BAB V Hasil dan pembahasan kemudian disusun menjadi kesimpulan dan
B. Penyajian Data Penelitian
1. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham
perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus pemegang saham
perusahaan. Kepemilikian manajerial dihitung dengan rumus perhitungan sebagai
berikut:
MNGR =๐ฒ๐๐ฉ๐๐ฆ๐ข๐ฅ๐ข๐ค๐๐ง ๐๐๐ก๐๐ฆ ๐๐๐ง๐๐ฃ๐๐ซ+๐๐๐ฐ๐๐ง ๐๐จ๐ฆ๐ข๐ฌ๐๐ซ๐ข๐ ๐๐จ๐ญ๐๐ฅ ๐๐๐ฌ๐๐ฅ๐ฎ๐ซ๐ฎ๐ก๐๐ง ๐๐๐ก๐๐ฆ ๐๐๐ซ๐ฎ๐ฌ๐๐ก๐๐๐
74 Tabel 4.1
Data Kepemilikan Manajerial pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2012-2016 No Nama Perusahaan 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%) 2016 (%)
1 PT Agung Podomoro Land Tbk 3,10 3,09 3,10 0,06 0,05 2 PT Bekasi Asri Pemula Tbk 0,01 6,21 0,13 0,13 0,13 3 PT Ciputra Development Tbk 0,41 0,41 0,01 0,01 0,00 4 PT Intiland Development Tbk 0,01 0,001 0,001 0,001 0,00 5 PT Duta Pertiwi Tbk 5,71 5,71 5,71 5,71 5,71 6 PT Megapolitan Development Tbk 7,86 7,86 7,86 7,86 7,86 7 PT Lamicitra Nusantara Tbk 0,01 0,01 0,01 0,1 0,01 8 PT Metropolitan Kentjana Tbk 2,85 2,85 2,85 2,51 2,47 9 PT Pakuwon Jati Tbk 0,03 0,03 0,03 0,02 0,02 10 PT Summercon Agung Tbk 0,28 0,28 0,28 0,28 0,14 Rata-rata 2,03 2,65 1,99 1,67 1,64
Sumber: Data diolah (www.idx.co.id),2017.
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial
perusahaan Property dan Real Estate pada tahun 2012 yang memiliki tingkat
kepemilikan manajerial tertinggi adalah PT Megapolitan Development Tbk, sebesar
7,86%. Hal ini disebabkan karena jumlah saham yang dimiliki komisaris dan direksi
tinggi sehingga jumlah saham yang beredar juga meningkat pada perusahaan.
Sedangkan yang memiliki tingkat kepemilikan manajerial terendah adalah PT Bekasi
75
disebabkan karena jumlah saham yang dimiliki komisaris dan direksi rendah sehingga
jumlah saham yang beredar menurun pada perusahaan.
Pada tahun 2013 kepemilikan manajerial tertinggi masih dipegang oleh PT
Megapolitan Development Tbk, sebesar 78,86% yang meningkat dari tahun 2012.
Hal ini disebabkan karena jumlah saham yang dimiliki komisaris dan direksi tinggi
sehingga jumlah saham yang beredar juga meningkat pada perusahaan. Sedangkan
yang memiliki tingkat kepemilikan manajerial terendah adalah PT Bekasi Asri
Pemula Tbk dan PT Intiland Development Tbk, sebesar 0,001% yang menurun dari
tahun 2012. Hal ini disebabkan karena jumlah saham yang dimiliki komisaris dan
direksi rendah sehingga jumlah saham yang beredar menurun pada perusahaan.
Pada tahun 2014 kepemilikan manajerial tertinggi masih dipegang oleh PT
Megapolitan Development Tbk, sebesar 78,86% yang meningkat dari tahun 2013.
Hal ini disebabkan karena jumlah saham yang dimiliki komisaris dan direksi tinggi
sehingga jumlah saham yang beredar juga meningkat pada perusahaan. Sedangkan
yang memiliki tingkat kepemilikan manajerial terendah adalah PT Bekasi Asri
Pemula Tbk dan PT Intiland Development Tbk, sebesar 0,001% yang menurun dari
tahun 2013. Hal ini disebabkan karena jumlah saham yang dimiliki komisaris dan
direksi rendah sehingga jumlah saham yang beredar menurun pada perusahaan.
Pada tahun 2015 kepemilikan manajerial tertinggi masih dipegang oleh PT
Megapolitan Development Tbk, sebesar 78,86% yang meningkat dari tahun 2014.
Hal ini disebabkan karena jumlah saham yang dimiliki komisaris dan direksi tinggi
76
yang memiliki tingkat kepemilikan manajerial terendah adalah PT Bekasi Asri
Pemula Tbk dan PT Intiland Development Tbk, sebesar 0,001% yang menurun dari
tahun 2014. Hal ini disebabkan karena jumlah saham yang dimiliki komisaris dan
direksi rendah sehingga jumlah saham yang beredar menurun pada perusahaan.
Pada tahun 2016 kepemilikan manajerial tertinggi masih dipegang oleh PT
Megapolitan Development Tbk, sebesar 78,86% yang meningkat dari tahun 2015.
Hal ini disebabkan karena jumlah saham yang dimiliki komisaris dan direksi tinggi
sehingga jumlah saham yang beredar juga meningkat pada perusahaan. Sedangkan
yang memiliki tingkat kepemilikan manajerial terendah adalah PT Ciputra
Development Tbk dan PT Intiland Development Tbk, sebesar 0,00% yang menurun
dari tahun 2015. Hal ini disebabkan karena komisaris dan direksi tidak memiliki
saham sehingga jumlah saham yang beredar pada perusahaan pun tidak ada.
2. Kepemilikan institusional
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah,
institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian
serta institusi lainnya pada akhir tahun. Kepemilikian institusional dihitung dengan
rumus perhitungan sebagai berikut:
๐๐ง๐ฌ๐ญ = ๐ค๐๐ฉ๐๐ฆ๐ข๐ฅ๐ข๐ค๐๐ง ๐ฌ๐๐ก๐๐ฆ ๐ข๐ง๐ฌ๐ญ๐ข๐ญ๐ฎ๐ฌ๐ข
77 Tabel 4.2
Data Kepemilikan Institusional pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2012-2016 No Nama Perusahaan 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%) 2016 (%)
1 PT Agung Podomoro Land Tbk 67,04 67,04 67,04 82.67 81,54
2 PT Bekasi Asri Pemula Tbk 69,92 52,08 76,89 76,89 76,89
3 PT Ciputra Development Tbk 38,56 38,56 38,36 43,92 46,44 4 PT Intiland Development Tbk 42,13 42,13 42,13 42,14 42,14 5 PT Duta Pertiwi Tbk 66,48 59,61 59,61 59,86 59,82 6 PT Megapolitan Development Tbk 71,86 74,22 74,22 66,78 66,78 7 PT Lamicitra Nusantara Tbk 92,88 92,88 92,88 92,88 92,80 8 PT Metropolitan Kentjana Tbk 76,26 76,26 76,26 76,26 76,27 9 PT Pakuwon Jati Tbk 70,39 52,19 57,61 52,19 52,19 10 PT Summercon Agung Tbk 41,82 37,64 32,03 32,03 37,64 Rata-rata 63,73 59,26 61,70 62,56 63,25
Sumber: Data diolah (www.idx.co.id),2017.
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa kepemilikan institusional
perusahaan Property dan Real Estate pada tahun 2012 yang memiliki tingkat
kepemilikan institusional tertinggi adalah PT Lamicitra Nusantara Tbk, sebesar
92,88%. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan aktiva perusahaan yang efisien serta
adanya peningkatan pengawasan yang lebih maksimal terhadap kinerja manajer.
Sedangkan yang memiliki tingkat kepemilikan institusional terendah adalah PT
78
aktiva perusahaan yang tidak efisien serta pengawasan yang kurang maksimal
terhadap manajer.
Pada tahun 2013 kepemilikan institusional tertinggi masih dipegang oleh PT
Lamicitra Nusantara Tbk, sebesar 92,88%. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan
aktiva perusahaan yang efisien serta adanya peningkatan pengawasan yang lebih
maksimal terhadap kinerja manajer. Sedangkan yang memiliki tingkat kepemilikan
institusional terendah adalah PT Summercon Agung Tbk, sebesar 37,64% yang
menurun dari tahun 2012. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan aktiva perusahaan
yang tidak efisien serta pengawasan yang kurang maksimal terhadap manajer.
Pada tahun 2014 kepemilikan institusional tertinggi masih dipegang oleh PT
Lamicitra Nusantara Tbk, sebesar 92,88%. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan
aktiva perusahaan yang efisien serta adanya peningkatan pengawasan yang lebih
maksimal terhadap kinerja manajer. Sedangkan yang memiliki tingkat kepemilikan
institusional terendah adalah PT Summercon Agung Tbk, sebesar 32,03% yang
menurun dari tahun 2013. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan aktiva perusahaan
yang tidak efisien serta pengawasan yang kurang maksimal terhadap manajer.
Pada tahun 2015 kepemilikan institusional tertinggi masih dipegang oleh PT
Lamicitra Nusantara Tbk, sebesar 92,88%. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan
aktiva perusahaan yang efisien serta adanya peningkatan pengawasan yang lebih
maksimal terhadap kinerja manajer. Sedangkan yang memiliki tingkat kepemilikan
79
menurun dari tahun 2014. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan aktiva perusahaan
yang tidak efisien serta pengawasan yang kurang maksimal terhadap manajer.
Pada tahun 2016 kepemilikan institusional tertinggi adalah PT Lamicitra
Nusantara Tbk, sebesar 92,80% yang menurun dari tahun 2015. Hal ini disebabkan
karena pemanfaatan aktiva perusahaan yang tidak efisien serta adanya penurunan
pengawasan yang kurang maksimal terhadap kinerja manajer. Sedangkan yang
memiliki tingkat kepemilikan institusional terendah adalah PT Summercon Agung
Tbk, sebesar 37,64% yang meningkat dari tahun 2015. Hal ini disebabkan karena
pemanfaatan aktiva perusahaan yang efisien serta adanya peningkatan pengawasan
yang lebih maksimal terhadap manajer.
3. Nilai perusahaan
Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur dengan beberapa aspek, salah
satu ukuran atau proksi yang digunakan adalah dengan Price Book Value (PBV).
Rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atau PBV, menunjukkan tingkat
kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang
diinvestasikan. PBV yang tinggi mencerminkan harga saham yang tinggi
dibandingkan nilai buku per lembar saham.Semakin tinggi harga saham, semakin
berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Rumus yang digunakan
80
๐ท๐ฉ๐ฝ = ๐๐๐ซ๐ ๐ ๐๐๐ฌ๐๐ซ ๐๐๐ก๐๐ฆ
๐๐ข๐ฅ๐๐ข ๐๐ฎ๐ค๐ฎ ๐๐๐ซ ๐ฅ๐๐ฆ๐๐๐ซ ๐ฌ๐๐ก๐๐ฆ
Tabel 4.3
Data Price Book Value (PBV) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2012-2016 No Nama Perusahaan 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%) 2016 (%)
1 PT Agung Podomoro Land
Tbk 1,19 0,61 0,81 0,75 0,45
2 PT Bekasi Asri Pemula Tbk 1,05 0,47 0,33 0,33 0,32 3 PT Ciputra Development Tbk 1,43 1,16 1,66 1,72 1,52 4 PT Intiland Development Tbk 0,88 0,80 1,51 1,06 1,05 5 PT Duta Pertiwi Tbk 1,09 1,37 1,44 1,73 1,78 6 PT Megapolitan Development Tbk 0,90 0,67 0,76 0,73 0,68 7 PT Lamicitra Nusantara Tbk 0,76 0,57 0,80 0,58 0,75 8 PT Metropolitan Kentjana Tbk 2,16 4,69 6,71 5,66 7,13 9 PT Pakuwon Jati Tbk 3,46 3,17 2,99 2,53 2,56 10 PT Summercon Agung Tbk 3,59 2,42 3,66 3,16 2,48 Rata-rata 1,65 1,60 2,07 1,83 1,87
Sumber: Data diolah (www.idc.co.id), 2017.
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa rasio PBV perusahaan
Property dan Real Estate pada tahun 2012 yang memiliki tingkat PBV tertinggi
adalah PT Summercon Agung Tbk, sebesar 3,59%. Hal ini disebabkan karena
besarnya harga pasar saham yang dimiliki perusahaan meningkat terhadap nilai buku
81
Sedangkan yang memiliki tingkat PBV terendah adalah PT Lamicitra Nusantara Tbk,
sebesar 0,76%. Hal ini disebabkan karena besarnya harga pasar saham yang dimiliki
perusahaan menurun terhadap nilai buku perusahaan sehingga tidak memberikan
kemakmuran pemegang saham secara maksimum.
Pada tahun 2013 yang memiliki tingkat PBV tertinggi adalah PT Metropolitan
Kentjana Tbk, sebesar 4,69% yang meningkat dari tahun 2012. Hal ini disebabkan
karena besarnya harga pasar saham yang dimiliki perusahaan meningkat terhadap
nilai buku perusahaan sehingga memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum. Sedangkan yang memiliki tingkat PBV terendah adalah PT Bekasi Asri
Pemula Tbk, sebesar 0,47% yang menurun dari tahun 2012. Hal ini disebabkan
karena besarnya harga pasar saham yang dimiliki perusahaan menurun terhadap nilai
buku perusahaan sehingga tidak memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum.
Pada tahun 2014 yang memiliki tingkat PBV tertinggi adalah PT Metropolitan
Kentjana Tbk, sebesar 6,71% yang meningkat dari tahun 2013. Hal ini disebabkan
karena besarnya harga pasar saham yang dimiliki perusahaan meningkat terhadap
nilai buku perusahaan sehingga memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum. Sedangkan yang memiliki tingkat PBV terendah adalah PT Bekasi Asri
Pemula Tbk, sebesar 0,33% yang menurun dari tahun 2013. Hal ini disebabkan
karena besarnya harga pasar saham yang dimiliki perusahaan menurun terhadap nilai
buku perusahaan sehingga tidak memberikan kemakmuran pemegang saham secara
82
Pada tahun 2015 yang memiliki tingkat PBV tertinggi adalah PT Metropolitan
Kentjana Tbk, sebesar 5,66% yang menurun dari tahun 2014. Hal ini disebabkan
karena besarnya harga pasar saham yang dimiliki perusahaan menurun terhadap nilai
buku perusahaan sehingga tidak memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum. Sedangkan yang memiliki tingkat PBV terendah adalah PT Bekasi Asri
Pemula Tbk, sebesar 0,33% yang menurun dari tahun 2014. Hal ini disebabkan
karena besarnya harga pasar saham yang dimiliki perusahaan menurun terhadap nilai
buku perusahaan sehingga tidak memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum.
Pada tahun 2016 yang memiliki tingkat PBV tertinggi adalah PT Metropolitan
Kentjana Tbk, sebesar 7,13% yang meningkat dari tahun 2015. Hal ini disebabkan
karena besarnya harga pasar saham yang dimiliki perusahaan meningkat terhadap
nilai buku perusahaan sehingga memberikan kemakmuran pemegang saham secara
tidak maksimum. Sedangkan yang memiliki tingkat PBV terendah adalah PT Bekasi
Asri Pemula Tbk, sebesar 0,32% yang menurun dari tahun 2015. Hal ini disebabkan
karena besarnya harga pasar saham yang dimiliki perusahaan menurun terhadap nilai
buku perusahaan sehingga tidak memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum.
4. Kebijakan hutang
Hutang adalah sumber pendanaan perusahaan yang berasal dari pinjaman
yang diperoleh dari pihak ketiga perusahaan atau pihak luar yang berkepentingan
83
DER. DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan
hutang terhadap total shareholderโs equity yang dimiliki perusahaan. Secara
matematis Debt to Equity Ratio (DER) dapat dirumuskan sebagai berikut:
๐ซ๐ฌ๐น = ๐ญ๐จ๐ญ๐๐ฅ ๐ก๐ฎ๐ญ๐๐ง๐
๐ญ๐จ๐ญ๐๐ฅ ๐๐ค๐ฎ๐ข๐ญ๐๐ฌ
Tabel 4.4
Data Debt to Equity Ratio (DER) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2012-2016 No Nama Perusahaan 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%) 2016 (%)
1 PT Agung Podomoro Land Tbk 1,39 1,73 1,80 1,71 1,64
2 PT Bekasi Asri Pemula Tbk 0,82 0,90 0,77 0,74 0,73
3 PT Ciputra Development Tbk 0,77 1,06 1,04 1,01 1,02 4 PT Intiland Development Tbk 0,54 0,84 1,01 1,16 1,33 5 PT Duta Pertiwi Tbk 0,28 0,15 0,14 0,14 0,16 6 PT Megapolitan Development Tbk 0,69 0,68 0,96 0,81 0,98 7 PT Lamicitra Nusantara Tbk 0,89 0,71 0,59 0,16 0,15 8 PT Metropolitan Kentjana Tbk 0,49 0,48 1,00 1,02 0,76 9 PT Pakuwon Jati Tbk 1,41 1,27 1,02 0,99 0,89 10 PT Summercon Agung Tbk 1,85 1,93 1,57 1,49 1,58 Rata-rata 0,90 0,96 0,99 0,92 0,92
Sumber: Data diolah (www.idx.co.id),2017.
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa rasio DER perusahaan
Property dan Real Estate pada tahun 2012 yang memiliki tingkat DER tertinggi
adalah PT Summercon Agung Tbk, sebesar 1,85%. Hal ini disebabkan karena
probabilitas kebangkrutan perusahaan yang tinggi sehingga pemegang saham akan
84
resiko gagal bayar bagi perusahaan, namun memperoleh keuntungan dari penggunaan
hutang yaitu pengurangan pajak dari pembayaran bunga. Sedangkan yang memiliki
tingkat DER terendah adalah PT Duta Pertiwi Tbk, sebesar 0,28%. Hal ini
disebabkan karena probabilitas kebangkrutan perusahaan yang rendah sehingga
pemegang saham hanya sedikit membutuhkan sumber dana dari luar perusahaan. Hal
tersebut dapat mengurangi resiko gagal bayar bagi perusahaan, namun memperoleh
keuntungan dari penggunaan hutang yaitu pengurangan pajak dari pembayaran
bunga.
Pada tahun 2013 yang memiliki tingkat DER tertinggi adalah PT Summercon
Agung Tbk, sebesar 1,93%. Hal ini disebabkan karena probabilitas kebangkrutan
perusahaan yang tinggi sehingga pemegang saham akan membutuhkan sumber dana
dari luar perusahaan. Hal tersebut dapat menimbulkan resiko gagal bayar bagi
perusahaan, namun memperoleh keuntungan dari penggunaan hutang yaitu
pengurangan pajak dari pembayaran bunga. Sedangkan yang memiliki tingkat DER
terendah adalah PT Duta Pertiwi Tbk, sebesar 0,15% yang menurun dari tahun 2012.
Hal ini disebabkan karena probabilitas kebangkrutan perusahaan yang rendah
sehingga pemegang saham hanya sedikit membutuhkan sumber dana dari luar
perusahaan. Hal tersebut dapat mengurangi resiko gagal bayar bagi perusahaan,
namun memperoleh keuntungan dari penggunaan hutang yaitu pengurangan pajak
dari pembayaran bunga.
Pada tahun 2014 yang memiliki tingkat DER tertinggi adalah PT Agung
85
disebabkan karena probabilitas kebangkrutan perusahaan yang rendah sehingga
pemegang saham hanya membutuhkan sedikit sumber dana dari luar perusahaan. Hal
tersebut dapat mengurangi resiko gagal bayar bagi perusahaan, namun memperoleh
keuntungan dari penggunaan hutang yaitu pengurangan pajak dari pembayaran
bunga. Sedangkan yang memiliki tingkat DER terendah adalah PT Duta Pertiwi Tbk,
sebesar 0,14% yang menurun dari tahun 2013. Hal ini disebabkan karena probabilitas
kebangkrutan perusahaan yang rendah sehingga pemegang saham hanya sedikit
membutuhkan sumber dana dari luar perusahaan. Hal tersebut dapat mengurangi
resiko gagal bayar bagi perusahaan, namun memperoleh keuntungan dari penggunaan
hutang yaitu pengurangan pajak dari pembayaran bunga.
Pada tahun 2015 yang memiliki tingkat DER tertinggi adalah PT Agung
Podomoro Land Tbk, sebesar 1,71% yang menurun dari tahun 2013. Hal ini
disebabkan karena probabilitas kebangkrutan perusahaan yang rendah sehingga
pemegang saham hanya membutuhkan sedikit sumber dana dari luar perusahaan. Hal
tersebut dapat mengurangi resiko gagal bayar bagi perusahaan, namun memperoleh
keuntungan dari penggunaan hutang yaitu pengurangan pajak dari pembayaran
bunga. Sedangkan yang memiliki tingkat DER terendah adalah PT Duta Pertiwi Tbk,
sebesar 0,14% yang menurun dari tahun 2014. Hal ini disebabkan karena probabilitas
kebangkrutan perusahaan yang rendah sehingga pemegang saham hanya sedikit
membutuhkan sumber dana dari luar perusahaan. Hal tersebut dapat mengurangi
resiko gagal bayar bagi perusahaan, namun memperoleh keuntungan dari penggunaan
86
Pada tahun 2016 yang memiliki tingkat DER tertinggi adalah PT Agung
Podomoro Land Tbk, sebesar 1,64% yang menurun dari tahun 2015. Hal ini
disebabkan karena probabilitas kebangkrutan perusahaan yang rendah sehingga
pemegang saham hanya membutuhkan sedikit sumber dana dari luar perusahaan. Hal
tersebut dapat mengurangi resiko gagal bayar bagi perusahaan, namun memperoleh
keuntungan dari penggunaan hutang yaitu pengurangan pajak dari pembayaran
bunga. Sedangkan yang memiliki tingkat DER terendah adalah PT Lamicitra
Nusantara Tbk, sebesar 0,15% yang meningkat dari tahun 2015. Hal ini disebabkan
karena probabilitas kebangkrutan perusahaan yang tinggi sehingga pemegang saham
membutuhkan sumber dana dari luar perusahaan. Hal tersebut dapat menimbulkan
resiko gagal bayar bagi perusahaan, namun memperoleh keuntungan dari penggunaan
hutang yaitu pengurangan pajak dari pembayaran bunga.