaranya:
1. Bingkai yang Sesuai (Appropriate frame)
Dalam membuat keputusan harus disesuaikan dengan tujuan dan batasan permasalahannya.
2. Kreatif (Creative)
Kreatif dalam membuat keputusan maksudnya adalah menampilkan lebih dari satu jenis alternatif keputusan agar bisa dibandingkan dan ditentukan keputusan mana yang paling tepat.
3. Bermakna (Meaningful)
Keputusan yang dibuat harus bermakna, memiliki keterkaitan antara komponen data dan informasinya.
4. Bernilai Jelas (Clear Value)
Keputusan harus memiliki kejelasan, tidak bermakna ganda atau bias.
Diperlukan kuantifikasi dan optimasi untuk memperjelas keputusan.
5. Pembuatan Alasan Logis Benar (Logically correct reasoning)
Proses pengambilan keputusan harus dapat ditelusuri kembali, nalar dan logis.
6. Bertanggung jawab Atas Aksi (Commitment to action)
Keputusan yang dihasilkan memang benar-benar diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan dan ketika diimplementasi keputusan tersebut harus mampu dipertanggungjawabkan.
Proses pengambilan keputusan terdiri atas 3 fase yaitu (Sauter, 2010):
a. Intellegence
Proses pencarian kondisi-kondisi yang dapat menghasilkan keputusan.
Proses yang terjadi pada fase ini adalah menemukan masalah, klasifikasi masalah, peguraian masalah, kepemilikan masalah.
b. Design
Proses pembuatan, pengembangan dan menganalisis hal-hal yang mungkin untuk dilakukan. Termasuk pemahaman masalah dan pengecekan solusi yang layak. Penentuan model yang dari masalah yang dirancang, dites dan divalidasi.
Proses design terdiri atas komponen model, struktur model, mengevaluasi kriteria, pengembangan penyediaan alternatif, prediksi hasil, pengukuran hasil, skenario.
c. Choice
Pemilihan dari materi-materi yang tersedia, mana yang akan dikerjakan.
Pendekatan untuk pencarian pilihan ada dua yaitu teknis analitis menggunakan perumusan matematis dan algoritma yaitu langkah demi langkah.
2.1.4 Pengertian Sistem Penunjang Keputusan
Sistem Penunjang Keputusan (SPK) atau dalam bahasa Inggris adalah Decision Support System (DSS) merupakan sebuah sistem untuk memilih salah satu jenis keputusan dari berbagai jenis alternatif keputusan yang ada dengan menggunakan model-model pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah bersifat terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur dan mencapai suatu target atau aksi tertentu yang harus dilakukan. Sistem berbasis model yang terdiri atas prosedur-prosedur dalam pemrosesan data dan pertimbangannya untuk membantu manajer dalam mengambil keputusan. Agar
berhasil mencapai tujuannya maka sistem tersebut harus sederhana, mudah untuk dikontrol, mudah beradaptasi, lengkap pada hal-hal yang penting dan mudah untuk digunakan.
Sistem pendukung keputusan adalah pengembangan dari Sistem Informasi Manajemen Terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif bagi pemakainya. Sifat interaktif memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan guna membentuk kerangka keputusan yang bersifat fleksibel (Indriyani dan Humdiana, 2005). Kriteria atau ciri-ciri dari keputusan di antaranya adalah banyak pilihan/alternatif, ada kendala atau syarat, mengikuti suatu pola/model baik yang terstruktur maupun tidak terstruktur, banyak input/variable, ada faktor resiko, dibutuhkan kecepatan, ketepatan dan keakuratan.
Sistem Pendukung Keputusan bersifat fleksibel. Oleh karena itu, pengguna bisa menambahkan, menghapus, menggabungkan, mengubah, atau menyusun kembali elemen dasar. Sistem Pendukung Keputusan juga fleksibel dalam hal ini bisa di modifikasi untuk memecahkan masalah lain yang sejenis.
Sauter (2010) mengatakan jika sistem pendukung keputusan paling bermanfaat pada saat tidak diketahui secara pasti informasi yang perlu disediakan, menggunakan model apa dan bahkan kemungkinan kriteria paling tepat. Atau dengan kata lain sebelum sebuah keputusan dibuat adalah saat sistem pendukung keputusan paling berguna.
Menurut Kusumadewi (2007) “Mutiple Criteria Decision Making”
(MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif
terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan tujuannya. MCDM dapat dibagi menjadi 2 model (Zimmermann, 1991) yaitu Multi Attribute Decision Making (MADM) dan Multi Objective Decision Making (MODM).
1. Multiple Objective Decision Making (MODM)
Suatu metode dengan mengambil banyak kriteria sebagai dasar dari pengambilan keputusan yang di dalamnya mencakup masalah perancangan (design), dimana teknik teknik matematik untuk optimasi digunakan dan untuk jumlah alternatif yang sangat besar (sampai dengan tak terhingga).
2. Multiple Attribute Decision Making (MADM)
Suatu metode dengan mengambil banyak kriteria sebagai dasar pengambilan keputusan, dengan penilaian yang subjektif menyangkut masalah pemilihan, dimana analisis matematis tidak terlalu banyak dan digunakan untuk pemilihan alternatif dalam jumlah sedikit.
2.1.5 Karakteristik SPK
Karakteristik dan kapabilitas merupakan kunci dari Sistem Pendukung Keputusan (Turban, Aronson, & Liang, 2007). Berikut ini adalah beberapa katakteristik DSS atau SPK yang ditunjukan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Karakteristik SPK
1. SPK mendukung pengambilan keputusan pada situasi semi terstruktur dan tak terstruktur dengan memadukan pertimbangan manusia dan informasi terkomputerisasi.
2. Mendukung pengambilan keputusan di berbagai tingkat manajemen yang berbeda mulai dari pemimpin utama hingga manajer lapangan.
3. Pengambilan keputusan bisa dilakukan oleh individu dan juga grup. Untuk masalah yang kompleks dan organisasional perlu melibatkan keputusan orang-orang yang ada dalam sebuah grup. Sedangkan masalah yang strukturnya lebih sederhana hanya membutuhkan keterlibatan beberapa individu yang terkait langsung.
4. SPK menyediakan dukungan pada pengambilan keputusan yang berurutan dan berkaitan.
5. SPK mendukung berbagai fase proses pengambilan keputusan yaitu intelligence, design, choice dan implementation.
6. SPK mendukung berbagai proses pengambilan keputusan dan style yang berbeda-beda.
7. SPK bisa beradaptasi sepanjang masa dan fleksibel sehingga user dapat menambahkan, menghapus, mengkombinasikan, mengubah atau mengatur kembali elemen-elemen dasar.
8. SPK mudah untuk digunakan, user friendly, menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan bersifat interaktif.
9. SPK mencoba untuk meningkatkan efektivitas dari pengambilan keputusan (akurasi, jangka waktu, kualitas) lebih daripada efisiensi yang diperoleh (biaya membuat keputusan).
10. Pengambil keputusan memiliki kontrol yang menyeluruh terhadap semua langkah proses pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah.
11. SPK mengarah pada pembelajaran, yaitu mengarah pada kebutuhan baru dan peyempurnaan sistem yang mengarah pada pembelajaran tambahan dan pengembangan peningkatan SPK secara berkelanjutan.
12. User harus mampu menyusun sendiri sistem yang sederhana. Sistem yang lebih besar dapat dibangun dalam organisasi user tadi dengan melibatkan sedikit saja bantuan dari spesialis di bidang Information System.
13. SPK biasanya menggunakan berbagai model dalam menganalisis keputusan dan memberikan pandangan serta pelajaran baru.
14. SPK dilengkapi dengan komponen knowledge yang memberikan solusi efisien dan efektif dari berbagai masalah.
2.1.6 Komponen SPK
Diperlukan beberapa komponen agar keputusan yang diambil sesuai dengan yang diharapkan. Komponen SPK seperti pada Gambar 2.2 :
Gambar 2.2 Komponen SPK (Sauter, 2010)
1. Subsistem manajemen data
Subsistem manajemen data mencakup database yang berisi data dan informasi (kriteria dan nilai) yang relevan untuk suatu kondisi yang dikelola oleh sistem manajemen basis data. Subsistem manajemen data terdiri atas elemen-elemen seperti SPK database, Database management system, Data directory, query facility dan digambarkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Subsistem Manajemen Data (Turban, Aronson, & Liang, 2007) Kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen data di antaranya adalah (Hasan, 2002):
a. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi data.
b. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara mudah dan cepat c. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan
pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan.
d. Kemampuan untuk menangani data secara personil sehingga pemakai dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personil.
e. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.
2. Subsistem manajemen model
Model menjadi sebuah domain atau aturan yang ada dalam perhitungan antara kriteria dengan nilai-nilai agar dapat dipahami dan direplika. Kemampuan yang dimiliki manajemen basis model meliputi:
a. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah.
b. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model-model keputusan.
c. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dan manajemen basis data (seperti mekanisme menyimpan, membuat dialog, mengubungkan dan mengakses model).
3. Subsistem manajemen interface
Interface berfungsi sebagai alat interaksi di antara sistem keputusan dengan pengguna yang memiliki wewenang penuh untuk mengambil keputusan.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung interaksi pemakai/sistem meliputi:
a. Kemampuan untuk menangani berbagai variasi gaya interaksi, sehingga interface harus mudah digunakan oleh pemakai.
b. Kemampuan untuk mengakomodasi tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan.
c. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai variasi format dan peralatan keluaran.
2.1.7 Keuntungan SPK
Keuntungan SPK adalah (Turban, 2007):
1. Mampu mendukung pencarian solusi dari masalah-masalah yang kompleks 2. Memiliki respon yang cepat dalam kondisi yang berubah-ubah
3. Mampu menerapkan berbagai strategi yang berbeda pada konfigurasi berbeda secara cepat dan tepat
4. Memberikan pandangan dan pembelajaran baru 5. Memfasilitasi komunikasi
6. Meningkatan kontrol manajemen dan kinerja 7. Menghemat biaya
8. Keputusan lebih tepat
9. Meningkatkan efektivitas manajerial, menjadikan manajer dapat bekerja lebih singkat
10. Meningkatkan produktivitas analisis.
2.1.8 Tujuan Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Kusrini (2007) tujuan sistem pendukung keputusan adalah:
1. Membantu manajer dalam pengambilan keputusan.
2. Memberikan dukungan pertimbangan untuk manajer tetapi tidak menggantikan fungsi manajer.
3. Meningkatkan efektivitas keputusan yang diambil manajer.
4. Kecepatan komputasi karena komputer memungkinkan para pengambil keputusan untuk melakukan banyak komputasi (mencari, menyimpan dan mengirimkan data) secara cepat dengan biaya yang rendah karena data disimpan dalam database.
5. Peningkatan produktivitas dan menghemat biaya karena membangun satu kelompok pengambil keputusan, terutama para pakar, bisa sangat mahal.
Pendukung terkomputerisasi bisa mengurangi ukuran kelompok dan memungkinkan para anggotanya untuk berada diberbagai lokasi yang berbeda-beda (menghemat biaya perjalanan).
6. Kualitas komputer bisa meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat.
Semakin banyak data yang diakses makin banyak juga alternatif yang bisa dievaluasi. Analisis resiko bisa dilakukan dengan cepat dan pandangan dari para pakar yang berjarak jauh bisa dihimpun dengan cepat dan biaya yang rendah. Keahlian bahkan bisa diambil langsung dari sebuah sistem komputer melalui metode kecerdasan tiruan. Dengan komputer, para pengambil keputusan bisa melakukan simulasi yang kompleks, memeriksa banyak skenario yang memungkinkan dan menilai berbagai pengaruh secara cepat dan
ekonomis. Semua kapabilitas tersebut mengarah kepada keputusan yang lebih baik.
7. Berdaya saing manajemen dam pemberdayaan sumber daya perusahaan.
Tekanan persaingan menyebabkan tugas pengambil keputusan menjadi sulit.
Persaingan didasarkan tidak hanya pada harga, tetapi juga pada kualitas, kecepatan, kustomasi produk dan dukungan pelanggan. Organisasi harus mampu secara sering dan cepat mengubah mode operasi, merekayasa ulang proses dan struktur, memberdayakan karyawan, serta berinovasi. Teknologi pengambilan keputusan bisa menciptakan pemberdayaan signifikan dengan cara memperolehkan seseorang untuk membuat keputusan yang baik secara cepat, bahkan jika mereka memiliki pengetahuan yang kurang.
8. Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan penyimpanan, otak manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk memproses dan menyimpan informasi dengan cara yang bebas dari kesalahan.
2.2 Pengertian Optimasi
Optimasi adalah prinsip matematika yang berkaitan dengan menemukan fungsi minimum dan maksimum, dari subjek-subjek yang memungkinan menyesuaikan dengan batasan-batasan yang ada secara optimasi atau optimal (Govan et al., 2006). Dalam artian lain, optimasi adalah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimasi (nilai efektif yang dapat dicapai). Optimasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk mengoptimalkan sesuatu hal yang sudah ada, ataupun merancang dan membuat sesusatu secara optimal.
Ciri-ciri optimasi adalah dimana alternatif pilihannya sangat banyak, hal ini bisa diterapkan di berbagai bidang seperti arsitektur, ekonomi, transportasi dan lain-lain (Utama, 2016).
2.2.1 Optimasi Heuristik
Optimasi heuristik adalah sebuah proses mencari nilai terbaik dimana nilai terbaik itu tidak pernah diketahui dimana atau bernilai berapa. Sebenarnya optimasi heuristik dapat dikatakan sebagai proses pencarian nilai mendekati terbaik (near-best) (Utama, 2017). Untuk alternatif solusi dengan jumlah sedikit (terbatas), solusi dapat diselesaikan dengan metode scoring biasa. Namun, tantangan berikutnya muncul. Dimana alternatif solusi yang akan diambil bisa saja merupakan jumlah yang sangat banyak, bahkan tanpa batas. Kondisi tanpa batasnya jumlah alternative solution, akan memunculkan berbagai istilah di dalam optimasi, seperti local optimum, global optimum, local minimum dan global minimum (Utama, 2017).
2.2.2 Langkah-Langkah Optimasi
Dalam proses optimasi terdapat beberapa langkah yang dilakukan untuk mendefinisikan masalah-masalah dalam pengambilan keputusan sebagai berikut (Utama, 2016):
1. Mendapatkan inti penting dari definisi suatu masalah
Mengidentifikasi suatu masalah untuk mendapatkan uncontrollable factors dan controllable inputs. Dimana uncontrollable factors adalah variabel-variabel yang mempengaruhi faktor-faktor dari suatu masalah (random variables).
Sedangkan controllable inputs adalah variabel-variabel yang dijadikan indikator-indikator dalam mempengaruhi pengambilan keputusan (decision variables).
2. Membuat model matematika (skenario penilaian)
Membuat dan merencanakan model matematika untuk menyelesaikan fungsi dan batasan dari suatu masalah yang terkait dalam pengambilan keputusan (skenario penilaian), dimana skenario penilaian berfungsi sebagai proses penilaian dari kriteria-kriteria yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
3. Menyelesaikan masalah
Menyesuaikan algoritma terbaik dalam proses penyelesaian masalah secara optimal dari suatu masalah yang telah dimodelkan.
4. Implementasi penyelesaian masalah
Mengaplikasikan atau mengimplementasikan hasil dari solusi-solusi yang telah didapatkan dalam proses penyelesaian masalah.
2.2.3 Fungsi dan Variabel Optimasi
Optimasi atau masalah pemrograman matematika dapat dinyatakan sebagai berikut (Taha, 2007).
2.2.4 Relative Value
Dalam pengambilan keputusan, relative value digunakan untuk menentukan decision index (DI) atau bobot penilaian yang dimiliki oleh kriteria-kriteria terkait dalam penyelesaian masalah pengambilan keputusan. Sehingga fungsi relative value digunakan sebagai bobot penilaian prioritas kriteria-kriteria dalam proses skenario penilaian. Menggunakan fungsi sebagai berikut (Utama, 2016):
𝑹𝒗𝒎𝒂𝒙 = 𝑽𝒄
Fuzzy Logic atau logika bias dikenalkan oleh Dr. Lotfi Zadeh Universitas California, Berkeley pada tahun 1965. Menurut Zadeh (dalam Utama, 2016), fuzzy logic merupakan konsep, teknik atau metode untuk mengatasi penilaian terhadap hal yang memiliki ketidakpastian, ketidakjelasan dan ambiguitas dari tanggapan manusia, penilaian subjektif untuk berbagai situasi dan permasalahan di dunia nyata (Utama, 2016). Dari perspektif ini, fuzzy logic adalah metode untuk menentukan kapasitas manusia dalam hal ketepatan penalaran atau perkiraan penalaran. Sebuah penalaran yang juga merupakan kemampuan manusia dalam menterjemahkan alasan yang tidak pasti (perkiraan) dan menyimpulkannya. Dalam fuzzy logic, semua truth atau kebenaran adalah parsial atau perkiraan. Alasan ini juga disebut
penalaran interpolative, dimana proses interpolasi antara the binary extremes of true dan false diwakili oleh kemampuan fuzzy logic untuk merangkum perkiraan truth (Ross, 2010) seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Algoritma Tahapan Fuzzy logic (Utama, 2017)
Gambar 2.4 adalah algoritma yang digunakan dalam proses fuzzy logic.
Diawali dengan mengidentifikasi problem serta keputusan apa yang akan dibuat atau dicapai. Menentukan dan mengumpulkan data yang menjadi input (crisp input) kemudian dikonversi ke himpunan fuzzy dengan menggunakan bahasa fuzzy variable (variable linguistic). Selanjutnya membuat fungsi keanggotaan (membership function) untuk proses fuzzifikasi yang mempresentasikan variable linguistic untuk dipetakan ke dalam degree of the truth. Mengkonversi data output ke nilai non-fuzzy (defuzzifikasi).
Menurut Zadeh (dalam Utama, 2016), dua konsep dalam logika fuzzy memainkan peran utama dalam aplikasi. Peran pertama adalah variabel linguistik yaitu, variabel yang nilainya adalah kata-kata atau kalimat dalam bahasa sintetik
alami atau sindrom (Utama, 2016). Yang lain adalah fuzzy if-then rule, yang mana konsekuensinya adalah proposisi yang mengandung variabel linguistik. Dalam hal ini, logika fuzzy merupakan sebuah kemampuan luar biasa berdasarkan pikiran manusia untuk merangkum data dan fokus pada informasi keputusan yang relevan.
Fuzzy logic merupakan sebuah cara yang efektif dan akurat untuk mendeskripsikan presepsi manusia terhadap persoalan pengambilan keputusan.
Sebagian besar situasi tidaklah 100 persen benar atau salah. Ada banyak batasan dan masalah pengambilan keputusan yang tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam situasi tepat benar-salah oleh model matematis; atau jika dapat dideskripsikan dalam cara ini, tetap bukan merupakan cara yang terbaik untuk melakukannya.
2.3.1 Variable Linguistic
Variable Linguistic adalah sebuah konsep dalam logika fuzzy yang berperan memanfaatkan toleransi terhadap ketidakjelasan. Variabel linguistik merupakan variabel input atau output dari sistem yang nilainya berupa kata-kata atau kalimat dari bahasa alami, bukan numerik nilai. Menurut Zadeh (dalam Utama, 2016), di dalam variabel linguistik terdapat himpunan fuzzy (fuzzy set) yang merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variable fuzzy.
Konsep himpunan fuzzy adalah fondasi untuk analisis dimana ada ketidakjelasan (Utama, 2016). Contohnya adalah suhu yang mempresentasikan temperatur sebuah ruangan yang memiliki himpunan fuzzy yaitu terlalu dingin, dingin, hangat, panas, terlalu panas. Contoh lain misalnya, usia adalah variabel linguistik jika nilai-nilai
linguistiknya mengenai seberapa muda, tua, maupun mengenai setengah baya, sangat tua, tidak sangat muda dan sebagainya. Hal ini dijelaskan oleh Zadeh (dalam Utama, 2016), bahwa Sebuah variabel linguistik ditafsirkan sebagai label dari himpunan fuzzy yang ditandai dengan fungsi keanggotaan (membership function).
2.3.2 Fungsi Keanggotaan (Membership Functions)
Expert Judgment atau Penilaian Pakar adalah suatu cara pendekatan yang bersifat intuitif untuk mengorganisasikan pemikiran diantara para pakar, untuk mengatasi masalah pada masa yang akan datang (Soenarto, 2005). Tujuan utama digunakannya fuzzy adalah untuk merepresentasikan penilaian pakar dalam menanggapi beberapa alternatif solusi yang dikemukakan pada penelitian. Fungsi keanggotaan digunakan untuk menentukan crisp awal melalui fuzzifikasi. Contoh fungsi keanggotaan dengan kriteria Low, Middle dan High dapat dilihat pada Gambar 2.5 dengan suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik- titik input data kedalam nilai keanggotaannya (derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1 (degree of trust).
Gambar 2.5 Contoh Fungsi Keanggotaan (Utama, 2017).
2.3.3 Fuzzifikasi
Fuzzifikasi adalah proses pembuatan kuantitas crisp fuzzy. Cara melakukannya hanya dengan mengakui bahwa banyak dari jumlah yang dianggap sebagai crisp dan deterministik (model simulasi yang tidak memiliki variabel random dalam inputnya) sebenarnya tidak deterministik sama sekali, karena mengandung ketidakpastian. Jika bentuk ketidakpastian yang terjadi timbul karena ketidaktepatan, ambiguitas, atau ketidakjelasan, maka variabel tersebut mungkin fuzzy (samar) dan dapat diwakili oleh fungsi keanggotaan (Ross, 2010). Terdapat banyak sekali metode untuk menerapkan fuzzifikasi, salah satunya yaitu metode linear interpolation. Interpolation berarti menentukan kurva yang melewati garis fungsi. Nilai yang mencapai garis fungsi dapat diketahui menjadi nilai pada titik tertentu. Fungsi menyatakan kemungkinan yang paling sederhana tapi bukan konstanta, disebut fungsi linier. Ketika menggunakan fungsi linier untuk interpolasi, didapatkanlah linear interpolation (Kreinovich et al., 2015). Untuk melakukan interpolasi linear maka harus diketahui dua data. Jika diketahui nilai (𝑋1,𝑌1) dan (𝑋2,𝑌2) maka kita dapat menentukan harga 𝑌 di antara kedua data tersebut untuk nilai 𝑋 yang didapat dari pakar melalui fungsi keanggotaan. Contoh interpolasi linier dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Contoh Interpolasi Linier (Levy, 2010)
2.3.4 Defuzzifikasi
Defuzzifikasi mengkonversi kualitas fuzzy untuk kulitas yang tepat, sama seperti fuzzifikasi yaitu konversi dari jumlah yang tepat untuk kualitas fuzzy. Pada dasarnya defuzzifikasi menggabungkan nilai crisp yang sebelumnya difuzzifikasikan (Ross, 2010). Weighted mean merupakan salah satu metode yang dipergunakan dalam proses defuzzifikasi. Biasanya terbatas output simetris fungsi keanggotaan (Ross, 2010).
2.4 Hill Climbing Optimization
Metode Hill Climbing adalah salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan pencarian jarak terdekat (Utama, 2017). Hill climbing flowchart dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Hill Climbing Flowchart
Pertama menentukan tujuan awal (S), setelah itu dievaluasi. Kemudian menentukan tujuan berikutnya (X) yang bersebelahan dengan tujuan awal (S) dan dievaluasi. Jika tujuan berikutnya (X) memiliki nilai yang lebih baik dari tujuan awal (S), maka berpindah dari tujuan awal (S) ke tujuan berikutnya (X). Proses ini berlangsung hingga tujuan akhir ditemukan, yaitu tujuan yang memiliki nilai terbaik.
2.5 Pengertian dan Pengelolaan Sampah 2.5.1 Pengertian Sampah
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau/proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan menurut peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2010 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau/proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan menurut peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2010 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau