• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori .1 Sampah .1 Sampah

2.1.2 Penyakit Akibat Kerja

2.1.2.1 Definisi

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 01/1981 tentang kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja disebutkan bahwa: penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Menurut WHO (1985) pengertian tentang kedua jenis penyakit tersebut masing-masing adalah penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Occupational diseases), dan penyakit yang berhubungan/berkaitan dengan pekerjaan tetapi bukan akibat pekerjaan atau lingkungan kerja (Work related diseases).

Mengenal dan memahami berbagai aspek penyakit akibat kerja sebagai salah satu resiko akibat pekerjaan atau lingkungan kerja, merupakan langkah awal

guna meminimalisasi akibat yang tidak dikehendaki. Penerapan upaya pencegahan :

20

1. Menerapkan peraturan perundangan

2. Identifikasi potensi bahaya dan penilaian resiko melalui pengenalan kondisi tempat kerja

3. Pengujian dan pemantauan lingkungan kerja yang dilakukan guna memperoleh data mengenai faktor fisika, kimia, biologik maupun ergonomi ditempat kerja

4. Pengujian kesehatan tenaga kerja dan pemantauan bologik, terutama pengujian kesehatan berkala

5. Penerapan teknologi pengendalian faktor penyebab khususnya pada lingkungan kerja (Hierarchy of control)

6. Pelatihan yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan

7. Pemantauan dan evaluasi pada penerapan sistem pencegahan (AM Sugeng Budiono, 2003:125).

2.1.2.2 Dermatitis Sebagai Penyakit Akibat Kerja (PAK)

2.1.2.2.1 Definisi

Dermatitis akibat kerja adalah keadaan patologis kulit dengan pajanan pada pekerjaan sebagai faktor penyebab utama atau hanya sebagai faktor penunjang (J.Jeyaratman, 2010:96). Penyakit kulit ini Menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, endema, papul, vasikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polomorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung risidif dan menjadi kronis (Adhi Djuanda, 2008:129).

21

1.1.2.2.2 Dermatitis Kontak Iritan

Iritan merupakan bahan secara langsung merusak kulit yang menjadi lokasi kontak atau aplikasi. Dermatitis kontak iritan yaitu peradangan kulit yang disebabkan oleh iritan. Proses peradangan dermatitis kontak iritan tidak dimediasi melalui mekanisme imunologi. Dermatitis kontak iritan lebih umum terjadi dibandingkan dengan Dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan diklasifikasikan menjadi dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan yang menimbulkan akibat kumulatif.

1) Dermatitis kontak iritan akut

Iritan kuat, misalnya asam pekat, alkali, atau pelarut menyebabkan dermatitis kontak iritan akut setelah satu kali terpajan atau berulang kali terpajan. Struktur kulit dirusak langsung oleh iritan. Penyebab dermatiti kontak iritan sering jelas.

Iritan kuat menyebabkan dermatitis kontak iritan pada hampir semua orang. Sebaliknya, iritan lemah, seperti air dan detergen ringan cenderung menyebabkan dermatitis kontak iritan hanya pada individu yang rentan (misalnya individu dengan riwayat dermmatitis atopik atau ekzema di tangan). Iritan lemah cenderung menyebabkan dermatitis hanya setelah pajanan berulang kali. Di tempat kerja, kasus dermatitis iritan akut sering timbul akibat kecelakaan atau akibat kebiasaan kerja yang buruk, misalnya tidak memakai sarung tangan dan sepatu bot, atau apron, atau kurang hati-hati saat menangani iritan (J.Jeyaratman, 2010:102).

22

2) Dermatitis kontak iritan yang menimbulkan akibat kumulatif

Dermatitis kontak iritan ini disebabkan kontak kulit berulang dengan iritan lemah. Iritan lemah menyebabkan dermatitis kontak iritan pada individu yang rentan saja. Lama waktu sejak pajanan pertama terhadap iritan dan timbulnya dermatitis bervariasi antara mingguan hingga tahunan, tergantung sifat iritan, frekuensi kontak, dan kerentanan pejamu (J.Jeyaratman, 2010:102).

1.1.2.2.3 Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, basa, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selalu ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan verikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu: lama kontak, kekeraban (terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas, usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insiden lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsangan terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.

23

2.1.2.2.4 Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namu angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.

2.1.2.2.5 Patogenesis

Kelainan kulitt timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.

Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid

membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan

merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakinodat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor = PAF), dan inositida (IP3), AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoaktraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain , dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular.

24

DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt macrophage colony

stimulatunf factor (GMSCF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan

IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan poliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1 (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFα, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifkan sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan peleppasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, nila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.

2.1.2.2.6 Gejala klinis

Kelaianan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala kaut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak faktor yang mempengaruhi sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu fakktor individu (misalnya, ras, usia, jenis kelamin, lokasi, atopi, penyakit kulit lain), faktor lingkungan (suhu, kelembaban udara, oklusi).

25

2.1.2.2.7 Diagnosis

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji temple dengan bahan yang dicurigai.

2.1.2.2.8 Pengobatan

Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, kimiawi, maupun fisik, serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka dermatitis tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.

Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelaianan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.

Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai sala satu upaya pencegahan (Adhi Djuannda, 2008:129-133).

Dokumen terkait