• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini memuat beberapa kesimpulan dan saran dari seluruh uraian yang telah dibuat pada bab-bab sebelumnya.

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Tatanan Geologi Kelautan di Indonesia

Tatanan geologi kelautan Indonesia merupakan bagian yang sangat unik dalam tatanan kelautan dunia, karena berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Pasifik, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Eurasia. Bagian barat zona dalam ditempati oleh Paparan Sunda (Sunda Shelf) yang merupakan sub-sistem dari lempeng Eurasia, dicirikan oleh kedalaman dasar laut maksimum 200 meter yang terletak pada bagian dalam gugusan pulau-pulau utama yaitu Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.

Menurut Hamilton (1979), kerumitan dari tatanan fisiografi dan geologi wilayah laut Indonesia disebabkan adanya interaksi lempeng-lempeng kerak bumi Eurasia (utara), Hindia-Australia (selatan), Pasifik-Filipina Barat (timur) dan Laut Sulawesi (utara).

Proses geodinamika global (Moore dan Karig, 1980), berperan dalam membentuk tatanan tepian pulau-pulau Nusantara tipe konvergen aktif (Indonesia maritime continental active margin), dan bagian luar Nusantara merupakan perwujudan dari zona penunjaman (subduksi).

Gambar 2.1 Fisiografi perairan Indonesia akibat proses tektonik Sumber: Moore dan Karig, 1980

commit to user

II. 2 Geomorfologi Palung Laut

Palung laut merupakan bentuk paritan memanjang dengan kedalaman mencapai lebih dari 6.500 meter. Umumnya palung laut ini merupakan batas antara kerak samudera India dengan tepian benua Eurasia sebagai bentuk penunjaman yang menghasilkan celah memanjang tegak lurus terhadap arah penunjaman.

Gambar 2.2 Geomorfologi palung samudra di selatan Jawa Sumber: PPPGL, 2008

Beberapa patahan yang muncul di sekitar palung laut ini dapat reaktif kembali seperti yang diperlihatkan oleh hasil plot pusat-pusat gempa di sepanjang lepas pantai pulau Sumatera dan Jawa (Lubis, 2009).

II. 3 Karakteristik Tsunami

Tsunami berasal dari bahasa Jepang tsu yang artinya pelabuhan dan nami yang berarti gelombang. Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada volume air laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya deformasi dasar laut secara tiba-tiba, terutama dalam arah vertikal. Deformasi tersebut dapat disebabkan oleh tiga sumber utama, yaitu gempa bumi, letusan gunung api, dan longsoran yang terjadi di dasar laut (Iida and Iwasaki, 1983).

commit to user

Tsunami tergolong sebagai jenis gelombang panjang. Di laut dalam panjang gelombangnya dapat mencapai 100 km dengan periode gelombang sekitar 60 menit. Karena panjang gelombangnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kedalaman laut, maka tsunami dapat dianggap sebagai gelombang perairan dangkal atau shallow-water wave (Imamura, 1996). Gelombang semacam ini menjalar dengan kecepatan

 

v bergantung pada kedalaman laut

 

d dengan rumusan: d g v  (2.1) dimana: g= percepatan gravitasi

Kecepatan penjalaran tsunami akan berkurang dengan berkurangnya kedalaman laut dan sebaliknya pada laut dalam dapat mencapai orde ratusan km/jam. Misalnya, pada laut dengan kedalaman 4.000 meter kecepatan penjalaran tsunami dapat melebihi 700 km/jam. Kecepatan tersebut akan sangat jauh berkurang pada saat tsunami mencapai garis pantai.

Tinggi gelombang tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi sangat dipengaruhi oleh magnitudo gempa dan bentuk morfologi pantai. Misalnya, gempa dengan M = 7,0 SR akan menghasilkan tsunami dengan tinggi gelombang sekitar 1-2 meter di pusat bumi. Pada saat mendekati pantai tinggi gelombang akan mengalami pembesaran karena adanya penumpukan massa air akibat adanya penurunan kecepatan penjalaran gelombang tsunami. Tinggi gelombang tsunami akan mencapai harga maksimum pada pantai landai dan berlekuk seperti teluk dan sungai. Sementara itu, jarak jangkauan gelombang ke daratan sangat ditentukan oleh terjal landainya bentuk pantai. Pada pantai yang terjal gelombang tsunami tidak akan terlalu jauh mencapai daratan karena tertahan oleh tebing pantai. Sedang di pantai yang landai gelombang tsunami dapat menerjang sampai ratusan meter ke daratan (Puspito, 1998).

commit to user

II. 4 Penyebab Terjadinya Tsunami

Tsunami dapat terjadi apabila terdapat sebuah gangguan yang menyebabkan sejumlah besar air (laut) mengalami perpindahan.

Gambar 2.3 Proses terjadinya tsunami Sumber: http://io.ppi-jepang.org

Berpindahnya sejumlah besar air itu bisa disebabkan gempa yang diakibatkan oleh tabrakan lempeng di dasar laut, tanah longsor yang terjadi di dalam laut, aktivitas gunung api di bawah laut yang memuntahkan materialnya di dalam laut, dan jatuhya meteor ke laut.

II. 4.1 Gempa Bumi

Gempa bumi yang terjadi di bawah laut merupakan faktor yang paling sering mengakibatkan tsunami. Gempa yang disebut dengan gempa tektonik ini kebanyakan diakibatkan oleh bergeraknya lempeng bumi yang berada di dasar laut, dan kebetulan pergerakan lempeng bumi itu menabrak lempeng yang lain di dasar laut. Seperti tsunami yang menerjang Aceh (2004), Flores (1992), dan Jawa bagian selatan (2006).

commit to user

Gambar 2.4 Tsunami karena gempa bumi Sumber: www.bmkg.go.id

Lempeng tersebut mengalami pematahan atau penyusupan lempeng yang satu ke bawah lempeng yang lain (daerah subduksi). Sehingga muncul rekahan vertikal pada kerak bumi (di dasar laut). Gerakan vertikal ini menyebabkan dasar laut naik dan turun secara tiba-tiba, sehingga kesetimbangan air di atasnya menjadi terganggu. Apabila kesetimbangan air di atasnya terganggu karena dataran dasar laut yang bergerak di bawahnya, menyebabkan air itu memperoleh energi dari pergerakan lempeng yang kemudian digunakan untuk membentuk sebuah gelombang besar yang disebut tsunami. Tetapi tidak semua gempa bumi dapat menyebabkan tsunami. Gempa itu harus memenuhi beberapa syarat agar terjadi tsunami. Syarat terjadinya tsunami akibat gempa bumi, yaitu:

a. Tipe pensesaran

Tipe sesaran yang menyebabkan tsunami yaitu tipe pensesaran naik. Sesaran yang naik akan menekan air yang ada di atasnya untuk berpindah dan bergerak sebagai awal dari lahirnya tsunami.

b. Kemiringan sudut tegak antar lempeng yang bertemu

Apabila dua lempeng telah bertemu, menabrak dan hasil dari tabrakan itu menyebabkan salah satu dari lempeng tadi miring dan kemiringannya hampir mencapai tegak lurus, maka kemungkinan terjadinya tsunami akan lebih besar.

commit to user c. Kedalaman pusat gempa

Tsunami dapat terjadi apabila episentrum gempa letaknya dekat dengan permukaan laut (dangkal).

II. 4.2 Longsor bawah laut

Longsor bawah laut yaitu peristiwa tebing yang berada di dalam laut atau dataran dasar laut yang mengalami peruntuhan dan longsor. Longsor bawah laut ini terjadi akibat adanya tumbukan antara lempeng samudera dan lempeng benua. Sehingga sejumlah air yang berada di sekitar lokasi longsoran mengalami perubahan ketinggian permukaan air secara mendadak. Air yang berubah ketinggiannya itu kemudian menggunakan energi dari longsoran untuk kemudian membuat gelombang besar yang menerjang ke arah pantai. Proses ini mengakibatkan terjadinya palung laut dan pegunungan. Tsunami karena longsoran bawah laut dikenal dengan tsunamic submarine landslide.

Gambar 2.5 Tsunami karena longsoran laut Sumber: Van Andel, 1992

commit to user

Semakin besar longsoran yang terjadi, jumlah air yang dipindahkan akan sangat banyak. Sehingga tsunami yang terjadi akan semakin besar.

II. 4.3 Aktivitas vulkanik (gunung berapi)

Aktivitas vulkanik berupa gunung meletus yang sangat besar dapat menimbulkan tsunami. Gunung itu dapat berupa gunung di dalam laut maupun gunung yang berada di permukaan laut dan hanya berupa pulau kecil di lautan. Syarat utama yang harus dipenuhi agar terjadi tsunami yaitu, aktivitas vulkanik yang terjadi berskala besar. Sehingga gelombang kejut dan material yang keluar dari dalam gunung (baik material dari semburan gunung berupa batuan piroclastic ataupun material dari tubuh gunung itu sendiri yang hancur karena ledakan yang sangat besar) dapat menimbulkan gangguan pada perairan di sekelilingnya dan berakhir dengan munculnya gelombang tsunami.

Gambar 2.6 Tsunami karena aktivitas vulkanik Sumber: http://io.ppi-jepang.org

Sebagai contoh letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883 di Selat Sunda. Gunung Krakatau yang berupa pulau kecil meletus dengan sangat hebat, bahkan gunung itu lenyap akibat dari letusan. Akibatnya terjadi tsunami di pulau Jawa bagian barat dan Sumatra bagian selatan.

commit to user

II. 4.4 Meteor

Meteor merupakan faktor yang sangat jarang dapat terjadi. Kejadian ini pernah terjadi pada saat masa prasejarah. Pada saat itu di bumi dipenuhi dinosaurus. Pada dasarnya meteor yang jatuh ke bumi terutama jatuh di lautan akan menimbulkan gelombang kejut yang sangat besar, bahkan air pun dapat terbawa olehnya. Bekas dari tabrakan yang menyebabkan sebuah kubah besar di dasar laut yang kemudian terisi air dan air kembali membalik ke daratan. Meteor merupakan faktor yang paling menakutkan karena dapat menyebabkan kehancuran yang menyeluruh (Sutowijoyo, 2005).

II. 5 Gempa Bumi Pembangkit Tsunami

Dari ketiga jenis pembangkit tsunami yaitu: gempa bumi, letusan gunung api dan longsoran gempa merupakan penyebab utama terjadinya tsunami. Sekitar delapan puluh lima persen tsunami yang terjadi di dunia disebabkan oleh gempa. Hasil studi Iida di Jepang (Iida, 1970) menunjukkan bahwa gempa-gempa pembangkit tsunami mempunyai karakteristik tertentu. Jenis gempa yang paling mungkin menghasilkan tsunami adalah gempa-gempa yang terjadi di dasar laut. Kedalaman pusat gempa tergolong dangkal dengan besar magnitudo tertentu. Berdasarkan data tsunami di Jepang, Iida menurunkan hubungan empiris antara besarnya magnitudo minimum

 

Mm yang mungkin dapat membangkitkan tsunami dengan kedalaman pusat gempa

 

D sebagai berikut:

D

Mm6,30,005 (2.2) Untuk kasus tsunami di Jepang, gempa-gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami adalah gempa bumi dengan magnitudo M 6,3SR dan kedalaman pusat gempa terbesar adalah sekitar 80 km. Jenis pensesaran gempa biasanya tergolong sesar naik (thrust fault/ reverse fault) dan sesar turun/ sesar normal (gravity fault) yang disebabkan oleh gempa-gempa dengan mekanisme fokus tipe dip-slip.

Gempa dengan karakteristik seperti di atas dikenal sebagai ”tsunamigenic earthquake” yaitu gempa-gempa yang berpotensi dapat membangkitkan tsunami. Sementara itu ada kalanya gempa-gempa dengan magnitudo kecil kurang dari 6,0

commit to user

SR, tetapi dapat juga membangkitkan tsunami. Gempa-gempa semacam ini dikenal sebagai ”tsunami earthquake” yaitu gempa-gempa yang secara teoritis tidak berpotensi menghasilkan tsunami tetapi ternyata dapat membangkitkan tsunami besar. Gempa-gempa semacam ini biasanya terjadi pada kerak bumi dengan kekompakan batuan rendah dan patahan batuan yang terjadi berlangsung sangat lambat (Puspito, 1998).

II. 6 Magnitudo Tsunami

Magnitudo tsunami adalah ukuran kekuatan tsunami, biasanya terdapat dalam berbagai skala magnitudo. Imamura (1949) dan Iida (1958) membuat skala magnitudo tsunami sebagai berikut:

Tabel 2.1 Magnitudo dan ketinggian tsunami

Magnitudo Tsunami (m) Ketinggian Tsunami h (m) Kerusakan -1 < 0,5 Tidak ada 0 1 Sangat sedikit

1 2 Beberapa rumah di pantai rusak, kapal terdampar di pantai

2 4 - 6 Kerusakan dan korban di daerah tertentu dekat pantai

3 10 - 30 Kerusakan sampai sejauh 400 km dari garis pantai

4 > 30 Kerusakan sampai sejauh 500 km dari garis pantai

Wanatabe (1975) dengan menggunakan 82 kasus tsunami yang terjadi di kepulauan Jepang, memberikan rumusan hubungan magnitudo gempa bumi dengan magnitudo tsunami yaitu:

20 , 16 30 , 2   M m (2.3) dimana: m= magnitudo tsunami M = magnitudo gempa bumi

Berdasarkan magnitudonya, gempa bumi dapat dikelompokan menjadi 5 kategori berdasarkan dampak kerusakan di sekitar episenter, yaitu:

commit to user

Tabel 2.2 Magnitudo, kategori gempa bumi, dan kerusakan di sekitar episenter

Magnitude (SR) Kategori gempa bumi

Dampak di sekitar episenter

 8,0 Sangat besar Gempa bumi merusak, dapat

menghancurkan infrastruktur di sekitar episenter.

7,0 – 7,9 Besar Gempa bumi besar, terjadi kerusakan serius.

6,1 – 6,9 Cukup besar Menyebabkan banyak kerusakan pada wilayah yang padat penduduk.

5,5 – 6,0 Sedang Menimbulkan kerusakan ringan pada gedung dan struktur lainnya.

5,0 – 5,4 Sering dirasakan, tetapi hanya menimbulkan kerusakan ringan. 4,0 – 4,9 Kecil

3,0 – 3,9 Sangat kecil

 2,5 Biasanya tidak dirasakan, tetapi dapat dicatat oleh seismograf.

Adapun untuk hubungan empiris antara magnitudo gempa bumi dengan tsunami seperti terlihat pada tabel 2.3 dibawah ini:

Tabel 2.3 Hubungan empiris magnitudo gempa bumi dan tsunami

Kedalaman (km) Daerah kejadian gempa bumi Magnitudo gempa (M) Tsunami potensial < 70 di laut atau di pulau kecil

M > 7,8 Kemungkinan terjadi tsunami di laut bebas yang bersifat merusak 7,8  M > 7,5 Kemungkinan terjadi tsunami

yang bersifat merusak,

dampaknya terbatas sampai jarak 1000 km dari episenter

7,5  M > 7,0 Kemungkinan terjadi tsunami lokal yang bersifat merusak, dampaknya terbatas sampai jarak 100 km dari episenter

7,0  M  6,5 Kemungkinan terjadi tsunami yang bersifat merusak sangat kecil

M < 6,5 Tidak berpotensi tsunami di darat Tidak berpotensi tsunami

commit to user

Kriteria gempa bumi yang berpotensi menimbulkan tsunami di wilayah Indonesia adalah:

1. Lokasi episenter di laut atau di Kepulauan busur depan sebelah barat Sumatera, busur Kepulauan sebelah utara Sulawesi Utara, Kepulauan sebelah utara Papua, Kepulauan sebelah utara Flores, busur Kepulauan di laut Banda, busur Kepulauan antara Sulawesi Utara dengan Pulau Halmahera, dan Kepulauan Banggai.

2. Kedalaman ≤ 70 km untuk gempa bumi dengan 7 < M < 8, namun untuk gempa bumi dengan M > 8 dengan kedalaman < 100 km.

3. Magnitudo gempa bumi Mw(mB) > 7,0 untuk gempa bumi di wilayah Indonesia, Mw(mB) > 7,6 untuk gempa bumi di Kepulauan Andaman, PNG Timor Leste dan ASEAN, dan Mw(mB) > 8,0 untuk gempa bumi di luar Kepulauan Andaman, PNG dan ASEAN (Sutowijoyo, 2005).

II. 7 Pemodelan Tsunami

Studi tentang pemodelan tsunami dimulai pada tahun 1969 oleh Aida di Jepang (Imamura dkk, 1995). Pemodelan tsunami pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui arah dan kecepatan penjalaran gelombang, tinggi gelombang atau run-up di pantai, dan waktu tiba (arrival time) tsunami di pantai.

Travel time adalah waktu yang dibutuhkan oleh gelombang tsunami menjalar dari pusat/ sumber tsunami ke suatu titik tertentu di laut/ pantai. Penjalaran gelombang tsunami tergantung morfologi wilayah dan posisi titik dari source tsunami (Sutowijoyo, 2005). Sumber pembangkit tsunami diasumsikan sebagai perubahan dasar laut dalam arah vertikal yang didekati dengan model sesar (fault) atau perubahan dasar laut dalam arah horisontal (Imamura, 1996). Pemodelan memerlukan dua input utama, yaitu karakteristik pensesaran gempa bumi pembangkit tsunami dan karakteristik bathimetri.

Parameter sesar yang diperlukan sebagai input bagi pemodelan tsunami adalah: (1) geometri sesar yang meliputi panjang, lebar, strike, dip dan slip, (2) dislokasi, dan (3) kedalaman pusat gempa bumi yang diasumsikan sebagai pusat pensesaran. Panjang, lebar dan arah strike bidang sesar diperoleh dari pengeplotan

commit to user

gempa-gempa susulan yang biasanya selalu menyertai terjadinya gempa utama pembangkit tsunami. Besaran dip dan slip diperoleh dari solusi mekanisme fokus gempa yang merupakan representasi dari proses pensesaran yang menimbulkan gempa tersebut (Puspito, 1998).

Gambar 2.7 Peta sejarah tsunami Sumber: http://io.ppi-jepang.org

II. 8 Daerah Rawan Bencana Tsunami di Indonesia

Indonesia berdiri di atas beberapa buah lempeng tektonik. Lempeng-lempeng tektonik itu masing-masing masih bergerak bebas seiring dengan pergerakan batuan cair di bawahnya. Semakin banyak pulau di sebuah wilayah maka lempeng yang berada di bawahnya semakin banyak dan aktif, sehingga sering sekali bergerak dan menimbulkan goncangan.

Beberapa daerah di Indonesia termasuk ke dalam daftar daerah yang berpotensi terserang tsunami apabila terjadi gempa bumi yang disebabkan tumbukan lempeng. Hal ini dikarenakan Indonesia yang berupa negara kepulauan memiliki beberapa lempeng yang masih aktif hingga sekarang dan pulau-pulau yang ada kebanyakan berada di atas lempeng masing-masing (terutama Sulawesi,

commit to user

Pulau Halmahera di Maluku, dan Irian Jaya). Apabila terjadi goncangan hebat yang berasal dari laut akibat dari tabrakan lempeng yang satu dengan lempeng yang lainnya, maka daerah yang bersangkutan yang berada di sekitar area tabrakan harus bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya tsunami. Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, beberapa daerah yang rawan tsunami di Indonesia yaitu:

a. Aceh h. Bali

b. Sumatera Utara i. NTB dan NTT

c. Sumatera Barat j. Sulawesi Utara, Tengah, Selatan d. Bengkulu k. Maluku Utara dan Selatan

e. Lampung l. Biak

f. Banten m. Yapen dan Fak-Fak di Papua

g. Pesisir Jawa dan DIY bagian selatan n. Balikpapan

Dari sekian daerah yang rawan terjadinya tsunami, pulau Kalimantan merupakan satu-satunya pulau besar yang cukup aman akan terjangan tsunami. Daerah yang berbahaya hanya sebagian Kalimantan bagian timur.

Gambar 2.8 Daerah rawan tsunami di Indonesia Sumber: Sulaiman, 1989

commit to user

Wilayah-wilayah tersebut masuk ke dalam zona berbahaya. Zona rawan terjadinya tsunami karena wilayah-wilayah tersebut terletak tepat di tepi lempeng-lempeng bumi yang masih aktif dan masih giat bergerak. Beberapa wilayah mempunyai tingkat terjadinya tsunami yang cukup tinggi. Contohnya: daerah pesisir barat Sumatera, pesisir selatan Jawa, dan pesisir selatan Nusa Tenggara, rawan akan terkena tsunami karena wilayah-wilayah tersebut terletak di tepi lempeng besar Eurasia yang kerap bergerak dan menabrak lempeng Indo-Australia sehingga menghasilkan zona subduksi kemudian terjadi tsunami.

Sedangkan daerah-daerah lain yang juga rawan terkena tsunami apabila terjadi pergerakan dan tabrakan lempeng yaitu, utara NTT, sebagian kecil pantai barat Kalimantan, seluruh pesisir Sulawesi, seluruh pesisir Maluku, dan pantai barat Irian Jaya. Daerah-daerah ini rawan tsunami apabila terjadi kegiatan antara lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta beberapa lempeng mikro yang memangku Maluku.

Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang potensial terkena tsunami apabila terjadi interaksi antar lempeng sehingga menimbulkan zona subduksi di dalam laut yang kemudian memicu terjadinya tsunami (Sutowijoyo, 2005).

II. 9 Mekanisme Fokus (Focal Mechanism)

Mekanisme fokus (focal mechanism) adalah suatu model yang menerangkan polarisasi gelombang gempa dan sistem stress yang bekerja dalam konsep sesar. Dengan mempelajari mekanisme fokus dari sekumpulan gempa yang terjadi dapat dianalisis sistem gaya-gaya tektonik yang bekerja di suatu daerah dan dapat menentukan jenis dan pergerakan sesar saat terjadi gempa di suatu wilayah (Prihandoko, 2009).

Hubungan gempa bumi dengan bidang sesar ditunjukkan dari beberapa analisis yang menyimpulkan bahwa gempa-gempa kecil di daerah yang berfrekuensi gempa rendah dapat digunakan atau ditandai daerah yang mempunyai bahaya gempa. Bidang sesar dalam hal ini menandakan gerak vertikal dua blok sesar di daerah dimana sesar aktif yang sebelumnya tidak pernah diduga dapat terjadi.

commit to user

Dengan mengetahui arah gerakan sesar, dapat diketahui sumber atau asal gaya-gaya di daerah itu, misalnya dalam studi gempa mikro yang merupakan karakteristik daerah yang dapat memisahkan gempa-gempa akibat gaya tektonik dengan gempa-gempa yang disebabkan oleh keaktifan geothermal. Dalam hal ini sesar akibat gempa tektonik ditandai dengan gerakan horizontal (Lowrie, 2007).

Mekanisme gempa bumi umumnya diakibatkan oleh deformasi batuan akibat adanya sesar. Sesar merupakan gerakan menggeser secara horizontal dan atau vertikal tanpa membentuk kerak baru. Sesar atau patahan terjadi karena tekanan yang sangat kuat, terlebih bila berlangsung sangat cepat. Batuan tidak hanya retak akan tetapi akan terjadi pergeseran posisi (displacement). Daerah sepanjang patahan umumnya merupakan daerah pusat gempa bumi karena selalu mengalami pergeseran batuan kerak bumi di sepanjang patahan. Bidang patahan merupakan bidang miring (Sykes, 1967).

II. 10 Sistem Sesar (Fault System)

Batas lempeng dalam skala yang lebih kecil dikenal sebagai sesar yang merupakan suatu batas yang menghubungkan dua blok tektonik yang berdekatan (Puspito, 2000). Bidang sesar (fault plane) adalah sebuah bidang yang merupakan bidang kontak antara dua blok tektonik. Pergeseran bidang sesar dapat berkisar dari antara beberapa meter sampai mencapai ratusan kilometer. Sesar merupakan jalur lemah, dan lebih banyak terjadi pada lapisan yang keras dan rapuh. Bahan yang hancur pada jalur sesar akibat pergeseran, dapat berkisar dari gouge (suatu bahan yang halus/ lumat akibat gesekan) sampai breksi sesar, yang mempunyai ketebalan antara beberapa sentimeter sampai ratusan meter (lebar zona hancuran sesar).

Unsur-unsur sesar yaitu hanging wall (atap sesar) adalah bongkah sesar yang terdapat dibagian atas bidang sesar, dan foot wall (alas sesar) adalah bongkah sesar yang berada dibagian bawah bidang sesar. Bidang sesar terbentuk akibat adanya rekahan yang mengalami pergeseran. Bentuk-bentuk sistem sesar yaitu: sesar normal, sesar balik (reverse), sesar peralihan (transform fault), dan

commit to user

oblique-slip fault. Jika lempeng bergerak horizontal relatif ke kanan disebut sesar dextral, jika horizontal relatif bergerak ke kiri disebut sesar sinistral.

1. Sesar Mendatar (Strike-slip fault), yaitu sesar dengan blok bergerak relatif mendatar/ horisontal satu sama lainnya. Sesar mendatar ditentukan dengan menghadap bidang sesar. Tipe ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Sesar mendatar menganan (right lateral-strike slip fault), arah gerakan sesar mendatar searah jarum jam.

b) Sesar mendatar mengiri (left lateral-strike slip fault), arah gerakan sesar mendatar berlawanan arah jarum jam.

2. Sesar tidak mendatar, yaitu sesar dengan blok bergerak relatif vertikal atau miring. Tipe ini dibagi menjadi tiga, yaitu:

a) Sesar naik (Trust fault/ reverse fault), yaitu sesar dengan pergerakan hanging wall bergerak relatif naik terhadap footwall, dengan kemiringan bidang sesar besar. Sesar ini mengalami pergeseran sepanjang garis lurus. Pada umumnya, sesar turun dan sesar naik pergerakannya hanya vertikal, sehingga sering disebut sesar dip-slip.

b) Sesar turun (Normal fault), yaitu sesar dengan pergerakan hanging wall bergerak relatif turun terhadap footwall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar.

c) Sesar miring (Oblique fault), yaitu sesar dengan pergerakan blok vertikal yang diiringi dengan gerakan horizontal. Gaya-gaya yang bekerja menyebabkan sesar mendatar dan sesar turun.

d) Sesar Gunting (Hinge fault), yaitu sesar dengan pergerakan blok vertikal yang sebagian diiringi dengan gerakan horizontal. Pergerakan sesar ini sama dengan sesar Oblique. Sesar yang pergeserannya berhenti pada titik tertentu sepanjang jurus sesar. Gaya yang bekerja sama dengan sesar normal

Dokumen terkait