• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan data

2. Penyajian Data

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan kembali.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan proses pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan studi dokumen.

Selanjutnya data-data tersebut dirangkum dan dipilih, hanya data yang penting dan sesuai kebutuhan penelitian yang digunakan sedangkan data yang lainnya tidak dipergunakan.

Data yang digunakan adalah data mengenai upaya yang dilakukan oleh guru dalam menangani anak yang mengalami hambatan berbicara

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Sugiono (2010:341) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakuakn dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

Adapun bentuk penyajian data dalam penelitian ini adalah merujuk pada pendapat Miles dan Huberman yang menyatakan bahwa yang paling sering digunakan dalam penyajian data penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Verification

Setelah tahap reduksi dan penyajian data dilalui, tahap selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Verifikasi dimaksudkan untuk menghasilkan kesimpulan yang kredibel yaitu valid dan konsisten.

Kesimpulan awal yang ditarik pada saat pengumpulan data awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila pada tahap pengumpulan berikutnya tidak ditemukan bukti yang kuat dan mendukung. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan diawal didukung oleh -bukti kuat yang valid dan konsisten maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel.

Kesimpulan merupakan hasil interpretasi berdasarkan teori yang disesuaikan dengan hasil temuan di lapangan. Adapun dalam penelitian ini,

kesimpulan yang ditarik adalah mengenai upaya yang dilakukan guru dalam menangani hambatan berbicara pada anak TK.

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Usia TK merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang sangat esensial dan berpengaruh bagi perkembangan dan pertumbuhan di masa selanjutnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang termasuk anak TK akan mengalami berbagai hambatan dan kesulitan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dan memerlukan upaya dan bantuan dari orang lain.

2. Walaupun kemampuan berbicara secara lisan sering dianggap sebagai sebuah hal yang pasti dimiliki oleh seorang anak, pada kenyataannya tetap dibutuhkan sebuah stimulus yang terencana agar kemampuan lisan anak berkembang dengan baik. Stimulus yang dapat diberikan kepada anak antara lain dengan cara membacakan cerita atau dongeng, bermain peran, sampai kepada pemberian pelatihan wicara untuk anak.

3. Kasus hambatan berbicara yang terjadi pada beberapa anak TK Assalaam khususnya di kelas A1, merupakan kasus yang sering terjadi dan teralami pada anak-anak sebelumnya. Hal ini terjadi atas beberapa faktor, diantaranya adalah: (1) Kesulitan dalam pemahaman, (2) Keterlambatan berbicara, (3) Kerancuan bicara.

4. Penulis mengangkat satu saja kasus anak secara sepesifik yang mengalami hambatan berbicara yang ada di TK Assalaam khususnya di kelas A1. Satu orang anak ini berinisial AL merupakan kasus yang unik terjadi dan belum teralami pada anak-anak yang mempunyai kasus sejenis sebelumnya.

5. Ayah AL lahir dan besar di Kota Bandung, dengan latar pendidikan yang cukup dari keluarga yang sederhana, membawa ayahnya AL mampu mengenyam bangku kuliah di sebuah perguruan tinggi pariwisata swasta yang cukup terkenal di kota Bandung.

6. Ibunda AL yang asli orang Solo dengan keanggunan sebagai gadis jowo nan ayu, dan sudah tentu dengan karakter yang sangat anggun dan tutur kata yang juga sangat santun. Gadis-gadis kota Solo memang dikenal sebagai gadis yang berperangai lembut dengan tutur kata yang halus, sering diidentikan sebagai mahluk yang lemah. Padahal dibalik itu terdapat sosok dan jiwa yang sangat kuat dan tangguh

7. AL lahir di kota batik pelangi ini karena setahun sebelum AL lahir, ibunya AL dipindahtugaskan ke kota Pekalongan. Alhasil AL mendapatkan identitas pada akte kelahirannya sebagai anak Pekalongan. AL merupakan bayi yang dilahirkan secara normal dan dengan proses yang biasa layaknya bayi-bayi yang lahir dari Rahim sang bunda. Semasa dalam kandungan AL tidak mengalami peristiwa yang ganjil dan butuh perhatian khusus. Hingga lahir ke dunia yang fana ini, AL merupakan sosok bayi yang lucu dan menggemaskan. Tumbuh sebagai anak bayi yang normal dan terlahir sebagai anak yang didambakan.

8. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibunya dan pengamatan yang dilakukan, bahwa selama dalam masa kandungan, bahwa janin tidak ada keluhan dengan masa kehamilan selama 9 (sembilan) bulan dan lahir secara normal. Begitupun ketika itu ibu AL tidak mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan kelainan janin, termasuk tidak pernah sakit parah selama kehamilan.

9. Tumbuh kembang AL berjalan normal seperti anak-anak seusianya, tidak tampak ada gejala-gejala yang mengkhawatirkan. Pada saat memasuki usia 2,5 tahun mulai terlihat adanya keterlambatan berbicara dan kesulitan berbicara, dimana AL tampak belum bisa berbicara dengan lafal dan maksud yang jelas. Ketika memasuki usia sekolah dan mulai masuk

Kelompok Bermain (KB), perkembangan AL yang tidak seperti anak-anak seusianya mulai terlihat membutuhkan penanganan yang lebih baik lagi. Lalu sang guru KB menyarankan orangtua AL untuk mengobservasi AL melalui terapis wicara.

10. Faktor utama penyebab pada kasus terhambatnya berbicara AL ini ternyata dikarenakan oleh pola berbicara kakaknya yang terindikasi sindroma Disarti, menjadikan AL mengidap sindroma Dislalia. Yakni tingkat sebuah sindrom dikarenakan pola asuh AL yang lebih banyak bermain di rumah dan hanya berinteraksi dengan orang-orang terdekat. Akibatnya AL kesulitan dalam pengucapan suku kata dan kata yang dianggap sederhana seusianya.

11.Saat ini AL mendapatkan penanganan yang lebih intensif dan terarah yang diberikan dalam seminggu sekali, dengan tambahan jadwal praktek latihan 3 (tiga) hari dalam seminggu yang diberikan disela-sela waktu kegiatan belajar di dalam kelas.

12.Kasus AL ini disadari bahwa anak ini sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan akan mengalami berbagai hambatan dan kesulitan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dan memerlukan upaya dan bantuan dari orang lain. Berbagai hambatan dan kesulitan yang tidak terselesaikan secara tepat dapat menimbulkan berbagai hambatan dan masalah pada tahap selanjutnya.

13.guru kelas AL semasa di Kelompok Bermain menaruh curiga, dan mengambil sebuah observasi sederhana bersama terapis wicara. Alhasil ternyata memang AL mengidap sebuah sindroma dislalia atas pengaruh lingkungan selama berada di rumah.

14.Observasi guru kelasnya berlanjut ke rumah, setelah sebelumnhya diadakan wawancara dengan pemanggilan orangtuanya ke sekolah. Akhirnya guru diberikan kesempatan melakukan kunjungan ke rumah AL, dan ternyata kecurigaan guru kelas dan terapi wicara terbukti.AL terpengaruh oleh kakaknya Al yang mengalami sindroma disarti.

15.Guru menyarankan orangtua AL untuk diberikan sebuah terapi atas sindroma yang diidap oleh AL, kedua orangtuanya setuju. Dan terapinya berlanjut hingga AL meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi yakni taman kanak-kanak.

16.AL melanjutkan ke sekolah satu rumpun yakni TK Assalaam Bandung dari Kelompok Bermain Assalaam Bandung. Hal ini memudahkan koordinasi guru kelas Kelompok Bermain dengan guru kelas AL di TK Assalaam. Begitupun dengan terapis wicaranya. Kini AL diberikan penangan khusus oleh guru kelas nya yang juga telah menerima pelatihan khusus oleh terapis wicaranya.

17.Sang terapis wicara juga menyarankan orangtua AL untuk melibatkan kakak AL untuk ikut serta diberikan terapi wicara. Alasannya supaya terjadi kesinambungan dan penanganan yang sempurna terhadap AL dari berbagai sisi. Kegiatan bersama guru kelasnya AL tersebut selalu dilakukan dengan berbagai metode agar kegiatan menjadi menarik bagi anak sehingga ia bersedia untuk ikut terlibat langsung.

18.Menurut terapis wicara AL orang-orang di sekitar anak dapat melakukan berbagai upaya dalam menangani hambatan berbicara pada anak agar anak dapat berkembang dengan optimal. Pengaruh lingkungan belajar anak di sekolah, seorang guru dapat membuat kegiatan pembelajaran yang melatih kemampuan berbicara.

19.Ragam upaya lainnya dilakukan pula dalam bentuk permainan telepon gelas aqua. Teknik ini menarik anak karena anak diberikan kebebasan dalam mengucapkan kata-kata yang sulit dengan berteriak. Walaupun seringkali terkesan seperti main-main biasa, namun keberanian anak untuk mengucapkan kata-kata sulit tersebut terbangun dengan tanpa paksaan. 20.Media yang digunakan hanya membutuhkan dua buah gelas plastik bekas

minuman mineral yang diujung tengahnya diberi lubang untuk dimasukkan benang kasur dengan panjang tidak lebih dari dua meter. Permainan ini akan lebih menyenangkan bila dilakukan di tempat yang

terbuka, seperti halaman sekolah, lapangan atau aula.Bentuk upaya lainnya yang dilakukan oleh guru di TK Assalaam, dengan menggunakan media/benda langsung sesuai dengan kata yang akan dilatihkan, seperti

pada kata “Pir”, maka guru akan mendekatkan buah pir ini tepat disamping

bibir guru. Hal ini bertujuan anak fokus dengan pandangan mata tepat kepada gerakan bibir guru yang sedang memberikan contoh pengucapan kata-kata yang sulit tersebut. Upaya ini cukup menarik karena seringkali pada akhirnya anak menginginkan benda/media tersebut.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengolahan data dan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan guru TK mengenai upaya guru dalam menangani hambatan berbicara anak, berikut ini beberapa rekomendasi yang dapat menjadi masukan bagi guru TK, pengembang pendidikan dan penelitian selanjutnya.

Dokumen terkait