• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN - LAMPIRAN

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP TEORI

1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Upaya Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) upaya diartikan sebagai usaha kegiatan yang mengarahkan tenaga, pikiran, untuk mencapai suatu tujuan. Upaya juga berarti usaha, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan masalah dan mencari jalan keluar.

Berdasarkan undang-undang R.I No 14/2005 pasal 1 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada Pendidikan anak usia dini jalur Pendidikan formal, Pendidikan dasar, dan Pendidikan menengah.

Husnul Wardan (2019) mengatakan secara etimologi guru sering disebut dengsn pendidik. Dalam Bahasa Arab ada beberapa kata yang menunjukkan profesi ini seperti Mudarris, Mua’allim, dan Mu’addib yang meski memiliki makna yang sama, namun masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Disamping kata-kata tersebut juga sering digunakan kata-kata ustadz atau syekh. Penyebutan tidak terlepas dari rekomendasi konfrensi Pendidikan internasional di Makkah pada tahun 1977 yang antara lain merekomendasikan bahwa pengertian Pendidikan

mencakup tiga pengertian yaitu Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib. Maka pengenrtia guru atau penddik mencakup murobbi, mu’allim dan mu’addib.

Guru merupakan salah satu komponen satuan Pendidikan yang sangat esensial karena mereka adalah sumberdaya aktif, sedangkan komponen-komponen yang lain yang bersifat pasif misalnya kurikulum, dana dan sarana prasarana, tanpa campur tangan jasa guru komponen- komponen yang itu tidak ada artinya, meskipin secara konsep guru memiliki peran utama dalam sistem Pendidikan namum dalam prakteknya masih diumpai bahwa guru itu tidak memiliki kemandirian dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru (Mintarsih, 2014: 12).

Upaya adalah usaha yang dilakukan secara sistematis berencana terhadap tujuan pada suatu permasalahan. Upaya terdiri dari upaya preventif dan upaya kuratif. Preventif yaitu tindakan yang dilakukan oleh pihak berwajib sebelum penyimpangan sosial terjadi agar suatu tindak pelanggaran dapat diredam atau dicegah. Sedangkan upaya kuratif yaitu tindakan yang diambi setelah terjadinya tindak penyimpangan social (Mu’awanah, 2012: 90).

b. Pengertian guru

Secara bahasa guru yang berarti orang yang pekerjaanya (mata pencaharianya) mengajar. Menurut istilah guru berarti salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha membentuk sumber daya manusia yang profesional di bidang pembangunan. Sementara profosional secara bahasa berarti orang yang mempunyai keahlian tertentu. Adapun professional menurut istilah berarti orang yang melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan keahliannya dan ia mengabdikan diri pada pengguna jasa dengan disertai rasa tangung jawab atas kemampuan dan keahliannya (Halid Hanafi, dkk 2018:3-4).

Guru secara etimologis didalam bahasa inggris terdapat banyak kata yang serupa diantaranya yaitu educator, teacher, instructor, tutor, dan lain sebagainya. Kata teacher diartikan sebagai seseorang yang mengajar, educator diartikan dengan seorang yang memiliki tanggung jawab suatu pekerjaan untuk mendidik orang lain, instructor diartikan sebagaiseseorang yang mengajar, samadengan arti teacher, sedangkan tutor diartikan sebagai seorang guru yang memberikan pengajaran kepada siswa atau bisa disebut guru privat.

Kemudian dalam bahasa Arab istilah atau terminologis untuk guru dapat ditemukan seperti pada kata mu`addib,mu`allim, ustadz, dan mudarris untuk kata mu`addib artinya teacher (guru) atau educator in koranic school (guru dalam lembaga pendidikan) dan kata mu`allim itu

dapat diartikan sebagai pemandu/pelatih (trainer) guru (teacher), dan pelatih (instuctor) Muhammad ahyan yusuf sya`bani, 2018 : 32-33).

c. Syarat-syarat Guru

Guru termasuk pekerjaan profesional. Mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah prilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan.Agar dapat melaksanakan tugas tersebut tentu guru harus memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan bakat dan minat serta sesuai dengan tingkat

perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektifitas pembelajaran.

Kemampuan ini dimiliki guru melalui proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga keguruan. Adapun syarat-syarat pekerjaan profesional guru, yaitu:

1. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembagalembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara jelas.

3. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya, dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya.

4. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap setiap efek yang ditimbulkannya dari pekerjaan profesinya itu. Syarat-syarat di atas merupakan syarat umum dari profesi keguruan yang harus dipenuhi seorang guru. Selain syarat umum di atas guru juga harus memenuhi beberapa syarat dan sifat guru diantaranya: guru harus mengetahui karakter murid, guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya, dan guru harus mengamalkan ilmunya (Sri, 2013:76).

Selain itu ada pelengkap syarat menjadi seorang guru diantaranya:

zuhud atau tidak mengutamakan materi, bersih tubuhnya (penampilan lahiriyahnya menyenangkan), bersih jiwanya, tidak ria, tidak memendam rasa dengki dan iri hati, tidak menyenangi permusuhan, ikhlas dalam melaksanakan tugas, sesuai perbuatan dengan perkataan, tidak malu mengakui ketidaktahuan, bijaksana dan tegas dalam perkataan dan

perbuatan namun tidak kasar, rendah hati, lemah lembut dan pemaaf, sabar atau tidak marah pada hal kecil, bersifat dewasa dan mengetahui karakter murid. Hal ini sejalan juga dengan kreteria guru Tahfidz yang akan mengajarkan Al-Qur’an kepada siswanya, diharapkan dengan terpenuhinya syarat tersebut akan memudahkan proses pembelajaran yang dilakukan guru dalam membimbing dan meningkatkan hafalan Al-Qur’an siswa.

d. Tugas dan Tanggung Jawab Guru

Tugas seorang guru adalah mendidik. Mendidik adalah tugas yang luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain.8 Tugas guru dalam pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi pisikomotorik, kognitif maupun potensi afektif. Tanggung jawab pendidik adalah melaksanakan pendidikan.

Tugas dan tanggung jawab pendidik ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Sebagai pengajar bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta melaksanakan evaluasi setelah program itu dilaksanakan. Guru membantu peserta didik mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya dan mentranformasikan ilmu pengetahuan dan nilainilai keislaman serta

memperkenalkan berbagai keahlian dan keterampilan. Pendidik pun memiliki kewajiban untuk memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik ketika mereka menemui kesulitan dalam proses pembelajaran.

2. Sebagai pendidik yang bertugas untuk mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil.

3. Sebagai pemimpin yang memiliki tugas memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Tugas ini meliputi upaya merencanakan, mengorganisasikan, pelaksanaan, pengarahan, pengawasan, pengontrolan, serta partisipasi atas program yang dilakukan. Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas guru adalah menjadi pribadi yang dapat menjadi pembimbing, pengajar, pendidik serta pemimpin yang dapat dijadikan contoh serta teladan bagi siswa dan lingkungan sekitarnya. Hal ini sejalan dengan tugas dan tanggung jawab guru Tahfidz dalam membimbing dan mendidik siswanya. Guru juga dituntut dapat menjadi contoh dan panutan bagi siswa, sehingga dengan sikap tersebut akan tumbuh kesemangatan dari diri siswa yang akan berpengaruh dalam peningkatan kemampuan menghafal Al-Qur’an siswa tersebut (Ervan,2013:111-112).

Dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada bab 1 pasal 1, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pendidik Agama Islam adalah orang dewasa yang bertanggungjawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri (Mujib, 2010: 87).

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian upaya guru Pendidikan Agama Islam adalah usaha secara sistematis dan berencana yang dilakukan oleh pendidik profesional dalam konteks pendidikan formal di sekolah/madrasah, yang bertanggungjawab membantu peserta didik untuk mengembangkan jasmani dan rohaninya agar peserta didik mampu menjadi khalifah Allah SWT serta menjadi harapan bangsa dan Negara.

1. Secara Etimologis Dalam konteks keislaman, pendidikan sering disebut dengan berbagai istilah, yakni al-tarbiyah, al-ta‟lim, al-ta‟dib, dan alriyadhah.

a. Al-tarbiyah merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan (transformation of knowledge). Al-tarbiyah meliputi aspek kebutuhan manusia (dunia maupun akhirat)

b. Al-ta‟lim merupakan proses pemberian pengetahuan (transfer of knowledge), pemberian pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah sehingga terjadi tazkiyah (penyucian) dan menjadikan manusia berada dalam satu kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah, serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.

c. Al-ta‟dib bermakna pengenalan atau pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat, dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaanya.

d. Al-riyadlah dalam konteks pendidikan agama Islam adalah mendidik jiwa anak dengan akhlak mulia. Dari berbagai istilah tentang pendidikan, secara umum pendidikan adalah proses dalam upaya pengajaran manusia menjadi lebih dewasa secara sikap maupun perilaku. Meskipun memiliki istilah yang berbeda, pada hakikatnya pendidikan itu proses pemberian pengetahuan kepada manusia sehingga memiliki akhlak mulia (Gunawan, 2014: 2-10).

2. Secara Terminologis

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengertian pendidikan agama Islam menurut para ahli, dikemukakan dalam buku Sosiologi Pendidikan Agama Islam (Suatu Pendekatan Sosio Religiius) sebagai berikut:

a. Pendidikan agama Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengarahkan dan membimbing anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.

b. Pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta menjadi dasar way of life.

c. Pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum ajaran agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama sesuai ukuran Islam.

d. Pendidikan agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran Islam (Al Qur’an dan Sunnah) agar nantinya dapat memahami,

menghayati kemudian meyakini secara keseluruhan, selanjutnya ajaranajaran Islam tersebut dijadikan suatu prinsip pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan jasmani dan rohani kelak menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik melalui ajaran Islam (Al-Qur`an dan Sunnah) untuk mengembangkan segala potensi kemanusiaannya dan mengembangkan kualitas hidup di dunia dan akhirat sehingga terbentuk kepribadian manusia menurut ukuran-ukuran Islam (Masdub, 2015: 2-3).

2. Hafalan Al-Qur`an

A. Pengertian hafalan Al-Qur`an

Al-Qur`an pada asalnya adalah betuk kata mashdar (kata nomina yang diturunkan dari verba) seperti kata kufran dan rujhan. Allah SWT berfiman:

ََۚ ٗه نٰاْرُقَْعِبَّتا فَُهٰنْأ ر قَا ذِا فََۚٗه نٰا ْرُق وَٗه عْم جَا نْي ل عََّنِا

Terjemahannya Sesunguhya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadmu) dan (membuatmu pandai) membacanya.

Apabila kami telah selesai membacakannya, ikutilah bacaannya itu. Al- Qiyamah, 75 : 17-18. Muhammad Musa, 2019 : 4).

Al-Qur`an adalah kalamullah, wahyunya yang diturunkan sacara berangsur-angsur kata demi kata bukan mahluk. Barang siapa mempunyai dan menyakini pendapat berbeda, maka orang tersebut kafir menurut mereka. Al-Qur`an yang merupakan kalam dan wahyu Allah SWT itulah yang dibawa Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW

َْي ِرِذْنُمْلاَ نِمَ ن ْوُك تِلَ كِبْل قَىٰل عََُۙنْيِم ْلْاَُح ْوُّرلاَِهِبَ ل ز نََۗ نْيِم لٰعْلاَِ ب رَُلْي ِزْن ت لَٗهَّنِا و

ٍَۗنْيِبُّمٍَ يِب ر عٍَنا سِلِبََۙ ن

َ

Terjemahannya

Sesungguhnya ia (Al-Qur’an) benar-benar diturunkan Tuhan semesta alam.

Ia (Al-Qur’an) dibawa turun oleh Ruhulamin (Jibril). (Diturunkan) ke dalam hatimu (Nabi Muhammad) agar engkau menjadi salah seorang pemberi peringatan. (Diturunkan) dengan bahasa Arab yang jelas.

ASY-SYU`ARA 26 : 192-195. (Muhammad Musa, 2019 : 4).

B. Keutamaan Menghafal Al-Qur`an

Al-Qur`an juga memiliki keutamaan yang menegaskan kemuliaannya dibandingkan dengan kitab lainnya. Berikut ini diantara keutammaanya dimaksud:

1. Al-Qur`an disebut sebagai dzikir yang dijamin kemudahan dalam menghafalnya (lihat misalnya Qs. 15 ayat 9 dan Qs. 54 ayat 17, 22, 32 dan 40). Adapun kitab lain disbut sebagi dzikir namun tidak dijami penjgaan dan kemudahan menghafalnya.

2. Isi Al-Qur`an difirmankan secara akurat dan jelas diterangkan dalam bahasa Arab terpilih (lihat misalnya, Qs. 41 ayat 3).

3. Mendengar bacaanya dapat menggetarkan dan menguatkan iman (lihat misalnya Qs. 8 ayat 2).

4. Para jin bahkan teramat takjub dan megakui peran serta petunjuk Al-Qur`an (lihat misalnya, Qs. 72 ayat 1-2).

5. Ada keberkahan dalam tadabbur setiap ayatnya (lihat misalnya, Qs. 38 ayat 29).

6. Turun dibulan mulia, pada malam termulia (lihat misalnya, Qs. 2 ayat 185 dan Qs. 44 ayat 3).

7. Malam turunnya bernilai pahala lebih dari 1000 bulan (lihat misalnya, Qs.

97 ayat 3).

8. Dimuliakan di Lauh Mahfuzh (lihat misalnya, Qs. 43 ayat 4).

9. Tidak disentuh kecuali orang yang suci (lihat misalnya, Qs. 56 ayat 79).

10. Menghadirkan pilihan untuk mengikutinya (lihat misalnya, Qs. 39 ayat 42). (Adi hidayat, 2020 : 8-9).

C. Adab Menghafal Al-Qur`an.

Imam nawawi menulis dalam At-Tibyan beberapa adab utama dalam menghafal Al-Qur`an berikut dibawah ini:

1. Hendaknya para penghafal Al-Qur`an senantiasa menjaga wudhu dan bersiwak dalam setiap interaksinya dengan Al-Qur`an.

2. Hendaknya para penghafal memilih tempat yang bersih dan suci. Masjid ialah tempat terbaik yang disepakati para ulama karena menghimpun berbagai kemulian dan keberkahan.

3. Dianjurkan menghadap kiblat agar lebih menghadirkan kekhusyuan dan ketawadhuan.

4. Membiasakan beristi`adzah memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai gangguan setan yang hadir dalam proses hafalan.

5. Berpenampilan terbaik sebagai penghormatan teerhadap kemuliaan dan keagungan Al-Qur`an. (Adi Hidayat, 2020 : 29).

D. Faktor penghambat dalam menghafa Al-Qur`an

Ada beberapa sebab yang dapat menghambat hafala seseorang bahkan dapat menyebabkannya lupa terhadap Al-Qur`an, semoga Allah melindungi kita dari hal ini. Siapa yang ingin mengahafal Al-Qur`an hendaknya berhati-hati dan menjauhinya. Berikutnya ini beberapa sebab penghambat Al-Qur`an yaitu:

1. Banyaknya melakukan dosa dan perbuatan maksiat. Karena ia dapat menjadikan seorang hamba melupakan Al-Qur`an, melupakan dirinya, serta membutakan hatinya dari berdzikir kepada Allah serta membaca dan menghafal Al-Qur`an.

2. Tidak melakukan Mutaba`ah (kontrol) dan Meruja`ah (pengulangan) secaran konsisten.

3. Perhatian yang berlebihan terhadap urusan dunia. Karena ia dapat menjadikan hati tergantung pada dunia. Sehingga hati menjadi keras dan tidak dapat menghafal dengan mudah.

4. Menghafal banyak dalam waktu singkat berpindah ke ayat lain sebelum hafalanya kuat.

5. Semangat yang berlebihan untuk menghafal dipermulaan yang menjadikan hafalan banyak ayat tanpa menguatkan hafalan terlebih dahulu. Kemudian jika mendapati dirinya tidak kuat hafalannya diapun putus asa untuk menghafalnya dan meninggalkannya.

E. Tips Mengatasinya Hambatan

1. Berlindung kepada Allah SWT dengan berdo`a dan merendahkan diri dihadapannya. Agar hati tetap menghafal Al-Qur`an dan mengamalkannya dengan cara yang ridhai untukkmu.

2. Ikhlaskan niat karena Allah SWT. Dan beribadah kepada rabb kita dengan membaca Al-Qur`an.

3. Bulatkan tekad untuk mengamalkannya Al-Qur`an dengan mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangannya.

4. Baguskan suara dalam membaca Al-Qur`an

5. Tentukan jumlah hafalan setiap hari. Misalnya jika kita sudah hafal seluruh Al-Qur`an maka dibaca dalam satu hari minimal satu juz

6. Waspadalah dari sipat ujub, memaki, mengejek orang lain, maksiat dari dosa besar dan kecil dan konsisten dalam menghafal walaupun kondisi sulit. (Ahmad Baduwailan,2019 : 174-176).

F. Waktu mengulang hafalan

1. Mulai menghafal ketika selesai shalat subuh 2. Diulang waktu pagi

3. Diulang setelah setelah shalat dzuhur dan setelah makan siang 4. Dilancarkan setelah shalat Ashar atau sebelum terbenam matahari 5. Mengulang sebelum makan malam

6. Diulang lagi setelah shalat Isya 7. Mengulang sebelum tidur 8. Diulamg setelah Qiyamulail 9. Dimantapkan lagi setelah subuh

10. Disimak ke teman sebelum disetorkan kepada guru. (Herman Syam, 2015 : 87).

Hukum Tahfidz Al-Qur`an adalah simbol bagi umat Islam dan duri bagi masuknya musuh-musuh Islam. Menghafal Al-Qur`an hukumnya

adalah fardhu kifayah, hal ini berarti bahwa orang yang menghafal Al-Qur`an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir, sehingga tidak ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayatayat suci Al-Qur`an Jika kewajiban ini telah terpenuhi oleh sejumlah orang maka gugurlah kewajiban tersebut dari yang lainnya. Sebaliknya jika kewajiban ini tidak terpenuhi maka semua umat Islam akan menanggung dosanya. Hal ini ditegaskan oleh Syeikh Muhammad Mukki Nashr dalam kitab Nihatah Qaulul Mufid yang dikutip oleh Ahsin W. Al-Hafidz: "Sesungguhnya menghafal Al-Qur`an di luar kepala hukumnya fardhu kifayah”. Para ulama menegaskan bahwa menghafal Al-Qur`an jangan sampai terputus jumlah (bilangan) tawatu di dalamnya, sehingga tidak dimungkinkan untuk penggantian dan pengubahan. Apabila di antara kita sudah ada yang melaksanakannya, maka bebaslah beban yang lainnya. Tetapi jika tidak ada sama sekali yang melaksanakannya, maka berdosalah semuanya. Ini merupakan suatu prinsip, sejarah Islam membuktikan bagaimana para sahabat, tabiin, dan generasi penerusnya bersungguh-sungguh dalam menghafalkan Al-Qur`an. Sedangkan menghafal sebagian surat Al-Qur`an seperti Al-Fatihah atau selainnya adalah fardhu „ain. Hal ini mengingat bahwa tidaklah sah seseorang tanpa membaca Al-Fatihah (Sabit Alfatoni, 2015 : 16).

Al-Qur`an tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat Arab dimana sebagai tempat diturunkannya Al-Qur`an, tapi diperuntukkan bagi seluruh

umat manusia yang ada di muka bumi. Dalam Al-Qur`an terdapat nilai-nilai luhur yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, yang berisi tentang hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan makhluk hidup lain dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu Al-Qur`an harus senantiasa dipelajari, dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian Al-Qur`an dipandang dari sudut bahasa dan istilah. Al-Qur`an secara bahasa berasal dari kata yang berarti sesuatu yang dibaca, atau menghimpun, mengumpulkan. Sedangkan secara termonologi, Al-Qur`an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat (sesuatu yang luar biasa yang melemahkan lawan) diturunkan kepada penghulu para nabi dan rosul (Nabi Muhammad SAW) melalui Malaikat jibril yang tertulis pada mushaf, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, dinilai ibadah membacanya, yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas (Abdul Majid Khon, 2011 : 1-2).

G. Metode Menghafal Al Qur`an

Metode pembelajaran Tahfidz Al-Qur`an adalah metode yang digunakan untuk menghafalkan Al-Qur`an, metode pembelajaran Tahfidz Al-Qur`an sudah banyak di terapkan di berbagai lembaga pendidikan baik yang formal maupun non formal, dan setiap metode tersebut pasti memiliki ciri khas dan tata caranya, tinggal disesuaikan dengan

kemampuan dan kondisi dari penghafal Al-Qur`an tersebut. Berikut ini adalah macam-macam metode pembelajaran yang lazim digunakan dalam Tahfidz Al-Qur‟an menurut Sabit Alfatoni antara lain:

1. Metode Fahmul Mahfudz

Metode ini merupakan metode yang sebelum ayat-ayat Al-Qur`an dihafalkan, para penghafal dianjurkan untuk memahami makna setiap ayat, sehingga ketika menghafal, penghafal sudah merasa paham dan sadar terhadap ayat-ayat yang diucapkannya.

1. Metode Tikrarul Mahfudz

Metode ini adalah metode yang para penghafalnya mengulang ayat-ayat Al-Qur‟an yang sedang dihafalkannya, dapat dilakukan dengan mengulang satu ayat sekaligus atau sedikit demi sedikit sampai penghafal dapat menghafalkan ayat tersebut tanpa melihat mushaf.

Cara ini sangat tepat bagi penghafal yang memiliki daya ingat lemah karena cara ini tidak memerlukan pemikiran yang berat. Namun ia akan lebih banyak terkuras suaranya karena mengulang-ulang ayat tersebut.

2. Metode Kitabul Mahfudz

Metode ini adalah metode yang para penghafalnya menulis ayat-ayat yang mereka hafalkan di kertas kemudian mereka menghafalkannya. Bagi para penghafal yang cocok menggunakan

metode ini, maka ayat-ayat Al-Qur`an yang mereka tulis akan tergambar dalam ingatan mereka sehingga menjadi hafal.

3. Metode Isati’amul Mahfudz

Metode ini artinya adalah metode yang para penghafalnya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur`an yang akan dihafalkan secara

Metode ini artinya adalah metode yang para penghafalnya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur`an yang akan dihafalkan secara

Dokumen terkait