• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berisi tentang simpulan yang dirumuskan secara singkat dan jelas menjawab rumusan masalah yang harus sinkron dengan pembahasan serta rumusan masalah dan saran sebagai alternatif solusi atas masalah yang ditemukan.

commit to user 10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Proses Pemeriksaan Perkara Pidana di Persidangan Pemeriksaan perkara pidana secara garis besar, terlihat dalam urut-urutan dibawah ini :

a. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum ( Pasal 153 ayat (3) KUHAP ) Ketentuan tersebut merupakan perwujudan dari fair trial, sehingga masyarakat dapat mengontrol jalannya persidangan. Pengecualian terhadap ketentuan tersebut apabila memeriksa perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. b. Terdakwa dipanggil ( Pasal 154 ayat(1) KUHAP)

Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa agar dipanggil masuk ke ruang sidang.

c. Pembacaan Surat Dakwaan ( Pasal 155 ayat (2) KUHAP)

Pembacaan surat dakwaan dilakukan untuk perkara yang diproses dengan acara biasa, sedangkan untuk perkara singkat, yang dibaca adalah catatan dakwaan.

d. Keberatan atau eksepsi dari penasehat hukum/ terdakwa ( Pasal 156 ayat (1) KUHAP)

Isi keberatan tersebut dapat berupa :

1) bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara ; 2) dakwaan tidak dapat diterima

3) dakwaan harus dibatalkan

e. Pendapat penuntut umum (Pasal 156 ayat (1) KUHAP)

Atas keberatan yang diajukan oeh terdakwa atau penasehat hukum, penuntut umum diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya.

commit to user

Atas keberatan dan tanggapan tersebut, hakim ketua sidang dapat memutus dengan putusan sela. Jika keberatan diterima, perkara tidak dapat dilanjutkan. Sebaliknya jika keberatan ditolak, maka perkara bisa dilanjutkan.

g. Pemeriksaan materi perkara ( alat bukti )

Apabila pemeriksaan dilanjutkan, maka dilakukan pemeriksaan terhadap alat-alat bukti dan barang bukti (pemeriksaan materi perkara)

1) Alat bukti keterangan saksi 2) Alat bukti keterangan ahli 3) Alat bukti surat

4) Alat bukti petunjuk

5) Alat bukti keterangan terdakwa 6) Barang bukti

h. Penuntut umum membacakan tuntutan (Rekusitor)

Rekusitor adalah surat yang memuat pembuktian surat dakwaan berdasarkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan dan kesimpulan penuntut umum tentang kesalahan terdakwa disertai dengan tuntutan pidana.

i. Terdakwa atau penasehat hukum membacakan pembelaan (Pledoi)

Pledoi adalah tangkisan terhadap pembuktian yang dibacakan penuntut umum dalam tuntutan pidana dan terdakwa maupun penasehat hukumnya berusaha mengajukan bukti balik dari pembuktian yang diajukan penuntut umum dimuka sidang. Pembelaan tidak lepas dari eksistensinya bantuan hukum.

j. Penuntut umum membacakan jawaban atas pembelaan (replik) Replik adalah jawaban atas tanggapan penuntut umum terhadap pledoi yang diajukan terdakwa atau penasehat hukumnya.

commit to user

k. Terdakwa atau penasehat hukum membacakan duplik

Duplik adalah tanggapan atas bantahan terhadap replik. Dalam pelaksanaan proses pemeriksaan perkara pidana di persidangan terdapat pihak-pihak yang berhubungan, antara lain :

1) Hakim (majelis/tunggal)

sesuai dengan Pasal 1 angka 8 KUHAP, pengertian hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

2) Jaksa/penuntut umum

Dalam Pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP disebutkan pengertian dari jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan penuntut umum dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6 huruf b yang berbunyi : ”penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

3) Terdakwa

Menurut Pasal 1 angka 15 KUHAP, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.

4) Penasehat hukum

Pengertian penasehat hukum sesuai Pasal 1 angka 13 KUHAP adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum.

commit to user

KUHAP membedakan tata cara pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan dibagi dalam tiga bentuk, yaitu :

a. Proses acara pemeriksaan biasa

Proses ini dimulai hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (Pasal 153 ayat (3) KUHAP) dan pemeriksaan itu dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi (Pasal 152 ayat (2a) KUHAP), apabila kedua ketentuan tersebut tidak terpenuhi maka batal demi hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 153 ayat (4) KUHAP.

Pihak yang dipanggil pertama adalah terdakwa, apabila terdakwa tidak hadir maka hakim ketua sidang akan meneliti apakah terdakwa telah dipanggil secara sah, apabila terdakwa tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, maka dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya sesuai Pasal 154 ayat (6) KUHAP. Ketika terdakwa hadir dalam persidangan, mula-mula hakim ketua menanyakan identitas terdakwa serta mengingatkan terdakwa untuk memperlihatkan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya dipersidangan (Pasal 155 ayat (1) KUHAP). Sesudah itu hakim ketua sidang mempersilahkan penuntut umum untuk membacakan surat dakwaannya. Setelah pembacaan dan penjelasan surat dakwaan oleh penuntut umum, hakim harus bertanya kepada terdakwa apakah dia benar-benar memahami surat dakwaan, kalau terdakwa belum mengerti menurut Pasal 155 ayat (2) huruf b, hakim dapat memerintahkan kepada penuntut umum untuk “memberi penjelasan” tentang hal-hal yang belum jelas dan belum dipahami terdakwa apabila terdakwa atau penasehat hukumnya menyatakan keberatan, penuntut umum diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya, kemudian

commit to user

hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan (Pasal 156 ayat (1) KUHAP). Jika keberatan itu diterima oleh hakim, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, dan untuk ini penuntut umum dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 156 ayat (2) dan (3). Apabila keberatan tidak diterima maka proses persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan alat bukti yang ada. Untuk keterangan mengenai saksi dan alat bukti akan dipaparkan pada tinjauan selanjutnya.

Setelah pemeriksaan sidang dipandang sudah selesai, maka penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Sesudah itu, terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan pembelaanya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukum selalu mendapat giliran terakhir. Semua ini dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunnya kepada pihak yang berkepentingan sesuai Pasal 182 ayat (1) KUHAP. Setelah itu hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat dibuka sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukumnya dengan memberikan alasannya (Pasal 182 ayat (2) KUHAP).

b. Proses acara pemeriksaan singkat

Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku juga bagi pemeriksaan singkat, kecuali ditentukan lain. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 293 ayat (3) KUHAP yang berbunyi : ”Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan di bawah ini :

commit to user

a.1 Penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan;

a.2 Pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan;

b. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga menyelesaikan pemeiksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan biasa;

c. guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasehat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari;

d. putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang;

e. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut;

f. isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa”.

Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 203 ayat (1) KUHAP, hal-hal yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat adalah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum

commit to user

pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.

c. Proses acara pemeriksaan cepat.

Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam bagian keenam Bab XVI KUHAP. Istilah yang dipakai HIR ialah PERKARA ROL. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan kekecualian tertentu, hal ini berdasarkan pasal 210 KUHAP yang menyatakan bahwa ” ketentuan dalam Bagian kesatu, Bagian kedua, dan Bagian ketiga ini (bab 16) tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraf ini“.

Pemeriksaan cepat terbagi dalam dua paragraf :

1) acara pemeriksaan tindak pidana ringan, termasuk delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak – banyaknya tujuh ribu lima ratus dan penghinaan ringan

2) acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, termasuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang – undangan lalu lintas.

Asas-asas yang digunakan dalam proses peradilan pidana adalah sebagai berikut :

a) Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah; b) Asas praduga tak bersalah (presimtion of innonce); c) Asas oportunitas

d) Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum; e) Asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim; f) Asas peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan

tetap;

g) Asas tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum;

commit to user

h) Asas akusator dan inkisitor ( accusatoir dan inqqusitoir) i) Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan (Andi

hamzah, 1996: 10-24).

2. Tinjauan Tentang Pembuktian dan Alat Bukti a. Pengertian Pembuktian

Pembuktian merupakan salah satu hal yang penting dalam menentukan kebenaran atas dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa dalam suatu persidangan. Oleh karena itu, pembuktian perlu diketahui secara mendalam. Dasar hukum tentang pembuktian dalam hukum acara pidana mengacu pada pasal 183-189 KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana). Menurut Yahya Harahap, pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang dan boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap, 2002:273). Menurut Darwin Prints, yang dimaksud pembuktian adalah bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang salah melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya (Darwin Prints,1998:133). Pembuktian tidak lain berarti memberi dasar dasar yang cukup kepada hakim untuk memeriksa perkara yang bersangkutan guna kepastian tentang perkara yang diajukan.

Sudikno berpendapat bahwa membuktikan mengandung tiga pengertian yaitu membuktikan dalam arti logis, membuktikan dalam arti controversial, dan membuktikan dalam hukum atau mempunyai arti yuridis (Sudikno Mertokusumo, 1981:91). Membuktikan mempunyai pengertian-pengertian :

commit to user

1) Memberi (memperlihatkan bukti);

2) Melakukan sesuatu sebagai bukti kebenaran melaksanakan (cita-cita dan sebagainya);

3) Menandakan, menyatakan (bahwa sesuatu itu benar); 4) Menyakinkan, menyaksikan.

Kebenaran dalam perkara pidana merupakan kebenaran yang disusun didapat dari jejak, kesan dan refleksi dari keadaan dan atau benda yang berdasarkan ilmu pengetahuan dapat berkaitan dengan masa lalu yang diduga menjadi perbuatan pidana. Suatu pembuktian menurut hukum pada dasarnya untuk menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta masa lalu yang tidak terang menjadi fakta yang terang.

Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti dalam perkara pidana bisa berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hal-hal yang sudah diketahui umum, tidak perlu dibuktikan lagi.

b. Sistem Pembuktian

Teori sistem pembuktian ada 4 ( empat ) yaitu :

1) Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Positif ( Positif Wettwlijks theorie ).

Dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal bebarapa sistem atau teori pembuktian. Pembuktian yang didasarkan selalu kepada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang, disebut sistem teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif. ( Andi Hamzah, 2008, hal 251 ).

Dalam teori ini undang-undang menentukan alat bukti yang dipakai oleh hakim cara bagaimana hakim dapat mempergunakannya, asal alat-alat bukti itu telah diapakai secara yang ditentukan oleh undang-undang, maka hakim harus dan berwenang untuk menetapkan terbukti atau

commit to user

tidaknya suatu perkara yang diperiksamya. Walaupun barangkali hakim sendiri belum begitu yakin atas kebenaran putusannya itu.

Sebaliknya bila tidak dipenuhi persyaratan tentang cara-cara mempergunakan alat-alat bukti itu sebagaimana ditetapkan undang-undang bahwa putusan itu harus berbunyi tentang sesuatu yang tidak dapat dibuktikan tersebut( Syarifudin Pettanase, 2000, hal 203 ).

Teori pembuktian ini ditolak oleh Wirjono Prodjoda koro untuk dianut di Indonesia, dan teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lagi karena teori ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh undang-undang (Andi Hamzah, 2008. hal 251 ). 2) Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Belaka.

Berhadap-hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang-undang secara positif ialah teori pembuktian menurut keyakinan hakim belaka.

Didasari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiripun tidak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan kadang-kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan.

Bertolak pengkal pada pemikiran itulah, maka teori berdasarkan keyakinan hakim belaka yang didasarkan kepada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yag didakwakan. Dengan sistem ini, pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. ( Andi Hamzah, 2008, hal 252 )

commit to user

3) Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis ( Laconvivtion Raisonnee ).

Sistem atau teori yang disebut pembuktian yang berdasarkan keyakinan hakim sampai batas tertentu ( la conviction raisonnee ). Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.

Teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (Vrije bewijs theorie ) atau yang berdasarkan keyakinan hakim sampai batas tertentu ini terpecah kedua jurusan. Pertama, yang disebut diatas, yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis ( conviction raisonnee ) dan yang kedua, ialah teori pembuktian berdasar undang-undang secara negatif ( negatief bewijs theorie ).

Persamaan antara keduanya ialah keduanya sama berdasar atas keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin di pidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah (Andi Hamzah, 2008, hal 253 ).

4) Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif ( negative wettelijk ).

Menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabila sedikit-dikitnya alat-alat bukti yang telah di tentukan undang-undang itu ada, ditambah dengan keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti itu.

Dalam pasal 183 KUHAP menyatakan sebagai berikut : “ hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

commit to user

seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Atas dasar ketentuan pasal 183 KUHAP ini, maka dapat disimpulkan bahwa KUHAP memakai sistem pembuktian menurut undang-undang yang negative. Ini berarti bahwa dalam hal pembuktian harus dilakukan penelitian, apakah terdakwa cukup alasan yang didukung oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh undang-undang ( minimal dua alat bukti ) dan kalau ia cukup, maka baru dipersoalkan tentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa.

Teori pembuktian menurut undang-undang negative tersebut dapat disebut dengan negative wettelijk, istilah ini berarti : wettelijk, berdasarkan undang-undang sedangkan negative, maksudnya adalah bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan undang-undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman sebelum memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa.

Dalam sistem pembuktian yang negative alat-alat bukti limitatif di tentukan dalam undang-undang dan bagaimana cara mempergunakannya hakim juga terikat pada ketentuan undang-undang ( Syarifudin Pettanase, 2000, hal 205 ).

Sistem pembuktian di Indonesia hanya mengakui alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian. Dalam pembuktian ini penuntut umum membuat surat dakwaan dan oleh karena itu, ia bertanggung jawab untuk menyusun alat bukti dan pembuktian tentang kebenaran surat dakwaan atau kesalahan terdakwa, bukan sebaliknya terdakwa

commit to user

yang harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Hakim dalam menjatuhkan putusan akan menilai semua alat bukti yang sah untuk menyusun keyakinan hakim dengan mengemukakan unsur-unsur kejahatan yang didakwakan itu terbukti dengan sah atau tidak, serta menetapkan pidana apa yang harus dijatuhkan kepadanya setimpal dengan perbuatannya ( Martiman Prodjohamijaya, 1983 : 19 ).

c. Alat Bukti

Bukti yaitu sesuatu untuk meyakinkan kebenaran suatu dalil atau pendirian atau dakwaan. Alat-alat yang diperkenankan untuk dipakai membuktikan dalil-dalil atau dalam perkara pidana disebut dakwaan di sidang pengadilan misalnya : keterangan terdakwa, keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk ( Andi Hamzah, 1996 : 254 ).

Alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan bagi hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Adapun alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 (1) KUHAP adalah :

1) Keterangan saksi

Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti tercantum dalam Pasal 184 ayat (1) huruf a, sedangkan keterangan lebih rinci mengenai keterangan saksi dijelaskan pada Pasal 185 KUHAP. Poin penting dalam pasal tersebut adalah keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. Jadi dalam hal ini harus ada lebih dari satu saksi atau dapat pula satu saksi yang didukung oleh alat bukti yang sah lainnya.

commit to user 2) Keterangan Ahli

Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang suatu hal yang diperlukan untuk memperjelas perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Sama halnya dengan seorang ”saksi”, menurut hukum, seorang saksi ahli yang dipanggil di depan pengadilan memiliki kewajiban untuk :

a) Menghadap atau datang ke persidangan, setelah dipanggil dengan patut menurut hukum

b) Bersumpah atau mengucapkan janji sebelum mengemukakan keterangan (dapat menolak tetapi akan dikenai ketentuan khusus)

c) Memberi keterangan yang benar Bila seorang saksi ahli tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka dia dapat dikenai sanksi berupa membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dan kerugian yang telah terjadi. Akan tetapi seorang ahli dapat tidak menghadiri persidangan jika memiliki alasan yang sah.

Bila seorang saksi ahli tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka dia dapat dikenai sanksi berupa membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dan kerugian yang telah terjadi. Akan tetapi seorang ahli dapat tidak menghadiri persidangan jika memiliki alasan yang sah.

Menurut Pasal 180 KUHAP, keterangan seorang ahli dapat saja ditolak untuk menjernihkan duduk persoalan. Baik oleh hakim ketua sidang maupun terdakwa/ penasehat hukum. Terhadap kondisi ini, hakim dapat memerintahkan melakukan penelitian ulang oleh instansi

commit to user

semula dengan komposisi personil yang berbeda, serta instansi lain yang memiliki kewenangan. Kekuatan keterangan ahli ini bersifat bebas dan tidak mengikat hakim untuk menggunakannya apabila bertentangan dengan keyakinan hakim. Dalam hal ini, hakim masih membutuhkan alat bukti lain untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya.

3) Surat

Dalam Pasal 187 KUHAP, yaitu dimaksud surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :

a) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;

commit to user

d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Pemeriksaan surat di persidangan langsung dikaitkan dengan pemeriksaan saksi-saksi dan pemeriksaan terdakwa. Pada saat pemeriksaan saksi, dinyatakan mengenai surat-surat yang ada keterkaitan dengan saksi yang bersangkutan kepada terdakwa pada saat memeriksa terdakwa (Leden Marpaung, 1992: 395).

4) Petunjuk

Pengaturan tentang alat bukti petunjuk terdapat dalam Pasal 188 KUHAP, yang berbunyi :

a) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannnya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

b) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :

(1) keterangan saksi; (2) surat;

(3) keterangan terdakwa.

c) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaaan berdasarkan hati nuraninya.

commit to user 5) Keterangan terdakwa

Keterangan terdakwa sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut :

a) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia

Dokumen terkait