• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Penyajian Data

28

harian peneliti (kesan saat mengumpulkan data) dan (6) analisis isi media.32 Dalam penelitian ini teknik yang digunakan penulis adalah observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumen.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah teknik yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan (menggambarkan) fenomena yang sedang terjadi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan model yang telah ditunjukkan oleh Miles dan Hubberman sebagai berikut:33

a. Reduksi data

Merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian, pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

b. Penyajian data

Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

32Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif edisi kedua, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hal 143

33Andi Prastowo. Metode Penelitian Kualitatif: Dalam Perspektif Rancangan Penelitian.

29

c. Penarikan kesimpulan

Setelah reduksi data dan penyajian data adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi jika kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal telah didukung oleh bukti yang valid saat kembali kelapangan mengumpulkan data, kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibel terpercaya.

7. Teknik Validitas Data

Uji kevaliditasan dapat dilakukan dengan triangulasi pendekatan dengan kemungkinan melakukan terobosan metodologis terhadap masalah-masalah tertentu yang kemungkinan dapat dilakukan. Hingga kemudian dibentuk teknik pengujian keabsahan data yang diberi nama dengan teknik pemeriksaan.34 Karena dalam penelitian kualitatif menjaga keabsahan data yang diperoleh merupakan faktor yang utama. Maka dalam melakukan keabsahan data peneliti perlu memeriksa data kembali sebelum diproses dalam bentuk laporan yang disajikan. Agar tidak terjadi kesalahan, maka peneliti melakukan uji kredibilitas data. Menurut Sugiyono, dalam uji kredibilitas data terdapat empat macam cara, 35 yaitu: perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi dan member chek. Dalam

34Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif edisi kedua, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hal 257

30

penelitian ini, peneliti mengunakan metode triangulasi dalam melakukan teknik validitas data.

Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menggabungkan dari berbagai teknik, dan sumber data yang telah diperoleh. Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Sedangkan, triangulasi sumber berarti peneliti mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.36

Peneliti menggabungkan semua hasil penelitian, dari wawancara, observasi dan dokumentasi. Dengan kata lain, triangulasi merupakan menguji keabsahan dari hasil penelitian dengan peneliti, metode, teori, dan sumber data.37Jika sudah dipastikan triangulasi memiliki hasil yang sama dari awal hingga akhir, maka data yang diperoleh dianggap kredibel. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam tahap triangulasi data sebagai berikut:

1) Peneliti melakukan pengecekan tentang hasil dari pengamatan wawancara, maupun hasil data yang diperoleh dengan cara observasi dan dokumentasi.

2) Penulis meneliti apa yang dikatakan informan tentang perda nomor 5 tahun 2014 dengan mengecek data yang sudah ada apakah sesuai atau tidak.

36Ibid, hal. 83

37Burhan Bungin. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Public, dan Ilmu Sosial

31

3) Membandingkan pendapat atau perspektif informan satu dengan informan yang lain.

4) Membandingkan wawancara dengan isi dokumen.

H. Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi lima bab dengan penjelasan yang berbeda-beda. Mulai dari bab satu hingga bab lima. Berikut penjelasannya:

Bab satu yaitu pendahuluan, menjelaskan latar belakang masalah dalam Perda Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan, kemudian tujuan penelitian yang menjelaskan tujuan dari penelitian skripsi, manfaat penelitian, definisi konseptual, penelitian terdahulu, metode penelitian yang akan digunakan, dan sistematika pembahasan.

Bab dua yaitu kajian teori, menjelaskan tentang teori yang akan digunakan yaitu teori kebijakan publik dan teori implementasi kebijakan publik.

Bab tiga yaitu metodologi penelitian, menjelaskan tentang pendekatan dan jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, teknis analisis data, dan keabsahan data.

Bab empat yaitu hasil penelitian dan pembahasan, menjelaskan gambaran umum Kota Surabaya, gambaran umum Kecamatan Kenjeran,

32

gambaran umum Kelurahan Tanah Kali Kedinding, penyajian data, analisa dan pembahasan, dan yang terakhir hasil temuan penelitian.

Bab lima yaitu penutupan, menjelaskan tentang kesimpulan yang didapat selama penelitian dan memberikan saran untuk permasalahan penelitian.

33

BAB II KAJIAN TEORI

Dalam bab ini akan dijelaskan oleh peneliti mengenai teori yang akan di gunakan untuk menganalisis dari rumusan masalah yang telah di tulis di bab sebelumnya.Menurut buku yang di tulis oleh Andi Prastowo (2011) landasan teori adalah teori-teori yang dianggap paling relevan untuk menganalisis objek penelitian sebagai alat, teori tersebut dipilih yang paling memadai, tepat baik dalam kaitannya dengan hakikat maupun kebaruan.1

Sehubungan dengan tema penelitian yaitu tentang “Implementasi Perda Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan (Studi analisis pengelolaan sampah dan kebersihan kali tebu di Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya)” maka beberapa teori yang dianggap paling relevan untuk di gunakan dalam penelitian ini adalah teori kebijakan publik dan implementasi kebijakan publik. Teori kebijakan publik di gunakan dalam penelitian ini dikarenakan fokus penelitian berlandaskan pada Peraturan Daerah, untuk mengetahui bagaimana peraturan Perda Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan diterapkan. Dan mengetahui upaya pemerintah dalam pengelolaan sampah dan kebersihan. Kemudian dihalaman akhir penulis juga menjelaskan tentang isi Perda Kota Surabaya Nomor: 5 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan, agar mempermudah pembaca dalam memahami judul skripsi ini.

1Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif: Dalam Perspektif Rancangan Penelitian

34

A. Kebijakan Publik

1. Definisi Kebijakan Publik

Banyak sekali pendapat para ahli dalam mendefinisikan kebijakan publik, salah satunya yang populer di Indonesia pendapat Miriam Budiarjo (2008) dalam bukunya “Dasar-Dasar Ilmu Politik” kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Para sarjana menekankan aspek kebijakan umum (public policy, beleid), menganggap bahwa setiap masyarakat mempunyai beberapa tujuan bersama. Cita-cita bersama ini ingin dicapai melalui usaha bersama, dan untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana yang mengikat, yang dituang dalam kebijakan (policies) oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini pemerintah. Berikut ini ada beberapa definisi:2

a. Hoogerwerf: obyek dari ilmu politik adalah kebijakan pemerintah, proses terbentuknya, serta akibat-akibatnya. Yang dimaksud dengan kebijakan umum (public policy) di sini menurut Hoogewerf ialah, membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan (doelbewuste

vormgeving aan de samenleving door middel van machtuitoefening).3

b. David Easton: ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum (study of the making public policy). David Easton dalam buku the

2Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) Hal 20-21

35

politichal system menyatakan, kehidupan politik mencakup

bermacam-macam kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang, yang di terima untuk suatu masyarakat, dan yang memengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu masyarakat (political life concerns all those varieties

of activity that influence significantly the kind of authoritative policy adopted for a society and the way it is put into practice. We are said to be participating in political life when our activity relates in some way to the making and execution of policy for a society).4

Kebijakan adalah suatu keputusan yang mencerminkan sikap suatu organisasi terhadap suatu persoalan yang telah, sedang, atau akan dihadapi. Organisasi yang dimaksud meliputi organisasi pemerintah dan swasta, kebijakan adalah keputusan yang hanya berlaku di wilayah Internal organisasi pemerintah (aparatur) atau organisasi swasta (karyawan).5

Sementara kebijakan publik diartikan sebagai kebijakan yang berlaku secara umum, dengan begitu organisasi yang berwenang/mampu membuat kebijakan yang berlaku secara luas/umum adalah pemerintah sehingga tepat untuk mengatakan bahwa kebijakan publik adalah sebuah keputusan yang mencerminkan sikap pemerintah terhadap suatu persoalan yang telah sedang,

4ibid

36

atau akan dihadapi oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara yang bertugas menjaga kelangsungan hidup dan ketertiban warga negara.6

Namun menurut Ramlan Surbakti (2010) dalam bukunya yang berjudul “Memahami Ilmu Politik” Pada dasarnya, isi kebijakan umum dibedakan menjadi tiga yaitu ekstraktif, alokasi, distribusi, dan regulatif.7 Agar dapat menganalisis secara lebih mendalam isi kebijakan umum, berikut ini dikemukakan tipologi lain seperti yang disusun oleh Theodore Lowi (Ramlan, 2010:245). Kalau ketiga tipe kebijakan di atas dikategorisasikan atas dasar pemanfaatan dan beban yang dikenakan kepada individu anggota masyarakat, Lowi mengategorisasikan kebijakan umum menjadi empat tipe berdasarkan dua kriteria, yaitu dikenakan tidaknya suatu paksaan secara langsung (immediate coer-cion) dan langsung tidaknya kebijakan diterapkan pada individu. Kedua, kriteria ini dikemukakan dengan asumsi bahwa pemahaman akan kekuasaan paksaan (coercive force) dari pemerintah dan bagaimana kekuasaan diterapkan merupakan kondisi utama bagi pemahaman pembentukan dan pelaksanaan kebijakan umum. Sebagaimana dikemukakan di atas, ciri khas kebijakan umum (keputusan politik pada umumnya) sebagai produk tindakan pemerintah ialah sifatnya yang mengikat, dalam arti pelaksanaannya ditegakkan dengan kewenangan memaksakan secara fisik yang

6Rudi Salam Sinaga, Pengantar Ilmu Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013)

37

dimonopoli oleh pemerintah. Keempat kebijakan umum itu ialah regulatif, redistributif, distributif, dan konstituen.8

Pertama, kebijakan regulatif terjadi apabila kebijakan mengandung paksaan dan akan diterapkan secara langsung terhadap individu. Biasanya kebijakan regulatif dibuat untuk mencegah agar individu tidak melakukan suatu tindakan yang tak diperbolehkan, seperti undang-undang hukum pidana, undang-undang anti monopoli dan kompetisi yang tak sehat, dan berbagai ketentuan yang menyangkut keselamatan umum. Dalam hal ini, pengawasan obat dan makanan serta keselamatan kerja. Selain itu, kebijakan regulatif dibuat untuk memaksakan agar individu melakukan suatu tindakan hingga kepentingan umum tidak terganggu seperti berbagai bentuk perizinan dalam menggunakan hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak (public goals).9

Kedua, kebijakan redistributif ditandai dengan adanya paksaan secara langsung kepada warga negara, tetapi penerapannya melalui lingkungan. Pengenaan pajak secara progresif kepada sejumlah orang yang termasuk kategori wajib pajak untuk memberikan manfaat kepada orang lain melalui berbagai program pemerintah merupakan inti kebijakan redistributif. Hasil penerapan undang-undang pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak bumi,dan bangunan, pajak atas keuntungan dan bunga tabungan, dan iuran listrik, yang digunakan untuk membiayai pembangunan fasilitas umum, seperti jalan,

8

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT Grasindo, 2010) Hal 246

38

jembatan, sekolah, dan rumah sakit merupakan contoh kebijakan redistributif. Retribusi seperti tiket parkir bukan kebijakan redistributif karena ia dikenakan secara sama kepada setiap orang yang menggunakan fasilitas umum.10

Ketiga, kebijakan distributif ditandai dengan pengenaan paksaan secara tidak langsung (kemungkinan pengenaan paksaan fisik sangat jauh), tetapi kebijakan itu diterapkan secara langsung terhadap individu. Individu dapat menarik manfaat dari kebijakan itu, walaupun tidak dikenakan paksaan kepada individu untuk menggunakannya. Dalam pengertian yang lebih konkert, kebijakan distributif berarti penggunaan anggaran belanja negara atau daerah untuk memberikan manfaat secara langsung kepada individu, seperti pendidikan dasar yang bebas biaya, subsidi kepada sekolah lanjutan dan perguruan tinggi negeri, subsidi energi bahan bakar minyak, subsidi sarana produksi pertanian, pelayanan kesehatan, fasilitas jalan raya, dan pemberian hak paten kepada individu yang berhasi menemukan sesuatu yang baru.11

Keempat, kebijakan konstituen ditandai dengan kemungkinan pengenaan paksaan fisik yang sangat jauh dan penerapan kebijakan itu secara tidak langsung melalui lingkungan. Walaupun tipe ke empat ini merupakan konsekuensi logis dari tipe ke tiga sebelumnya, sebenarnya tipe ini merupakan kategori sisa (residual category) yang mencakup tipe-tipe lain yang tidak dapat dimasukkan kedalam tipe ketiga sebelumnya. Kebijakan konstituen mencakup dua lingkup bidang garapan, yaitu urusan keamanan nasional dan luar negeri,

10

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT Grasindo, 2010)

39

dan berbagai dinas pelayanan administrasi. Yang pertama mencakup pertahanan dan keamanan, badan intelijen, ketertiban umum, diplomasi dan penerangan luar negeri dari kementerian luar negeri. Yang kedua lebih bersifat pelayanan kepada pemerintah daripada kepada bangsa, seperti lembaga administrasi negara, badan administrasi kepegawaian negara, percetakan negara, biro statistik, pengkajian dan penerapan teknologi, dan pemetaan nasional.12

Dalam buku “Analisis Kebijakan Publik” yang di tulis oleh Solichin Abdul Wahab (2015) menjelaskan tentang contoh definisi kebijakan publik. Beberapa contoh definisi kebijakan publik yang mencakup luas yaitu Eystone (1971:18) yang merumuskan dengan pendek bahwa kebijakan publik ialah “the relationship of governmental umit to its environment” (antara hubungan yang berlangsung di antara unit/satuan pemerintahan dengan lingkungannya). Demikian pula definisi yang pernah di sodorkan oleh Wilson (2006:154) yang merumuskan kebijakan publik sebagai berikut, “the actions, objectives, and

pronouncements of goverments on particular matters, the steps they take (or fail to fake) to implement them, and the explanations they give for what happens (or does not happen)” tindakan-tindakan, tujuan-tujuan, dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk di

40

implementasikan, dan penjelasan-penjelasan yang di berikan oleh mereka mengenai apa yang telah terjadi (atau tidak terjadi).13

Definisi tersebut karena terlampau luas, tentu saja berisiko mudah menggelincirkan orang atau bahkan menyesatkan bagi mereka yang baru saja mengenal dan mempelajari kebijakan publik. Dalam situasi seperti itu, bisa saja menyebabkan seseorang tetap tidak dapat memahami dengan baik apa hakikat kebijakan publik yang sebenarnya. Definisi lain yang tak kalah luasnya dikemukakan oleh Thomas R. Dye (1978; 1987:1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik ialah “whatever goverments choose to do or not to do” (pilihan tindakan apapun yang ingin dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah).14

Pakar Inggris, W.I Jenkis (1978: 15) “Aset of interrelated decisions taken

by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve”

(serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).15

13Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model

Implementasi Kebijakan Publik (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015)

14Ibid.

15Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model

41

Chief J.O. Udoji, pakar dari Nigeria (1981), telah mendefinisikan kebijakan publik sebagai “an santioned course af action addressed to a particular problem or group of related problems that affect society at large” (suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan memengaruhi sebagian besar warga masyarakat).16

Lemieux, seorang pakar dari Prancis (1995:7), menyatakan kebijakan publik sebagai “The product of activities aimed at the resolution of public

problems in the environment by political actors whose relationship are structured. The entire process evolves over time” (produk aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktivitas itu berlangsung sepanjang waktu).17 Pendapat yang mudah dipahami di sampaikan oleh Woll seperti yang dikutip oleh Tangkilisan (2003:2) menjelaskan bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di tengah masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.18

Dari beberapa pendapat para ahli di atas yang telah di paparkan oleh penulis, telah jelas bahwa kebijakan publik (public policy) tidak luput dari keterlibatan pemerintah, dalam pembuatan kebijakan di harapkan agar pemerintah mampu merubah Negara/Daerahnya lebih teratur dari sebelumnya.

16Ibid.

17Ibid.

18Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Publik yang Membumi (Yogyakarta: Lukman Offiset YPAPI

42

Karena dalam kebijakan diperlukan sasaran (target) yang diatur yaitu masyarakat, dan diharapkan menghasilkan hasil (Output) yang baik.

2. Ciri-ciri Kebijakan Publik

Kebijakan publik pada hakikatnya adalah sebuah aktivitas yang khas, dalam artian ia mempunyai ciri-ciri tertentu yang agaknya tidak dimiliki oleh kebijakan jenis lain.19Ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan-kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu lazimnya dipikirkan, didesain, dirumuskan dan diputuskan oleh mereka yang oleh David Easton (1953: 1965) disebut sebagai orang-orang yang memiliki otoritas dalam sistem politik. Dalam sistem politik masyarakat tradisional yang sederhana, mereka itu contohnya para ketua adat atau pun ketua suku. Sedangkan di sistem politik atau masyarakat modern yang kompleks mereka itu adalah para eksekutif, legislator, hakim, administrator, dan sejenisnya.20

Di negara-negara yang menganut paham demokrasi konstitusional kata Gerston (2002: 3) kebijakan publik itu dibuat dan dijalankan oleh “people

who have been authorized to act by popular consent and in accordance estabilished norms and procedures” (orang yang telah diberi wewenang untuk bertindak dengan persetujuan populer dan sesuai dengan norma-norma dan prosedur). Di negara-negara demokrasi seperti itu kebanyakan para pembuat kebijakan publik terdiri dari pejabat-pejabat yang dipilih (elected officials).21

Di Indonesia contoh para pejabat dalam kategori ini misalnya Kepala Keoplisian Republik Indonesia (Kapolri), Jaksa Agung, komisioner-komisioner

19Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Jakarta: PT Bumi Askara, 2015) 17

20Ibid.

43

pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), anggota-anggota pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPKRI). Para pejabat publik ini proses rekrutmennya melewati mekanisme seleksi dan menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR, namun pengangkatannya dilakukan dengan keputusan presiden. Mereka itu tanpa kecuali dapat kita sebut sebagai orang-orang yang memanajeri dan memegang amanah publik. Oleh sebab itu baik langsung atau tidak langsung perilaku mereka harus bertanggung jawab pada publik. Jika suatu saat mereka sampai tergelincir melakukan perbuatan tak pantas seperti terlibat dalam hal seks atau korupsi, bukan tak mungkin bisa berakibat terhambatnya perjalanan karir, dihukum sesuai undang-undang yang berlaku bahkan dilengserkan dari jabatannya. Hal ini membawa implikasi atau keterlibatan tertentu terhadap konsep kebijakan publik, yang secara rinci akan dijelaskan dibawah ini:22

Pertama, kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang sengaja

dilakukan dan mengarah pada tujuan tertentu, daripada sekadar perilaku atau tindakan yang menyimpang yang serba acak (at random), asal-asalan, dan serba kebetulan. Kebijakan-kebijakan publik semisal kebijakanpembangunan atau kebijakan sosial dalam sistem-sistem politik modern, bukan merupakan tindakan yang serba kebetulan atau asal-asalan, melainkan tindakan yang direncanakan (by planed).

Kedua, kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan

yang saling berkait dan berpola, mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan

44

oleh pejabat-pejabat pemerintah, dan bukan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri. Misalnya kebijakan tidak hanya mencakup keputusan untuk membuat undang-undang dalam bidang tertentu, melainkan diikuti dengan keputusan-keputusan atau petunjuk-petunjuk teknis pelaksanaan yang lebih detai, bersangkut paut dengan proses implementasi dan mekanisme pemaksaan pemberlakuannya.

Ketiga, kebijakan itu ialah apa yang nyata dilakukan pemerintah

dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam mengatur perdagangan, meningkatkan pendidikan, mengendalikan inflasi, menghapus kemiskinan, memberantas korupsi, memberantas buta aksara, menggalakkan program keluarga berencana, dan menggalakkan perumahan rakyat bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah.

Keempat, kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin

juga negatif. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik mungkin akan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mengaruhi penyelesaian atas masalah tertentu. Sementara dalam bentuknya yang negatif, ia kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak, atau tidak melakukan tindakan apa pun dalam masalah-masalah dimana campur tangan pemerintah itu sebenarnya justru amat diperlukan.

45

3. Tahap-Tahap Kebijakan

Tahap-tahap kebijakan menurut Wiliam Dunn (1999) yakni: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Berikut penjelasannya:23

a. Penyusunan agenda

Para pengambil kebijakan (eksekutif, legislatif) menginventarisir persoalan-persoalan yang sedang dihadapi. Dari berbagai persoalan yang telah di inventasrisir maka akan dilihat mana persoalan yang dapat di tempatkan sebagai prioritas untuk diselesaikan. Sehingga tidak semua persoalan yang ada (telah di inventarisir) dapat dijadikan sebagai sebuah persoalan yang akan di tindak lanjuti melainkan akan di tunda, dan mendahulukan persoalan yang dianggap prioritas.

b. Formulasi kebijakan

Pada tahap ini, persoalan yang telah disepakati sebagai prioritas yang harus di selesaikan kemudian dibahas bersama dengan pencarian

Dokumen terkait