Bab ini, penulis akan menguraikan kesimpulan, keterbatasan dan saran.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Definisi Corporate Governance
Berikut ini adalah definisi Corporate Governance menurut berbagai pihak dimana jika dilihat lebih jauh, komponen-komponennya merupakan solusi dari
agency problems :
1. Menurut Bank Dunia.
Menurut Bank Dunia dalam Nuryanah (2004) Corporate Governance adalah aturan dan standar organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur). Tujuan utama dari Corporate Governance adalah untuk
menciptakan sistem pengendalian dan keseimbangan (check and balances), mencegah penyalah gunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.
2. Menurut Cadbury Committee (dalam Forum for Corporate Governance
In Indonesia).
Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan ekstren dan
intern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
3. Menurut OECD (Organisation for Economic Co-operation and
Development).
Pranoto (2000) dalam Nuryanah (2004) menyatakan definisi Corporate
Governance menurut OECD yaitu cara-cara manajemen perusahaan (yaitu para
direktur) bertanggung jawab kepada pemiliknya (yakni pemegang saham). Para pengambil keputusan atas nama perusahaan adalah dapat dipertanggungjawabkan, menurut tingkatan yang berbeda pada pihak lain yang dipengaruhi oleh keputusan tersebut, termasuk perusahaan itu sendiri, para pemegang saham, kreditur dan para publik penanam modal.
4. Menurut Finance Committee on Corporate Governance Malaysia.
Menyatakan bahwa Corporate Governance menurut Finance Committee on
Corporate Governance Malaysia adalah proses dan struktur yang digunakan
untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas korporat dengan tujuan akhir menaikkan nilai saham dalam jangka panjang sambil memperhitungkan kepentingan stakeholder lain.
5. Menurut Surat Edaran Menteri Negara Pasar Modal dan Pengawas BUMN No. S. 106/M.PM P.BUMN/2000.
Good Corporate Governance adalah segala hal yang berkaitan dengan
etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung adanya pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien dan efektif, serta pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Menyatakan sekarang ini berkembang dua model dasar teori Corporate
Governance, yaitu the anglo saxon-American ‘market-based’ model dan
‘relationship-based’ market model. Model yang pertama menekankan pada
pemaksimalan kepentingan kelompok pemegang saham yang lebih besar. Kedua model ini belum memenuhi teori Corporate Governance secara komprehensif, namun demikian kedua model ini cukup mewakili praktik Corporate Governance yang aktual. Kedua model ini pun pada pelaksanaan di lapangan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti peraturan-peraturan yang dibuat oleh regulator setempat. Klapper dan Love (2000) membuktikan bahwa praktik Corporate Governance pada level perusahaan sangatlah penting pada lingkungan yang kekuatan hukumnya lemah, selain itu disimpulkan pula bahwa praktik Corporate
Governance dari kenerja perusahaan relatif rendah pada lingkungan yang
kekuatan hukumnya lemah.
B. Prinsip/aturan/ketentuan Corporate Governance Menurut Berbagai
Organisasi Internasional dan Nasional
Berbagai lembaga dan organisasi Internasional dan Nasional yang memberikan perhatian terhadap pelaksanaan Corporate Governance di dunia
menetapkan berbagai prinsip/aturan tentang Corporate Governance sebagai berikut :
1. Organisation for Economic and Co-Operation and Development (OECD).
Prinsip-prinsip Corporate Governance versi OECD adalah yang paling banyak dikenal dan paling banyak menjadi acuan. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1) Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham.
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham. Hak-hak tersebut meliputi hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk :
a) Menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan. b) Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya.
c) Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur.
d) Ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS. e) Memilih anggota dewan komisaris dan direksi. f) Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan. 2) Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham.
Kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham
yang berada dalam satu kelas, melarang praktek-praktek inseder trading dan self
dealing, dan mengharuskan anggota dewan komisaris untuk melakukan
keterbukaan, jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan (conflict of interest).
3) Peranan stakeholder yang terkait dengan perusahaan.
Kerangka Corporate Governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholder, seperti ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para stakeholder, seperti ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para stakeholder tersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan usaha.
4) Keterbukaan dan transparansi.
Kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Disamping itu, informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan.
5) Akuntabilitas Dewan Komisaris (Board of Director).
Kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh Dewan Komisaris, dan akuntabilitas Dewan Komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh Dewan Komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya.
2. Rekomendasi Treadway Report tentang Komite Audit.
Treadway Report (laporan dari Komisi Nasional Amerika tentang
kecurangan dalam pelaporan keuangan) yang berisikan rekomendasi-rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas komite audit, banyak dijadikan acuan dalam banyak penelitian tentang Komite Audit dibanyak Negara (Nuryanah, 2004). Rekomendasi tersebut antara lain :
- Komite Audit sebaiknya memiliki sumber daya dan wewenang yang memadai untuk menjalankan tanggung jawab mereka.
- Komite Audit harus memiliki informasi dan melakukan pengawasan efektif terhadap proses pelaporan keuangan perusahaan dan sistem pengendalian internal.
- Komite Audit sebaiknya mereview evaluasi dari manajemen terhadap independensi auditor eksternalnya.
- Komite Audit perlu mengawasi laporan keuangan kwartalan sebagaimana proses pelaporan tahunan.
- Komite Audit bersama dengan manejem puncak harus memastikan bahwa keterlibatan dalam audit internal dalam proses pelaporan keuangan adalah hal yang tepat.
- Setiap tahun Komite Audit sebaiknya mereview program yang dikembangkan oleh manajemen untuk mengawasi ketaatan manajemen terhadap kode etik perusahaan.
3. Turnbull Report
Turnbull Report mengatakan bahwa Dewan Komisaris bertanggung jawab
atas penyelenggaraan internal control perusahaan. Namun karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliknya, Dewan Komisaris tidak dapat secara langsung melakukannya. Mereka menyelesaikan tugas itu dengan cara membentuk suatu badan/komite, yang biasa dikenal dengan sebutan Komite Audit.
Laporan keuangan yang akan disajikan harus sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku. Demikian juga dengan kelengkapannya, harus dipastikan terlebih dahulu. Perlu diperhatikan juga mengenai kesesuaian antara laporan keuangan yang akan diterbitkan dengan informasi laporan keuangan yang telah mereka terima sebelumnya.
Internal control juga berhubungan dengan kepatuhan terhadap peraturan
yang berlaku, maka Komite Audit juga berkewajiban melakukan review atas litigasi atau proses hukum lainnya yang sedang dijalani perusahaan. Melaksanakan kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan auditor eksternal juga merupakan bagian dari tanggung jawab komite audit.
4. Pedoman KNGCG
Pedoman Good Corporate Governance (GCG) yang ditulis oleh Komnas GCG memberikan panduan yang lengkap, yang meliputi : hak-hak pemegang saham dan prosedur-prosedur dalam RUPS. Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Sistem Audit, Sekretaris Korporasi, Stakeholder, dan pengungkapan.
Pedoman GCG menyebutkan fungsi pengawasan sebagai tugas Dewan Komisaris. Sedangkan mengenai tugas dan tanggung jawab komite audit pedoman GCG merincinya sebagai berikut :
1) Mendorong terbentuknya struktur pengawasan internal yang memadai. 2) Meningkatkan kualitas keterbukaan dan pelaoran keuangan.
3) Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan eksternal audit, kewajaran biaya eksternal audit serta kemandirian dan objektivitasnya eksternal auditor. 4) Mempersiapkan surat (yang ditandatangani oleh ketua komite audit) yang
menguraikan tugas serta tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa oleh auditor eksternal, surat tersebut harus disertakan dalam laporan tahunan yang disampaikan kepada pemegang saham.
5. Corporate Governance dalam Undang-undang Perseroan Terbatas.
Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) merupakan kerangka paling penting bagi perundangan-undangan yang ada mengenai Corporate Governance di Indonesia. Berdasarkan UUPT, suatu perusahaan adalah suatu badan hukum tersendiri dengan Direksi dan Komisaris yang mewakili perusahaan.
Indonesia menganut sistem dual board seperti yang dipakai Belanda dalam struktur organisasi internalnya. Satu board dikenal sebagai Dewan Komisaris dan satu yang lain dikenal sebagai Dewan Direksi.
Gambar 2.1 Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.
Sumber : Forum Tata Kelola Perusahaan (corporate governance) : Peranan dewan komisaris dan komite audit.
a) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan badan tertinggi di dalam suatu perusahaan. Ia memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak antara lain konsolidasi, merger, akuisisi, kepailitan, dan pembubaran perusahan, serta pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dan Direksi.
b) Dewan Komisaris.
Dewan Komisaris merupakan inti dari pelaksanaan corporate governance, seorang Komisaris harus mengawasi dan memberi nasihat kepada Direksi mengenai pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Komisaris berdasarkan UUPT diharuskan, dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, untuk melaksanakan tugas-tugasnya untuk kepentingan perusahaan. Berdasarkan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Dewan Komisaris
Dewan Direksi
hukum Komisaris (ataupun RUPS) diberi wewenang untuk menskors (memberhentikan sementara) anggota Direksi. Komisaris bersama-sama dengan Direksi, harus menandatangani laporan tahunan perusahaan. Dengan demikian ia turut bertanggungjawab secara hukum atas laporan keuangan yang menyesatkan yang karenanya menyebabkan kerugian kepada pihak manapun.
c) Dewan Direksi.
Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota dewan direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya. Direksi diharuskan oleh UUPT untuk menjalankan, dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, tugas-tugasnya untuk kepentingan perusahaan. Setiap anggota secara pribadi bertanggung jawab atas penyimpangan atau kelalaian dalam menjalankan tanggungjawab tersebut. Direksi wajib mengadakan pembukuan perusahaan, mempersiapkan dan mengajukan kepada RUPS tahunan serta laporan tahunan dan laporan keuangan tahunan disamping mengadakan dan memelihara daftar pemegang saham serta risalah RUPS. Seorang anggota Dewan Direksi juga harus mengungkapkan kepada perusahaan setiap pemegang saham yang dipegang olehnya atau oleh keluarganya dalam perusahaan tersebut (berdasarkan pasal 87 UUPT).
6. Corporate Governance dalam Undang-Undang Pasar Modal.
Disamping Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), kerangka peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal Indonesia atau “BAPEPAM”. Kerangka peraturan ini berisikan aturan dan peraturan yang
berlaku bagi ”perusahaan publik” yaitu sebagaimana syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) adalah suatu perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh paling sedikit 300 orang dan dengan modal disetor sebesar 3 Milyar Rupiah. Dalam hal ini perusahaan wajib mengungkapkan informasi penting melalui laporan tahunnya serta laporan keuangan kepada para pemegang saham maupun laporan-laporan lainnya kepada BAPEPAM, bursa efek, serta kepada masyarakat dengan cara yang tepat waktu, akurat, dapat dimengerti dan obyektif.
Perusahaan-perusahaan wajib mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak saja hal-hal yang diharuskan menurut hukum tetapi juga hal-hal yang mempunyai arti penting bagi pengambilan keputusan pihak investor kelembagaan, para pemegang saham, pihak kreditur serta para pemegang kepentingan lain berkaitan dengan perusahaan.
7. Good Corporate Governance dalam Peraturan Pencatatan di BEJ.
Peraturan ini secara khusus mensyaratkan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Peraturan yang berhubungan dengan Komite Audit dan Komisaris Independen adalah sebagai berikut :
a) Setiap emiten di BEJ harus memiliki Komisaris Independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali (publik) dengan ketentuan jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah seluruh anggota Komisaris. Yang dimaksud Komisaris Independen adalah Komisaris yang tidak terafiliasi dengan pemilik saham pengendali
dan/atau komisaris dan/atau direksi lainnya, serta tidak menjabat rangkap sebagai direktur di perusahaan lain yang terafiliasi, serta diangkat oleh pemegang saham non pengendali dalam RUPS.
b) Setiap emiten harus memiliki Komite Audit yang sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota dimana salah satunya adalah Komisaris Independen, dan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dan memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan/atau keuangan. Tugas Komite Audit diantaranya adalah :
1) Menelaah informasi keuangan yang dikeluarkan perusahaan seperti Laporan Keuangan, dan proyeksi lainnya.
2) Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik.
3) Efektifitas pengendalian internal perusahaan.
4) Memeriksa jika ada dugaan kesalahan dalam keputusan rapat direksi atau penyimpangan dalam pelaksanaan hasil keputusan rapat direksi.
C. Komite Audit
Audit adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi (Arens, 2002 :1).
Pada intinya komite audit adalah suatu komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu tugas dan fungsinya. Peran yang dilaksanakan merupakan kewajiban dari dewan komisaris namun karena keterbatasan waktu dan kompensasi, dewan komisaris perlu dibantu oleh komite audit untuk menjalankan fungsi tersebut.
Turnbull Report menegaskan bahwa komite audit bertanggung jawab atas
penyelenggaraan internal control perusahaan
Peranan komite audit dalam meningkatkan efektifitas internal control dilakukan antara lain dengan mereview program audit internal secara keseluruhan, baik dari sisi perencanaan maupun pelaksanaanya serta kebijakan perusahaan mengenai pengendalian internal.
Komite audit juga berkewajiban mereview beberapa kebijakan perusahaan yang berkenaan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk para eksekutifnya, serta pembayaran-pembayaran lainya yang jumlah material dan sifatnya sensitif.
Fungsi komite audit adalah melakukan pengawasan dalam proses penyiapan laporan keuangan. Sebagai pengawas pelaporan keuangan, komite audit diharuskan mereview laporan keuangan sebelum laporan keuangan diterbitkan. Review dilakukan baik atas laporannya maupun atas opini yang dikeluarkan oleh eksternal auditor. Jika terdapat pertentangan antara auditor eksternal dengan manajemen, maka komite audit berperan sebagai penengah diantara keduanya.
Tugas komite audit menurut Kep-315/BEJ/062000 butir A adalah sebagai berikut:
a. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan oleh perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya
c. Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik untuk memastikan semua resiko yang penting telah dipertimbangkan
d. Melakukan penelaahan atas efektivitas pengendalian internal perusahaan e. Menelaah tingkat kepatuhan perusahaan tercatat terhadap peraturan
perundang-undangan dibidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan
f. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya kesalahan dalam keputusan rapat direksi atau penyimpangan dalam pelaksanaan hasil keputusan rapat direksi. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan oleh komite audit atas biaya perusahaan tercatat yang bersangkutan. (Kep-315/BEJ/062000 butir C)
Dalam bidang Corporate Governance komite audit harus dapat memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan dan mematuhi semua peraturan hukum serta aturan lainnya yang berlaku serta memastikan perusahaan menjalankan kegiatan usahanya secara etis dan bermoral. Secara spesifik pelaksanaannya dilakukan dengan :
a. Mereview peraturan perusahaan yang berlaku apakah sesuai dengan aturan hukum, peraturan lain yang berlaku, etika serta tidak ada benturan kepentingan maupun unsur-unsur yang melanggar kepatuhan
b. Mereview masalah sengketa hukum maupun masalah yang bertentangan dengan penyelenggaraan good governance yang di dihadapi oleh perusahaan.
c. Mereview masalah perilaku manajemen atau karyawan yang mengangkat benturan kepentingan, melanggar kepatuhan serta melakukan kecurangan atau manipulasi.
d. Mewajibkan internal auditor untuk melaporkan hasil monitoring pelaksanaan Corporate Governance maupun temuan lain yang dianggap materil
Keanggotaan Komite Audit
Lebih lanjut, mengenai anggota dan kriteria komite audit dapat dilihat sebagai berikut :
a. Paling sedikit satu anggota komite audit harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keuangan dan akuntansi.
b. Ketua komite audit harus hadir pada RUPS untuk menjawab pertanyaan para pemegang saham.
c. Komite audit harus mengundang eksekutif yang menurut mereka tepat untuk hadir pada rapat-rapat komite, akan tetapi apabila dipandang perlu dapat mengadakan rapat tanpa kehadiran satu orang dari eksekutif perusahaan
Wewenang Komite Audit
a. Menyelidiki semua aktifitas dalam batas ruang lingkup tugasnya.
b. Mengusahakan saran hukum dan saran profesional lainnya yang independen apabila dipandang perlu
d. Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dianggap perlu
Struktur Komite Audit
Komite audit harus terdiri dari individu-individu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil dan objektif dalam menangani suatu permasalahan.
Jumlah anggota komite audit disesuaikan besar-kecilnya dengan organisasi dan tanggungjawabnya. Namun biasanya tiga sampai lima anggota merupakan jumlah yang cukup ideal. Komite audit biasanya perlu untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya yang menyangkut soal sistem laporan keuangan.
a. Independensi
Komite audit harus independen, dimulai dengan disyaratkan komisaris independen sebagai ketua komite audit, seorang komisaris independen sebagai wakil dari pemegang saham minoritas dapat diharapkan untuk bersikap independen terhadap pemegang saham mayoritas. Anggota komite audit lainnya pun harus benar-benar independen terhadap perusahaan, dalam arti mereka tidak memiliki hubungan bisnis apapun dengan perusahaan, dan tidak memiliki
hubungan kekeluargaan apapun dengan direksi dan komisaris perusahaan. Namun anggota komite audit harus diumumkan kepublik sehingga terjadi control sosial terhadap independensinya.
Independen dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak didalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit. (Jusuf, 2002 : 89)
Komite audit harus komunikatif terutama dengan auditor eksternal dan pihak auditor internal. Komite audit harus bersifat adil dalam pengambilan keputusan, terutama dalam penelaahan terhadap kesalahan asumsi maupun pelanggaran terhadap resolusi Direksi. Untuk itu, semua keputusan harus didasarkan pada fakta dan dokumen penunjang yang cukup. Bila diperlukan, komite audit dapat meminta bantuan pihak eksternal terhadap penyelidikan hal-hal tertentu. Misalnya meminta bantuan pihak luar untuk mengadakan audit forensik terhadap terjadinya suatu fraud yang signifikan di perusahaan.
b. Keaktifan
Efektifnya komite audit tergantung pada seberapa banyak komite dapat dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh perusahaan dalam meningkatkan fungsi pengawasan mereka terhadap aktifitas perusahaan. Apabila frekuensi pertemuan komite audit semakin teratur, maka akan semakin banyak pula kesempatan mereka untuk mendiskusikan masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Fakta memperlihatkan bahwa perusahaan dengan pertemuan anggota audit yang jarang akan menemui lebih banyak permasalahan dalam hal laporan keuangan (Mc. Mullen & Raghunandan, 1996). Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Menon & William (1994) dalam Ismail dan Iskandar (2003) bahwa komite audit tidak aktif berhubungan dengan kepatuhan perusahaan terhadap undang-undang dan standar akuntansi yang ditetapkan.
c. Financial Literacy
Financial Literacy disini diartikan sebagai pengetahuan anggota komite
audit terhadap bidang keuangan dan akuntansi. Kebutuhan akan pengetahuan dibidang keuangan ini akan meningkatkan kinerja mereka dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan laporan pada perusahaan. Pengetahuan dan pengalaman dibidang akuntansi, auditing dan keuangan dilihat dapat mengurangi kecurangan dalam laporan keuangan perusahaan (Song dan Windram, 2000).
d. Multiple Directorship
Multiple Directorship merupakan jumlah anggota komite audit yang
memegang jabatan rangkap pada fungsi Direksi perusahaan baik sebagai direktur eksekutif maupun non eksekutif. Pada penelitian sebelumnya tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara adanya anggota komite audit yang memegang jabatan rangkap dengan kualitas dari laporan keuangan perusahaan (Ismail dan Iskandar, 2003).
D. Penilaian Kinerja Perusahaan
Kinerja adalah sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan. (Rivai dan Fawzi, 2005 : 6)
Dewan komisaris harus memastikan bahwa manajemen telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan perusahaan.
Pengendalian intern dan pengawasan yang baik terhadap perusahaan maka akan memperoleh prestasi yang baik dalam meningkatkan kinerja perusahaan.